Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Medula spinalis tersusun dalam kanalis spinalis dan diselubungi oleh sebuah

lapisan jaringan konektif, dura mater. Tumor medula spinalis merupakan suatu

kelainan yang tidak lazim, dan hanya sedikit ditemukan dalam populasi. Namun,

jika lesi tumor tumbuh dan menekan medula spinalis, tumor ini dapat

menyebabkan disfungsi anggota gerak, kelumpuhan, dan hilangnya sensasi.1

Gambar 1.1 Medulla Spinalis1

Tumor medula spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang jarang

terjadi dan karena itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala

serta bahaya dari penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang datang berobat ke

dokter atau ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah (stadium lanjut) sehingga

cara penanggulangannya hanya bersifat life-saving.1

Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari

total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan

1
insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sementara di

Indonesia sendiri, belum ada.2,3

Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset biasanya gradual) dan

dua pertiga pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset gejala. Gejala pertama

dari tumor medula spinocerebellar penting diketahui karena dengan tindakan

operasi sedini mungkin, dapat mencegah kecacatan.1,3

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal dimulai dari daerah

servikal pertama hingga sakral. Dibedakan menjadi tumor primer dan sekunder.

Tumor primer dapat bersifat jinak maupun ganas.1

B. Epidemiologi

Insiden dari semua tumor primer medula spinalis sekitar 10% sampai 19%

dari semua tumor primer susunan saraf pusat (SSP) dan seperti semua tumor pada

aksis saraf, insidennya meningkat seiring dengan umur. Prevalensi pada jenis

kelamin tertentu hampir semuanya sama, kecuali pada meningioma yang pada

umumnya terdapat pada wanita, serta ependymoma yang lebih sering pada laki-

laki. Sekitar 70% dari tumor intradural merupakan ekstramedular dan 30%

merupakan intramedular.4

Table 2.1 Distribusi Insiden Tumor Primer Medulla Spinalis Berdasarkan

Histology4

Histologi Insiden

Tumor sel glia 23 %


Ependymoma 13%-15%
Astrositoma 7%-11%
Schwanoma 22%-30%
Meningioma 25%-46%
Lesi vascular 6%
Chondroma/chondrosarkoma 4%
Jenis tumor yang lain 3%-4%

3
Tabel 2.2 Distribusi Tumor Intradural Ekstramedular Berdasarkan Umur,

Jenis Kelamin, dan Lokasi Tersering4

Total Lokasi
Jenis tumor Umur Jenis kelamin
insiden anatomis
Schwanoma 53,7 % 40-60 tahun > Laki-laki >lumbal
Meningioma 31,3% 40-60 tahun >perempuan >thorakal
Ependymoma 14,9% <> Laki-laki=perempuan >lumbal

Tabel 2.3 Insiden Tumor Primer Medulla Spinalis Berdasarkan Lokasi4

Lokasi Insiden

Thorakal 50%-55%
Lumbal 25%-30%
Servikal + Foramen magnum 15%-25%

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,

astrositoma dan hemangioblastoma. Ependymoma merupakan tumor intramedular

yang paling sering pada orang dewasa. Tumor ini lebih sering didapatkan pada

orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan lebih jarang terjadi pada

usia anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per

tiga dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.4

Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat

tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi

yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor

spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari

tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada

remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal

4
dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal,

lumbosakral atau pada conus medialis.1,3

Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan

prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula spinalis. Rata-

rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau

syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor

yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1.5

Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan

meningioma. Berdasarkan table 3, schwanoma merupakan jenis yang tersering

(53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia

40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal.6

Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-

ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor

spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25%

pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum.7

Jumlah penderita tumor medula spinalis di Indonesia belum diketahui secara

pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari

total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan

insidensi sekitar 0,5- 2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita

pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun.

Penyebaran 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan

20% terletak di segmen lumbosakral.2,3

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,

astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada

5
orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia

anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga

dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.6

Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat

tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi

yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor

spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari

tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada

remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal

dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal,

lumbosakral atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor

vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua

tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun

pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada

dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan

perempuan 1,8 : 1.4,5

Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan

meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan

insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan

tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada

kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira

25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada

segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada

foramen magnum.4,5

6
C. Klasifikasi

Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi

menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak

maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan

metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,

payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer

yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma,

sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.1

Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu

sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. 8

Gambar 2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan

(C) Tumor Ekstradural8

Berdasarkan asal dan sifat sel tumor, tumor medula spinalis dibedakan

menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dibagi menjadi tumor

bersifat jinak dan tumor bersifat ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat

ganas karena merupakan metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti

pada kanker paruparu, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau

7
limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas adalah astrositoma, neuroblastoma

dan kordoma, sedangkan yang bersifat jinak adalah neurinoma dan glioma.9

Tabel 2.4 Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya10

Ekstra dural Intradural ekstramedular Intradural intramedular

Chondroblastoma Ependymoma, tipe Astrocytoma


Chondroma myxopapillary Ependymoma
Hemangioma Epidermoid Ganglioglioma
Lipoma Lipoma Hemangioblastoma
Lymphoma Meningioma Hemangioma
Meningioma Neurofibroma Lipoma
Metastasis Paraganglioma Medulloblastoma
Neuroblastoma Schwanoma Neuroblastoma
Neurofibroma Neurofibroma
Osteoblastoma Oligodendroglioma
Osteochondroma Teratoma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral
hemangioma

D. Etiologi dan Patogenesis

Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui

secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam

tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang

bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-

sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang

kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula

spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.7

8
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi

kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat

genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada

anggota keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma

dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan

neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan

pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien

dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas

dari kromosom 3.6

E. Manifestasi Klinis

Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam

tiga tahapan, yaitu3:

 Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama

 Sindroma Brown Sequard

 Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral

Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler,

nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler

merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis

dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat

nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24%

nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas11. Nyeri radikuler dicurigai

disebabkan oleh tumor medula spinalis bila12:

 Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus

piramidalis

9
 Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP

seperti C5-7, L3-4, L5, dan S1

Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah

tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang

menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya

biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks.3

Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga

diawali dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah,

papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor

neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor,

yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,

dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian

hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.5

Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor

di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh

yang selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada

tumor di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri

yang menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat

batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical

dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan

tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri

punggung atau nyeri pada tungkai.7 Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul

adalah seperti yang terihat dalam tabel 2.5 di bawah ini.

10
Tabel 2.5 Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis13,14

Lokasi Tanda dan Gejala


Foramen Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat
Magnum sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah
nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia dalam
dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas yang
meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang, atau
bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan
sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang melaporkan
kesulitan menulis atau memasang kancing. Perluasan tumor
menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya sensasi secara
bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia,
nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu
timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya
berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.
Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular
yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang tangan.
Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4)
diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui
arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan atrofi
gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6,
C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas
(biseps, brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang
tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari
tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan
hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.
Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada
ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien
dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan
abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat gangguan
intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian bawah, refleks
perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol apabila
penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan suatu

11
tahanan) dapat menghilang.
Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen
lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari
tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula spinalis
lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut, namun
menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan
kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi
kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski
bilateral. Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi yang
melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas
menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki,
serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah
perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung
kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian
bawah.
Kauda Ekuina Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda
khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang
kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai
dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

1. Tumor Ekstradural

Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi

pada medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat

merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari,

minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks,

yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin

menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat

gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini

12
dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae,

nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.15,16

a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural5

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis

keganasan terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon,

tiroid, melanoma, limfoma, atau sarkoma.

 Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi

metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks,

sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah

lumbosakral.

 Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level

torakal, karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1

cm).

 Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang

tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada

penekanan atau palpasi.

2. Tumor Intradural-Ekstramedular3

Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik

progresif. Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak

adalah neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita.

a. Neurinoma (Schwannoma)

Memiliki karakteristik sebagai berikut:

 Berasal dari radiks dorsalis

13
 Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular

 2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada

satu sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan

gejala lanjut terdapat tanda traktus piramidalis

 39% lokasinya disegmen thorakal

b. Meningioma3,6

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 ± 80% terletak di regio thorakalis dan ± 60% pada wanita usia

pertengahan

 Pertumbuhan lambat

 Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan

gejala traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler

biasanya bilateral dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek

3. Tumor Intradural-Intramedular3,6

Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa

terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan

seperti electric shock like pain (Lhermitte sign).

a. Ependimoma

Memiliki karakteristik sebagai berikut:

 Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun

 Wanita lebih dominan

 Nyeri terlokalisir di tulang belakang

 Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun

 Nyeri disestetik (nyeri terbakar)

14
 Menunjukkan gejala kronis

 Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan

b. Astrositoma

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Prevalensi pria sama dengan wanita

 Nyeri terlokalisir pada tulang belakang

 Nyeri bertambah saat malam hari

 Parestesia (sensasi abnormal)

c. Hemangioblastoma

Memiliki karakter sebagai berikut:

 Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun

 Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak

pada 1/3 dari jumlah pasien keseluruhan.

 Penurunan sensasi kolumna posterior

 Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

Perjalanan klinis tumor berdasarkan letak tumor dalam kanalis spinalis:

1. Lesi Ekstradural

Perjalanan klinis yang lazim dari tumor ektradural adalah kompresi cepat

akibat invasi tumor pada medula spinalis, kolaps kolumna vertebralis, atau

perdarahan dari dalam metastasis. Begitu timbul gejala kompresi medula spinlis,

maka dengan cepat fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali. Kelemahan

spastik dan hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi

merupakan tanda awal kompresi medula spinalis.17,18

15
2. Lesi Intradural

a) Intradural Ekstramedular

Lesi medula spinalis ekstramedular menyebabkan kompresi medula spinalis

dan radiks saraf pada segmen yang terkena. Sindrom Brown-Sequard mungkin

disebabkan oleh kompresi lateral medula spinalis.Sindrom akibat kerusakan

separuh medula spenalis ini ditandai dengan tanda-tanda disfungsi traktus

kortikospinalis dan kolumna posterior ipsilateral di bawah tingkat lesi. Pasien

mengeluh nyeri, mula-mula di punggung dan kemudian di sepanjang radiks

spinal. Seperti pada tumor ekstradural, nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan,

batuk, bersin atau mengedan, dan paling berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang

menghebat pada malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf yang sakit,

yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan

dari gravitasi. Defisit sensorik mula-mula tidak jelas dan terjadi di bawah tingkat

lesi (karena tumpah tindih dermaton). Defisit ini berangsur-angsur naik hingga di

bawah tingkat segmen medula spinalis. Tumor pada sisi posterior dapat

bermanifestasi sebagai parestesia dan selanjutnya defisit sensorik proprioseptif,

yang menambahkan ataksia pada kelemahan. Tumor yang terletak anterior dapat

menyebabkan defisit sensorik ringan tetapi dapat menyebabkan gangguan motorik

yang hebat.19-20

b) Intradural Intramedular

Tumor-tumor intramedular tumbuh ke bagian tengah dari medula spinalis

dan merusak serabut-serabut yang menyilang serta neuron-neuron substansia

grisea. Kerusakan serabut-serabut yang menyilang ini mengakibatkan hilangnya

16
sensasi nyeri dan suhu bilateral yang meluas ke seluruh segmen yang terkena,

yang pada gilirannya akan menyebabkan kerusakan pada kulit perifer. Sensasi

raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh kecuali lesinya besar. Defisit sensasi

nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas sensasi yang lain dikenal sebagai defisit

sensorik yang terdisosiasi. Perubahan fungsi refleks renggangan otot terjadi

kerusakan pada sel-sel kornu anterior. Kelemahan yang disertai atrofi dan

fasikulasi disebabkan oleh keterlibatan neuron-neuron motorik bagian bawah.

Gejala dan tanda lainnya adalah nyeri tumpul sesuai dengan tinggi lesi, impotensi

pada pria dan gangguan sfingter.21-22

F. Diagnosis7

Diagnosis tumor medula spinalis diambil berdasarkan hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisis serta penunjang. Tumor ekstradural mempunyai perjalanan

klinis berupa fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali disertai Kelemahan

spastik dan hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi yang

berlangsung cepat. Pada pemeriksaan radiogram tulang belakang, sebagian besar

penderita tumor akan memperlihatkan gejala osteoporosis atau kerusakan nyata

pada pedikulus dan korpus vertebra. Myelogram dapat memastikan letak tumor.23

Pada tumor ekstramedular, gejala yang mendominasi adalah kompresi

serabut saraf spinalis, sehingga yang paling awal tampak adalah nyeri, mula-mula

di punggung dan kemudian di sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor

ekstradural, nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan, batuk, bersin atau

mengedan, dan paling berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang menghebat pada

malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf yang sakit, yaitu sewaktu

tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.

17
Defisit sensorik berangsur-angsur naik hingga di bawah tingkat segmen medulla

spinalis. Pada tomor ekstramedular, kadar proteid CSS hampir selalu meningkat.

Radiografi spinal dapat memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan

pedikulus yang berdekatan. Seperti pada tumor ekstradural, myelogram, CT scan,

dan MRI sangat penting untuk menentukan letak yang tepat.24

Pada tumor intramedular, kerusakan serabut-serabut yang menyilang pada

substansia grisea mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang

meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan menyebabkan

kerusakan pada kulit perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh

kecuali lesinya besar. Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas

senssi yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi. Radiogram

akan memperlihatkan pelebaran kanalis vertebralis dan erosi pedikulus. Pada

myelogram, CT scan, dan MRI, tampak pembesaran medulla spinalis.25

Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula

spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di

bawah ini. 15

a. Laboratorium

Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan

xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam

mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor

medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah

menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang

komplit.16

18
b. CSF

Pada pasien dengan tumor spinal, pemeriksaan CSS dapat

bermanfaat untuk differensial diagnosis ataupun untuk memonitor respon

terapi. Apabila terjadi obstruksi dari aliran CSS sebagai akibat dari

ekspansi tumor, pasien dapat menderita hidrosefalus. Punksi lumbal harus

dipertimbangkan secara hati- hati pada pasien tumor medula spinalis

dengan sakit kepala (terjadi peninggian tekasan intrakranial).17

Pemeriksaan CSS meliputi pemeriksaan sel-sel malignan (sitologi),

protein dan glukosa.Konsentrasi protein yang tinggi serta kadar glukosa

dan sitologi yang normal didapatkan pada tumor-tumor medula spinalis,

walaupun apabila telah menyebar ke selaput otak, kadar glukosa

didapatkan rendah dan sitologi yang menunjukkan malignansi. Adanya

xanthocromic CSS dengan tidak terdapatnya eritrosit merupakan

karakteristik dari tumor medula spinalis yang menyumbat ruang

subarachnoid dan menyebabkan CSS yang statis pada daerah kaudal

tekal.17

c. Foto Polos Vertebrae

Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal.

Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung

hantu” pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur

kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan

osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya

Ca payudara.22

19
Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologis untuk mediagnosis

semua tipe tumor medula spinalis adalah MRI. Alat ini dapat

menunjukkan gambaran ruang dan kontras pada struktur medula spinalis

dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan yang lain.3,7

Tumor pada pembungkus saraf dapat menyebabkan pembesaran

foramen intervertebralis. Lesi intra medular yang memanjang dapat

menyebabkan erosi atau tampak berlekuk-lekuk (scalloping) pada bagian

posterior korpus vertebra serta pelebaran jarak interpendikular.6

Mielografi selalu digabungkan dengan pemeriksaan CT tumor

intradural-ekstramedular memberikan gambaran filling defect yang

berbentuk bulat pada pemeriksaan myelogram. Lesi intramedular

menyebabkan pelebaran fokal pada bayangan medula spinalis.7

d. CT-scan

CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor,

bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor.

Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema,

perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat

membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas

tumor. 11

e. MRI

Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan

yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan

gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas

dibandingkan dengan CT-scan.11

20
Gambar 2.2 Gambaran MRI tumor medula spinalis (intradural intramedular)11

Gambar 2.3 Gambaran MRI tumor intradural ekstramedular11

Tabel 2.6 Gambaran MRI pada Tumor Medula Spinalis13,14

Jenis Tumor Gambaran MRI

Hemangioma

21
Osteoid Osteoma

Osteochondroma

Eosinophilic
Granuloma

22
Lipomatosis

Synovial Cyst

Arachnoid Cyst

23
Chordoma

Lymphoma

24
Osteosarcoma

Chondrosarcoma

Multiple Myeloma

25
Neurofibroma

Schwannoma

Meningioma

Epidermoid

26
Dermoid

Syringohydromyelia
(Syrinx)

Multiple Sclerosis

Transverse Myelitis

27
Ependymoma

Astrocytoma

Hemangioblastoma

F. Diagnosis Banding6

 Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)

 Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders

 Mechanical Back Pain

 Brown-Sequard Syndrome

 Infeksi Medula Spinalis

 Cauda Equina Syndrome

28
Tumor medula spinalis harus dibedakan dari kelainan-kelainan lainnya pada

medula spinalis. Beberapa diferensial diagnosis meliputi: transverse myelitis,

multiple sklerosis, syringomielia, syphilis,amyotropik lateral sklerosis (ALS),

anomali pada vertebra servikal dan dasar tengkorak, spondilosis, adhesive

arachnoiditis, radiculitis cauda ekuina, arthritis hipertopik, rupture diskus

intervertebralis, dan anomaly vascular.6

Multiple sklerosis dapat dibedakan dari tumor medula spinalis dari

sifatnya yang mempunyai masa remisi dan relaps. Gejala klinis yang disebabkan

oleh lesi yang multiple serta adanya oligoklonal CSS merujuk pada multiple

sklerosis. Transverse myelitis akut dapat menyebabkan pembesaran korda spinalis

yang mungkin hampir sama dengan tumor intramedular.6

Diferensial diagnosis antara syringomielia dan tumor intramedular sangat

rumit, karena kista intramedular pada umumnya berhubungan dengan tumor

tersebut. Kombinasi antara atrofi otot-otot lengan dan kelemahan spastic pada

kaki pada ALS mungkin dapat membingungkan kita dengan tumor servikal.

Tumor dapat disingkirkan apabila didapatkan fungsi sensorik yang normal,

adanya fasikulasi, dan atrofi pada otot-otot kaki. Spondilosis servikal, dengan atau

tanpa rupture diskus intervertebralis dapat menyebabkan gejala iritasi serabut

saraf dan kompresi medulla spinalis. Osteoarthritis dapat didiagnosis melalui

pemeriksaan radiologi.7

Anomali pada daerah servikal atau pada dasar tengkorak, seperti platybasia

atau klippel-feil syndrome dapat didiagnosis melalui pemeriksaan radiologi.

Kadang kadang arakhnoiditis dapat memasuki sirkulasi dalam medulla spinalis

29
yang dapat menunjukkan gejala seperti lesi langsung pada medulla spinalis. Pada

arakhnoiditis, terdapat peningkatan protein CSS yang sangat berarti.8

Tumor jinak pada medulla spinalis mempunyai ciri khas berupa

pertumbuhan yang lambat namun progresif selama bertahun-tahun. Apabila

sebuah neurofibroma tumbuh pada radiks dorsalis, akan terasa nyeri yang

menjalar selama bertahun-tahun sebelum tumor ini menunjukkan gejala-gejala

lainnya yang dikenali dan didiagnosis sebagai tumor. Sebaliknya, onset yang tiba-

tiba dengan defisit neurologis yang berat, dengan atau tanpa nyeri, hampir selalu

mengindikasikan suatu tumor ekstradural malignan, seperti karsinoma metastasis

atau limfoma.8

G. Penatalaksanaan10

Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah:

1. Pembedahan

Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun

ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis

secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi

secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post

operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif

secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi

dengan terapi radiasi post operasi.1

Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor medulla

spinalis. Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal post operasi, dapat

mencapai 90% pada ependymoma, 40% pada astrositoma dan 100% pada

30
hemangioblastoma. Pembedahan juga merupakan penatalaksanaan terpilih untuk

tumor ekstramedular. Pembedahan, dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya,

aman dan merupakan pilihan yang efektif. Pada pengamatan kurang lebih 8,5

bulan, mayoritas pasien terbebas secara keseluruhan dari gejala dan dapat

beraktifitas kembali.7

Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan

teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada

pembedahan tumor medula spinalis.

Indikasi pembedahan:

 Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi

bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat

terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan

sebagai metastase.

 Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).

 Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam,

kecuali signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya

terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal

atau melanoma.

 Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.

2. Terapi radiasi

Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak

dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy. Tujuan dari

terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla spinalis adalah untuk

memperbaiki kontrol lokal, serta dapat menyelamatkan dan memperbaiki fungsi

31
neurologik. Tarapi radiasi juga digunakan pada reseksi tumor yang inkomplit

yang dilakukan pada daerah yang terkena.7

3. Kemoterapi

Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya mempunyai

sedikit manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis tinggi dapat meningkatkan

fungsi neurologis untuk sementara tetapi pengobatan ini tidak dilakukan untuk

jangka waktu yang lama. Walaupun steroid dapat menurunkan edema vasogenik,

obat-obatan ini tidak dapat menanggulangi gejala akibat kondisi tersebut.

Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama dapat menyababkan ulkus gaster,

hiperglikemia dan penekanan system imun dengan resiko sindrom

cushing dikemudian hari. Regimen kemoterapi hanya meunjukkan angka

keberhasilan yang kecil pada terapi tumor medulla spinalis. Hal ini mungkin

disebabkan oleh adanya sawar darah otak yang membatasi masuknya agen

kemotaksis pada CSS.1 Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis

adalah1:

b. Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus,

mungkin juga menghasilkan perbaikan neurologis).

b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik

 Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya

dengan sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi

bertulang; analgesik untuk nyeri.

 Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-

4000 cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas

32
dan di bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi

dengan komplikasi yang lebih sedikit.

c. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan

derajat blok dan kecepatan deteriorasi

 Bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat:

penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi,

teruskan deksamethason keesokan harinya dengan 24 mg IV

setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama

radiasi, selama 2 minggu.

 Bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan

deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama

perawatan sesuai toleransi.

H. Komplikasi6,8

Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:

 Paraplegia

 Quadriplegia

 Infeksi saluran kemih

 Kerusakan jaringan lunak

 Komplikasi pernapasan

Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah6:

 Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi

pada anak-anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang

belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis.

33
 Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat

terjadi obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan

hidrosefalus.

I. Prognosis

Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai

prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan

pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya

pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah

pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin

buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).8

34
BAB 3

KESIMPULAN

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi

pada daerah cervical pertama hingga sacral. Gejala umum akibat adanya

kompresi dari tumor medulla spinalis, antara lain2:

• Nyeri

• Perubahan sensori

• Problem Motorik

Cairan spinal, Computed Tomographic (CT) myelography, dan MRI

spinalis merupakan tes yang paling sering digunakan dalam mengevaluasi pasien

dengan lesi pada medula spinalis.2 Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor

baik intramedular maupun ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya

adalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi

neurologis secara maksimal.1

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim, AA. Permasalahan serta penanggulangan tumor otak dan sumsum


tulang belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2006.

2. Mumenthaler, M and Mattle, H. Fundamental of neurology. New York:


Thieme; 2006.

3. Harrop, DS and Sharan, AD. Spinal cord tumors - management of


intradural intramedullary neoplasms. 2009.

4. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Brain and spinal


cord tumors - hope through research. 2005.

5. Satyanegara. Ilmu bedah saraf edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama; 2010.

6. Chamberlain MC and Tredway TL. Adult primary intradural spinal cord


tumors: a review. Curr Neurol Neurosci Rep. 2011; 11(2):320-8.

7. Raj VS, Lofton LT. Invited review: rehabilitation and treatment of spinal
cord tumors. The Journal of Spinal Cord Medicine. 2013; 36(1):1-8.

8. American Cancer Society. Cancer facts & figures 2013. American Cancer
Society; 2013.

9. American Cancer Society. Brain and spinal cord tumors in adults.


American Cancer Society; 2014.

10. Lee CS and Jung CH. Metastatic spinal tumor. Asian Spine Journal. 2012;
6(1):71-8.

11. Nittby HR and Bendix T. A review: on the variations of cervical


dermatomes. International Journal of Anatomy and research. 2014;
2(3):462-9.

12. Downs MB and Laporte C. Conflicting dermatome maps: educatioal and


clinical implications. Journal of orthopaedic & sports physical therapy.
2011; 41(6):427-35.

13. Singh V, Machikanti L, Onyewu O, Benyamin RM, Datta S, Geffert S, et


al. Systematic review: an update of the appraisal of the accuracy of
thoracic discography as a diagnostic test for chronic spinal pain. Pain
Physician Journal. 2012; 15(1):757-76.

36
14. Kaloostian PE, Zadnik PL, Etame AB, Vrionis FD, Gokaslan ZL, Sciubba
DM. Surgical management of primary and metastatic spinal tumors.
Cancer Control. 2014; 21(2):133-139.

15. Serban D, Calina NA, Exergian F, Podea M, Zamfir C, Morosanu E, et al.


The upper cervical spine tumor pathology C1-C2- therapeutic attitude.
Romanian Nurosurgery Journal. 2012; 19(4):251-63.

16. Yin H, Zhang D, Wu Z, Zhou W, Xiao J. Surgery and outcomes of six


patients with intradural epidermoid cysts in the lumbar spine. World
Journal of Surgical Oncology. 2014; 12(50):1-7.

17. Malhotra NR, Bhowmick D, Hardesty D, Whitfield P. Intramedullary


spinal cord tumours: diagnosis, treatment, and outcomes. Advances in
Clinical Neuroscience and Rehabilitation. 2010; 10(4):21-6.

18. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia.


Jakarta Pusat: Konsil Kedokteran Indonesia; 2012.

19. Kaloostian PE, Yurter A, Etame AB, Vrionis FD, Sciubba DM, Gokaslan
ZL. Palliative strategies for the management of primary and metastatic
spinal tumors. Cancer Control. 2014; 21(2):140-3.

20. Shinde S, Gordon P, Sharma P, Gross J, avis MP. Original article: use of
nonopioid analgesicd as adjuvants to opioid analgesia for cancer pain
management in an inpatient palliative unit: does this improve pain control
and reduce opioid requierments. Suport Care Cancer. 2014; 1:1-9.

21. Leppert W and Buss T. The role of corticosteroids in the treatment of pain
in cancer patients. Curr Pain Headache Rep. 2012; 16(1):307-13.

22. Kim JM, Losina E, Bono CM, Schoenfeld AJ, Collins JE, Katz JN, et al.
Clinical outcome of metastatic spinal cord compression treated with
surgical excision with radiation versus radiation therapy alone: a
systematic review of literature. Spine. 2012; 37(1):1-12.

23. Parsa AT, Chi JH, Acosta FL, Ames CP, McCormick PC. Intramedullary
spinal cord tumors: molecular insights and surgical innovation. CNS.
2010; (10):1-12.

24. Tokuhashi Y, uei H, Oshima M, Ajiro Y. Scoring system for prediction of


metastatic spine tumor prognosis. World J Orthop. 2014; 5(3):262-71.

25. Putz C, van Middendorp JJ, Pouw MH, Moradi B, Rupp R, Weidner N, et
al. Malignant cord compression: a critical appraisal of prognostic factors
predicting functional outcome after surgical treatment. J Craniovertebr
Junction Spine. 2010; 1(2):67-73.

37

Anda mungkin juga menyukai