NOMOR : 064/PER/DIR/V/2012
TENTANG
PANDUAN HEMODIALISA
Menimbang :
a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit diperlukan adanya
buku panduan Hemodialisa di Rumah Sakit Royal Progress;
b. bahwa sesuai butir a dan b tersebut diatas perlu ditetapkan dengan peraturan Direktur
Rumah Sakit Royal Progress.
Mengingat :
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
3. Keputusan Mentri Kesehatan RI No.HK.07.06/III/4437/09 Tentang pemberian ijin
penyelenggaraan perpanjang (1) kepada yayasan sejahtera progress untuk
Menyelenggarakan Rumah Sakit Royal Progress;
4. Keputusan Ketua Badan pengurus Yayasan Sejahtera Progress Nomor
11/YSP/KHU/VIII/2010 tentang struktur Organisasi Rumah sakit Royal Progress;
5. Keputusan Ketua badan pengurus yayasan sejahtera progress Nomor
021/YSP/X/07 tahun 2007 tentang pengangkatan Direktur.
MEMUTUSKAN :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang mah akuasa atas segala berkat dan
anugerah yang telah diberikan kepad apenyusun ,sehigga BUKU PANDUAN HOMODIALISA
RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS ini dapat selesai disusun.
Buku paduan ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang terkait dalam
memberikan pelayanan kepada pasien di Rumah Sakit Royal Progres.
Dalam pandian ini diuraikan tentang pengertian dan tatalaksana hemodialisa di rumah
sakit ini.
Tidak lupa peyusun megucapkan terimakasih yang sedalam dalamny aatas batuan semua
pihak yang telah membantu dalam meyelesaikan paduan Hemodialisis Rumah Sakit Royal
Progress.
Peyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Peningkatan pembangunan kesehatan di Indonesia seharusnya diikuti secara seimbang
oleh perbaikan mutu pelayanan kesehatan baik di sarana pelayanan kesehatan maupun
pratktek perorangan. Adanya Globalisasi serta industrialisasi yang cepat di sector
kesehatan berdampak pada cara melakukan tindakan, baik berupa terapi, pemakaian alat,
pemberian resep dan sebagainya sehingga tindakan tersebut sesuai indikasi yang tepat.
Disamping itu dengan adanya UU Perlindungan Konsumen serta terkaitnya praktek
kedokteran tersebut aspek medis, legal, etis, psikologis, social budaya serta financial
maka perlu dibuat suatu pedoman pelayanan kesehatan yang bertujuan memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan memberikan rasa aman bagi
dokter/tenaga medis dalam melakukan praktek kedokteran. Hal ini juga berlaku pada
pelayanan dialisis dimana umumnya pasien dengan penyakit ginjal kronik membutuhkan
pengobatan yang berulang dan melibatkan peralatan/mesin dengan teknologi tinggi serta
kompetensi tenaga kesehatan yang memadai.
C. Landasan Hukum
a. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
b. UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah
c. UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran
d. PP RI No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
e. Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 749/Menkes/SK/Per/XII/1989 Tentang Rekam
Medis
f. Keputusan Mentri kesehatan RI No. 436 tahun 1993 tentang berlakunya Standar
Pelayanan Medis Indonesia
D. Perijinan
Perijinan pendiri Unit Dialisis :
1. Ijin dari dinas kesehatan
2. Ijin pendirian Unit Dialisis diajukan ke DinKes disertai verifikasi dari PERNEFRI
setelah unit tersebut memenuhi persyaratan yang diperlukan.
3. Ijin berlaku selama 5 tahun dan diperbaharui setelah memenuhi akreditasi yang
dilakukan oleh tim dan diperbaharui setelah memenuhi akreditasi yang dilakukan oleh
tim dari Dinas Kesehatan bersama dengan Organisasi profesi (PERNEFRI).
E. Tujuan
Umum :
Meningkatkan kualitas pelayanan pasien gagal ginjal melalui pedoman pelayanan
hemodialisi yang berorientasi pada keselamatan dan keamanan pasien
Khusus :
- Memberi acuan regulasi pelayanan hemodialisis
- Memberikan acuan tugas pokok dan fungsi serta kompetensi masing – masing tenaga
yang terlibat dalam pelayanan hemodialisi
- Memberikan acuan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelayanan
hemodialisis
- Memberi acuan system/pola pembiayaan yang berkaitan dengan pelayanan
hemodialisis
PENGERTIAN PELAYANAN HEMODIALISIS
A. Definisi
1. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah :
a. Suatu kondisi kerusakan ginjal yang tadi selama 3 bulan atau lebih, yang
didefinisikan sebagai abnormalitas strukturl atau fungsional ginjal, dengan
atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi
sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal, termasuk ketidak
seimbangan komposisi zat di dalam darah atau urin serta ada atau tidaknya
gangguan hasil pemeriksaan pencitraan.
b. LFG yang kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 lebih dari 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Keterangan : disebut PGK apabila terdapat salah satu dari criteria diatas.
2. Hemodialisi (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang
menggunakan alat khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat
laju filtrasi glomelurus yang rendah sehingga diharapkan dapat
memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
3. Unit Hemodialisis adalah tempat pelayanan hemodialisis yang terdiri dari
minimal 4 mesin dialisi, didukung dengan unit pemurnian air (water
treatment) dan peralatan pendukung serta mempunyai tenaga nedis, minimal
terdiri dari 2 perawat mahir HD, 1 dokter bersertifikat HD, yang diawasi oleh
1 orang dokter internis bersertifikat HD dan disupervisi oleh 1 orang
internis_konsultan Ginjal Hipertensi (KGH)
4. UPHDIRRS adalah upaya pelayanan hemodialisis didalam institusi rumah
sakit berada dibawah instalasi penyakit dalam.
B. Falsafah
Pada keadaan gagal ginjal, pasien membutuhkan terapi pengganti
fungsiginjal untuk memperpanjang dan mempertahankan kualitas hidup
yang optimal. Terapi gagal ginjal yang ideal adalah transplantasi ginjal.
Akan tetapi karena masih terdapat kendala factor biaya dan keterbatasan
donor maka di Indonesia dialisi masih merupakan terapi pengganti ginjal
(TGA) yang utama. Terapi pengganti ginjal ini merupakan sebagian dari
pengobatan pasien gagal ginjal. Selain TPG masih dibutuhkan pengobatan
lain seperti Vitamin D, eritropoetin, obat pengikat fosfor, dll.
Pengobatan hemodialisi mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
komplikasi kardiovaskuler. Oleh karena itu penanganannya harus
dilakukan oleh seorang dokter yang memiliki kualitas subspesialis (KGH)
atau dokter internis yang memiliki kompetensi dibidang hemodialisis.
Tindakan dialisi (hemodialisi dan CAPD) merupakan prosedur
kedokteran yang memerlukan teknologi tinggi dan biaya tinggi sehingga
menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Dialysis
potensial menimbulkan risiko. Oleh karena itu keselamatan pasien serta
kualitas pelayanan harus selalu diperhatikan.
PENGORGANISASIAN
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang optimal dari program pelayanan hemodialisi
perlu ditata pengorganisasian pelyanan dengan tugas dan wewenang yang jelas dan
terinci secara ad,imistrasi maupun teknis.
A. Struktur Organisasi
Struktur organisasi unit layanan hemodialisis di dalam rumah sakit
Adanya klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan layanan dilihat dari
aspek kompetensi, SDM, Fasilitas sarana serta kepemilikan menyebabkan
bervariasinya pengelolaan layanan mulai dari organisasi sampai dengan
pembiayaan dirumah sakit.
Direktur Utama
Manajer Pelayanan
Ka.Unit/Istalasi HD
Dokter penanggung
Teknis
jawab / pelaksanaan
Perawat
B. Ketenagaan
Ketenagaan pelayanan hemodialisis terdiri dari :
1. Tenaga Medis (supervisor, dokter SpPD bersertifikat HD, dokter bersertifikat
HD )
2. Perawata (perawat mahir dan perawat biasa)
3. Teknis
4. Tenaga Administrasi
5. Dan tenaga lainnya yang mendukung program
C. Kompetensi
1. Supervisor hemodialisis adalah dokter SpPD-KGH
2. Dokter penanggung jawab hemodialisis adalah dokter SpPD_KGH dan atau
dokter SpPD yang telah mempunyai sertifikat pelatihan hemodialisis di pusat
pendidikan yang diakreditasi dan disahkan oleh PBPERNEFRI
3. Dokter pelaksana hemodialisis adalah dokter bersertifikat HD yang telah
dilatih dipusat pendidikan yang diakresitasi dan disahkan oleh PBPERNEFRI
4. Perawat mahir hemodialisis adalah perawat yang bersertifikat pelatihan
pelatihan HD dipusat pendidikan yang diakreditasi dan disahkan oleh
PBPERNEFRI
5. Perawat adalah lulusan akademik keperawatan.
D. Klasifikasi dan uraian tugas
1. Supervisor
Seorang dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal hipertensi yang
diakui oleh pernefri, dan bertugas sebagai pengawas supervisor. Disamping
itu dapat juga bertugas sebagai penanggung jawab unit dialisis dan/atau dokter
pelaksana unit hemodialisis.
2. Peanggung jawab
Seorang dokter spesialis penyakit dalam yang telah mendapat peltahian
dialysis di pusat pelatihan dialysis yang diakui/diakreditasi oleh pernefri dan
bertugas sebagai penanggung jawab unit dialisis. Disamping itu dapat juga
bertugas sebagai dokter pelaksana unit hemodialisis.
3. Dokter pelaksana
Seorang dokter yang telah mendapat pelatihan dialysis dipusat pelatihan
dialysis yang diakreditasikan oleh PERNEFRI dan bertugas sebagai dokter
pelaksanaan unit hemodialisis
4. Perawat Mahir
Perawat yang telah menempuh pendidikan khusus dialysis dan perawat ginjal
intensif di pusat pelatihan dialysis yang diakui PERNEFRI
5. Perawat
Seorang lulusan akademi keperawatan yang memberikan asuhan keperawatan
dan membantu tugas perawat mahir HD.
6. Teknis
Minimal SMU/STM atau perawat dengan pelatihan khusus mesin dialysis &
perlengkapannya. Bertugas : menyiapkan mesin & perlengkapannya,
menjalankan & merawat mesin dialysis dan pengolah air, bekerjasama dengan
teknis pabrik pembuatannya (produsen/agen)
PELAYANAN HEMODIALISIS
A. Konsep Pelayanan Hemodialisis :
1. Dilakukan secara komprehensif
2. Pelayanan dilakukan sesuai standar
3. Peraturan yang tersedia harus memenuhi ketentuan
4. Semua tindakan harus terdokumentasi dengan baik
5. Harus ada system monitor dan evaluasi.
OBAT
No. Nama Obat Satuan Kekuatan
ALAT KESEHATAN
No. Nama Alat Kesehatan
Hollow fiber berbagai ukuran
1.
Blood line
2.
AV fistula
3.
Disposable syring
4.
Kassa steril
5.
Blood set
6.
Masker disposable
7.
Sarung tangan steril
8.
Plester
9.
Oksigen tabung
10
Havox/sunclin ( untuk desenfektan mesin sesuai dengan
11. petunjuk pabrik )
Campuran parasitic acid % H2O2 ( untuk dialiser proses
12. ulang )
G. Sistem pembiayaan
1. Sumber :
a. Biaya sendiri
b. Asuransi
c. Perusahaan
d. Pemerintah : GAKIN/SKTM
e. Lainnya
2. Pola tariff terdiri dari :
a. Jasa medic
b. Jasa rumah sakit
c. Bahan dan alat
H. Pengendalian limbah
Mengikuti pengendalian limbah rumah sakit.
I. Kesehatan dan keselamatan kerja/K3
Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pelaksanaan kewaspadaan universal (universal precautions) yang katat (pasien, staf dan
penggunaan alat medic/non medic), termasuk hand hygiene sebelum dan sesudah
melakukan pekerjaan.
b. Penataan ruang aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material harus sesuai dengan
ketentuan yang mengacu pada patient safety
c. Isolasi mesih hemodialisis yang diharuskan pada pengidap virus hepatitis C dan HIV
d. Pemakaian dialiser proses ulang hanya diperkenan kan pada pasien pengidap virus
hepatitis C dan HIV dengan kewaspadaan khusus, akan tetapi dilarang pada pengidap
Virus hepatitis B
J. Pencatatan dan pelaporan
a. Dalam rekam medis dicatat diagnosis medic untuk pelaporan ke dinas kesehatan yang
kemudian diteruskan ke departemen kesehatan
b. Setiap unit hemodialisis di rumah sakit dan luar rumah sakit harus mengirim laporan ke
pusat registrasi PERNFRI secara berkala tiap bulan
K. Evaluasi dan pengendalian mutu
Kegiatan evaluasi terdiri dari :
a. Evaluasi internal : dinilai dari SDM, sarana prasaran hemodialisis
b. Evaluasi eksternal : dinilai dari kegoatan homodialisis (jumlah pasien, edukasi
homodialisis, morbiditas dan mortalitas, tariff hemodialisis yang di monitor oleh dinkes)
c. Evaluasi terhadap buku pedoman pelyanan homodialisis akan dilakukan setiap 5 tahun
sekali oleh PERNEFRI dan DenKes
SISTEM RUJUKAN
A. Pengertian
Konsep rujukan adalah suatu upaya pelimpahan tanggung jawab dan wewenang secara
timbale balik dalam pelayanan kesehatan untuk menciptakan suatu pelayanan kesehatan
paripurna. System rujukan diperlukan sebagai tempat konsultasi pasien hemodialisis
yang memiliki masalah medic akut maupun kronik.
Rujukan ini dapat berlangsung vertical dan horizontal sesuai dengan fungsi koordinasi
dan jenis kemampuan yang dimiliki.
Rujukan dapat terjadi dari unit hemodialisis di luar rumah sakit ke rumah sakit , atau
unit hemodialisis di rumah sakit ke rumah sakit lain dengan kelas rujukan tertinggi.
Rumah sakit rujukan adalah rumah sakit yang mempunyai kerjasama dengan unit
hemodialisis (unit homodialisis tersebut merupakan satelit/jejaring dari unti hemodialisis
rumah sakit)
Kegiatan rujukan mencakup :
a. Rujukan pasien (internal dan eksternal)
Rujukan internal adalah rujukan antar spesialis dalam satu rumah sakit.
Rujukan eksternal adalah rujukan anatar spesialis keluar rumah sakit dengan
mengikuti system rujukan yang ada.
b. Rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk peningkatan kemampuan tenaga
hemodialisis serta sumber daya kesehatan lainnya (alat, sarana)
c. Pembinaan manajemen.
B. Sistem pelayanan rujukan hemodialisis
Pada prinsipnya rujukan pasien hemodilaisis rutin dapat dilakukan di klinik hemodialisis
maupun rumah sakit , akan tetapi tindakan hemodialisis pertama kali harus dilakukan di
rumah sakit.
Referensi
1. Pedoman pelayanan Hemodialisis di sarana pelayanan kesehatan
3. Raharja JP, Susalit E, suhaedjo. Hemodyalisis dalam buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid II, Ed IV. Editor sudoyo AW, Setyohadi B.dkk pusat penerbitan IPD,FKUI
4. NKF-K/DOQI Clinical practice guidelines for hemodyalisis adequacy update 2000 hal
s13 - s43
Dr.djoti atmodjo,spa,mars
Prosedur : suatu tindakan memasukan jarus AV fistula ke dalam pembuluh dara untuk
sarana hubungan sikulasi yang akan digunakan selama proses hemodialisis
Tujuan : agar proses hemodialisis dapat berjalan lancer sesuai dengan hasil yang
diharapkan
1. Punksi cimono
2. Punksi femoral
Punksi cimino
a. Persiapan alat alat
1. 1buah bak instrument besar, yang terdiri dari :
3 buah mangkok kecil
i. 1 untuk tempat NaCL
ii. 1 untuk betadine
TEKNIK DAN PROSEDUR HEMODIALISIS
No.dokumen No. Revisi 0 Halaman 2/6
RSRP/SPO/HD/001
b. Persiapan pasien
1. Timbang berat badan
2. Observasi tanda tanda vital dan anamnesis
3. Raba desiran pada cimino apakah lancer
4. Tentukan daerah tusukan untuk keluanya darah dari tubuh ke mesin
5. Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari
mesin ke tubuh pasien
6. Beritahu pasien bahwa tindaakan akan dimulai
7. Letakkan perlakdi bawah tangan pasien
8. Dekatkan alat alat yang akan digunakan
TEKNIK DAN PROSEDUR HEMODIALISIS
No.dokumen No. Revisi 0 Halaman 3/6
RSRP/SPO/HD/001
c. Persipan perawat
1. Cuci tangan sebelum bekerja
2. Gunakan APD, masker
3. Buku bak instrument steril
4. Mengisi masing masing mangkok steril dengan alkohol, NaCI 0,9
% dan betadine
5. 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrument
6. Pakai sarung tangan steril
7. Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi local (bila
digunakan)
8. Ambil spuit 10 cc diisi NaCL dan heparin 1500 u untuk mengisi
AV fistula
d. Memulai desinfektan
1. Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada
daerah cimino dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam
ke luar, lalu masukkan kassa bekas ke kantong plastic
2. Jepit kassa alkohol dengan arteri klem, bersihkan daerah cimono
dan vena lain dengan cara seperti no. 1
3. Lakukan sampai bersih dan keringkan dengan kassa steril kering,
masukkan kassa bekas ke kantong plastic dan arteri klem diletakkan
di gelas ukur
4. Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh du
ditutupkan di tangan.
5.
TEKNIK DAN PROSEDUR HEMODIALISIS
No.dokumen No. Revisi 0 Halaman 4/6
RSRP/SPO/HD/001
Punksi femoral
Cara melakukan ounksi femoral
1. Observasi daerah femoral (lipatan ), yang akan digunakan penusukan
2. Letakkan posisis tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan ditusuk fleksi
3. Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara menaruh 3 jari di atas
pembuluh darah arteri, jari tengah diatas arteri
4. Dengan jari tengah 1 cm kea rah medial untuk penususkan jarum AV fistula
8. Memulai definisis
Desinfektan kulit daerah kateter dengan kassa betadine, mulai dari pangkal tusukan
kateter sampai kearah sekitar kateter dengan cara memutar kassa dari dalam ke
arah luar
Bersihkan permukaan kulit dan kateter dengan kassa alkohol
Pasang duk steril di bawah kateter double lumen
Buka kedua tutup kateter, aspirasi dengan spuit 10 cc / 20 cc yang sudah diberi NaCl
0,9 yang terisi HEPARIN.
9. Tentukan posisi kateter dengan tepat dan benar
10. Pangkal kateter diberi betadine dan ditutup dengan kassa steril
11. Kateter difiksasi kencang
12. Kateter double lumen siap disambungkan dengan arteri blood line dan venus line
13. Rapikan alat-alat, pisahkan dengan alat-alat yang terkontaminasi
14. Bersihkan alat-alat
15. Cuci tangan setelah selesai