Anda di halaman 1dari 9

1

BAB. I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Iklim di dunia berdasarkan waktu dan ruang selalu berubah,

perubahan iklim berdasarkan waktu berubah dalam bentuk siklus harian,

musiman, tahunan maupun puluhan tahun, sementara perubahan iklim

berdasarkan ruang (wilayah) adalah perubahan local dan global, sehingga

perubahan iklim adalah perubahan unsure-unsur iklim yang mempunyai

kecendrungan naik atau turun secara nyata.

Perubahan iklim tidak lain adalah berubahnya kondisi fisik atmosfir

bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang berdampak besar

terhadap berbagai sector kehidupan manusia, LAPAN (2002) mendefenisikan

perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca

pada suatu daerah tertentu dan perubahan iklim skala global adalah perubahan

iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan pada variasi rata-rata

kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitas yang nyata secara statistic

untuk jangka waktu yang panjang (decade atau lebih), juga diperjelas bahwa

perubahan iklim mungkin karena proses alam internal dan kekuatan eksternal,

atau ulah manusia yang terus menerus mengubah komposisi atmosfir dan tata

guna lahan (Murdiyarso, 2003)

Dampak perubahan iklim di kawasan Asia Tenggara, termasuk

Indonesia, diperkirakan akan meningkatkan ancaman terhadap ketahanan

pangan kesehatan manusia, ketersediaan air, keragaman hayati dan kenaikan

muka air laut (IPCC, 2013)

Menurut IPCC, kenaikan temperatur global semenjak tahun

1901 mencapai 0,890C. Di kawasan Asia Tenggara, tercatat kenaikan


2

temperatur pada kisaran 0,4 – 10C. Diperkirakan kenaikan temperatur

di wilayah Asia Tenggara untuk jangka menengah di tahun-tahun

mendatang (2046-2065) akan terjadi pada rentang 1,5 - 20C. Pada masa-

masa ini, kenaikan temperatur yang paling tinggi akan terkonsentrasi di

daerah-daerah bagian Barat Laut yaitu di negara-negara seperti Thailand,

Myanmar, Laos, Kamboja, dan Vietnam. Untuk jangka panjang (2081-2100),

kenaikan temperatur akan berada di rentang 2 - 40C yang akan menyebar

ke seluruh daratan secara merata. Suhu tertinggi di siang hari akan

mencapai 3 - 40C lebih tinggi dari temperatur rata-rata saat ini yang

menyebar secara merata di seluruh daratan di kawasan Asia Tenggara.

Curah hujan diperkirakan akan meningkat di negara-negara seperti

Indonesia dan Papua Nugini. Sedangkan di negara-negara seperti

Thailand, Laos, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam, curah hujan

diperkirakan akan menurun sebesar 10%-20% di bulan Maret-Mei.

Secara keseluruhan, curah hujan tahunan diperkirakan akan meningkat,

kecuali di bagian Barat Daya Indonesia. Kelembaban tanah akan meningkat

hingga 1 mm di bagian Barat Daya dari kawasan ini (Papua Nugini) dan

penurunan sekitar 0,6 mm di bagian barat region ini, yaitu di negara-negara

Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, sebagian Indonesia,dan

sebagian Myamar.

Perubahan iklim disebabkan oleh pemanasan global yang utamanya

terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer.

Salah satu faktor utama pemanasan global di Indonesia adalah perubahan tata

guna lahan yang menghilangkan daya serap GRK. Konsentrasi GRK,

peningkatan suhu muka bumi dan peningkatan paras muka laut adalah
3

parameter utama pemanasan global yang merupakan sebab akibat langsung

dari proses tersebut. Indikasi telah terjadinya pemanasan global di Indonesia

terlihat dari hasil pengamatan parameter tersebut. (Aldrian. et.al 2011).

Perubahan iklim akan mengakibatkan variasi dalam sirkulasi

samudera dan atmosfer yang pada gilirannya mempengaruhi suhu dan curah

hujan dan akhirnya, respon hidrologis DAS (Luc Roy et al., 2001), meningkatnya

suhu udara akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca merubah iklim

global melalui perubahan sirkulasi umum dari atmosfir dan akhirnya merubah

siklus air (hidrologi) di bumi. Perubahan siklus hidrologi termasuk hujan sangat

berpengaruh pada kehidupan manusia terutama pada daerah-daerah atau

kegiatan yang sangat bergantung pada air (Stephen,et al., 2001).

Pemanasan iklim memiliki potensi untuk mempercepat siklus hidrologi

pada skala global dan benua (Alan et al, 2003;. Zhang et al, 2013a.). variasi

yang diamati pada cuaca dan iklim ekstrim acara sejak tahun 1950-an

menyarankan peningkatan risiko banjir dan kekeringan karena curah hujan yang

lebih ekstrim, memperpanjang rentang kering, arus puncak yang lebih tinggi,

dan peningkatan intensitas siklon tropis paling ekstrim (Mirza, 2002; Zhang et al,

2013b. ; IPCC, 2013; Bank Dunia, 2013), perubahan suhu diharapkan untuk

mengubah proses hidrologi utama dalam siklus air. Pada skala waktu beberapa

tahun untuk beberapa dekade ke depan, perubahan regional di masa depan

pola cuaca dan iklim, serta dampak yang sesuai, juga akan sangat dipengaruhi

oleh variasi iklim alami (Apurv, T. et al.,2015), trend pemanasan sudah mulai

muncul dari Asia Selatan, khususnya di India (Kumar et al., 2010). pemanasan

ini dapat meningkatkan jumlah dan tingkat keparahan kejadian banjir di India

dalam waktu dekat (Eriksson et al, 2009;. Kementerian Lingkungan Hidup dan
4

Hutan, India 2012)

Iklim ekstrem adalah salah satu driver penting dari bahaya

meteorologi dan hidrologi, seperti banjir dan kekeringan (Li et al., 2015). Oleh

karena itu, perubahan iklim yang ekstrem, terutama ekstrem curah hujan, dapat

mengubah terjadinya, durasi, dan intensitas banjir dan kekeringan (mis Mirza,

2002; Zhang et al, 2012.), model iklim menunjukkan bahwa curah hujan yang

ekstrim akan menjadi lebih umum (Allan dan Soden, 2008). Dalam beberapa

tahun terakhir meningkat kerugian akibat bencana alam bencana telah

membangkitkan kesadaran masyarakat kejadian ekstrem (mis Beniston dan

Stephenson, 2004; Zolina et al, 2004.).

Meningkatnya suhu permukaan laut, terutama, memiliki efek besar

pada meningkatnya curah hujan (Trenberth, 2011), pemanasan global telah

direformasi curah hujan yang mengakibatkan sering terjadi peristiwa cuaca

ekstrim dan risiko (Briffa et al, 2009;.. Vasiliades et al, 2009;. Zhang et al, 2009),

IPCC (Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim) laporan (McCarthy,

2001), curah hujan global mengalami peningkatan.

Di daerah perkotaan probabilitas kejadian banjir yg berhubung dgn

hujan sangat tinggi dan kerusakan yang signifikan - baik dari segi ekonomi dan

sosial - (. Houston et al, 2011) karena kehadiran banyak kegiatan perumahan

dan produktif. Bahkan, urbanisasi mengurangi nfiltration tanah dan memfasilitasi

pembentukan iklim mikro yang berdampak tarif curah hujan ekstrim (Shepherd

et al, 2002;. Mote et al, 2007.). Selain itu, selain pengaruh perubahan iklim,

faktor-faktor sosial dan ekonomi lainnya, seperti perubahan pertumbuhan

populasi dan penggunaan lahan, dapat memperburuk konsekuensi yang

merugikan terkait dengan curah hujan yang ekstrim di masa depan (Barredo,
5

2009; Mitchell, 2003). Meskipun selama bertahun-tahun terakhir minat risiko

banjir perkotaan telah tumbuh dengan mantap sebagai respon terhadap

kejadian banjir yg berhubung dgn hujan terjadi sekitar Eropa Utara dan Tengah

(misalnya Inggris, Irlandia, Italia, Perancis, Jerman) (Houston et al, 2011;..

Abhas et al, 2012), dampak perubahan iklim mungkin untuk memiliki pada

tingkat dan pola banjir yg berhubung dgn hujan di skala lokal masih belum

diketahui dan sulit untuk membedakan dari dampak yang disebabkan oleh

penyebab lain (misalnya urbanisasi) (IPCC, 2014).

Meskipun iklim bumi selalu dalam evolusi konstan, perubahan yang

sebenarnya menyaksikan berbeda di kedua besarnya dan skala waktu. Pada

skala planet, perubahan iklim akan mengakibatkan variasi dalam sirkulasi

samudera dan atmosfer yang pada gilirannya mempengaruhi suhu dan curah

hujan (Hofmann et al., 1998), dan akhirnya, respon hidrologis DAS.

Proses hidrologi dari bukit-lereng biasanya ditentukan oleh vegetasi, topografi

dan karakteristik tanah (Breedlow et al, 1998;. Pellant et al., 2005). Proses ini

juga tergantung pada kemiringan (gradient) dan infiltrasi,(Fox et al., 1997),

Vegetasi, topografi dan tanah sifat yang terkait erat dengan infiltrasi, limpasan

dan erosi (Wilcox, et al, 1988;. Truman, et al, 2001;. Wilcox, et al, 2006 &

Eshghizadeh,et.al 2016), dampak pemahaman tentang Penggunaan lahan /

tutupan lahan (LU / LC) yang mempengaruhi siklus hidrologi diperlukan untuk

pengelolaan yang optimal dari sumber daya alam. Dampak global perubahan LU

/ LC pada siklus hidrologi mungkin melampaui bahwa perubahan iklim baru-baru

ini (Bridget. R, 2005; Vorosmarty et al., 2004). Dampak LU / perubahan LC pada

komponen atmosfer dari siklus hidrologi (regional dan iklim global) semakin

diakui (Bonan, 1997; Pielke et al., 1998; Pitman et al., 2004).


6

Karakteristik tanah, topografi dan tutupan lahan merupakan faktor

yang paling penting untuk mengontrol proses limpasan curah hujan pada skala

kejadian banjir tunggal untuk wilayah sungai, (Miller et al., 2002). Penggunaan

lahan / perubahan tutupan lahan (LULC) mempengaruhi respon hidrologidan

dan menjadi topik yang menonjol dari penelitian dalam beberapa tahun terakhir

(Amini et al, 2011;.. Chen et al, 2009;. Fox et al, 2012), perubahan penggunaan

lahan menyebabkan perubahan sifat bio fisik suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)

akibat perubahan penggunaan lahan, Sucipto (2008) dalam penelitiannya di

kawasan DAS Kaligarang, hal yang sama juga disampaikan oleh Setyowati

(2010) melakukan penelitian pengaruh alih fungsi lahan di Daerah DAS Kreo

terhadap kondisi limpasan atau run off. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa

secara umum di DAS Kreo terjadi kecenderungan perubahan penggunaan lahan

berupa peningkatan kawasan permukiman dan perkebunan, yang

mengakibatkan peningkatan limpasan permukaan, sehingga dalam beberapa

tahun akan terjadi peningkatan debit maksimum aliran sungai. (Alif Noor

Anna,2014).

Penelitian dalam berbagai bidang sejauh ini dikonfirmasi kemampuan

dan ketepatan teknik penginderaan jarak jauh dalam menganalisis dan

memetakan pola penggunaan lahan, yang merupakan titik penjuru untuk semua

studi penggunaan lahan, akurasi dan efektifitas penginderaan jarak jauh untuk

mempelajari pengaruh pola penggunaan lahan / tutupan pada banjir dari

Madarsu Basin dari Gorgan sungai. (Ali Panahi, 2010), dan melalui penggunaan

teknik GIS dapat dinyatakan pada daerah perkotaan debit sungai meningkat

akibat proses di cekungan sungai Langat Malaysia (Noorazuan et.al 2000).

UK Met Office lebih lanjut mencatat kekeringan maupun banjir parah


7

sepanjang 1997 hingga 2009. Analisis data satelit TRMM (Tropical Rainfall

Measuring Mission) dalam ICCSR (Indonesian Climate Change Sectoral

Roadmap; Bappenas, 2010) untuk periode 2003-2008 memperlihatkan

peningkatan peluang kejadian curah hujan dengan intensitas ekstrem, terutama

di wilayah Indonesia bagian barat (Jawa, Sumatera, dan Kalimantan) serta

Papua. Salah satu fenomena yang mengonfirmasi terjadinya peningkatan

temperatur di Indonesia adalah melelehnya es di Puncak Jayawijaya, Papua.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa uraian permasalahn yang telah diidentifikasi

diatas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Seberapa besar pengaruh perubahan iklim terhadap besarnya limpasan

permukaan; ?

2. Bagaimana keterkaitan antara suhu, kelembaman udara, angin terhadap

hujan; ?

3. Seberapa besar pengaruh penutupan lahan terhadap besarnya limpasan

permukaan; ?

4. Bagaimana keterkaitan urbanisasi, pembangunan infrastruktur, bangunan

industry terhadap limpasan permukaan; ? dan

5. Berapa besar koefisien limpasan yang terjadi

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah, maka dilakukan suatu

kajian terhadap permasalahan dalam sutu penelitian adalah :

1. Menganalisis fakto-faktor cuaca seperti; suhu, kelembaban udara, angin

terhadap limpasan permukaan

2. Meneliti dan Menganalisis perubahan fungsi-fungsi lahan khususnya pada


8

daerah banjir atau daerah yang tergenang air akibat hujan.

3. Menentukan / menghitung besar koefisien limpasan yang terjadi akibat

pengaruh perubahan iklim dan penutupan lahan.

1.4. Batasan Masalah

Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia umumnya ditandai adanya

perubahan temperatur rerata harian, pola curah hujan, tinggi muka laut, dan

variabilitas iklim (misalnya El Niño dan La Niña, Indian Dipole, dan sebagainya).

Perubahan ini memberi dampak serius terhadap berbagai sektor di Indonesia,

misalnya kesehatan, pertanian, perekonomian, dan lain-lain.

Agar penelitian ini bisa berjalan secara efektif dan tidak

menyimpang dari tujuan penelitian dibatasi sebagai berikut :

a. Menghitung curah hujan berdasarkan perubahan iklim

b. Menganalisis perubahan penggunaan dan penutupan lahan

c. Mencari kedalaman limpasan permukaan akibat perubahan iklim dan

penggunaan lahan.

d. Mencari besar koefisien limpasan permukaan

1.6. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan analisis dan

gambaran mengenai pengaruh iklim dan penutupan lahan terhadap

pengembangan pembangunan infra struktur, sehingga kedepan pemerintah kota

dapat melakukan langkah-langkah strategis menangani permasalahan

genangan atau banjir yang terjadi.

1.7. Perbedaan dan Keaslian Penelitian

Penelitian yang sudah dilakukan khususnya untuk kota makassara adalah

menganalisis fenomena perubahan curah hujan dan perubahan suhu kota


9

Makassar yang dimaksudkan untuk mengetahui sebarapa besar curah hujan

yang terjadi, dari hasil tersebut diungkapkan bahwa selama 20 tahun (1993-

2012) curah hujan ekstrim kota Makassar banyak terjadi pada bulan Januari,

Februari, Maret dan Desember. Curah hujan ekstrim yang paling tinggi terjadi

pada tahun 2000 sebesar 376 mm/hari. Curah hujan tahunan paling tinggi terjadi

pada tahun 1999 sebesar 4722 mm dan curah hujan paling rendah terjadi pada

tahun 1997 sebesar 1991 mm. Suhu rata-rata bulanan kota Makassar paling

rendah terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret dan Desember sedankan

suhu tertinggi terjadi pada bulan Mei-Oktober (Intan P et.al 2015).

Rencana penelitian yang dilakukan adalah mengkaji lebih jauh hujan

terhadap limpasan permukaan yang dipengaruhi oleh karakteristik tanah,

topograpi dan penggunaan / penutupan lahan.

Keaslian penelitian ini adalah memadukan hasil tersebut dengan sistim

informasi geograpi (SIG), sehingga output dari penelitian dapat tergambarkan

dalam penyajia peta.

Anda mungkin juga menyukai