Anda di halaman 1dari 13

Early Management

Early Equipment Management adalah sebuah kegiatan yang terencana pada rekayasa teknis dalam
membuat sebuah alat/mesin menjadi lebih sederhana dalam hubungannya dengan pengoperasian (kerja
operasi/operator) dan perawatan alat/mesin.

Sebelum membeli sebuah peralatan atau mesin produksi ada baiknya benar-benar melakukan tinjauan.
Metodologi pada Toyota Way prinsip ke 8, Lean Six Sigma pada DFSS/DMAIC/Process management dan
Pilar ke 5 TPM adalah sama. Bahwa sebuah design teknis pada mesin dan proses sudah seharusnya
mengedepankan:

1. Kemudahan operator dalam menghasilkan barang berkualitas yang konsisten

2. Meningkatnya produktivitas operator karena kemudahan kerja dan suasana kerja yang mendukung

3. Jaminan kepastian mutu pada tahap Materials incoming, inprocess dan finishing

4. Proses kerja produksi yang stabil, tidak hadirnya penyimpangan, kehandalan alat kerja dan ringkas

Dengan ke 4 syarat tadi, maka pengendalian mutu dapat dipastikan hadir dititik awal input, proses
produksi, produk jadi dan pengiriman barang kepada pelanggan. Dan tujuan akhir yang dicapainya
adalah 6Sigma variasi atau 99.997% GOOD QUALITY ~ menuju kepada ZERO DEFECT.

Kegagalan sebuah proyek pada awal langkah rekayasa:

1. Tidak cukupnya waktu untuk mengklarifikasi dan menyelaraskan tujuan proyek sehingga:

 Akuntabilitas proyek dan peran yang tidak jelas;

 Kurangnya analisa risiko dengan terjadinya masalah yang tidak bisa dicegah

2. Terlambat dalam mengidentifikasi resiko dan kemungkinan terjadinya masalah sehingga masalah
muncul ketika mesin dalam proses pengerjaan atau mesin selesai dibuat.

3. Tidak cukupnya waktu untuk memberi pemahaman, pelatihan dan pemeriksaan bagi seluruh pihak
yang terkait perancangan – proses – pemasangan alat atau mesin. Sehingga mesin telah diproses atau
dibuat tetapi tidak sesuai dengan yang diharapkan, muncullah kesulitan pengoperasian atau
ketidakmampuan memproduksi secara konsisten dengan mutu yang bagus.

Selain keselamatan dalam pengoperasian, Early Equipment Management memiliki focus untuk 3 elemen
strategi, yaitu :

1) Design for Quality

Mendesign sebuah mesin dan proses kerja yang handal untuk menghasilkan barang yang bermutu tinggi,
stabil dan tanpa breakdown.

2) Design for Maintainability


 Design mesin dengan pemilihan material yang baik dan memiliki daya tahan

 Tahap fabrikasi yang terkontrol pada ukuran dan jenis parts mesin, mutu parts serta proses
pengerjaan Assembling bagian mesin yang akurat

 Adanya panduan pemasangan dan lay-out

 Gambar instalasi yang benar, jelas dan mudah dipahami

 Panduan cara pengoperasian yang sederhana

 Adanya panduan trouble shooting yang jelas dan benar

 Kelengkapan manual dan dokumentasi

 Pelatihan dari ahli team pabrikasi alat dan teknis pengoperasian

 Installasi dan proses Trial run yang benar dan terdokumentasi

 Proses commissioning dan project hand-over yang benar dan lengkap (check-list & sign-off)

 Penetapan perencanaan perawatan mingguan, bulanan dan tahunan. Baik secara tindakan dan
perkiraan serta control biaya operasi.

3) Life cycle costing

Metode costing process dan produksi yang baik dan benar, sehingga terukur (mampu telusur secara
laporan keuangan). Hal ini akan memudahkan manajemen mengukur kinerja produksi dan biaya operasi.

Selanjutnya untuk membahas EEM, saya menggunakan pendekatan praktis dalam bekerja dibidang
Manufacturing dibanding berbicara secara teknis tentang design mesin dan proses (saya berfaham,
bahwa ada pihak yang lebih handal dan hebat untuk membicarakannya dari sudut kaca-mata Design
Engineering of Equipment).

Pada EEM ini yang akan saya bahas adalah pendekatan Industrial Engineering dan Operation
Management dalam meningkatkan Kinerja (produktivitas) Manufacturing.

Dukungan pihak Engineering 100% terlibat dan support baik disisi Design, Equipment, Maintenance,
Proses dan Investasi akan menyelaraskan tindakan pada pecapaian goal perusahaan. Engineering yang
saya maksud adalah Department Process Design, Engineering (equipment, mechnical, electrical), Product
Development dan Team Investasi (Capital Expenditures, CAPEX).

Salah satu konsep penerapan EEM menggunakan empat langkah berikut:

1. Define (penentuan): proses peninjauan proyek investasi saat ini untuk mengidentifikasikan kekuatan
dan prioritas tindakan.
2. Desain (rekayasa): menggunakan pilot project untuk meningkatkan kinerja proses saat ini, dan
menentukan standar EEM serta menangani kesenjangan yang terkait dalam proses bisnis.

3. Refine (perbaikan): manajer produksi, insinyur teknik, manajer proyek dan tim Kaizen atau Continues
Improvement mempelajari kinerja pilot project tentang hal-hal apa yang bisa diperbaiki dan ditingkatkan
kinerjanya.

4. Improve (peningkatan): memperoleh pembelajaran dari kejadian dan aktivitas setiap proyek dan
mempergunakannya untuk memperbarui standar desain atau rekayasa berikutnya. Hal ini menjadikan
kebijakan EEM lebih baik dan dijadikan materi pelatihan untuk masing-masing pemangku kepentingan.

Early Management of new Equipment

Peralatan baru harus:

 Mudah dioperasikan

 Mudah dibersihkan

 Mudah pada perawatan

 Harus cepat dalam set-up

 Beroperasi pada biaya usia yang rendah

Equipment management checklist:

 mekanisasi secara selektif untuk ekonomi produksi, kualitas, dan kecepatan konstruksi.

 Pilih antara membeli,menyewa Dan menyewakan

 Pilih ukuran Dan nomor peralatan

 Pilih penggerak utama (petro/diesel/elektrik)

 Cek kecocokan untuk kondisi

 Memutuskan pada peralatan bergerak atau diam

 mengatur keuangan untuk pembelian

 memeriksa garansi sementara

 Masa garansi peralatan komunikasi tertulis.


 meningkatkan norma produktivitas dan memastikan hal yang sama

 gunakan hanya orang yang terlatih untuk operasi

 bersikeras melakukan perawatan preventif rutin

 pastikan daya siaga tersedia

 bersikeras pada langkah-langkah keamanan

OFFICE TPM

Office TPM merupakan pilar ke-7. Office TPM harus diikuti kegiatan-kegiatan peningkatan produktivitas,
efisiensi dan aktivitas-aktivitas penghapusan pemborosan administrative. Setidaknya ada 12 pemborosan
di area kantoran:

1. Cost loss termasuk di bagian procurement, accounting, marketing, sales; berkenaan dengan
persediaan dan modal kerja yang bermasalah.

2. Communication loss

3. Idle loss

4. Set-up loss

5. Accuracy loss

6. Office equipment breakdown

7. Problem komuniasi karena channel breakdown, telephone and fax lines

8. Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki kesalahan

9. Non availability of correct on line stock status

10. Keluhan pelanggan karena masalah pengiriman dan logistics

11. Pengeluaran mendadak atau emergency purchases

Untuk memulai implementasi pilar ke-7, Office TPM, pimpinan proyek TPM perlu menunjuk seorang
pimpinan sub-proyek TPM yang bertugas pada Office TPM. Pimpinan Office TPM sebaiknya adalah
seorang yang memiliki posisi senior yang bertanggung jawab di bagian: Finance, Management
Information System, Purchasing atau HRD. Dan kemudian ia bertanggung jawab untuk mengerakan
seluruh bagian di bagian pendukung secara baik dan komitmen penuh.

Dengan implementasi Office TPM ada Delapan pemborosan besar setidaknya yang dihilangkan:
1. Pemborosan atas proses kerja baik over process dan wrong processing

2. Pemborosan terhadap biaya pada department Purchasing, Sales & Back Office, Marketing,
Design/Development Product, Accounting & HRD

3. Pemborosan atas aktivitas komunikasi

4. Hilangnya waktu tunggu dan birokrasi

5. Pemborosan Set-up

6. Pemborosan pada tingkat akurasi data, perhitungan dan dokumentasi

7. Pemoborosan atas aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah

8. Pemborosan terhadap kemampuan sumberdaya manusia (qualification & competencies)

Topik-topik yang dibahas dalam gugus kerja Kaizen, antara lain:

 Inventory reduction

 Lead time reduction of critical processes

 Motion & space losses

 Retrieval time reduction.

 Equalizing the work load

 Peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja kantor dan administrasi, dalam memberikan
dukungan kepada bagian operasi manufaktur secara maksimal.

CONTOH PENERAPAN ASPEK PQCDSM PADA IMPLEMENTASI OFFICE TPM:

Productivity: Hilangnya waktu kerja dan output bagian produksi karena ketiadaan material, Manpower
atau penyediaan alat kerja

Quality: Kesalahan atau kekeliruan dalam kerja administrasi misalnya, salah pembuatan cheques, nota
barang, invoices, payroll, dan surat-menyurat dalam pengiriman barang, formulasi produk, kegagalan alat
komunikasi, dll.

Cost: Pembelian yang mahal, biaya tambahan, demurage charge karena keterlambatan bongkar,
keterlambatan penagihan, piutang tidak tertagih, biaya sewa gudang, biaya transportasi, biaya
persediaan, biaya komunikasi dll.

Delivery: Logistics losses karena keterlambatan loading/unloading, keterlambatan delivery karena


transportasi, keterlambatan payments suppliers, dan keterlambatan peyebaran informasi.
Safety: Peran bagian keselamatan kerja dalam kampaye HSE, kerusakan barang karena penyimpanan,
keamanan IT dan data, kerusakan property, dll.

Moral: Jumlah keterlibatan karyawan dalam kegiatan TPM, ide Kaizen, kebersihan area kerja, budaya
salam senyum sapa, keterlibatan dan komitmen para pekerja dalam bekerja dan menghasilkan.

CONTOH IMPROVEMENT DALAM BIDANG KEUANGAN, LINK CASH FLOW MANAGEMENT.

Keuntungan penerapan Office TPM antara lain:

1. Kerja sama team, cross function project/activities dan joint project

2. Turunnya Biaya administratif

3. Cepat dalam merespon masalah, penanggan pelanggan dan supplier

4. Berorientasi pada pelanggan dan penguranggan lead time

5. Hilangnya pekerjaan ganda dan rangkap

6. Adanya multi skills

7. Memotivasi orang untuk bekerja lebih benar dan lebih efisien

8. Mengunakan sumberdaya dengan lebih efektif

9. Turunnya biaya inventory

10. Dokumentasi yang semakin ringkas dan terjaga

11. Biaya fix cost & overhead yang turun

12. Meningkatnya nilai customer service level

13. Turunnya complaint dari pelanggan dan pemasok

14. Hilangnya aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (aktivitas dan manusia)

15. Tempat kerja yang lebih nyaman, bersih dan aman

Office TPM improvement focus pada:

1. Tema tindakan yang jelas dengan tujuan yang jelas dan terukur

2. Identifikasikan hubungan dan mengisolasi masalah

3. Identifikasi dan membuat skala prioritas tindakan perbaikan

4. Memformulasikan tindakan dan memonitor pencapaian secara berkala


5. Melakukan pengulangan setiap keberhasilan untuk bagian lain dan membakukannya

Contoh checklist pada penerapan Office TPM:

1. Apakah ada barang yang terhampar di lantai?

2. Apakah ada barang yang tersimpan di bawah tangga?

3. Apakah barang yang disimpan adalah masih digunakan dalam waktu 3 bulan?

4. Apakah setiap kali memerlukan dokumen dapat menemukannya dalam waktu 3 menit?

5. Apakah banyak kertas bekas?

6. Apakah meja kerja bebas dari debu?

7. Apakah susunan dokumen dan alat kerja diatas meja tertata rapih dan benar?

8. Apakah barang didalam laci adalah barang yang berguna dan tertata dengan benar?

9. Apakah papan tulisnya, papan tempel, pigora, gambar dan lemari tersusun dengan benar, rapi dan
bersih?

10. Apakah jendela dan korden bersih dan rapih?

Pelatihan untuk meningkatkan pengertian dan kepedulian akan prinsip-prinsip kerja yang benar dan
bernilai tambah melalui Office TPM, i.e: MUDA, MURA, MURI dan 6S organizing working placeTahapan
dalam penerapan Office TPM:

1. Pemetaan pemborosan terhadap PQCDSM (Productivity, Quality, Cost, Delivery, Safety dan Moral)

2. Pemetaan terhadap aktivitas dan matrix PQCDSM diseluruh supporting department

3. Mengoleksi data atas pemborosan yang pernah terjadi selama satu tahun terakhir dan membuat
tindakan perbaikan sekaligus pencegahannya

4. Membuat panduan problem solving terhadap permasalahan administrative

5. Membuat Matrix Skill, menganalisa gaps dan pemenuhan gaps competencies

6. Penerapan 5S Workplace Management organizing working place dan Kaizen (continues improvement)

7. 5S Audit dan reporting

8. Membuat visualisasi pelaporan, tahapan pencapaian, dan mendisukiskannya sehingga muncul ide-ide
perbaikan dan peningkatan kinerja, pada masing-masing gugus kerja Kaizen.

9. Melakukan tinjauan dan penilaian efektivitas kinerja dengan melihat tahapan proses serta aktivitas
yang terkait dengan pencapaian hasilnya, di seluruh gugus kerja Kaizen.
10. Budaya unggul dan saling menghormati sesama pekerja dalam kaitannya hubungan Customer &
Supplier

Quality Maintenance

SEPULUH TAHAP DALAM PENERAPAN QUALITY MAINTENANCE SYSTEM:

Tahap 1: machine-control-1 (QA Matrix)

 QA Matrix adalah alat untuk menentukan prioritas tindakan atas penyebab utama kerusakan
mutu pada tahapan proses manufacturing.

 Fokus pada kegiatan proses kerja dan prioritas tindakan

 Bekerja secara konstruktif untuk menanggulangi masalah mutu

 qmatrix

Tahap 2: Menyiapkan Tabel Analisa kondisi Input Production

 Memeriksa tahapan input yang menyebabakan ketidak-produktivitasan produksi untuk setiap


tahapan sub proses kerja

 Memeriksa apakah tahapan prosedur kerja telah dilakukan dengan benar (disiplin & dipatuhi)

Tahap 3: Menyiapkan Problem Chart

 Melakukan Analisa produksi pada kondisi input untuk permasalah pada setiap tahapan proses

 Mendahulukan tindakan untuk mencegah masalah (bisa jadi pengulangan masalah) dititik
masalah. Melakukan tindakan dengan cara berhati-hati dalam mengatasi masalah-masalah sulit
yang mungkin tidak dapat ditangani dengan mudah atau segera.

 Membagi atas tingkatan masalah, melakukan tindakan investigasi dan rencana tindakan
pencegahan.

Tahap 4: Mengevaluasi keseriusan masalah dengan FMEA dan menindaklanjuti dengan FMCEA

 Tindakan improvement pada mesin/alat kerja


 Memprioritaskan masalah dengan mempertimbangkan dampak mutu (quality defect mode)

 Memutuskan berdasar penilaian pada skala masamachine-control-1lah yang terjadi

Tahap 5: Mengunakan Preventive Maintenance untuk menganalisa dan merunut akar permasalah

 Untuk masalah yang serius, pelajari fenomena yang terjadi

 Investigasi masalah yang terjadi dengan mempelajari tindakan preventive maintenance yang
telah dilakukan

 Ujilah apakah tindakan yang dilakukan adalah efektif? Rencanakan perbaikan.

 jadwal-perawatan

Tahap 6: Mengevaluasi keefektifan implementasi tindakan FMEA dengan FMCEA

 Setelah melakukan FMEA dan melakukan perbaikan atas rekomendasi, perhatikan ke-efektifan
hasil

 Lanjutkan dengan teknik FMCEA

 Amati dan evaluasi hasil perbaikan

Tahap 7: Continues Improvement

 Tindakan perbaikan yang terus menerus didokumentasikan

 Bakukan pencapaian yang terjadi

 Bandingkan ‘After dan Before’ improvement action

 Lakukan pelatihan untuk meningkatkan skill dan kompetensi pekerja dan para supervisor

Tahap 8: Me-review kondisi input dan hasil produksi

 Ini adalah tahap ke-dua dalam mengevaluasi (sekaligus mereview) performa hasil kerja mutu
atas input dan produksi
 Apakah input telah benar-benar terkendali penuh ~ variasi yang terjadi dalam batas kontrol

 Hasil produksi telah diketahui pasti (terprediksi) akan menghasilkan produk dalam kendali mutu

Tahap 9: Mengkonsolidasikan dan mengkonfirmasi hasil pengecekan

 Mengunakan rekomendasi dan hasil kerja tahap #8 untuk aktivitas kendali mutu

 Buatlah Quality Check Matrix

Tahap 10: Menyiapkan sebuah komponen mutu ‘Tabel Control’ dan Jaminan atas Mutu melalui tahapan
kondisi kontrol yang ketat

 Standard kerja dan proses harus terukur, terbaca, jelas dipahami dan mampu telusur

 Seluruh kegiatan dituangkan dalam catatan mutu kerja

 Data yang ada harus dapat dibaca dan menunjukan kejadian yang sebenarnya, sehingga dapat
dilakukan observasi dan memudahkan tindakan improvement berikutnya (~ mencapai
kesempurnaan proses atas mutu)

7 Alat Pengendalian Kualitas

1. Check Sheet
Check sheet (lembar pemeriksaan) adalah lembar yang dirancang sederhana berisi daftar hal-hal yang
perlukan untuk tujuan perekaman data sehingga pengguna dapat mengumpulkan data dengan mudah,
sistematis, dan teratur pada saat data itu muncul di lokasi kejadian. Data dalam check sheet baik
berbentuk data kuantitatif maupun kualitatif dapat dianalisis secara cepat (langsung) atau menjadi
masukan data untuk peralatan kualitas lain, misal untuk masukan data Pareto chart.
Kapan kita menggunakan check sheet? Menurut Tague (2005) adalah sebagai berikut:
• Ketika data dapat diamati dan dikumpulkan berulang kali oleh orang yang sama atau di lokasi
yang sama.
• Ketika mengumpulkan data mengenai frekuensi atau pola kejadian, masalah, cacat, lokasi cacat,
penyebab cacat, dan sebagainya.
• Ketika mengumpulkan data proses produksi.
check sheet memiliki fungsi sebagai berikut:
Pemeriksaan distribusi proses produksi (production process distribution checks)
• Pemeriksaan item cacat (defective item checks)
• Pemeriksaan lokasi cacat (defective location checks)
• Pemeriksaan penyebab cacat (defective cause checks)
• Pemeriksaan konfirmasi pemeriksaan (check-up confirmation checks)
• Dan lain-lain.

2. Schatter Diagram
Scatter diagram (diagram pencar) adalah grafik yang menampilkan sepasang data numerik pada sistem
koordinat Cartesian, dengan satu variabel pada masing-masing sumbu, untuk melihat hubungan dari
kedua variabel tersebut. Jika kedua variabel tersebut berkorelasi, titik-titik koordinat akan jatuh di
sepanjang garis atau kurva. Semakin baik korelasi, semakin ketat titik-titik tersebut mendekati garis.

Kapan kita menggunakan schatter Diagram:


 Ketika memiliki pasangan data numerik
 Ketika variabel terikat mungkin memiliki beberapa nilai untuk setiap nilai variabel bebas
 Ketika ingin menetpakan apakah kedua variabel berhubungan, semisal
1. Mencoba mengidentifikasi kemungkinan penyebab utama masalah
2. Setelah brainstorm sebab-akibat dengan diagram tulang ikan, untuk menetapkan secara
objektif apakah ada hubungan antara penyebab tertentu dan hasil
3. Ketika menentukan apakah dua hasil yang terlihat berhubungan keduanya terjadi dengan
penyebab yang sama
4. Ketika menguji untuk korelasi otomatis sebelum menyusun peta kendali

3. Fishbone Diagram
Fishbone diagram akan mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu efek atau masalah, dan
menganalisis masalah tersebut melalui sesi brainstorming. Masalah akan dipecah menjadi sejumlah
kategori yang berkaitan, mencakup manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan, dan sebagainya.
Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui sesi brainstorming.
Manfaat Fishbone diagram :
1. Dapat menggunakan kondisi yang sesungguhnya untuk tujuan perbaikan kualitas produk atau
jasa, lebih efisien dalam penggunaan sumber daya, dan dapat mengurangi biaya
2. Dapat mengurangi dan menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk atau
jasa dan keluhan pelanggan
3. Dapat membuat suatu standardisasi operasi yang ada maupun yang direncanakan
4. Dapat memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dalam kegiatan pembuatan
keputusan dan melakukan tindakan perbaikan

4. Pareto Chart
Prinsip pareto chart sesuai dengan hukum Pareto yang menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki
persentase terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Pareto
chart mengidentifikasi 20% penyebab masalah vital untuk mewujudkan 80% improvement secara
keseluruhan
Kegunaan diagram pareto
1. Membantu suatu tim untuk terpusat pada penyebab yang akan mengharilkan dampak terbesar
jika diselesaikan
2. Menampilkan kepentingan relatif dari problem dalam format visual yang sederhana dan dapat
diinterpretasi dengan cepat.
3. Membantu mencegah 'mengalihkan permasalahan' di mana 'solusi' menghilangkan beberapa
penyebab namun memperburuk yang lain
4. Kemajuan diukur dalam format yang sangat terlihat yang menyediakan insentif untuk
mendorong lebih banyak peningkatan
5. Analisis pareto dapat digunakan dalam penerapan peningkatan kualitas manufaktur atau
nonmanufaktur
5. Flow Chart
Flow charts (bagan arus) adalah alat bantu untuk memvisualisasikan proses suatu penyelesaian tugas
secara tahap-demi-tahap untuk tujuan analisis, diskusi, komunikasi, serta dapat membantu kita untuk
menemukan wilayah-wilayah perbaikan dalam proses.
flowchart adalah diagram yang menyatakan aliran proses dengan menggunakan anotasi bidang-bidang
geometri, seperti lingkaran, persegi empat, wajik, oval, dan sebagainya untuk merepresentasikan
langkah-langkah kegiatan beserta urutannya dengan menghubungkan masing masing langkah tersebut
menggunakan tanda panah.

6. Histogram
Histogram adalah alat seperti diagram batang (bars graph) yang digunakan untuk menunjukkan distribusi
frekuensi. Sebuah distribusi frekuensi menunjukkan seberapa sering setiap nilai yang berbeda dalam
satu set data terjadi. Data dalam histogram dibagi-bagi ke dalam kelas-kelas, nilai pengamatan dari tiap
kelas ditunjukkan pada sumbu X.
Apa yang dilakukan histogram:
• Menunjukkan data dalam jumlah besar yang susah diinterpretasikan dalam bentuk tabular
• Menampilkan frekuensi relatif terhadap kejadian berbagai nilai data
• Menunjukkan pemusatan, variasi dan bentuk data
• Menggambarkan secara cepat distribusi data
• Menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi performa masa depan dari suatu
proses
• Membantu mengindikasi jika ada terjadi perubahan dalam proses
• Membantu menjawab pertanyaan 'apakah proses mampu memenuhi persyaratan ?

7. Run Chart
Diagram run, juga dikenal sebagai run-sequence plot adalah grafik yang menampilkan data yang diamati
dalam urutan waktu. Seringkali, data yang ditampilkan mewakili beberapa aspek output atau kinerja
proses bisnis manufaktur atau yang lainnya.
Run chart menggunakan dua buah variabel yang menunjukkan dinamika proses yang berlangsung,
dimana variasi yang terjadi dimonitor sedemikian rupa sehingga Nampak jelas perubahan hasil yang
diamati. Biasanya digunakan variabel waktu sebagai sumbu horizontal (berdasarkan periodisasi) sebagai
acuan terjadinya perubahan. Dalam diagram ini titik-titik data dihubungkan dengan garis, dan bilamana
perlu dilengkapi dengan garis nilai rata-rata dari data tersebut.
Tujuan run chart untuk memonitor aktivitas tertentu yang sedang berlangsung dalam organisasi dengan
harapan aktivitas tersebut dapat berlangsung dengan baik dan berkesinambungan.
Sedang manfaat yang bisa diperoleh dalam penggunaan run chart adalah:
 Mengumpulkan dan menganalisa data
 Memberikan gambaran situasi yang sedang terjadi dalam aktivitas
 Membandingkan data berdasarkan periode tertentu guna melakukan pemeriksaan dan
pengendalian

Safety Healthy Environment

 Memelihara dan menjaga kepatuhan dalam menjalankan impelementasi SHE dan Quality
Management System untuk mencapai sasaran perusahaan dan menghemat waktu, biaya dan
tenaga.
 Operasi bisnis yang berbasis kuat pada dukungan kegiatan Keselamatan kerja dan lingkungan.

 Pelatihan dan implementasi pada seluruh aspek bisnis proses untuk mencapai Zero Accident and
Zero Pollution.

 Tunduk dan mematuhi secara terhadap peraturan Pemerintah dan persyaratan Pelanggan untuk
mengimplementasikan kebijakan HSE.

 Mengeliminasi potensi terjadinya kecelakaan kerja dan keluhan pencemaran di setiap area kerja.

 Meningkatkan moral kerja dan kepedulian seluruh karyawan serta menciptakan lingkungan kerja
yang aman dan nyaman.

 Menjalankan dan implementasi sistem kerja sebagai budaya dan bukan sebagai kesibukan.

 Mencapai tingkat kepuasan pelanggan terbaik dan biaya efektif.

 Menetapkan target yang menyeluruh dan terukur sehingga mencapai tingkat profitabilitas
perusahaan yang lebih baik.

9 hal penting dalam Prinsip budaya Safety:

 Bekerjalah dengan selalu mematuhi “Standar Kerja“.

 Gunakan Alat Pelindung Diri yang telah ditentukan.

 Tidak menyentuh peralatan dan benda yang bergerak (berenergi).

 Setiap pekerjaan harus dilakukan oleh mereka yang berwenang yang telah ditetapkan dan
mempunyai keterampilan untuk mengerjakannya.

 Pada kondisi abnormal, termasuk stop sejenak, segera hentikan proses dan melaporkannya.

 Saat perbaikan mesin atau ganti model baik itu repair atau pun kegiatan dandori atau pergantian
artikel dan produk, mesin harus dimatikan.

 Pada pekerjaan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, pastikan isyarat-isyarat dan tanda-
tanda yang dipergunakan dan dimengerti oleh teman sekerja.

 Lakukan pekerjaan dengan posisi tubuh yang tidak dipaksakan, dan bekerjalah di lingkungan
yang aman.

 Tidak masuk ke area yang dilarang.

Anda mungkin juga menyukai