Anda di halaman 1dari 9

H.3 Nekrolisis Epidermal (L51.1-L51.

3)
(Sindrom Stevens –Johnson/SSJ dan Nekrolisis Epidermal Toksik/NET)
I. Definisi
Nekrolisis Epidermal, mencakup Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dan
Nekrolisis Epidermal Toksis (NET), adalah Reaksi mukokutaneus yang
mengnacam Jiwa, ditandai dengan nekrosis dan pelepasan epidermis yang
ekstensif.
Kedua kondisi ini digolongkan sebagai varian keparahan dari proses yang
serupa, karena adanya kesamaan temuan klinis dan histopatologis.
Perbedaan terdapat pada keparahan yang ditentukan berdasarkan luas area
permukaan kulit yang terkena.1.2

II. criteria Diagnostik


Klinis
1. Anamenesis
- Penyebab terpenting adalah penggunaan obat.1,3
- Riwayat penggunaan obat sistematik (jumlah dan jenis obat, dosisi,
cara pemberian, lama pemberian, urutan pemberian obat), serta
kontak obat pada kulit yang terbuka (erosi, eskoriasi, ulkus) atau
mukosa. 1,3
- Jangka waktu dari pemberian obat sampai timbul kelainan kulit
(segera, beberapa saat atau jam atau hari atau hingga 8 minggu).1
- Identifikasi factor pencetus lain: infeksi (Mycoplasma penumonieae,
virus)1,3
2. Pemeriksaan Fisik
- SSJ dan NET ditandai dengan keterlibatan kulit dan membran
mukosa.3
- Kelainan kulit yaitu : eritema, vesikel, papul, emosi, eskoriasi, krusta
kehitaman, kadang purpura, dan epidermoslisis.1,3 randa Nikolsky
positif.3
- Kelainan mukosa (setidaknya pada dua tempat) biasanya dimulai
dengan eritema,erosi dan nyeri pada mukosa oral, mata dan genital.
Kelainan mukosa oral berupa erosi hemoragik, nyeri yang tertutup
pseudomembran putih keabuanm dan krusta. Kelainan genital
berupa erosi yang dapat menyebabkan sinekia (perlekatan).1-3
- Gejala ekstrakutaneus :demam, nyeri dan lemah badan, keterlibatan
organ dalam seperti paru –paru yang bermanifestasi sebagai
peningkatan diare massif, malabsorbasi, melena serta komplikasi
organ digestif seperti diare massif. Melabsorbsi, melena atau
perforasi kolon.1.3
3. Criteria SSJ, SSj overlap NET, dan NET berdasarkan luas area
epidermis yang terlepas (epidermolisis), yaitu : SSJ(<10% luas
permukaan tubuh). SSJ overlap net (10-30% dan NET (>30%)1,5 (B,2)

Komplikasi yang dapat terjadi :1-4 (B,2)


1. Sepsis
2. Kegagalan organ dalam 50 % cairan paraffin 3,9 (C,4)
- Keterlibatan mata harus ditangani oleh dokter spesialis mata.3.9.10
(C,4)
3. Sistemik
- Kortilibatan sistemik : deksametason intravena dengan dosisi setara
prednisone 1-4 mg/kg/BB/hari untuk SSJ, 3-4 mg/BB/hari untuk
SSJ-NET, dan 4-6 m/kgBB/hari untuk NET11 (B,3)
- Analgesik dapat diberikan jika nyeri ringan dapat diberikan
parasetamol. Dan jika nyeri berat dapat diberikan analgesic opiate-
based seperti tramadol3 (D,5)
Pihan lain:
- Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan
segera setelah pasien didagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari
selama 3 hari (B,3)
- siklosporin dapat diberikan (B,2)
- kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistematikd apat
mempersingkat waktu penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka
mortalitas
antibiotic sistemik hanya diberikan jika terdapat indikasi.

IV. Edukasi
Prinsp
1. penjelasan mengenai kondisi pasien dan obat –obat diduga menjadi
penyebab
2. memberikan pasien catatan tertulis mengenai obat-obat yang diduga
menjadi pencetus dan memberikan edukasi pada pasien untuk menghindari
obat-obatan tersebut.

V. Prognosis
Ditentukan berdasarkan SCORTEN, yaitu suatu perhitungan untuk
memperkirakan mortalitas pasien dengan nekrolisis epidermal. Masing –masing
dinilai 1 dan setelah dijumlah mengarah pda prognosis angka mortalitas penyakit
1. usia > 40 tahun
2. Denyut jantung > 120 kali/menit
3. ada keganasan
4. luas epidermolisis > 10% luas permukaan tubuh
5. serum urea >28 mg/dL
6. glukosa >253 mg.dL
7. bikarbonat <20 mmoI/L
nilai SCORTEN akan menentukan persentase angka mortalitas pada pasien SSJ
atau NET yaitu sebagai berikut :
0-1 : 3,2%
2 : 12,1%
3 : 12,1%
4 : 58,3%
5 : 90%
Diagnosisi Banding
1. Eritema Mutiforme major (EEM)
2. Pemfigus vulgaris
3. Mucous membrane pemphigoid
4. Pemfigoid bulosa
5. Pemfigusparaneoplastik
6. Bullous lupus erythematosus
7. Linear IgA dermatosis
8. Generalized bullous fixed drug eruption
9. Bullous acute graft –versus host disease
10. Staphylococcal scalded skin syndrome
11. Acute generalized exanthematous pustulosis
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan bukan untuk kepentingan
diagnosis, tetapi untuk evaluasi derajat keparahan dan tatalaksana
keadaan yang mengancam jiwa. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
hematologi rutin, urea serum, analisis gas darah dan gula darah sewaktu
2. Uji kultur bakteri dan kandida dari tiga area lesi kulit pada fase akut
3. Pemeriksaan histopatologis dilakukan apabila diagnosis meragukan
4. Diagnosis kausatif dilakukan setelah minimal 6 minggu setelah lesi kulit
hilang dengan :
- Uji temple tertutup
- Uji in vitro dengan drug-specific lumphocyte proliferation assays
(LPA) dapat digunakan secara retrospektif untuk meneutkan obat
yang diduga menjadi pencetus.
Catatan : Uji provokasi peroral tidak dianjurkan.

III. Penatalaksanaan
Non medikamentosa
1. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit (C,4)
2. Penanganan kulit yang mengalami epidermolisis, seperti kompres dan
mencegah infeksi sekunder, (C,4)
3. Berikan nutrisi secara enteral pada fase akut, baik secara oral maupun
nasogastrik (C,4)
Medikamentosa
1. Prinsip
- Pertahankan keseimbangan carian dan elektrolit
- Penanganan kulit yang mengalami epidermolisis, seperti kompres
dan mencegah infeksi sekunder
- Berikan nutrisi secara enteral pada fase akut, baik secara oral
maupun nasogastrik
Medikamentosa
1. Prinsip
- Mengentikan obat yang dicurigai sebagai pencetus
- Pasien dirawat (sebaiknya dirawat diruangan intensif) dan dimonitor
ketat untuk mencegah hospital associated infections (Hals)
- Atsi keadaan yang mengancam jiwa (A,1)
2. Topikal
Terapi topical bertujuan untuk menceagh kulit terlepas lebih banyak
infeksi mikroorganisme, dan mempercepat reepitelialisasi (D5)
penanganan lesi kulit dapat secara konservatif maupun pembedehan
(debrideman)
- Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum
dengan penilaian SCORTEN, paling baik dilakukan pada 24 jam
pertama dan hari ke 5 (B,2)
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad fungsionam : ad bonam
Qua adsanactionam : dubia ad bonam
VI. Kepustakaan
1. Allanore LV, Roujeau JC. Epidermal Necralysis (Steven –Johnson
syndrome and toxic epidermal necrolysis). Dalam : Wolff K, Goldsmith L,
Katz S, Gilchrest B, Paller A.Leffel D Editors.Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine Edisi ke 8 New York ; McGraw-Hill2012.h439-448.
2. Harr T.French LE.Toxic epidermal necrolysis and Steven-Jhonson
syndrome.
Orphanet J Rare Dis.2010;5;29
3. Creamer D. walsh SA, Dziewulski P.et Al UK guidelines for the
management of Stevens-Johnson Syndrome/toxic epidermal necrolysis in
adults 2016 Br.J Dermatol.2016;174;pp1194-1227
4. Magana BRD, Langner AL,et al A systematic review of treatment drug-
induced Steven –Jhonson syndrome and toxic epidermal necrolysis in
children J Popul Ther Clin Pharmacol 1022;18(1);e121-e133
5. Kannenberg SMH Jordaan H Koegelenberg C Groote –Bidlingmaier V,
Visser W.Toxic epidermal necrolysis and Stevens-Jhonson Syndrome in
south Africa: a 3-year prospective study.QJM;An International Jounal of
Medicine 2012;105(9);839-46
6. Polak ME, belgi G, McGuire C et al.in vitro diagnostic assays are effective
during the acute phase of delayedtype drug hypersensitivity reactions. Br j
Dermatol 2013; 16;539-49
7. Barbaud A, collet E, Milpied B et al A multicentre study to determine the
value and safety of drug patch tests for the there main classes of severe
cutaneous adverse drug reactions Br J Dermatol 2013;168;555-62
8. Wokenstein P Chosidow O,FI echet ML et al Patch testing in severe
cutaneous adverse drug reactions, including Stevens –Jhonson Syndrome
and toxic epidermal necrolysis. Contact Dermatitis 1996;35-234-6
9. Rajaratnam RMann C Balasubramaniam P, Marsden J Taibjee S, Shah F,
et al Toxic epidermal necrolysis retrospective analysis of 21 consecitive
cases managed at a tertiary centre clin Exp Dermatol 2010;25(8)853-62
10. Sotozono C, ueta M,Koizumi N, Inatomi T Shirakata Y Ikezawa Z et al
Diagnosisi and treatment of Stevens-Johson syndrome and toxic epidermal
necrolysis with ocular complications. Ophthalmology 2009;116(4);685-90
11. Suwarsa O yuwita W Dharmadji HP Sutedja E Stevens Johnson Syndrome
and toxic epidermalnecrolysis in Dr. Hasan Sadikin General Hospital
Bandung Indonesia from 20009 -2013 asian pac j Allergy Immunol 2016
12. Prins C Kerdel FA,Padila S et al Treatment of toxic epidermal necrolysis
with high-dose intracenous immonoglobulins;multiceter retrospective
analysis of 48 consecutive cases Arch Dermatol 2003;139;26-32
13. Lee Hy. Lim YL Thirumoorthy T el althe role of intravenous
immunoglobulin intoxic epidermal necrolysis; aretrospective analysis of
64 patients managed in a specialized centre Br J Dermato 2013 ;169;1304-
9
14. Valeyrie-allanore L.Wolkenstein P. Brochard L. et.al Open trial of
intravenous immunoglobulin in toxic epiderman necrolysis : a
retrospective analysis of 64 patients managet in a specialized centere. Br j
dermantol. 2013;169:1304-9
15. Ye l, zhang c, zhu q. the effect of intravenous immunoglobulin combined
with corticosteroid on the progression of stevens-jinson synrorome and
taxic epidermal necrolysis: a meta-analysis. Plos one . 2016;1-17
16. Guegan s, bastuji- garin s, poszepcynska-guigne et al. perpormance of the
scorte during the firstfive daysof hospitalization to predict the prognosis of
efidermal necrolysis j invest. Dermatol. 200;126:272-376.
Riwayat menggunakan obat secara
sistemik atau kontak pada kulit terbuka

Kelainan kulit eritema, Kelainan mukosa: Pemeriksaan laboratoirum


vesikel, papul, erosi, mata,orifisium mulut, darah,elektrolit albumin,
ekskoriasi, krusta anogenital fungsi liver
kehitaman,purpura
Epidermolisasi : Tzanck
test (+) (terutama NET) Body Surface Area (BSA)

<10% 10-30 % >30 %

SSJ SSJ/NET NET

Skor SCORTEN

0 atau 1 >1

Ruang perawatan non -intensif Ruang perawatan intensif

Identifikasi & eliminasi agen Terapi Aktif : langkah –langkah suportif:


Penyebab :  Resusitasi cairan  Perawatan kulit
 Menghentikan obat yang  Kortikosteroid sistemik  Apabila terdapat
diduga sebagai penyebab (IV/oral) keterlibatan mata harus
 Intravenous dikonsultasikan ke dokter
immunoglobulin (IVig) spesialis mata
 Keseimbangan  Edukasi pasien dan
hemodinamik, protein, dan kelurganya
elektrolit periksa kadar  Obat yang diduga sebagai
elektrolit serum pencetus ditulis dalam
 Antibiotik jika diperlukan catatan di rumah sakit dan
catatan untuk dibawa
pulang pasien

SCORTEN Sistem Skoring Prognostik pada SCORTEN Angka Mortalitas (%)


pasien epidermal nekrolisis 0-1 3,2
2 12,1
Factor –faktor angka
Prognostick 3 35,8
Usia >40 tahun 1 4 58,3
Denyut jantung > 120 kali/menit 1 5 90
Kegansan (+kanker darah) 1
Luas permukaan tubuh terkan >10 1
Kadar ureum serum >10mM 1
Kadar bikarbonat serum <20 mM 1
Kaedar glukosa serum >14mM 1

Anda mungkin juga menyukai