Anda di halaman 1dari 5

BUKTI AUDIT DAN TES TRANSAKSI

A. Sifat Bukti Audit ( audit evidence )

Auditor harus merancang dan melaksanakan prosedur audit yang tepat sesuai dengan
kondisi untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat. Bukti audit diperlukan untuk
mendukung opini dari laporan auditor. Bukti audit ini bersifat komulatif dan diperoleh dari
prosedur audit. Prosedur audit mencakup inspeksi, observasi, konfirmasi, perhitungan
kembali,pelaksanaan ulang dan prosedur analitis, dan sering kali memadukan beberapa prosedur
permintaan keterangan dari manajemen.

Prosedur untuk memperoleh bukti audit:

a. Prosedur penilaian risiko


b. Prosedur audit lanjutan yang terdiri atas :
1) Pengujian pengendalian ,ketika disyaratkan oleh SA atau ketika auditor telah
memilih untuk melakukan hal tersebut
2) Prosedur substantif, termasuk pengujian rinci dan prosedur analitis substantif.

Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri atas data akuntansi dan semua
informasi penguat yang tersedia bagi auditor. Jurnal, buku besar, buku pembantu,
buku pedoman akuntansi yang berkaitan, serta catatan lembaran kerja (worksheet) dan spread
sheet yang mendukung alokasi biaya, perhitungan, dan rekonsiliasi keseluruhannya merupakan
bukti yang mendukung laporan keuangan. Data akuntansi saja tidak dapat sebagai pendukung
yang cukup bagi suatu laporan keuangan.

Bukti audit penguat meliputi cek, catatan electronic fund system, faktur, surat kontrak,
notulen rapat, konfirmasi dan representasi tertulis dari pihak yang mengetahui, informasi yang
diperoleh auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi, dan pemeriksaan fisik,
serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor yang memungkinkannya
menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat.

Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit harus sah dan relevan. Bukti ekstern yang
didapat dari pihak independen diluar perusahaan dianggap lebih kuat atau dapatlebih dipercaya
keabsahannya daripada bukti yang didapat dari dalam perusahaantersebut.

Menurut Konrath ada 6 tipe audit yaitu :

1. Physical Evidence terdiri atas segala sesuatu yang bisa dihitung, dipeliahara,diobservasi
dan terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan. Seperti bukti
fisik dari stock opname, observasi dari perhitungan fisik persediaan, pemeriksaan fisik
surat berharga, dan inventarisasi tetap.
2. Confirmation Evidence adalah bukti yang diperoleh mengenai eksistensi kepemilikan
atau penilaian, langsung dari pihak ketiga di luar klien . Contoh jawaban
konfirmasi piutang, barang konsinyasi, utang,
surat berharga yang disimpan biro administrasi efek dan konfirmasi dari penasihat
hukum klien.
3. Documentary Evidence terdiri atas catatan-catatan akuntansi dan dokumen pendukung
transaksi . contoh faktur pembelian, copy faktur
penjualan, journal voucher, generalledger, dan sub ledger.
4. Mathematical Evidence merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan rekonsiliasi
yang dilakukan auditor. Misalnya footing, cross footing, extension dan
rincian persediaan, perhitungan dan alokasi beban penyusutan, perhitungan beban bunga,
laba/rugi penarikan aset tetap, PPh dan accruals.
5. Analytical Evidence butki yang diperoleh dari penelaahan analitis terhadap informasi
keuangan klien. Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk :
a. Trend yaitu membandingkan angka angka laporan keuangan tahun berjalan
dengantahun tahun sebelumnya.
b. Common size analysisc.
c. Ratio analysis misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio profitabilitas,
rasioleverage, dan rasio manajemen asset.
6. Hearsay Evidence merupakan bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien
atas pertanyaan pertanyaan yang diajukan auditor misalnya pertanyaan mengenai
pengendalian intern, persediaan yang bergerak lambat atau rusak, kejadian penting
setelah laporan posisi keuangan dan lain lain.

B. Test Ketaatan ( compliance test ) dan ( subtantive test )

Test ketaatan (Compliance Test) atau test recorded transactions adalah tes
terhadap bukti-bukti pembukuan yang mendukung transaksi yang dicatat perusahaan untuk
mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi sudah diproses dan dicatat sesuai dengan sistem
dan prosedur yang ditetapkan manajemen. Jika terjadi penyimpangan dalam pemrosesan dan
pencatatan transaksi, walaupun jumlah (rupiah)-nya tidak material, auditor harus
memperhitungkan pengaruh dari penyimpangan tersebut terhadap efektivitas pengendalian
entern. Misalnya :

Kesalahan yang Ditemukan Kelemahan I/C Compensating Control

1.Bukti pengeluaran kas dan Timbul kemungkinan bukti 1.Subleger utang selalu di
bukti-bukti pendukung tidak pendukung digunakan untuk Update dan setiap akhir bulan
dicap lunas. pembayaran yang kedua direconcile dengan saldo
kalinya utang dibuku besar.
2.Perusahaan memiliki bagian
internal audit yang cukup kuat
dan setiap bulan memeriksa
kelengkapan bukti-bukti
pengeluaran kas.
2.Bukti pengeluaran kas tidak Timbul kemungkinan Perusahaan menggunakan
bernomor urut tercetak. penyalahgunaan bukti imperst fund system untuk
tersebut untuk keuntungan pengeluaran ≤ Rp. 750.000
pribadi. untuk jumlah > Rp.750.000
dibayar dengan giro, yang
urutan nomornya selalu
diawasi.
Compliance Test biasanya dilakukan untuk transaksi berikut ini :

Jenis Transaksi Jenis Comliance Test Sampel yang Digunakan

 Penjualan  Sales Test  Faktur Penjualan


 Penerimaan Kas  Cash Receipts  Kuitansi
 Pengeluaran Kas  Cash Disbursements Tes  Nomor Check/Giro
 Pembelian  Purchase Test  Purchase Order
 Pembayaran Gaji dan  Payrol Test  Daftar Gaji
Upah  Journal Voucher Test  Jurnal Voucher
 Jurnal
Koreksi/Penyesuaian

Dalam melaksanakan compliance test, auditor harus memerhatikan hal-hal berikut:

a. Kelengkapan bukti pendukung (supporting document)


b. Kebenaran perhitungan matematis (footing,cross footing,extension)
c. Otoritasi dari pejabat perusahaan yang berwenang
d. Kebenaran nomor perkiraan yang didebit/dikredit

Substantive Test adalah test terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan LaporanKeuangan


(Laporan Posisi Keuangan (Neraca) dan Laporan Laba Rugi). Prosedur pemeriksaan yang
dilakukan dalam substantive test antara lain:
a. Intventarisasi aset tetap
b. Observasi atas stock opname
c. Konfirmasi piutang,utang dan bank
d. Subsequent collection dan subsequent payment
e. Kas opname
f. Pemeriksaan rekonsiliasi bank dan lain-lain.

Jika pada waktu melakukan substantive test , auditor menemukan kesalahan-kesalahan,


harus dipertimbangkan apakah kesalahan tersebut jumlahnya material atau tidak.Untuk
kesalahan yang jumlahnya tidak material ( immaterial ), auditor tetap perlu mengajukan usulan
adjustment, tetapi tidak perlu dipaksakan karena tidak akanmemengaruhi opini akuntan public.
Dalam melakukan substantive test, auditor perlu membuat kertas kerja dalam bentuk Working
Balance Sheet, Working Profit and Loss,Top Schedule dan Supporting Schedule.

C. Cara Pemilihan Sampel

Akuntan Publik biasanya tidak memeriksa keseluruhan transaksi dan bukti - bukti yang
terdapat dalam perusahaan. Transaksi dan bukti - bukti diperiksa secara “test basis” atau
secara sampling. Dari keseluruhan “universe” diambil beberapa sampel untuk ditest, dan dari
hasil pemeriksaan sampel, auditor akan menarik kesimpulan mengenai “universe” secara
keseluruhan. Cara pemilihan sampel tidak boleh seenaknya, karena jika sampel yang diplih tidak
tepat akan sangat mempengaruhi kesimpulan yang ditarik. Sampel harus dipilih dengan cara
tertentu yang bisa dipertanggungjawabkan, sehinggasampel tersebut betul-betul representative.
1. Menurut SA 530.2
Sampling audit ( sampling ) : Penerapan prosedur audit terhadap kurang dari 100% unsur
dalam suatu populasi audit yang relevan sedemikian rupa sehingga semua unit sampling
memiliki peluang yang sama untuk diplih untuk memberikan basis memadai bagi auditor
untuk menarik kesimpulan tentang populasi secara keseluruhan.

Resiko sampling : Resiko bahwa kesimpulan auditor yang didasarkan pada suatu sampel
dapat berbeda dengan kesimpulan jika prosedur audit yang sama diterapkan pada
keseluruhan populasi.

Resiko Non Sampling : Resiko bahwa auditor mencapai suatu kesimpulan yang salah
dengan alasan apa pun yang tidak terkait dengan resiko sampling.

“Ada dua pendekatan umum dalam sampling audit : non statistik dan statistik. Kedua
pendekatan tersebut mengharuskan auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian sampel, sertadalam menghubungkan bukti
audit yang dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan
atas saldo akun kelompok transaksi yang berkaitan”.

“Kedua pendekatan sampling audit di atas, jika diterapkan dengan semestinya, dapat
menghasilkan bukti audit yang cukup”.

2. Menurut SA 530.3
Sampling Statistik : Suatu pendekatan sampling yang memiliki kararkteristik sebagai
berikut,
a. Pemilihan unsur - unsur sampel dilaksanakan secara acak; dan
b. Penggunaan teori probabilitas untuk menilai hasil sampel, termasuk untuk mengukur
resiko sampling.

Pendekatan sampling yang tidak memiliki karakteristik - karakteristik a dan b dianggap


sebagai sampling nonstatistik.

3. Menurut SA 530.7 dan 530.8


Keputusan untuk menggunakan pendekatan statistik atau nonstatistik dalam sampling
membutuhkan pertimbangan auditor; namun; ukuran sampel bukan merupakan kriteria yang
tepat untuk membedakan antara pendekatan statistikatau nonstatistik.

4. Menurut SA 530.10
Pengevaluasian Hasil Sampling Audit
Untuk pengujian pengendalian, suatu tingkat penyimpangan sampel yang tinggi yang tidak
diharapkan dapat meningkatkan resiko kesalahan penyajian material yang telah ditentukan,
kecuali jika diperoleh bukti audit tambahan yang memperkuat penilaian awal resiko
tersebut. Untuk pengujian rinci, suatu jumlah kesalahan penyajian yang tinggi yang tidak
diharapkan dalam suatu sampel dapat menyebabkan auditor meyakini bahwa terdapat
kesalahan penyajian material dalam suatu golongan transaksi atau saldo akun, kecuali bukti
audit tambahan membuktikan tidak ada kesalahan penyajian material.
Beberapa cara pemilihan sampling yang sering digunakan adalah :

a. Random/Judgement Sampling

Pemilihan sampel dilakukan secara random dengan menggunakan judgement si akuntan


publik. Caranya auditor bisa menggunakan random sampling table dalam memilih sampel.
Pemilihan sampel bisa juga dilakukan dengan menggunakan computer.

b. Block Sampling

Dalam hal ini auditor memilih transaksi di bulan - bulan tertentu sebagai sampel,
misalnya bulan Januari, Juni, dan Desember.

Keberhasilan kedua cara diatas walaupun paling mudah, tetapi sangat


tergantung pada judgement si auditor, semakin banyak pengalaman auditor, semakin
baikhasilnya, dalam arti sampel yang dipilih betul-betul representative. Tetapi jika auditor
kurang pengalaman, sampel yang dipilih akan kurang representative.

c. Statistical Sampling

Pemilihan sampel dilakukan secara ilmiah, sehingga walaupun lebih sulit namunsampel
yang terpilih betul – betul representative. Karena memakan waktu yang lebih banyak,
statistical sampling lebih banyak digunakan dalam audit diperusahaan yang sangat besar dan
mempunyai internal control yang cukup baik.

Anda mungkin juga menyukai