Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka
tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. ~ Ernest Newman
19 September 2011
a. Definisi / Pengertian
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk
merawat diri.
Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan
ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita.
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis
proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual,
penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun.
Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas.
b. Epidemiologi / Insiden kasus
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit
ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang
semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per
tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama
dibandingkan laki-laki.
c. Penyebab/Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament,
predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan
gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,
adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal
yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
d. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron
yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron
tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh
darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas
lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu
struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk
structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal
dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal
terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah
yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan
Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-
beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan
pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa
larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan
diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan
respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh
pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak
e. Pathway
6. Gejala Klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit.
· Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan kelenjar tiroid.
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama
tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan makanan.
3. Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan
suatu kata dengan kata yang tidak biasa.
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya.
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam
tangan pada kotak gula.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat
diterima.
8. Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat
problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
9. Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.(Yulfran, 2009)
7. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan :
· atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan
beratnya demensia.
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia.
Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala,
hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga
terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque)
merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
3) Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan
pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan
substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel
serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada
lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
4) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT
dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital,
hipokampus, serebelum dan batang otak
5) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks
frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran
histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
· Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang
terjadi.
· Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena :
1) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh
disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
c. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
CT Scan :
· Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan
pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
· Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
MRI :
· peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia
awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran
sisterna basalis dan fissura sylvii.
· MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
EEG
· Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik
· metabolisme O2
· glukosa didaerah serebral
· Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan
secara selektif. (Yulfran, 2009)
8. Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan
hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan simptomatik:
1) Inhibitor kolinesterase
· Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
· Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), & rivastigmin
· Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung
· ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
2) Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3) Nootropik
· Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang
bermakna.
4) Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal.
5) Haloperiodol
· Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
· Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzym ALC transferase.
· Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif (Yulfran, 2009)
9. Pencegahan
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu : usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi
dengan logam berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Dengan
mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :
· Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun mengkonsumsi alkohol.
· Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas.
Radikal bebas ini yang merusak sel-sel tubuh.
· Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang terdengar. Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca
dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan.
· Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test
neuropsikologik
· Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan motorik, dan persepsi
· Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non-spesifik seperti peningkatan aktivitas gelombang lambat
v Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari:
· Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
· Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot,
mioklonus atau gangguan berjalan
v Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas terdiri dari:
· Awitan mendadak
· Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit lapang pandang dan gangguan koordinasi
· Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
· Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada
penyebab lainnya
v Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dari kriteria klinik tersangka penyakit Alzheimer dan didapatkan gambaran histopatologi dari biopsy
atau otopsi :
· autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri,
· secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary
11. Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu :
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer.
12. Komplikasi
Ø Infeksi
Ø Malnutrisi
Ø Kematian
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas istirahat
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program
televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor predisposisi).
c. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan
objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa
membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka
lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
d. Eliminasi
e. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap
rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin
kurus (tahap lanjut).
f. Hiygene
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-
langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak
makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g. Neurosensori
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan
sebagainya).
i. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
v Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan
pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan
B1 (Breathing)
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
v Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
v Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
v Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan
penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
v Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
v Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan
ketajaman penglihatan
v Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
v Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
v Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional
v Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif
v Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode
pemeriksaan.
Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan
berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat
menyebabkan klien sering jatuh.
1. Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar
mandi/mengenali kebutuhan
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus atau kekuatan otot.
5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.
7. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
8. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
9. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
10. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
11. Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
12. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
3.RENCANA KEPERAWATAN
Kolaborasi
Kolaborasi
c. menstimulasi sirkulasi,
meningkatkan tonus otot dan
meningkatkan mobilisasi
sendi. Catatan:latihan yang
dipaksakan dapat menimbulkan
eksaserbasi gejala yang menyebabkan
regresi fisiologis dan emosi.
Kolaborasi
persendian juga dapat mengalami
a. Konfirmasikan dengan/rujuk kebagian terapi dislokasi sehingga otot mengalami
fisik/terapi okupasi flaksid secara total. Memaksimalkan
tenaga dan mencegah kelelahan yang
berlebihan.
Kolaborasi
Kolaborasi :
h. Meningkatkan perasaan,
dukungan selama penyesuaian
Kolaborasi
Kolaborasi
1. Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar
mandi/mengenali kebutuhan
- Klien menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun)
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus atau kekuatan otot.
- Klien mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas yang diinginkan
7. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
- Klien menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
- Klien Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negative
9. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
- teknik/metode klien komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi
10. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
11. Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
12. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
- Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:EGC
Lumbantobing, Prof.DR.dr.SM. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.
Poskan Komentar
Selamat datang..
Pastikan anda membaca tanpa melewatkan sedikitpun titik dan komanya..
Ulasan:
blog yang saya kelola ini berisi tentang konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan per penyakit yang merupakan kumpulan tugas2 saya dan
teman2 di PSIK Stikes Wira Medika PPNI Bali.
Terimakasih ^_^
Diakhir,, mohon tinggalkan komentar yaa..
Teman-teman
Hallo
Agung Ariesti
Arsip-arsip
▼ 2011 (22)
o ► November (4)
o ▼ September (15)
KONSEP KEPRIBADIAN
KEKURANGAN VITAMIN A
HOME CARE
o ► Juli (1)
o ► Juni (1)
o ► Januari (1)
► 2010 (31)
302,860
Cari Blog Ini
Cari
Copyright © 2011 Let's Learn Together Nurse ‖ Powered by Gunk Ariesti. Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.