Anda di halaman 1dari 17

CONGESTIVE HEART FAILURE (GAGAL JANTUNG KONGESTIF)

A. Definisi
Gagal jantung adalah kumpulan gejala kompleks akibat gangguan
struktur dan fungsi jantung yang ditandai dengan nafas pendek yang tipikal
pada saat istirahat/beraktivitas, serta adanya tanda retensi cairan (kongesti
paru, edema pergelangan kaki) (PERKI, 2015).
Gagal jantung adalah suatu kondisi ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang adekuat untk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutisi (Smeltzer & Bare, 2001).
Congestive heart failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat. Hal ini
mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna memompa darah
lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatka otot
jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk
waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespon dengan
menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam
beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, sehingga tubuh pasien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
B. Etiologi
1. Kelainan otot jantung → menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung
a. Arterosklerosis → menyebabkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksi akibat
penumpuukan asam laktat.
b. Hipertensi sistemik/pulmonal → peningkatan afterload meningkatkan
beban kerja jantung dan menyebabkan hipertrofi serabut otot jantung.
Efek hipertrofi miokardium dianggap sebagai mekanisme kompensasi
karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
c. Peradangan penyakit miokardium degenerative → kondisi ini merusak
serabut jantung yang menyebabkan kontraktilitas menurun.
2. Penyakit jantung lain → penyakit jantung sistemik seperti gangguan
aliran darah melalui jantung, missal: stenosis (penyempitan) katup
seminularis, ketidakmampuan jantung mengisi darah dan pengosongan
jantung abnormal.
3. Penyakit sistemik → meningkatkan laju metabolisme (demam), hipoksia,
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan O2 sistemik. Selain itu juga dapat menurunkan suplai O2 ke
jantung.
4. Konsumsi alcohol dan obat-obatan.
C. Manifestasi Klinis
Kriteria mayor Kriteria minor
a. Paroksimal nocturnal dispnea a. Edema ekstremitas j. oliguria
b. Ortopnea b. Batuk malam hari
c. Peningkatan vena jugularis c. Efusi pleura
d. Kerdiomegali d. Kardiak murmur
e. Ronkhi basah e. Hepatomegaly
f. Edema paru akut f. Penurunan kapasitas viral ⅓ dari
g. Irama S3 (Gallop) normal
h. Peningkatan CVP > 16 cmH2O g. Takikardi
i. Refluks hepatojugular h. Takipnea
i. Asites
* diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor & 2
kriteria minor.
Staging gagal jantung
1. New York Heart Associaton (NYHA) Function Classification
a. Kelas 1 → aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan gejala
b. Kelas 2 → hambatan ringan pada aktivitas. Tidak ada keluhan saat
istirahat, tapi aktivitas sehari-hari menimbulkan keleahan, palpitasi,
sesak napas
c. Kelas 3 → hambatan aktivitas fisik yang jelas. Tidak ada saat istirahat
tapi aktivitas fisik lebih ringan dari biasanya menimbulkan lelah,
sesak, palpitasi, angina
d. Kelas 4 → tidak dapt melakukan aktivitas fisik yang sangat ringan,
gagal jantung timbul saat istirahat.
2. American Heart Assiciation (AHA)
a. Stage A → risiko besar gagal jantung, tidak terindentifikasi
abnormalitas structural dan fungsional, tidak ada gejala dan tanda
gagal jantung
b. Stage B → berkembangnya penyakit structural jantung yang
berhubungan dengan timbulnya gagal jantung, tapi tidak ada gejala
gagal jantung
c. Stage C → gagal jantung berhubungan dengan perubahan structural
jantung
d. Stage D → ada kelainan structural jantung yang berat da nada gejala
gagal jantung saat istirahat.
D. KLASIFIKASI
1. Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri terjadi akibat kelemahan ventrikel kiri,
meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru sehingga menyebabkan
sesak nafas dan ortopnea (kesulitan napas saat berbaring). Kongesti paru
menonjol karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang dating
dari paru. Manifestasi klinis:
a. Dipsnea → akibat penimbunan cairan di alveoli
b. Ortopnea → kesulitan bernapas saat berbaring
c. Sesak napas
d. Batuk, mudah lelah
2. Gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan terjadi jika kelainannya melemahkan ventrikel
kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli
paru kronik senhingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan
edema perifer, hepatomegaly, dan distensi vena jugularis. Gagal jantung
kanan terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah yang adekuat sehingga tidak bias mengakomodari semua
darah dari vena. Manifestasi klinis: edema, hepatomegaly, distensi vena
jugularis, nyeri abdomen, anoreksia, lemah/nausea.
3. Gagal jantung akut
a. Definisi
Gagal jantung akut adalah situasi serangan cepat dari gejala-gejala
atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi
dengan atau tanpa ada sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung
bias berupa sistolik atau diastolic.
Gagal jantung akut adalah kejadian atau perubahan yang cepat dari
tanda dan gejala gagal jantung. Kondisi ini mengancam kehidupan dan
harus ditangani segera. Ada 2 jenis presentasi GJA, yaitu GJA yang
baru terjadi dan pertama kali (de novo) dan gagal jantung
dekompensanta akut pada gagal ginjal kronik sebelum stabil.
b. Penyebab dan factor presipitasi
1) Dekompensasi pada GJK yang sudah ada (kardiomiopati)
2) Sindrom koronen akut: infark miokard/ UAP, infark ventrikel
kanan
3) Aritmia akut
4) Stenosis katup aorta berat
5) Miokarditis berat akut
6) Temponade jantung (cairan berakumulasi di pericardium)
7) Kardiomiopati pasca melahirkan (otot jantung tidak bias
berkontraksi secara memadai)
8) Factor presipitasi non kardiovakuler: overloas volume,
pneumonia, pasca operasi besar, penurunan fungsi ginjal, asma,
penggunaan alcohol, penyalahgunaan obat
c. Manifestasi klinis
1) Gagal jantung dekompensasi: gejala ringan, belum memenuhi
syarat syok kardiogenik, edema paru, krisis hipertensi
2) Gagal jantung akut akut hipertensif: gangguan fungsi jantung
relative, edema paru akut
3) Syok kardiogenik: sistolik < 90 mmHg, penurunan pengeluaran
urin (< 0,5 ml/kg/jam), nadi < 60 x/menit
4) High output failure: curah jantung yang tinggi (mitral aritmia,
anemia, tirotoksikosis)
5) Gagal jantung kanan: sindrom low output, peningkatakn vena
jugularis, hepatomegaly
4. Gagal jantung kronik
Gagal jantung kronik adalah suatu keadaan patologis dimana terdapat
kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan
jaringan. Gagal jantung krinik juga sindrom klinis yang kompleks yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatigue, edema. Penyebabnya
yaitu: disfungsi miokard, endocardium, pericardium, aritmia, dan kelainan
katup.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vena
2. Hitung sel darah putih: Leukositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darag (AGD): menilai serajat ganguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik
4. Fraksi lemak: penigkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan risiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar dan ginjal
6. Echocardiogram: menilai stenosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hiperatrofi ventrikel
7. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi
8. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru
9. Kateterisasi jantung: menilai fraaksi ejeksi ventrikel
10. EKG: menilai hipertrofi atrium/ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
F. Penatalaksanaan
1. Terapi non farmakologi
a. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal
serta upaya timbul keluhan dan dasar pengobatan
b. Istirahat, olahraga
c. Edukasi pola diet, control asupan garam
d. Hindari alcohol dan hentikan merokok
2. Tarapi farmakologi
a. Angiostensi-converting enzyme inhibitors (ACE inhibitor)
Diberikan pada semua pasien gagal jantung simptomatik dan fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%. ACE inhibitor memperbaiki fungsi
ventrikel kiri dan kualitas hidup, meningkatkan angka kelangsungan
hidup.
Efek samping: hiporensi, hiperkalemia, perburukan fungsi ginjal
Kontraindikasi: riwayat angioedema, stenosis renal bilateral, kadar
kalium serum > 5 mmol/L, stenosis aorta berat, keratinin > 2,5 mg/dl
Jenis: Captopril, Kuinapril, Lisirepril,Perindopril
b. β-blocker
diberikan pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≥ 40%; gejala
ringan-berat; ACE inhibitor/ARB telah diberika; pasien stabil secara
klinis.
Kontraindikasi: asma, AV block, sinus bradikardi
Jenis: Propranolol, Metaprolol, Bisoprolol
c. Antagonis aldosterone
Penambahan obat antagonis aldosterone dosis kecil harus
dipertimbangkan pada semua padien dengan frakji ejeksi ≤ 35%,
gejala sedang-berat.
Kontraindikasi: konsentrasi kalium > 5 mmol/L, serum kreatinin > 2,5
mg/dL, kombinasi ACE dan ARB
Jenis: Eplerenon, Spironolaktan
d. Digoksin (Digitalis)
Digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat,
meningkatkan kekuatan kontrkasi jantung.
Indikasi: fibrilasi atrial (irama ventricular saat istirahat > 80 x/menit,
saat aktivitas >110-120 x/menit, irama sinus (EF ≤ 40%, gejala
ringan-berat)
Kontraindikasi: blok AV derajt 2 dan 3, riwayat intoleransi digoksin
e. Diuretic
Direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis/
gejala kongesti. Untuk mengekskresikan Na+ dan H2O melalui ginjal
dan mengurangi beban kerja jantung.
Efek samping: hipotermia, hipokalemia, hiperurisemia (asam urat
meningkat), hiperglikemia
Kontraindikasi: riwayat alergi furosemide, hipertensi, anuria (urin <
100 ml/24 jam)
Jenis: Furosemide, Tiazide, Torisemide.
3. Tindakan bedah
a. Revaskularisasi
b. Operasi katup mitral
c. Kardiomioplasti
d. External cardiac support
e. Heart transplantasion
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airways
a) Sumbatan atau penumpukan secret
b) Wheezing atau krekles
2) Breathing
a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat
b) RR lebih dari 24 x/menit, irama ireguler, dangkal
c) Ronchi
d) Ekspandi dada tidak penuh
e) Penggunaan otot bantu pernapasan
3) Circulation
a) Nadi lemah, tidak teratur
b) Takikardi
c) TD meningkat/menurun
d) Edema
e) Galisah
f) Akral dingin
g) Kulit pucat, sianosis
h) Output urine menurun
b. Pengkajian sekunder (keluhan)
1) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat)
2) Palpitasi atau berdebar-debar
3) Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) atau ortopnea, sesak napas
saat beraktivitas, batuk, tidur harus pakai bantal lebih dari dua
buah
4) Tidak nafsu makan, mual, dan muntal
5) Letargi (kelesuhan) atau fatigue (keleahan)
6) Insomnia
7) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh
c. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabeter mellitus, bedah jantung, dan disritmia
d. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alcohol
e. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obatan penekan fungsi
jantung, steroid, alergi terhadap obat tertentu
f. Pola eliminasi urin: oliguria, nokturia
g. Pemeriksaan fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, tekanan darah, bunyi jantung,
Gallop’s, murmur
2) Respirasi: dispnea, ortopnea, suara napas tambahan (ronkhi,
wheezing, krekles)
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP >3 cm H2O, hepatojugular
refluks
4) Evaluasi factor stress: menilai insomnia, rasa cemas/takut
5) Palpasi abdomen: hepatomegaly, splenomegaly, asiter
6) Konjungtiva anemis, sclera ikterik
7) Capilary refill time (CRT) > 2 detik, akral dingin, diaphoresis,
warna kulit pucat, pitting edema
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontrkatilitas miokardia, kelainan katup
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen, kelemahaan umum
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan produksi
ADH, retensi natrium dan air
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan
antara kapiler dan alveolus
e. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan volume
paru, hepatomegaly, splenomegaly.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Penurunan curah jantung
Tujuan: menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal, bebas
gejala gagal jantung; melaporkan penurunan episode dispnea, angina;
ikut serta dalam aktivitas mengurangi beban kerja jantung
Intervensi Rasionalisasi
1. Auskultasi suara jantung, 1. Agar mengetahui seberapa besar tingkatan
hitung nadi, dan irama perkembangan penyakit secara umum
jantung 2. Pada GJK peningkatan tekanan darah bias
2. Pantau tekanan darah terjadi kapanpun
3. Kaji kulit terhadap pucat 3. Pucat menunjukkan menurunnya perfusi
dan sianosis perifer terhadap ketidakadekuatannya
4. Tinggikan kaki, hindari curah jantung. Sianosis dapat terjadi akibat
tekanan pada bawah lutut dari suplai oksigen yang berkurang pada
5. Berikan oksigen tambahan jaringan atau sel
sesuai dengan indikasi 4. Menurunkan statis vena dan dapat
menurunkan insiden thrombus atau
pembentukan emboli
5. Meningkatkan sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard.

b. Intoleransi aktivitas
Tujuan: berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi
kebutuhan keperawatan diri sendiri; mencapai peningkatan toleransi
aktivitas yang dapat di ukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan
atau kelelahan selama aktivitas
Intervensi Rasionalisasi
1. Periksan tanda-tanda vital 1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi karena
sebelum dan sesudah akibat dari obat vasodilator dan diuretic
aktivitas, khususnya bila 2. Penurunan atau ketidakmampuan
pasien menggunakan miokardium untuk meningkatkan volume
vasodilator dan diuretic sekuncup selama aktivitas dapat
2. Catat respon kardiopulmonal menyebabkan peningkatan segera pada
terhadap aktivitas, catat frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen,
adanya takikardi, disritmia, juga peningkatan kelelahan dan
dispnea, wajah pucat kelemahan
3. Evaluasi peningkatan 3. Dapat menunjukkan dekompensasi
intoleran aktivitas jantung dari pada kelebihan aktivitas
4. Kolaborasi: program 4. Peningkatan terhadap aktivitas
rehabilitasi jantung/aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen. Rehabilitasi juga perlu
dilakukan ketika fungsi jantung tidak
dapat membaik saat berada dibawah
tekanan.

c. Kelebihan volume cairan


Tujuan: mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan cairan pemasukan dan pengeluaran, bunyi napas
bersih/jelas, tanda-tanda vital dalam batas normal, berat badan stabil,
tidak ada edema.
Intevensi Rasionalisasi
1. Pantau haluaran urin, 1. Haluaran urin mungkin sedikit dan pekat
catat jumlah dan warna karena penurunan perfusi ginjal
2. Atur posisi pasien 2. Posisi semifowler meningkatkan filtrasi ginjal
(semifowler) dan menurunkan ADH sehingga
3. Ubah posisi pasien meningkatkan diuresis
dengan sering 3. Pembentukan edema, sirkulasi melambat,
4. Palpasi hepatolmegali. gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi
Catat keluhan nyeri atai tirah baring lama merupakan kumpulan
abdomen kuadran kanan stressor yang memperngaruhi integritas kulit
atas/nyeri tekan 4. Perluasan gagal jantung menimbulkan
5. Kolaborasi pemberian kongesti vena, menyebabkan distensi
diuretic sesuai indikasi abdomen, pembesaran hati, dan mengganggu
metabolisme obat
5. Diuretic dapat meningkatkan lajut aliran urin
dan dapat menghambat reabsorbsi natrium
pada tubulus ginjal

d. Gangguan pertukaran gas


Tujuan: mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada
jaringan, berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kemampuan
Intervensi Rasionalisasi
1. Auskultasi bunyi napas, 1. Menyatakan adanya kongesti
catat adanya krekles, paru/pengumpulan secret menunjukkan
mengi kebutuhan untuk intervensi lanjut
2. Anjurkan pasien untuk 2. Memberikan jalan napas dan memudahkan
batuk efekti, napas dalam aliran oksigen
3. Pertahankan posisi 3. Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan
semifowler 4. Meningkatkan kontaksi oksigen alveolar
4. Berikan oksigen tambahan yang dapat memperbaiki/menurunkan
sesuai indikasi hipoksemia jaringan
5. Kolaborasi: pemberian 5. Bronkodilator meningkatkan aliran oksigen
bronkodilator dengan mendilatasi jalan napas

e. Ketidakefektifan pola napas


Tujuan: pola napas efektif, RR normal, tidak ada bunyi napas
tambahan dan penggunaan otot bantu pernapasan, dan GDA normal
Intervensi Rasionalisasi
1. Monitor kedalaman 1. Distress pernapasan dan perubahan pada tanda-
pernapasan, frekuensi tanda vital dapt terjadu sebagai akibat dari
dan ekspansi dada diafragma yang menekan paru-paru
2. Cata upaya pernapasan 2. Kesulitan bernapas dengan ventilator dan/atau
termasuk penggunaan peningkatan tekanan jalan napas di duga
otot bantu pernapasan memburuknya kondisi atau terjadi komplikasi
3. Auskultasi bunyi napas 3. Bunyi napas menurun/tidak ada bila jalan
dan catat adanya bunyi napas terobstruksi sekunder terhadap
napas krekles, mengi perdarahan, krekles dan mengi menyertai
4. Tinggikan kepala dan obstruksi jalan napa/kegagalan napas
bantuk untuk mencapai 4. Duduk tinggi memungkinakan ekspansi paru
posisi yang nyaman dan memudahkan pernapasan. Pengubahan
5. Beri oksigen sesuai posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian
indikasi dan cek GDA udara segmen paru sehingga memperbaiki
difusi gas
5. Pasien dengan gangguan napas membutuhkan
oksigen yang adekuat. GDA untuk mengetahui
konsentrasi O2 dalam darah
DAFTAR PUSTAKA
Dongoes, M.E, Moorhouse, M.F, &Murr, A.C. 2014. Manual Diagnosis
Keperawatan: Rencana Intervensi dan Dokumentasi Asuhan Keperwatan, ed.
3. Jakarta: EGC
Ghanie, A. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed. 5. Jakarta: Interna
Publishing
Manurung, D. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed. 5. Jakarta: Interna
Publishing
Nanda Internatinal. 2018. Diagnose Keperawatan: Definisi, Klasifikasi 2018-
2020, ed. 11. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H., & Kusuma,H.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Panggabean, N.M. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed. 5. Jakarta: Interna
Publishing
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, ed. 1. Jakarta: PERKI
Ponikowski, etc. 2016. 2016 ESC Guildelines for the Diagnosis and Treatment of
Acute and Chronic Heart Failure. European Heart Journal
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, ed.
8. Jakarta: EGC
Udijanti, Wajan. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
DI RUANG SHAFA RSUDZA BANDA ACEH

OLEH

DEA FITRIA
1812101020036

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


S T AS E KE PE RAW AT AN ME DIK AL B E DAH
PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2018

Anda mungkin juga menyukai