Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tata kelola pemerintahan pada masa revolusi industri 1.0 menekankan pada markets
governance, sebab sumber daya kunci adalah tenaga kerja. Revolusi industri 2.0 ketika mesin
mulai membantu manusia, proses manajerial dikedepankan sehingga yang muncul adalah tata
kelola yang hierarkis. Lalu revolusi industri 3.0 saat informasi melimpah, menghasilkan tata
kelola kolaborasi dan jaringan. Kini, bagaimana dengan tata kelola di era revolusi industri 4.0?
Revolusi Industri 4.0 sebagai perkembangan peradaban modern telah kita rasakan
dampaknya pada berbagai sendi kehidupan, penetrasi teknologi yang
serba disruptif, menjadikan perubahan semakin cepat, sebagai konsekuensi dari
fenomena Internet of Things (IoT), big data, otomasi, robotika, komputasi awan, hingga
inteligensi artifisial (Artificial Intelligence).
Fenomena disrupsi yang mewarnai perkembangan peradaban Revolusi Industri
4.0, dengan dukungan kemajuan pesat teknologi, akan membawa kita pada kondisi transisi
revolusi teknologi yang secara fundamental akan mengubah cara hidup, bekerja, dan relasi
organisasi dalam berhubungan satu sama lain.
Perubahan relasi organisasi sebagai konsekuensi Revolusi Industri 4.0 menjadikan
transformasi organisasi pemerintah sebagai suatu keniscayaan dalam berbagai skala ruang
lingkup, dan kompleksitasnya. Transformasi organisasi pemerintah ini menjadi kata kunci
yang harus terus diupayakan sebagai instrumen bagi aparat pemerintah agar responsif
terhadap perubahan.
Dampak dari revolusi industri keempat salah satunya adalah otomatisasi dan
berkurangnya jumlah tenaga kerja manusia dalam produksi. Seperti dicatat oleh Klaus Schwab,
Industri IT di Lembah Silicon tahun 2014 menghasilkan pendapatan sebesar AS$1,09 triliun
hanya mempekerjakan 137,000 orang. Sementara tahun 1990an, Detroit yang menjadi pusat
tiga perusahaan otomotif besar dunia mempekerjakan sepuluh kali lebih banyak untuk
menghasilkan pendapatan yang sama (Scwab 2017).
Dengan berbagai fenomena kemajuan teknologi serta dampaknya tersebut di
atas, menjadi nyatalah urgensi transformasi organisasi pemerintah untuk menjawab tuntutan
akuntabilitas publik dan transparansi yang semakin tinggi dewasa ini akibat perkembangan era
Revolusi Industri 4.0. dan sudah sepatutnya organisasi pemerintah peka dan melakukan

1
instrospeksi diri, sehingga mampu mendeteksi posisinya di tengah perkembangan peradaban
Revolusi Industri 4.0 guna tetap survive dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan
lebih efesien dan efektif sebagai responsif terhadap meningkatnya tuntutan akuntabilitas dan
transparasi publik.
I.2. Pentingnya Perubahan Organisasi
Dinamika perkembangan relasi organisasi bisnis dalam tetap survive di tengah
derasnya arus globalisasi dan Revolusi Industri 4.0, tampaknya perlu menjadi pelajaran bagi
organisasi pemerintah untuk terus bertransformasi diri kebentuk ideal agar dapat menghadapi
ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada, meskipun terdapat perbedaan misi yang
diemban, namun transformasi organisasi pemerintah merupakan salah satu alternatif yang
dapat ditempuh dalam rangka mewujudkan organisasi yang berorientasi layanan publik.
Transformasi organisasi pemerintah perlu terus diarahkan kedalam perubahan dari
desain lama yang kurang kondusif ke desain baru yang lebih kondusif untuk terus
mengembangkan inovasi, manajemen inovasi dan mengelola risiko serta integrasi organisasi
dalam membangun kolaborasi dan sinergitas.
Struktur organisasi pemerintah yang selama ini mekanistis, hierarkis birokratis,
departementalisasi yang kaku, formalisasi tinggi dan dan sentralistis perlu terus ditransformasi
ke arah organisasi yang organik, yang ditandai dengan informasi yang mengalir bebas,
formalisasi rendah dan tim lintas fungsi, guna menjawab ketidakpastian yang tinggi dan
lingkungan strategis organisasi pemerintah yang semakin dinamis dan kompleksitas yang
tinggi.
Kementerian Keuangan salah satu organisasi pemerintah turut menjadi bagian dari
reformasi birokrasi. Reformasi Birokrasi tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Reformasi Nasional yang disebabkan adanya krisis ekonomi 1998 yang berimbas di
seluruh lapisan kehidupan masyarakat. Pada tataran nasional, era refomasi ditandai dengan
diterbitkannya TAP MPR No.XI/1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan UU No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan yang
bersih dan bebas KKN.
Sejak tahun 2002 – 2006 telah dilakukan berbagai pembaharuan antara lain:
1) diterbitkannya Paket UU Keuangan negara yang terdiri dari UU No. 17 Th. 2003 Tentang
Keuangan Negara, UU No. 1 Th. 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15
Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
2) pemisahan fungsi penyusunan anggaran dan pelaksanaan anggaran;

2
3) pembentukan Large Tax Office sebagai bagian dari modernisasi administrasi perpajakan
tahap I.
Selanjutnya pada tahun 2007 Kementerian Keuangan melakukan Reformasi Birokrasi
secara massif yang dilaksanakan melalui 3 Pilar Utama yaitu:
1. Pilar Organisasi, antara lain melalui penajaman tugas dan fungsi, pengelompokan tugas-
tugas yang koheren, eliminasi tugas yang tumpang tindih, dan modernisasi kantor baik di
bidang perpajakan, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, dan fungsi-
fungsi keuangan negara lainnya.
2. Pilar Proses bisnis, antara lain melalui penetapan dan penyempurnaan Standar Operasi
Prosedur yang memberikan kejelasan dan memuat janji layanan, dilakukannya analisa dan
evaluasi jabatan, penerapan sistem peringkat jabatan, dan pengelolaan kinerja
berbasis balance scorecard serta pembangunan berbagai sistem aplikasi e-goverment;
3. Pilar SDM, antara lain melalui peningkatan disiplin, pembangunan assessment center,
Diklat berbasis Kompetensi, pelaksanaan merit system, penataan sumber daya manusia,
pembangunan SIMPEG, dan penerapan reward and punishment secara konsisten.
Dalam melaksanakan reformasi birokrasi, terobosan yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan adalah pembentukan KPPN di beberapa wilayah untuk memberikan
pelayanan prima (service excellent) kepada customers. Terobosan dimaksud adalah dengan
pembentukan KPPN Percontohan dan pengoperasioan KPPN Khusus Banda Aceh untuk
kegiatan pasca bencana tsunami. Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan
penyederhanaan SOP dan percepatan proses penerbitan perintah pembayaran dengan
memanfaatkan perangkat teknologi informasi secara efektif.
I.3. Isu Aktual

Pada acara kegiatan leadership development program bagi talent Pejabat Pengawas
lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan Tahun 2018, Salah satu materi yang disampaikan
oleh Kasubdit TK Direktorat Sistem Perbendaharaan adalah Kepemimpinan di era DJPb 4.0.
dengan mengambil tema yaitu DJPb 4.0 Ultimate. All Integrated. Dalam penjelasannya
disampaikan dalam era industri 4.0 yang ditandai dengan penggunaan mesin-mesin automasi
yang terintegrasi yang berbasis internet (internet of things), maka pilihan strategis pemanfaatan
IT berbasis internet (internet of things) oleh DJPb yaitu pengembangan Digital Treasury.

3
Salah satu impact (pengaruh yang kuat) dari digital treasury yaitu melihat kembali
nilai-nilai dengan cara mendefinisikan kembali nilai-nilai dan menginvetarisir nilai-nilai salah
satunya dalam hal pelayanan (services). Pengembangan dalam era industri 4.0 terkait
pelayanan pada KPPN salah satunya adalah Know Your Customer (KYC). Customer dalam
hal ini adalah Satuan Kerja yang di layani oleh KPPN.

Peran Kepala KPPN untuk mengelola isu aktual tersebut dalam rangka pelayanan
kepada seluruh stakeholders menjadi sangat krusial, antara lain:
a. Creativity kemampuan dan kemauan untuk terus berinovasi, menemukan sesuatu yang unik
serta bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Creativity disini dapat juga diartikan
mengembangkan sesuatu hal yang sudah ada sehingga dapat menjadi lebih baik.
b. Service orientation adalah keinginan untuk membantu dan melayani orang lain sebaik
mungkin untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan memiliki service orientation, kita

4
akan selalu berusaha memberikan yang terbaik pada pelanggan tanpa mengharapkan
penghargaan semata.

I.4 Kondisi Saat ini

I.5. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan isu aktual, dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut:
a. Faktor-faktor apa saja untuk lebih mengenali Satker (KYC) ?
b. Apa strategi yang harus dilakukan oleh KPPN untuk mengoptimalkan pelayanan?
c. Apa terobosan yang harus dilakukan oleh KPPN untuk mengoptimalkan pelayanan kepada
Satker?

I.5. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini dilakukan dengan tujuan:


a. Merumuskan strategi yang harus dilakukan oleh KPPN memasuki era industri 4.0 dalam
rangka pelayanan.
b. Memunculkan terobosan yang harus dilakukan oleh KPPN untuk mengoptimalkan
pelayanan kepada Satuan Kerja.
c. Memenuhi salah satu tugas dari pelaksanaan Program Pengembangan Talent Pejabat
Pengawas di Lingkungan Ditjen Perbendaharaan Tahun 2018.

5
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN

II.1. Urgensi Perubahan Organisasi

Perubahan organisasi adalah tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang
berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang menurut yang di inginkan guna
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi.
Grundy (2004) dalam bukunya Sulaksana menyebutkan ada tiga macam perubahan
diantaranya:
1. “Smooth incremental change”, dimana perubahan terjadi secara lambat, sistematis dan
dapat diprediksikan, dapat disimpulkan juga bahwa smooth incremental change mencakup
rentetan perubahan yang berlangsung pada kecepatan konstan.
2. “Bumpy incremental change”, perubahan ini dicirikan sebagai priode relatif tenang yang
sekali- kali disela percepatan gerak perubahan. Pemicu perubahan jenis ini selain mencakup
perubahan lingkungan organisasi, juga bisa bersumber dari perubahan internal seperti
tuntutan peningkatan efisiensi dan perbaikan metode kerja. Contohnya, reorganisasi yang
secara priodik dilakukan perusahaan.
3. “Discontinuous change”, yang didefinisikan sebagai perubahan yang ditandai oleh
pergeseran- pergeseran cepat atas strategi , struktur atau budaya, atau ketiganya sekaligus.
Contohnya dinegara kita adalah privatisasi sektor strategis yang dulunya dikuasai negara,
misalnya privatisasi sektor telekomunikasi dan Perum Bulog sendiri. Menurut Jones (1998)
pada umumnya dapat dikatakan bahwa ada dua macam kategori perubahan yaitu perubahan
evolusioner yang bersifat gradual, incremental, yang terfokuskan secara khusus, dan
perubahan revolusioner yang bersifat mendadak, drastis dan mencakup seluruh organisasi.
Perubahan revolusioner mencakup upaya untuk meningkatkan efektivitas bekerja suatu
organisasi sedangkan perubahan secara evolusioner berupaya mencari cara-cara baru untuk
menjadi efektif.
Ada sejumlah cara yang dapat diterapkan oleh suatu organisasi untuk menimbulkan
hasil-hasil secara cepat, yaitu misalnya dengan cara restrukturisasi (reengineering) dan inovasi.
Restrukturisasi
Ada dua macam langkah inti pada kegiatan Restrukturisasi:

6
1. Organisasi yang bersangkutan mengurangi tingkat diferensiasi dan integrasinya, dengan
cara meniadakan divisi-divisi, departemen- departemen atau tingkatan-tingkatan dalam
hierarki.
2. Organisasi yang bersangkutan melaksanakan kegiatan downsizing dengan cara mengurangi
jumlah karyawannya, untuk menekan biaya operasional.
Inovasi
Inovasi merupakan suatu proses dimana organisasi-organisasi memanfaatkan keterampilan dan
sumber daya mereka untuk mengembangkan barang dan jasa baru, atau untuk mengembangkan
produk baru, dan system pengoprasian yang baru, agar dapat bereaksi terhadap kebutuhan
pelanggan.

Tipe Perubahan Organisasi


Menurut Robbins (2006), perubahan dapat dikelompokan dalam empat kategori: Struktur,
Teknologi, Penataan Fisik, dan Orang.
1. Perubahan Struktur
Mengubah Struktur mencakup pembuatan perubahan dalam hubungan wewenang,
mekanisme koordinasi, rancang- ulang pekerjaan, atau variable struktural serupa. Struktur
suatu organisasi didefinisikan sebagai tugas-tugas yang secara formal dibagi-bagi,
dikelompokan, dan dikoordinasi. Perubahan dapat dilakukan dengan mengubah satu atau
lebih unsur utama dalam desain suatu organisasi. Misalnya tanggung jawab departemental
dapat digabung, lapisan vertikal dihilangkan, dan rentang kendali dilebarkan untuk

7
membuat organisasi itu lebih datar dan kurang birokratis. Lebih banyak aturan dan prosedur
dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pembakuan (standarisasi).
Suatu peningkatan desentralisasi dapat dilakukan untuk mempercepat proses
pengambilan keputusan. Perubahan juga dapat memperkenalkan pengubahan besar dalam
desain struktural yang sebenarnya yang mencakup suatu pergeseran dari suatu struktur
sederhana ke stuktur berdasarkan tim atau penciptaan suatu desain matriks. Uraian jabatan
dapat didefinisi ulang, pekerjaan diperkaya, atau diperkenalkan jam kerja yang lentur.
Pilihan lain lagi adalah memodifikasi sistem imbalan organisasi. Motivasi dapat
ditingkatkan dengan misalnya, memperkenalkan bonus kinerja atau berbagai laba.
Struktur organisasi merupakan suatu cara pembagian tugas pekerjaan yang kemudian
dikelompokkan serta dikoordinasikan secara formal. Robbins (2002) mengemukakan 6
(enam) unsur yang perlu diperhatikan dalam pembentukan suatu struktur organisasi, yaitu:
1) Spesialisasi atau pembagian tenaga kerja. Merupakan pemecahan suatu alur
penyelesaian pekerjaan menjadi sejumlah langkah penyelesaian yang diselesaikan
dengan kualifikasi tertentu.
2) Departementalisasi, dapat didasarkan pada kesamaan kelompok pekerjaan maupun
berdasarkan teritori agar tugas dapat dikoordinasikan.
3) Rantai komando, merupakan alur perintah dan kewenangan berkaitan dengan
tanggung jawab dari tingkatan-tingkatan dalam suatu organisasi.
4) Rentang kendali, menentukan banyaknya tingkatan dan manajer yang harus dimiliki
oleh suatu organisasi.
5) Sentralisasi dan desentralisasi, merupakan suatu cara pengambilan keputusan
berdasarkan kewenangan manajerial.
6) Formalisasi, merupakan suatu tingkatan pekerjaan dalam suatu organisasi yang
dibakukan berdasarkan aturan.
2. Perubahan teknologi
Merubah teknologi meliputi modifikasi dalam cara kerja yang diproses dan dalam
metode serta peralatan yang digunakan. Dewasa ini, perubahan teknologi biasanya
mencakup dikemukakannya peralatan, alat, atau metode baru, otomatisasi atau
komputerisasi. Otomatisasi merupakan suatu perubahan teknologi yang menggantikan
orang dengan mesin.
Faktor-faktor interen dan eksteren organisasi berpengaruh terhadap penerimaan anggota
organisasi terhadap perubahan teknologi, Iqbaria et.al (1997) secara mendetail
mengemukakan faktor-faktor tersebut meliputi;

8
1) Dukungan pengetahuan komputer secara interen organisasi (Internal support),
merupakan dukungan pengetahuan teknis yang dimiliki secara individual maupun
kelompok mengenai pengetahuan komputer
2) Pengalaman pelatihan interen organisasi (internal training), merupakan sejumlah
pelatihan yang sudah pernah diperoleh pemakai (user) dari pemakai lainnya (other user)
atau dari spesialisasi komputer yang ada didalam organisasi perusahaan
3) Dukungan Manajemen (Management Support), merupakan tingkat dukungan secara
umum yang diberikan oleh Top Manajemen dalam perusahaan.
4) Pengetahuan komputer secara ekteren organisasi (External support), merupakan
dukungan pengerahuan teknis dari pihak luar yang dimiliki secara individual maupun
kelompok mengenai pengetahuan computer untuk perusahaan kecil.
5) Pengalaman pelatihan eksteren organisasi (external training), merupakan sejumlah
pelatihan yang sudah pernah diperoleh pemakai (user) dari pemakai lainnya (other user)
atau spesialisasi komputer dari pihak luar perusahaan.
Salah satu kunci awal bagi keberhasilan implementasi teknologi informasi dan komunikasi
dalam perusahaan adalah kemauan untuk menerima teknologi tersebut dikalangan
pengguna. Salah satu metode pendekatan untuk memahami sikap pengguna terhadap
teknologi adalah technology acceptance model.
Technology acceptance model mendefinisikan dua hal yang mempengaruhi penerimaan
pengguna terhadap teknologi yaitu persepsi pengguna terhadap manfaat dari teknologi dan
kemudahan dalam menggunakan teknologi.
3. Perubahan Penataan Fisik
Mengubah penataan fisik meliputi pengubahan ruang dan pengaturan tata letak dalam
tempat kerja. Misalnya, dengan dinding dan sekat yang dihilangkan dan dengan suatu
desain kantor yang terbuka, karyawan akan saling mudah berkomunikasi. Sama halnya
manajemen dapat mengubah kuantitas dan tipe penerangan, tingkat hangat dan dingin,
tingkat dan tipe kebisingan, dan kebersihan area kerja, maupun dimensi desain interior,
seperti perabot, dekorasi dan bagan warna.
Tata letak ruang kerja hendaknya tidak merupakan kegiatan yang acak. Lazimnya
dengan seksama manajemen mempertimbangkan tuntutan kerja, persyaratan interaksi
formal, dan kebutuhan sosial ketika mengambil keputusan mengenai konfigurasi ruang,
desain interior, penempatan peralatan, dan yang serupa.
Penempatan ruang kerja juga mempengaruhi kenyamanan para tenaga kerja, mereka bisa
bekerja menjadi nyaman dan juga hasil yang diinginkan dapat tercapai secara maksimal.

9
Para agen yang merumuskan perubahan ini juga akan merasakan kenyamanan dalam
bekerja. Perhatian tentang tata letak dalam sebuah ruangan juga harus di perhatikan agar
tidak terjadi kecelakaan dalam bekerja. Tata letak suatu ruangan juga harus dibarengi
dengan penempatan posisi ergonomis yang sudah ditetapkan.
4. Perubahan Individu
Mengubah orang mengacu pada perubahan dalam sikap, keterampilan, pengharapan,
persepsi, dan atau perilaku karyawan. Perubahan individu ada untuk membantu individu
dan kelompok dalam organisasi itu untuk bekerja bersama secara lebih efektif. Sedangkan
menurut Veizal Rivai dan Deddy Mulyadi (2009) perubahan sikap dan perilaku anggota
organisasi lewat proses komunikasi, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.
Perubahan orang disini sangatlah sentral karena tenaga kerja sangat berpengaruh dalam
kemajuan perusahaan itu sendiri dan juga memberikan pengaruh dalam perubahan ekonomi
yang ada dalam perusahaan.
Jenis perubahan orang juga akan sangat terlihat, seperti contoh dalam suatu departemen
terdapat tiga puluh orang tenaga kerja. Kemudian karena dianggap teralu banyak dan
ruangan menjadi penuh sesak sehingga dilakukan pemindahan personil kedepartemen lain.
Yang asal mulanya tiga puluh orang menjadi dua puluh orang saja. Hal tentu saja membuat
suasana menjadi sepi dan juga menjadi agak sedikit lengang.

II.2. Tugas Pokok dan Fungsi KPPN dalam Pelaksanaan APBN

Mengacu pada Buku Pedoman Kegiatan Kepala KPPN yang diterbitkan Ditjen
Perbendaharaan bulan Februari 2016, Kepala KPPN selaku Kuasa BUN di Daerah mempunyai
peran sangat strategis karena memiliki wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan yang
mengakibatkan pencairan dana APBN. Untuk memastikan kelancaran pelaksaaan fungsi
strategis dimaksud salah satunya adalah:
Peran Dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Satuan Kerja meliputi:
1. Monitoring dan pengendalian SPAN dan SAKTI pada KPPN.
a. Berkoordinasi dengan seksi terkait untuk menindaklanjuti hasil pemantauan checklist
daftar prioritas pemantauan yang sangat penting pada OMSPAN yang perlu
ditindaklanjuti segera, seperti penyelesaian retur SP2D, keterlambatan pengajuan GUP
dan PTUP;
b. Melakukan analisa dan evaluasi atas permasalahan yang sering muncul dari hasil
pemantauan checklist OMSPAN;
10
c. Melakukan rapat koordinasi dan sharing session dengan seksi terkait untuk menerapkan
langkah‐langkah yang diperlukan dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut.
2. Pelaksanaan tugas Satker Shared Service Officer (SSO) yang efektif dan berkinerja tinggi.
a. Menyusun profil dan database satuan kerja menurut pagu DIPA, Bagian
Anggaran, Lokasi, Jenis Kewenangan, kinerja, permasalahan yang dihadapi dan
kebutuhan perlakukan khusus setiap awal tahun;
b. Menyusun strategi pembinaan satker berdasarkan profil, database, pemetaan satuan
kerja;
c. Menyusun perangkat evaluasi kinerja satuan kerja;
d. Melakukan penilaian kinerja satker dan menetapkan peringkat kinerja satuan kerja
setiap bulan;
e. Memberikan penghargaan terhadap satuan kerja dengan kinerja terbaik antara lain
dengan memberikan kartu prioritas bebas antrian;
f. Menyusun dan melaksanakan langkah‐langkah peningkatan kinerja satuan kerja
melalui sosialisasi, workshop, rapat koordinasi dan bimbingan teknis;
3. Pelaksanaan tugas Customer Service Officer (CSO) yang efektif.
4. Pengelolaan data supllier dan data kontrak yang tertib melalui monitoring dan pendataan
melalui aplikasi OMSPAN terhadap pengembalian SPM atau penolakan PMRT yang
disebabkan kesalahan input data supplier dan data kontrak oleh satker.
5. Analisis dan penyelesaian permasalahan pelaksanaan tugas Kuasa BUN di Daerah yang
cepat, tepat dan berkualitas melalui analisa keterlambatan penyelesaian SP2D pada aplikasi
OMSPAN, dan rapat koordinasi dengan Seksi Pencairan Dana dan Seksi Bank untuk
mencari solusi penyelesaian SP2D secara tepat waktu;
6. Pengelolaan user SPAN dan data referensi yang tertib dan taat peraturan perundangan
melalui monitoring pengunaan komputer SPAN telah sesuai dengan user‐nya.

II.3. Konsep Dasar Reinventing Goverment

Gagasan-gagasan Osborne dan Gaebler tentang Reinventing Government mencakup 10


prinsip untuk mewirausahakan birokrasi. Adapun 10 prinsip tersebut adalah:
Pertama, pemerintahan katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh.
Pemerintahan diibaratkan sebagai perahu, maka peran pemerintah seharusnya sebagai
pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu, bukannya sebagai pendayung yang mengayuh
untuk membuat perahu bergerak. Pemerintah entrepreneurial seharusnya lebih

11
berkonsentrasi pada pembuatan kebijakan-kebijakan strategis (mengarahkan) daripada
disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis pelayanan (mengayuh).
Cara ini membiarkan pemerintah beroperasi sebagai seorang pembeli yang terampil,
mendongkrak berbagai produsen dengan cara yang dapat mencapai sasaran kebijakannya.
Wakil-wakil pemerintah tetap sebagai produsen jasa dalam banyak hal, meskipun mereka
sering harus bersaing dengan produsen swasta untuk memperoleh hak istimewa. Tetapi para
produsen jasa publik ini terpisah dari organisasi manajemen yang menentukan kebijakan.
Upaya “mengarahkan”, membutuhkan orang yang mampu melihat seluruh visi dan mampu
menyeimbangkan berbagai tuntutan yang saling bersaing untuk mendapatkan sumber daya.
Upaya mengayuh membutuhkan orang yang secara- sungguh-sungguh memfokuskan pada satu
misi dan melakukannya dengan baik.
Kedua, Pemerintahan milik rakyat:
Memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi pemerintahan yang
berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari rakyat. Hal ini bertentangan
dengan kemerdekaan sosial ekonomi mereka. Oleh karena itu, pendekatan pelayanan harus
diganti dengan menumbuhkan inisiatif dari mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat,
kelompok-kelompok persaudaraan, organisasi sosial, untuk menjadi sumber dari penyelesaian
masalah mereka sendiri. Pemberdayaan semacam ini nantinya akan menciptakan iklim
partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa
pemerintah sebenarnya adalah milik rakyat.
Ketika pemerintah mendorong kepemilikan dan kontrol ke dalam masyarakat, tanggung
jawabnya belum berakhir. Pemerintah mungkin tidak lagi memproduksi jasa, tetapi masih
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan telah terpenuhi.
Ketiga, Pemerintahan yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian
pelayanan.
Memberikan pelayanan tidak hanya menghabiskan resources pemerintah, tetapi harus
menyebabkan pelayanan yang disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan
pemerintah (organisasi publik). Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan kompetisi
(persaingan) di antara masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam
pelayanan publik. Hasilnya diharapkan efisiensi yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih
besar dan terbentuknya lingkungan yang lebih inovatif.
Di antara keuntungan paling nyata dari kompetisi adalah efisiensi yang lebih besar sehingga
mendatangkan lebih banyak uang, kompetisi memaksa pemerintah (atau swasta) untuk

12
merespon segala kebutuhan pelanggannya, kompetisi menghargai inovasi, dan kompetisi
membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang pegawai negeri.
Keempat, pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang
digerakkan oleh peraturan .
Pemerintahan yang dijalankan atas dasar peraturan akan tidak efektif dan kurang
efisien, karena bekerjanya lamban dan bertele-tele. Oleh karena itu, pemerintahan harus
digerakkan oleh misi sebagai tujuan dasarnya sehingga akan berjalan lebih efektif dan efisien.
Karena dengan mendudukkan misi organisasi sebagai tujuan, birokrat pemerintahan dapat
mengembangkan sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada
karyawannya untuk mencapai misi organisasi tersebut.
Di antara keunggulan pemerintah yang digerakkan oleh misi adalah lebih efisien, lebih efektif,
lebih inovatif, lebih fleksibel, dan lebih mempuyai semangat yang tinggi ketimbang
pemerintahan yang digerakkan oleh aturan.
Kelima, pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan.
Lembaga-lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan masukan (income), maka sedikit
sekali alasan bagi mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi
jika mereka dibiayai berdasarkan hasil (outcome), mereka menjadi obsesif pada prestasi.
Sistem penggajian dan penghargaan, misalnya, seharusnya didasarkan atas kualitas hasil kerja
bukan pada masa kerja, besar anggaran dan tingkat otoritas.
Karena tidak mengukur hasil, pemerintahan-pemerintahan yang birokratis jarang sekali
mencapai keberhasilan. Mereka lebih banyak mengeluarkan biaya untuk pendidikan, namun
nilai tes dan angka putus sekolah nyaris tidak berubah. Mereka mengeluarkan lebih banyak
untuk polisi dan penjara, namun angka kejahatan terus meningkat.
Keenam, pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan
boirokrasi.
Pemerintah harus belajar dari sektor bisnis di mana jika tidak fokus dan perhatian pada
pelanggan (customer), maka warga negara tidak akan puas dengan pelayanan yang ada atau
tidak bahagia. Oleh karena itu, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang
harus diperhatikan kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan secara cermat para
pelanggannya, melaui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode yang lain.
Tradisi pejabat birokrasi selama ini seringkali berlaku kasar dan angkuh ketika melayani warga
masyarakat yang datang keistansinya. Tradisi ini harus diubah dengan menghargai mereka
sebagai warga negara yang berdaulat dan harus diperlakukan dengan baik dan wajar.

13
Di antara keunggulan sistem berorientasi pada pelanggan adalah memaksa pemberi jasa untuk
bertanggung jawab kepada pelanggannya, mendepolitisasi keputusan terhadap pilihan pemberi
jasa, merangsang lebih banyak inovasi, memberi kesempatan kepada warga untuk memilih di
antara berbagai macam pelayanan, tidak boros karena pasokan disesuaikan dengan permintaan,
mendorong untuk menjadi pelanggan yang berkomitmen, dan menciptakan peluang lebih besar
bagi keadilan.
Ketujuh, pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan.
Sebenarnya pemerintah mengalami masalah yang sama dengan sektor bisnis, yaitu
keterbatasan akan keuangan, tetapi mereka berbeda dalam respon yang diberikan. Daripada
menaikkan pajak atau memotong program publik, pemerintah wirausaha harus berinovasi
bagaimana menjalankan program publik dengan sumber daya keuangan yang sedikit tersebut.
Dengan melembagakan konsep profit dalam dunia publik, sebagai contoh menetapkan biaya
untuk public service dan dana yang terkumpul digunakan untuk investasi membiayai inovasi-
inovasi di bidang pelayanan publik yang lain. Dengan cara ini, pemerintah mampu
menciptakan nilai tambah dan menjamin hasil, meski dalam situasi keuangan yang sulit.
Kedelapan, pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati.
Pemerintahan tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk
memerangi masalah. Misalnya, untuk menghadapi sakit, mereka mendanai perawatan
kesehatan. Untuk menghadapi kejahatan, mereka mendanai lebih banyak polisi. Untuk
memerangi kebakaran, mereka membeli lebih banyak truk pemadam kebakaran. Pola
pemerintahan semacam ini harus diubah dengan lebih memusatkan atau berkonsentrasi pada
pencegahan. Misalnya, membangun sistem air dan pembuangan air kotor, untuk mencegah
penyakit; dan membuat peraturan bangunan, untuk mencegah kebakaran.
Pola pencegahan (preventif) harus dikedepankan dari pada pengobatan mengingat persoalan-
persoalan publik saat ini semakin kompleks, jika tidak diubah (masih berorientasi pada
pengobatan) maka pemerintah akan kehilangan kapasitasnya untuk memberikan respon atas
masalah-masalah publik yang muncul.
Kesembilan, pemerintahan desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim
kerja.
Pada saat teknologi masih primitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban,
dan pekerja publik relatif belum terdidik, maka sistem sentralisasi sangat diperlukan.
Akan tetapi, sekarang abad informasi dan teknologi sudah mengalami perkembangan pesat,
komunikasi antar daerah yang terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang
terdidik dan kondisi berubah dengan kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan

14
desentralisasilah yang paling diperlukan. Tak ada waktu lagi untuk menunggu informasi naik
ke rantai komando dan keputusan untuk turun. Beban keputusan harus dibagi kepada lebih
banyak orang, yang memungkinkan keputusan dibuat “ke bawah” atau pada “pinggiran”
ketimbang mengkonsentrasikannya pada pusat atau level atas. Kerjasama antara sektor
pemerintah, sektor bisnis dan sektor civil society perlu digalakkan untuk membentuk tim kerja
dalam pelayanan publik.
Kesepuluh adalah pemerintahan berorientasi pasar:
Mendongkrak perubahan melalui pasar. Artinya, daripada beroperasi sebagai pemasok
masal barang atau jasa tertentu, pemerintahan atau organisasi publik lebih baik berfungsi
sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang
baru tumbuh. Pemerintahan entrepreneur merespon perubahan lingkungan bukan dengan
pendekatan tradisional lagi, seperti berusaha mengontrol lingkungan, tetapi lebih kepada
strategi yang inovatif untuk membentuk lingkungan yang memungkinkan kekuatan pasar
berlaku. Pasar di luar kontrol dari hanya institusi politik, sehingga strategi yang digunakan
adalah membentuk lingkungan sehingga pasar dapat beroperasi dengan efisien dan menjamin
kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang sama.
Dalam rangka melakukan optimalisasi pelayanan publik, 10 prinsip di atas seharusnya
dijalankan oleh pemerintah sekaligus, dikumpulkan semua menjadi satu dalam sistem
pemerintahan, sehingga pelayanan publik yang dilakukan bisa berjalan lebih optimal dan
maksimal. 10 prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan organisasi pelayanan publik yang
smaller (kecil, efisien), faster (kinerjanya cepat, efektif) cheaper (operasionalnya murah) dan
kompetitif. Dengan demikian, pelayanan publik oleh birokrasi kita bisa menjadi lebih optimal
dan akuntabel.
II.4. Apa Itu KYC Atau Know Your Customer

Dalam dunia perbankan sekarang dikenalkan konsep know your custumer, yaitu prinsip
yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi
nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan dan sudah menjadi kewajiban bank
untuk menerapkannya. Prinsip ini mengharuskan Bank untuk berhati-hati dalam bertindak
dalam melindungi Bank dari berbagai resiko didalam berhubungan dengan nasabah. Dalam
konteks pelayanan publik, prinsip KYC dapat digunakan oleh birokrasi publik untuk mengenali
kebutuhan dan kepentingan pelanggan sebelum memutuskan jenis pelayanan yang akan
diberikan.

15
Untuk mengetahui keinginan, kebutuhan dan kepentingan pengguna atau pelanggan, birokrasi
pelayanan publik harus mendekatkan diri dengan pelanggan, tidak ada alasan bagi birokrasi
pemerintah untuk tidak berbuat seperti itu. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui keinginan dan kebutuhan para pelanggan yaitu melalui survai, wawancara, dan
observasi. Jika menggunakan metode survai maka seperangkat daftar pertanyaan harus disusun
untuk mengidentifikasi keinginan, kebutuhan, dan aspirasi masyarakat terhadap pelayanan
yang diinginkan.
Dalam model KYC ini birokrasi pemerintah harus mengetahui siapa yang menjadi
pelanggannya (orang atau kelompok masyarakat yang dilayani). Oleh sebab itu setiap unit
birokrasi pemerintah harus mampu mendefinisikan pelanggannya atau pengguna jasa mereka,
sehingga untuk selanjutnya mereka dapat mengorientasikan pelayanan kepada kebutuhan
masyarakat pengguna jasa tersebut. Kantor kelurahan misalnya harus mampu mengidentifikasi
pengguna jasa mereka, apakah masyarakat yang ada dalam wilayah kelurahannya, ataukah
camat dan bupati yang mengangkat lurah tersebut.
Osborne dan Gaebler (1996: 208-212) mengidentifikasi beberapa keuntungan system
administrasi dan manajemen yang menempatkan pelanggan pada posisi sentral, yaitu :

• Sistem yang berorientasi pada pelanggan memaksa pemberi jasa untuk bertanggung
jawab kepada pelanggannya.

• Sistem yang berorientasi pada pelanggan mendepolitisasi keputusan pilihan pemberi jasa

• Sistem yang berorientasi pada pelanggan merangsang lebih banyak inovasi.

• Sistem yang berorientasi pada pelanggan memberikan kesempatan kepada orang lain
untuk memilih di antara berbagai macam pelayanan.

• Sistem yang berorientasi pada pelanggan menghindari pemborosan karena pasokan


disesuaikan dengan permintaan.

• Sistem yang berorientasi pada pelanggan mendorong pelanggan untuk lebih memiliki
komitmen.

16
BAB III
PEMBAHASAN

III.1. KYC dan KPPN

III.2 Pertama, pemerintahan katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh

Bagaimana mengarahkan satker agar KPPN tau KYC satker dan dapat membuat
profil satker

III.3 Kedua…………………

a. Permasalahan Dalam Pengelolaan Uang Persediaan/Tambahan Uang Persediaan


Permasalahan yang sering terjadi pada akhir tahun anggaran dan terbawa pada tahun
anggaran berikutnya adalah terdapat UP/TUP yang belum dipertanggungjawabkan, yang
disebabkan terlambat mempertanggungjawabkan bukti-bukti pengeluaran atau UP/TUP
tersebut atau UP/TUP yang hilang yang membutuhkan penyelesaian melalui mekanisme
tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi/pidana. Dengan adanya permasalahan tersebut
satker harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah tersebut atau mengajukan dispensasi
kepada Direktur Jenderal Perbendaraan agar dapat diberikan UP.
Permasalahan juga terjadi pada pelaksanaan belanja dari UP. Satker belum mempunyai
pemetaan kegiatan antara yang akan dilakukan pembayaran dengan mekanisme LS dengan UP.
Sehingga terdapat kegiatan yang seharusnya dibayarkan dengan mekanisme LS, namun didanai
dari UP.
UP yang telah dibelanjakan seharusnya bisa dilakukan revolving UP jika jumlahnya
telah mencapai minimal 50%. Namun seringkali satker tidak dapat segera mengajukan, karena
bukti-bukti pengeluaran dari para pemegang uang muka kerja belum dipertanggungjawabkan
kepada Bendahara Pengeluaran/BPP. Ketidaktertiban Bendahara Pengeluaran/BPP dalam
membukukan pengeluaran juga menjadi penyebab terlambatnya revolving UP tersebut, yang
baru melakukan pembukuan pada saat dana UP sudah akan habis.
Dalam pengajuan TUP, Satker belum mempunyai perencanaan yang matang tekait
cakupan kegiatan yang akan dilaksanakan beserta besarannya. Hal ini akan berdampak pada
saat pertanggungjawaban, yakni terdapat perbedaan antara rencana penggunaan TUP dengan
pertanggungjawaban penggunaan TUP, belanja yang seharusnya dibebankan pada UP tetapi
dibebankan pada TUP, atau terdapat sisa TUP yang tidak digunakan dan disetorkan kembali.

17
b. Permasalahan Dalam Pembayaran dengan Menggunakan Uang Persediaan Secara Non
Tunai

Ketentuan pembayaran secara elektronik/non tunai dari dana UP baru diperkenalkan


tahun 2016 melalui uji coba penggunaan internet banking dan implementasinya mulai tahn
2017 sekaligus dengan penggunaan kartu debit. Sedangakan penggunaan kartu kredit meskipun
dalam praktiknya telah dilaksanakan pada beberapa satker, namun ketentuannya baru dimulai
tahun 2017 dan sampai awal 2018 masih dalam tahap uji coba. Sedangkan praktik pembayaran
secara tunai telah berlangsung selama puluhan tahun. Bendahara Pengeluaran/BPP telah
terbiasa melakukan pembayaran secara tunai, pun demikian dengan pihak yang menerima
pembayaran atau para pelaksana kegiatan di Satker. Resistensi terhadap perubahan timbul
karena mereka harus menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, yang dapat memerlukan
waktu yang tidak sebentar.
Selain faktor perubahan kebiasaan, gagap terhadap teknologi juga menjadi
permasalahan dalam pembayaran secara non tunai, baik menggunaan internet banking, kartu
debit, maupnun kartu kredit. Bagi Bendahara Pengeluaran/BPP yang secara pribadi telah
menggunakan fasilitas tersebut, kendala tersebut dapat ditekan. Namun bagi yang belum
pernah menggunakan, perlu penyesuaian dan mempelajari tata cara baru tersebut. Disamping
itu juga, terdapat kekhawatiran dalam menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut, misalnya:
dalam penggunaan internet banking, khawatir passwordnya disalahgunakan oleh orang yang
tidak bertanggung jawab, kartu debit hilang atau lupa PIN, petugas yang mengadministrasikan
kartu kredit korporasi yang digunakan oleh satker belum memahami pengoperasiannya
sehingga bis timbul penyalahgunaan kartu kredit tersebut.
Pengenaan biaya oleh bank umum atas layanan penggunaan sarana pembayaran secara
elektronik juga menjadi kendala bagi Satker. Penggunaan teknologi dan informasi dalam
pembayaran secara non tunai tentunya memerlukan biaya investasi yang besar dari pihak bank
umum, sehingga mereka mengenakan biaya atas penggunaan fasilitas pembayaran non tunai
tersebut. Bagi satker yang mempunyai alokasi belanja operasional yang memadai, biaya
tersebut dapat dibebankan pada biaya tersebut. Namun bagi yang alokasi belanja operasional
yang terbatas, tentu mengalami kendala dalam membebankan biaya tersebut sehingga satker
tersebut tidak menggunakan sarana pembayaran secara elektronik.
Akses internet yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia menjadi kendala dalam
proses transaksi pembayaran secara elektronik. Satker yang berada pada wilayah yang akses

18
internetnya lambat, butuh waktu yang lebih lama untuk memproses transaksi tersebut.
Sehingga kembali memilih untuk melakukan pembayaran secara tunai.
Keterbatasan ketersediaan pilihan pembayaran dari pihak penyedia barang dan jasa
pada suatu daerah menjadi kendala dalam pembayaran dengan menggunakan kartu kredit.
Meskipun bank umum dapat menerbitkan fasilitas kartu kredit korporasi kepada satker, namun
jika tidak tersedia atau tersedia merchant dalam jumlah terbatas, baik dari segi jumlah
merchant maupun jenis merchant penyedia barang dan jasa, maka satker tidak bisa melakukan
pembayaran dengan menggunakan kartu kredit.

III.2. Usul Pemecahan Masalah dan Terobosan/Inovasi Yang Harus Dilakukan

a. Usulan Pemecahan Masalah


1) Pengelolaan Uang Persediaan/Tambahan Uang Persediaan
Permasalahan pengelolaan UP/TUP sebagian besar merupakan permasalahan yang
timbul pada Satker yang bersangkutan, sehingga pemecahan permasalahan ditujukan
kepada Sakter. Upaya yang dapat dilakukan oleh KPPN sebagai berikut:
a) Pada awal tahun anggaran, KPPN memastikan semua satker telah menyetorkan sisa
UP/TUP tahun anggaran sebelumnya. Jika terdapat satker yang belum
menyetorkan, KPPN harus memastikan sisat UP/TUP telah diperhitungkan pada
saat pengajuan UP awal tahun.
b) KPPN melakukan konfirmasi kepada satker mengenai akurasi rencana penarikan
dana yang tercantum dalam halaman III DIPA termasuk mekanisme penarikan
dananya apakah dengan mekanisme LS atau UP. KPPN perlu memastikan bahwa
rencana penarikan dana tersebut yang akan dilaksanakan dalam satu tahun
anggaran.
c) KPPN melakukan pengawasan terhadap ketertiban satker dalam mengajuan GUP.
Apabila terdapat satker yang mengajukan GUP melebihi waktu satu bulan, maka
GUP harus dilampiri penjelasan tertulis dari KPA mengenai penyebab tidak
mengajukan GUP dalam waktu satu bulan. Selanjutnya apabila terdapat satker yang
belum mengajukan GUP dalam waktu dua bulan, Kepala KPPN menyampaikan
surat pemberitahun kepada KPA. Jika satu bulan setelah surat pemberitahuan satker
juga belum mengajukan GUP, KPPN melakukan pemotongan UP sebesar 25%.
d) KPPN melakukan pencocokan antara rencana penggunaan TUP dengan
penggunaan TUP pada saat satker mengajukan PTUP. Dalam hal terdapat

19
ketidaksesuaian, KPA harus melampirkan penjelasan secara tertulis kepada KPPN.
Selanjutnya KPPN membuat rekapitulasi pertanggungjawaban TUP yang tidak
sesuai dengan rencana penggunaannya. Dan apabila Satker terlambat
mempertanggungjawabkan TUP, KPPN menyampaikan surat teguran kepada
Satker.
e) KPPN melakukan reviu atas pengelolaan UP/TUP pada satker mitra kerjanya yang
meliputi:
- Ketepatan waktu pertanggungjawaban.
- Besaran prosentase revolving UP.
- Pengenaan sanksi pemotongan UP.
- Frekuensi pertanggungjawaban UP.

2) Pembayaran dengan Menggunakan Uang Persediaan Secara Non Tunai.


a) KPPN melakukan koordinasi dengan satker, baik yang sudah memanfaatkan sarana
pembayaran secara elektronik maupun yang belum. Dalam forum koordinasi
tersebut, Satker yang telah memanfaatkan sarana pembayaran secara elektronik
diminta untuk menyampaikan langkah-langkah yang mereka lakukan untuk dapat
melaksanakan pembayaran secara elektronik termasuk kiat-kiat yang dilakukan
untuk mengatasi kendala yang timbul. Sedangkan bagi satker yang belum
memanfaatkan sarana pembayaran secara elektronik, diminta untuk menyampaikan
alasannya dan kendala yang dihadapi untuk melaksanakan pembayaran secara
elektronik.
b) KPPN melakukan koordinasi dengan bank umum yang telah bekerjasama dengan
Ditjen Perbendaharaan dalam pengelolaan rekening pemerintah. Dalam forum
tersebut diidentifikasi bank umum yang telah memberikan layanan pembayaran
secara elektronik kepada satker yang membuka rekening di bank umum
bersangkutan, dan jenisnya yang meliputi internet banking, kartu debit, dan kartu
kredit. Kepada bank yang telah memberikan layanan pembayaran secara elektronik
diminta untuk meningkatan pelayanannya, sedangkan bank umum yang belum
memberikan layanan agar segera mengupayakan satker yang membuka rekening
memanfaatkan sarana dimaksud. Sedangkan terkait pembayaran menggunakan
kartu kredit, KPPN meminta daftar merchant yang telah bekerja sama dengan bank
umum yang dapat melakukan transaksi pembayaran dengan kartu kredit dan

20
meminta bank umum yang belum punya merchant untuk berupaya agar mempunyai
merchant sehingga dapat melayani pembayaran dengan kartu kredit.

b. Terobosan/Inovasi Yang Harus Dilakukan

Terobosan/inovasi yang dilakukan disesuaikan dengan tema Hari Bakti Perbendaharaan


tahun 2018 yakni Tingkatkan Literasi Perbendaharaan untuk Menggemakan Pembangunan.
Terobosan/inovasi dimaksud adalah:
1) Penyusunan Buku Panduan Pengelolaan UP/TUP
Buku Panduan Pengelolaan UP/TUP dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi satker
dalam mengelola UP/TUP yang berisi:
a) Panduan penyusunan rencana penarikan dana bulanan yang selanjutnya dirinci dalam
rencana penarikan dana harian.
b) Panduan identifikasi kegiatan antara yang akan dibayarkan dengan UP dengan yang
akan dibayarkan dengan LS.
c) Panduan penyusunan kebutuhan operasional satker selama satu bulan sebagai dasar
perhitungan pengajuan besaran UP.
d) Panduan tata cara penatausahaan pembayaran yang bersumber dari UP.
e) Panduan tata cara pengujian pembayaran atas beban UP/TUP.
f) Panduan penyusunan rencana penggunaan TUP.
g) Panduan tata cara pengajuan UP/TUP/PTUP/GUP Nihil.
2) Penyusunan Buku Panduan Umum Pembayaran secara elektronik
Buku panduan ini disusun bersama dengan bank umum untuk memberikan panduan bagi
satker agar dalam melakukan pembayaran secara elektronik/non tunai yang berisi:
a) Gambaran umum jenis-jenis pembayaran secara elektronik
b) Gambaran umum tata cara penggunaan pembayaran secara elektronik, mulai dari
registrasi, aktivasi, dan pelaksanaan pembayaran.
c) Panduan tata cara penatausahaan dokumen pembayaran secara elektronik.
d) Panduan tata cara penatausahaan pembukuan pembayaran secara elektronik.
Kedua buku panduan tersebut dicetak dan didistribusikan kepada Satker baik hardcopy
maupun softcopy. Dalam rangka kesinambungan informasi atas buku panduan tersebut,
kedua buku menambah koleksi perpustakaan mini KPPN yang telah ada.
3) Membentuk forum koordinasi dengan bank umum
Dalam rangka mewujudkan pembayaran dari UP/TUP secara elektronik, perlu
menggandeng bank umum untuk menyukseskannya. Sejak implementasi MPN Generasi II

21
dimana Laporan Harian Penerimaan Bank Persepsi dilakukan oleh Kantor Pusat Bank
Umum, intensitas hubungan antara KPPN dengan bank umum agak berkurang. Sedangkan
dengan satuan kerja yang merupakan pihak utama yang dilayani KPPN, hubungan selalu
dilakukan sehingga saluran informasi dan koordinasi dengan satker mudah dilakukan.
Forum koordinasi dengan bank umum diharapkan dapat memberikan solusi atas
permasalahan dalam pembayaran secara elektronik yang dilakukan oleh Satker dan
meningkatkan cakupan pembayaran yang dilakukan oleh satker. KPPN menyampaikan
informasi jenis-jenis pembayaran yang paling banyak dilakukan oleh satker, misalnya:
pembayaran gaji/tunjangan/honorarium yang tidak dibayarkan secara LS, belanja alat tulis
kantor, belanja pemeliharaan kantor, perjalanan dinas. Sedangkan bank umum
menyampaikan informasi jenis pembayaran yang dapat dilayani, jenis merchant yang dapat
melayani pembayaran mengggunakan kartu kredit, biaya yang timbul atas layanan yang
diberikan. Dalam forum tersebut selanjutnya dibahas langkah-langkah yang perlu
ditindaklanjuti oleh KPPN dan bank umum, baik yang merupakan kewenangan masing-
masing atau yang memerlukan putusan dari kantor pusat.

III.3. Rencana Aksi

Agar terobosan/inovasi yang harus dilakukan dapat terwujud sesuai yang direncanakan,
perlu disusun rencana aksi sebagai berikut:

22
BAB IV
PENUTUP

IV.1. Kesimpulan
Pengendalian terhadap UP/TUP oleh KPPN diperlukan untuk memastikan UP/TUP
dikelola oleh satker dengan baik, karena UP/TUP tersebut masih merupakan uang milik
Bendahara Umum Negara yang dipinjamkan ke Sakter. Idle cash atas UP/TUP berdampak pada
kinerja pelaksanaan anggaran yang kurang baik, karena sumber dana UP/TUP tersebut
sebagian diperoleh dari penerbitan Surat Utang Negara atau Obligasi Ritel Indonesia. Cost of
fund yang harus dikeluarkan pemerintah menjadi lebih besar dibandingkan dengan jasa giro
yang diterima atas mengendapnya dana tersebut di bank umum.
Revolving UP dan PTUP yang dilaksanakan secara tepat waktu dan sesuai kebutuhan
menunjukkan baha satker telah melakukan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dengan baik
demikian pula sebaliknya. Menjadi kewajiban bagi KPPN untuk menegur satker yang tidak
tertib dalam melakukan GUP maupun PTUP.
Dalam upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas belanja negara dari UP/TUP,
pelaksanaan pembayaran secara elektronik merupakan sebuah keharusan. Implementasi dan
perluasan pembayaran secara elektronik tersebut perlu didukung oleh Satker selaku pihak yang
menerima dan membelanjakan dana dan pihak bank umum yang menyediakan layanan
tersebut.
Untuk meningkatkan pemahaman satker dalam pengelolaan UP/TUP dan melakukan
pembayaran secara elektronik, dipandang perlu menyusun panduan yang memberikan petunjuk
teknis bagi satker. Sedangkan untuk meningkatkan dukungan bank umum, forum koordinasi
dapat dijadikan sarana untuk menyampaikan arah kebijakan pemerintah yang memerlukan
dukungan pihak perbankan dan perkembangan pelaksanaan pembayaran secara elektronik.
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memastikan UP/TUP dikelola dan
dipertanggungjawabkan dengan baik oleh satker dan pembayaran secara elektronik
diimplementasikan oleh satker dalam melakukan pembayaran yang bersumber dari UP/TUP
serta LS Bendahara.

IV.2. Saran

23
Agar pengendalian UP/TUP dan pembayaran secara elektronik atas dana yang
bersumber dari UP/TUP sebagai langkah strategis dalam pelaksanaan belanja negara
memerlukan dukungan pihak-pihak sebagai berikut:
a. Satker agar secara tertib melakukan penggantian UP dan mempertanggungjawabkan
UP/TUP sesuai batas waktu dan rencana penggunaannya.
b. Satker agar segera beralih dari pembayaran secara tunai ke pembayaran secara
elektronik/non tunai.
c. Bank umum secara aktif memberikan dukungan layanan pembayaran secara elektronik,
baik dari jenis layanan internet banking, kartu debit, dan kartu kredit, maupun perluasan
merchant yang dapat menerima pembayaran dengan kartu kredit.
d. KPPN terus melakukan monitoring dan evaluasi atas pertanggungjawaban UP/TUP serta
pembayaran yang dilakukan oleh satker yang berasal dari UP/TUP serta LS Bendahara.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN;
3. Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran
Dalam Rangka Pelaksanaan APBN;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2016 sebagai perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab
Bendahara pada Satuan Kerja Pengelola APBN;
6. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-17/PB/2017 tentang Uji Coba
Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan;
7. Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-494/PB/2017 tentang
Pelaksanaan Uji Coba Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka Penggunaan Uang
Persediaan;
8. Buku Pedoman Kegiatan Kepala KPPN yang diterbitkan Ditjen Perbendaharaan bulan
Februari 2016;
9. Modul Manajemen Kas Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara: Restrukturisasi
Pengelolaan Rekening Bendahara Pengeluaran dan Pemanfaatan Teknologi Perbankan
pada Satuan Kerja Dalam Negeri, 2010;

25
Perubahan organisasi adalah tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku
kini menuju ke kondisi masa yang akan datang menurut yang di inginkan guna meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi.

Macam-macam perubahan

Grundy (2004) dalam bukunya Sulaksana menyebutkan ada tiga macam perubahan diantaranya:

4. “Smooth incremental change”, dimana perubahan terjadi secara lambat, sistematis dan
dapat diprediksikan, dapat disimpulkan juga bahwa smooth incremental change
mencakup rentetan perubahan yang berlangsung pada kecepatan konstan.
5. “Bumpy incremental change”, perubahan ini dicirikan sebagai priode relatif tenang
yang sekali- kali disela percepatan gerak perubahan. Pemicu perubahan jenis ini selain
mencakup perubahan lingkungan organisasi, juga bisa bersumber dari perubahan
internal seperti tuntutan peningkatan efisiensi dan perbaikan metode kerja. Contohnya,
reorganisasi yang secara priodik dilakukan perusahaan.
6. “Discontinuous change”, yang didefinisikan sebagai perubahan yang ditandai oleh
pergeseran- pergeseran cepat atas strategi , struktur atau budaya, atau ketiganya
sekaligus. Contohnya dinegara kita adalah privatisasi sektor strategis yang dulunya
dikuasai negara, misalnya privatisasi sektor telekomunikasi dan Perum Bulog sendiri.
Menurut Jones (1998) pada umumnya dapat dikatakan bahwa ada dua macam kategori
perubahan yaitu perubahan evolusioner yang bersifat gradual, incremental, yang
terfokuskan secara khusus, dan perubahan revolusioner yang bersifat mendadak, drastis
dan mencakup seluruh organisasi. Perubahan revolusioner mencakup upaya untuk
meningkatkan efektivitas bekerja suatu organisasi sedangkan perubahan secara
evolusioner berupaya mencari cara-cara baru untuk menjadi efektif. Ada sejumlah cara
yang dapat diterapkan oleh suatu organisasi untuk menimbulkan hasil-hasil secara
cepat, yaitu misalnya dengan cara restrukturisasi (reengineering) dan inovasi.

Restrukturisasi

Ada dua macam langkah inti pada kegiatan Restrukturisasi:

3. Organisasi yang bersangkutan mengurangi tingkat diferensiasi dan integrasinya, dengan


cara meniadakan divisi-divisi, departemen- departemen atau tingkatan-tingkatan dalam
hierarki.
4. Organisasi yang bersangkutan melaksanakan kegiatan downsizing dengan cara
mengurangi jumlah karyawannya, untuk menekan biaya operasional.

Inovasi

Inovasi merupakan suatu proses dimana organisasi-organisasi memanfaatkan keterampilan dan


sumber daya mereka untuk mengembangkan barang dan jasa baru, atau untuk
mengembangkan produk baru, dan system pengoprasian yang baru, agar dapat bereaksi
terhadap kebutuhan pelanggan.

26
Tipe Perubahan Organisasi

Menurut Robbins (2006), perubahan dapat dikelompokan dalam empat kategori: Struktur,
Teknologi, Penataan Fisik, dan Orang.

Perubahan Struktur

Mengubah Struktur mencakup pembuatan perubahan dalam hubungan wewenang, mekanisme


koordinasi, rancang- ulang pekerjaan, atau variable struktural serupa. Struktur suatu organisasi
didefinisikan sebagai tugas-tugas yang secara formal dibagi-bagi, dikelompokan, dan
dikoordinasi. Perubahan dapat dilakukan dengan mengubah satu atau lebih unsur utama dalam
desain suatu organisasi. Misalnya tanggung jawab departemental dapat digabung, lapisan
vertikal dihilangkan, dan rentang kendali dilebarkan untuk membuat organisasi itu lebih datar dan
kurang birokratis. Lebih banyak aturan dan prosedur dapat dilaksanakan untuk meningkatkan
pembakuan (standarisasi).

Suatu peningkatan desentralisasi dapat dilakukan untuk mempercepat proses pengambilan


keputusan. Perubahan juga dapat memperkenalkan pengubahan besar dalam desain struktural
yang sebenarnya yang mencakup suatu pergeseran dari suatu struktur sederhana ke stuktur
berdasarkan tim atau penciptaan suatu desain matriks. Uraian jabatan dapat didefinisi ulang,
pekerjaan diperkaya, atau diperkenalkan jam kerja yang lentur. Pilihan lain lagi adalah
memodifikasi sistem imbalan organisasi. Motivasi dapat ditingkatkan dengan misalnya,
memperkenalkan bonus kinerja atau berbagai laba.

Struktur organisasi merupakan suatu cara pembagian tugas pekerjaan yang kemudian
dikelompokkan serta dikoordinasikan secara formal. Robbins (2002) mengemukakan 6 (enam)
unsur yang perlu diperhatikan dalam pembentukan suatu struktur organisasi, yaitu:

7) Spesialisasi atau pembagian tenaga kerja. Merupakan pemecahan suatu alur


penyelesaian pekerjaan menjadi sejumlah langkah penyelesaian yang diselesaikan
dengan kualifikasi tertentu.
8) Departementalisasi, dapat didasarkan pada kesamaan kelompok pekerjaan maupun
berdasarkan teritori agar tugas dapat dikoordinasikan.

27
9) Rantai komando, merupakan alur perintah dan kewenangan berkaitan dengan tanggung
jawab dari tingkatan-tingkatan dalam suatu organisasi.
10) Rentang kendali, menentukan banyaknya tingkatan dan manajer yang harus dimiliki
oleh suatu organisasi.
11) Sentralisasi dan desentralisasi, merupakan suatu cara pengambilan keputusan
berdasarkan kewenangan manajerial.
12) Formalisasi, merupakan suatu tingkatan pekerjaan dalam suatu organisasi yang
dibakukan berdasarkan aturan.

Perubahan teknologi

Merubah teknologi meliputi modifikasi dalam cara kerja yang diproses dan dalam metode serta
peralatan yang digunakan. Dewasa ini, perubahan teknologi biasanya mencakup
dikemukakannya peralatan, alat, atau metode baru, otomatisasi atau komputerisasi. Otomatisasi
merupakan suatu perubahan teknologi yang menggantikan orang dengan mesin.

Faktor-faktor interen dan eksteren organisasi berpengaruh terhadap penerimaan anggota


organisasi terhadap perubahan teknologi, Iqbaria et.al (1997) secara mendetail mengemukakan
faktor-faktor tersebut meliputi;

6) Dukungan pengetahuan komputer secara interen organisasi (Internal support),


merupakan dukungan pengetahuan teknis yang dimiliki secara individual maupun
kelompok mengenai pengetahuan komputer
7) Pengalaman pelatihan interen organisasi (internal training), merupakan sejumlah
pelatihan yang sudah pernah diperoleh pemakai (user) dari pemakai lainnya (other user)
atau dari spesialisasi komputer yang ada didalam organisasi perusahaan
8) Dukungan Manajemen (Management Support), merupakan tingkat dukungan secara
umum yang diberikan oleh Top Manajemen dalam perusahaan.
9) Pengetahuan komputer secara ekteren organisasi (External support), merupakan
dukungan pengerahuan teknis dari pihak luar yang dimiliki secara individual maupun
kelompok mengenai pengetahuan computer untuk perusahaan kecil.
10) Pengalaman pelatihan eksteren organisasi (external training), merupakan sejumlah
pelatihan yang sudah pernah diperoleh pemakai (user) dari pemakai lainnya (other user)
atau spesialisasi komputer dari pihak luar perusahaan.

Salah satu kunci awal bagi keberhasilan implementasi teknologi informasi dan komunikasi dalam
perusahaan adalah kemauan untuk menerima teknologi tersebut dikalangan pengguna. Salah
satu metode pendekatan untuk memahami sikap pengguna terhadap teknologi
adalah technology acceptance model.

Technology acceptance model mendefinisikan dua hal yang mempengaruhi penerimaan


pengguna terhadap teknologi yaitu persepsi pengguna terhadap manfaat dari teknologi dan
kemudahan dalam menggunakan teknologi.

Perubahan Penataan Fisik

Mengubah penataan fisik meliputi pengubahan ruang dan pengaturan tata letak dalam tempat
kerja. Misalnya, dengan dinding dan sekat yang dihilangkan dan dengan suatu desain kantor
yang terbuka, karyawan akan saling mudah berkomunikasi. Sama halnya manajemen dapat
mengubah kuantitas dan tipe penerangan, tingkat hangat dan dingin, tingkat dan tipe kebisingan,
dan kebersihan area kerja, maupun dimensi desain interior, seperti perabot, dekorasi dan bagan
warna.

Tata letak ruang kerja hendaknya tidak merupakan kegiatan yang acak. Lazimnya dengan
seksama manajemen mempertimbangkan tuntutan kerja, persyaratan interaksi formal, dan

28
kebutuhan sosial ketika mengambil keputusan mengenai konfigurasi ruang, desain interior,
penempatan peralatan, dan yang serupa.

Penempatan ruang kerja juga mempengaruhi kenyamanan para tenaga kerja, mereka bisa
bekerja menjadi nyaman dan juga hasil yang diinginkan dapat tercapai secara maksimal. Para
agen yang merumuskan perubahan ini juga akan merasakan kenyamanan dalam bekerja.
Perhatian tentang tata letak dalam sebuah ruangan juga harus di perhatikan agar tidak terjadi
kecelakaan dalam bekerja. Tata letak suatu ruangan juga harus dibarengi dengan penempatan
posisi ergonomis yang sudah ditetapkan.

Perubahan Individu

Mengubah orang mengacu pada perubahan dalam sikap, keterampilan, pengharapan, persepsi,
dan atau perilaku karyawan. Perubahan individu ada untuk membantu individu dan kelompok
dalam organisasi itu untuk bekerja bersama secara lebih efektif. Sedangkan menurut Veizal
Rivai dan Deddy Mulyadi (2009) perubahan sikap dan perilaku anggota organisasi lewat proses
komunikasi, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Perubahan orang disini
sangatlah sentral karena tenaga kerja sangat berpengaruh dalam kemajuan perusahaan itu
sendiri dan juga memberikan pengaruh dalam perubahan ekonomi yang ada dalam perusahaan.

Jenis perubahan orang juga akan sangat terlihat, seperti contoh dalam suatu departemen
terdapat tiga puluh orang tenaga kerja. Kemudian karena dianggap teralu banyak dan ruangan
menjadi penuh sesak sehingga dilakukan pemindahan personil kedepartemen lain. Yang asal
mulanya tiga puluh orang menjadi dua puluh orang saja. Hal tentu saja membuat suasana
menjadi sepi dan juga menjadi agak sedikit lengang.

29

Anda mungkin juga menyukai