Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan negara yang


dilewati oleh garis katulistiwa yang memiliki kekayaan alam sangat melimpah,
beragam kebudayaan, adat istiadat,suku, ras,bahasa dan lain-lain.
Indonesia merdeka pada tahun 1945 setelah melalui begitu banyak
halangan dan rintangan. Setelah merdeka, ada beberapa daerah yang ingin
memisahkan diri dari negara indonesia. Namun indonesia tidak begitu saja
melepaskan daerah-daerah itu dengan mudah untuk mendirikan negara baru.
Keutuhan bangsa dan negara indonesia harus tetap dijaga secara utuh. Dengan
adanya Pancasila, seluruh rakyat indonesia yang berasal dari beragam latar
belakang kebudayaan, adat istiadat, suku, ras, dan bahasa dapat dipersatukan.

Dalam makalah ini kami membahas tentang NKRI (Negara Kesatuan


Republik Indonesia) secara luas untuk menambah wawasan dalam proses
pembelajaran mata kuliah Pendidikan Pancasila. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita, walaupun masih terdapat banyak kekurangan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat NKRI?
2. Apa itu NKRI?
3. Bagaimana hakikat negara integralistik?
4. Pengertian NKRI dalam Pancasila?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui hakikat NKRI
2. Dapat mengetahui hakikat negara integralistik
3. Dapat mengetahui pengertian NKRI di dalam Pancasila

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT NEGARA
Pengertian negara. Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan
harkat dan martabatnya tidaklah mugkin untuk di penuhinyasendiri, oleh
karena itu manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang
lain dalam hidupnya. Dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu
persekutuan hidup yang disebut negara.
Oleh karena itu dalam hubungan ini pengertian negara sebagai
suatu persekutuan hidup bersama dari masyarakat, adalah memiliki
kekuasaan politik, mengatur hubungan-hubungan, kerja sama dalam
masyarakat untuk mencapai suatu tujuan terentu yang hidup dalam suatu
wilayah tertentu. Menurut Harold J. Laski, wewenang yang bersifat
memaksa yang secara sah lebih tinggi daripada individu atau kelompok-
kelompok yang ada dalam negara tersebut, untuk mencapai tujuan
bersama. Sementara Robert Maclver menambahkan bahwa negara adalah
asosiasi yang menyelengarakan ketertiban didalam suatu masyarakat,
dalam suatu wilayah berdasarkan suatu sistem hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah dan untuk maksud tersebut diberi
kekuasaan memaksa.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka unsur-unsur negara adalah:
wilayah, rakyat (penduduk), pemerintahan, dan kedaulatan. Wilayah,
setiap negara mempunyai tempat, ruang atau wilayah tertentudi muka
bumi serta memiliki perbatasan tertentu. Penduduk atau rakyat, setiap
negara memiliki rakyat atau penduduk yang mencakup seluruh wilayah
negara. pemerintah, yaitu setiap negara mempunyai suatu organisasi yang
berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan
yang mengikat bagi seluruh penduduk atau rakyat di dalam wilayah

2
negara. unsur negara berikutnya adalah kedaulatan, yaitu suatu kekuasaan
tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan
berbagai cara.

B. Negara Kesatuan Republik Indonesia

Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya di dunia


memiliki suatu cara khas yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah
dimilikinya sebelum membentuk suatu negara modern. Nilai-nilai tersebut
adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang
beraneka ragam sebagai suatu unsur. Bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai macam suku, kelompok, adat-istiadat, kebudayaan serta agama.
Selain itu agama Indonesia juga tersusun atas unsur-unsur wilayah negara
yang terdiri atas beribu-ribu pulau, sehingga dalam membentuk negara
Bangsa Indonesia menentukan untuk mempersatukan berbagai unsur yang
beraneka ragam tersebut dalam suatu negara.

Berdasarkan ciri khas proses dalam rangka membentuk suatu


negara, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara memiliki suatu
karakteristik, ciri khas tertentu yang karena ditentukan oleh
keanekaragaman, sifat dan karakternya, maka bangsa ini mendirikan suatu
negara berdasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu
Negara Kebangsaan serta Negara yang Bersifat Integralistik. Hal itu
sebagaimana dirumuskan dalam bukaan Undang-Undang Dasar 1945
alinea IV. Dasar nilai filosofis negara dalam hubungannya dengan bentuk
negara, sebagaimana terkandung dalam Pasal (1) Undang-Undang Dasar
1945 berbunyi: “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik”. Sebagai suatu kajian hermeneutis, pandangan tentang paham
berbentuk negara yang dikemukakan tatkala bangsa Indonesia mendirikan
negara, yaitu dalam Sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945. Sebagaimana
dijelaskan di atas Soepomo mengemukakan pandangannya dengan
membahas tiga teori bentuk negara besar di dunia, yaitu (1) aliran negara

3
yang menyatakan bahwa negara terdiri atas teori perseorangan
(individualisme), sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes, John
Locke, J.J. Rousscau, Herbert Spencer, dan Harold J. Laski (2) Aliran lain
adalah teori ‘golongan’ dari negara (class theory) sebagaimana diajarkan
oleh Marx, Engles, dan Lenin. (3) Aliran negara integralistik yang
diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, dan Hegel.
Pendapat Soepomo tersebut nampaknya senada dengan pandangan
Soekarno, M. Hatta dan Yamin, yang menekankan pentingnya integrasi
baik individu maupun masyarakat. Para pendiri Republik ini menyakini
dan menyadari bahwa filsafat individualisme-liberalisme tidak sesuai
dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Esensi negara kesatuan adalah terletak pada pandangan ontologis
tentang hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara. Hakikat negara
persatuan adalah masyarakat itu sendiri. Dalam hubungan ini negara tidak
memandang masyarakat sebagai suatu objek yang berada di luar negara,
melainkan sebagai sumber genetik dirinya, masyarakat sebagai suatu unsur
dalam negara yang tumbuh bersama dari berbagai golongan yang ada
dalam masyarakat untuk terselenggaranya kesatuan hidup dalam suatu
interaksi saling memberi dan menerima antar warganya. Negara kesatuan
bukan dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari negara bagian
(federasi), melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur negara
yang bersifat fundamental. Oleh karena itu sifat kodrat manusia individu-
makhluk sosial sebagai basis ontologi negara kesatuan itu adalah
merupakan kodrat yang diberikan oleh Tuhan YME. Negara mengatasi
semua golongan yang ada dalam masyarakat, negara tidak memihak pada
salah satu golongan, negara bekerja bagi kepentingan seluruh rakyat.
Masyarakat adalah produk dari interaksi antara segenap golongan yang
ada didalamnya. Dengan demikian negara adalah produk dari interaksi
antara golongan yang ada dalam masyarakat. Sebagai produk yang
demikian maka ‘logic in it self’ bahwa negara mengatasi setiap

4
golongan yang ada dalam setiap golongan yang ada dalam masyarakat
(Besar, 1995: 84).

1. Hakikat Bentuk Negara

Bangsa dan negara Indonesia adalah terdiri atas berbagai


macam usut yang membentuknya yaitu suku bangsa, kepulauan,
kebudayaan, golongan serta agama secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan. Oleh karena itu negara Indonesia adalah negara
yang berdasarkan Pancasila sebagi suatu negara kesatuan
sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Negara
Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat. Ditegaskan
kembali Pokok Pikiran Pertama “....bahwa negara Indonesia adalah
negara persatuan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia.” Hakikat negara kesatuan dalam
pengertian ini adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari
unsur-unsur yang membentuknya, yaitu rakyat yang terdiri atas
berbagai macam etnis, suku bangsa, golongan, kebudayaan, serta
agama.
Pengertian ‘Persatuan Indonesia’ lebih lanjut dijelaskan
secara resmi dalam Pembukaan UUD 1945 yang termuat
dalam berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 , bahwa bangsa
Indonesai mendirikan negara Indonesia dipergunakan aliran
‘Negara Persatuan’ yaitu negara yang mengatasi segala paham
golongan dan paham perorangan. Jadi ‘Negara Persatuan’ bukanlah
negara berdasarkan indivualisme, sebagaimana diterapkan di
negara liberal di mana negara hanya sebagai suatu iakatan individu
saja.
Bhinneka Tunggal Ika: sebagaimana diketahui bahwa
walaupun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku
bangsa yang memiliki karakter, kebudayaan serta adat-istiadat

5
yang beraneka ragam, namun keseluruhannya merupakan suatu
kesatuan dan persatuan negara dan bangsa Indonesia. Hakikat
makna Bhinneka Tunggal Ika yang memberikan sesuatu
pengertian bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri
atas bermacam-macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat,
kebudayaan serta karakter berbeda-beda, memiliki agama yang
berbeda-beda dan terdiri atas beribu-ribu kepulauan wilayah
nusantara Indonesia, namun keseluruhannya adalah merupakan
suatu persatuan, yaitu persatuan bangsa dan negara Indonesia.
Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia
sebagai makhluk Tuhan YME, namun perbedaan itu untuk
dipersatukan disintesiskan dalam suatu sintesis yang positif dalam
suatu negara kebersamaan, negara persatuan Indonesia
(Notonegoro, 1975: 106)

2. NKRI adalah Negara Kebangsaan

Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di


dunia adalah sebagai makhluk Tuhan YME yang memiliki sifat
kodrat sebagai makhluk individu yang memiliki kebebasan dan
juga sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang
lain. Sebagaimana dijelaskan di depan, menurut Yamin, bangsa
Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu bangsa dalam
panggung politik internasional yaitu suatu bangsa yang modern
yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan, berlangsung melalui
tiga fase, yaitu zaman kebangsaan Sriwijaya, negara kebangsaan
zaman Majapahit. Kedua zaman negara kebangsaan tersebut adalah
merupakan kebangsaan lama, dan kemudian pada gilirannya
masyarakat Indonesia membentuk suatu Nationals Staat, atau
suatu Etat Nationale, yaitu suatu negara kebangsaan Indonesia
Modern menurut susunan kekeluargaan berdasar atas Ketuhanan

6
Yang Maha Esa serta kemanusiaan (sekarang Negara Proklamasi
17 Agustus 1945).

a. Hakikat Bangsa
Manusia sebagai makhluk Tuhan YME pada
hakikatnya memiliki sifat kodrat sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Suatu bangsa bukanlah
suatu manifestasi kepentingan individu saja yang
diikat secara imperatif dengan suatu peraturan
perundangan-undangan sebagaimana dilakukan oleh
negara liberal. Demikian juga suatu bangsa
bukanlah suatu totalitas kelompok masyarakat yang
menenggelamkan hak-hak individu sebagaimana
terjadi pada bangsa sosialis komunistis.
b. Teori Kebangsaan
Dakam tumbuh berkembangnya suatu
bangsa atau juga disebut sebagai ‘Nation’, terdapat
berbagai macam teori besar yang merupakan bahan
komporasi bagi proses pendirian negara Indonesia,
untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki
sifat dan karakter sendiri.

C. Negara Kebangsaan Pancasila

Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang


cukup panjang, sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta
dijajah oleh bangsa asing selama tiga setengah abad. Unsur masyarakat
yang membentuk bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku
bangsa, berbagai macam adat-istiadat kebudayaan dan agama, serta
berdiam dalam suatu wilayah yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Oleh
karena itu, keadaan yang beraneka ragam tersebut bukanlah merupakan

7
suatu perbedaan untuk dipertentangkan, melainkan perbedaan itu justru
merupakan suatu daya penarik ke arah suatu kerjasama persatuan dan
kesatuan dalam suatu sintesis dan sinergi yang positif, sehingga
keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur.
Adapun unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa)
Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Kesatuan Sejarah: bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari
suatu proses sejarah, yaitu sejak zaman prasejarah, zaman Sriwijaya,
Majapahit, kemudian datang penjajah, tercetus Sumpah Pemuda
1928 dan akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang merdeka
pada tanggal 17 Agustus 1945, dalam suatu wilayah negara Republik
Indonesia.
b. Kesatuan Nasib: yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki
kesamaan nasib yaitu penderitaan penjajahan selama tiga setengah
abad dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara bersama dan
akhirnya mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan
Yang Maha Esa tentang kemerdekaan.
c. Kesatuan Kebudayaan: Walaupun bangsa Indonesia memiliki
keanekaragaman kebudayaan, namun keseluruhannya itu merupakan
satu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia. Jadi,
kebudayaan nasional Indonesia tumbuh dan bekembang di atas akar-
akar kebudayaan daerah yang menyusunnya.
d. Kesatuan Wilayah: bangsa ini hidup dari mencapai penghidupan
dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu satu tumpah darah Indonesia.
e. Kesatuan Asas Kerokhanian: bangsa ini sebagai satu bangsa
memiliki kesamaan cita-cita, kesamaan pandangan hidup dan filsafat
hidup yang berakar dari pandangan hidup masyarakat Indonesia
sendiri yaitu pandangan hidup Pancasila.

D. Hakikat Negara Integralistik

8
Pancasila sebagai asas kerohanian bangsa dan negara Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu asas kebersamaan, asas kekeluargaan
serta religious. Bangsa Indonesia yang membentuk suatu persekutuan
hidup dengan memperstukan keanekaragaman yang dimilikinya dalam
suatu kesatuan integral yang disebut negara Indonesia. Soepomo pada
sidang pertama BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, mengusulkan tentang
paham integralistik yang dalam kenyataan objektifnya berakar pada
budaya bangsa. Pemikiran Soepomo tentang negara integralistik tersebut
adalah sebagai berikut :

“Maka semangat kebatinan, struktur kerohanian dari bangsa


Indonesia bersifat dan cita-cita persatuan hidup, yaitu persatuan antara
dunia luar dan dunia batin, antara macrokosmos dan mikrocosmos, antara
rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Segala manusia sebagai golongan
manusia itu tiap-tiap masyarakat dalam pergaulan hidup di dunia dianggap
mempunyai tempat dan kewajiban hidup (dharma) sendiri-sendiri menurut
kodratnya dan segala-segalanya tidak terpisah dari seseorang yang lain
atau dunia luar, dari golongan manusia, maka segala sesuatu bercampur
baur bersangkut paut, segala sesuatu berpengaruh dan kehidupan mereka
bersangkut-paut” (Sekretariat Negara, 1995).

Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu penjelmaan


dari sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social.
Dalam pengertian yang demikian ini maka manusia pada hakikatnya
merupakan makhluk yang saling tergantung, sehingga hakikat manusia itu
bukanlah total individu, dan juga bukan total makhluk social. Relasi yang
saling tergantung tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah merupakan
suatu totalitas makhluk individu dan makhluk social.

Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan


azas kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antar
individu maupun masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara

9
integralistik tidak memihak kepada yang kuat, tidak mengenal dominasi,
mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka didalamnya
terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke-”Bhinneka Tunggal Ika”-
an, nilai religious, serta keserasian (Parieta, 1995 :274).

1. Hubungan antara Individu dan Negara : Dalam negara sebagai


suatu totalitas senantiasa terdapat sejumlah subjek yang senantiasa
berelasi antara satu dengan lainnya. Perpaduan antara saling
relevan dan saling tergantung inilah yang menggerakkan
terjadinya interaksi antar subjek serta tanggapan yang memadai
terhadap kondisi saling tergantung adalah saling memberi antar
subjek, bilamana mereka menghendaki terpeliharanya eksistensi
dalam negara.

Relasi saling tergantung dan saling memberi yang terdapat


dalam totalitas , secara mutatis mutandis melekat pada diri manusia
terbawa oleh keberadaan manusia dalam negara sebagai
kebersamaan dalam kehidupan. Maka totalitas dalam negara itu,
secara alami memberikan karakteristik pada manusia (1) manusia
adalah makhluk yang saling tergantung antara satu dan lainnya
maupun dengan lingkungannya, (2) tugas hidup manusia secara
kodrat adalah memberi kepada lingkungannya. (Besar, 1995: 77,
78). Jati diri integralistik negara memang sebagai suatu paham
tersendiri disamping paham-paham besar dunia yaitu
individualism, liberalism, dan sosialisme komunisme.

2. Hubungan antara Masyarakat dan Negara. Negara pada


hakikatnya adalah suatu lembaga kemasyarakatan sehingga negara
adalah masyarakat itu sendiri. Hubungan antara masyarakat dan
negara adalah hierarkhis noegenetik. Masyarakat sebagai suatu
totalitas adalah merupakan produk dari interaksi antara segenap
golongan yang ada dalam suatu kebersamaan hidup. Baik

10
kelahirannya maupun kelanjutan eksistensinya, masyarakat itu
tergantung dari golongan-golongan yang melahirkannya.

Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam


masyarakat. Negara tidak memihak pada salah satu golongan,
negara bekerja demi kepentingan seluruh rakyat. Berdasarkan
paham integralistik tersebut maka rincian pandangan tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Negara merupakan suatu susunan masyarakat integral


2. Semua golongan, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu
dengan lainnya
3. Semua golongan bagian dan anggotanya merupakan persatuan
masyarakat yang organis
4. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan
bangsa seluruhnya
5. Negara tidak memihak kepada suatu golongan atau
perseorangan
6. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat
7. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang
atau golongan saja
8. Negara menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai
suatu kesatuan integral
9. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seutuhnya sebagai
suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan (Yamin, 1959).

E. NKRI adalah Negara Kebangssaan Yang Berketuhanan Yang Maha


Esa

Sesuai dengan makna negara kebangsaan indonesia yang


berdasarkan pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa

11
dan negara, maka memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan serta
religiusitas. Dalam pengertian inilah maka negara pancasila pada
hakikatnya adalah negara kebangsaan yang berketuhanan yang maha esa.

Rumusan ketuhanan yang maha esa sebagai mana terdapat dalam


pembukaan UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas kepada negara
kebangsaan indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang
memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan
negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas negara agama tertentu.

Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena


agama adalah merupakan suatu keyakinan batin yang tercermin dalam hati
sanubari dan tidak dapat di paksakan. Kebebasan beragama dan kebebasan
agama adalah merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena
langsung bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan sebagai
mahluk pribadi dan mahluk ciptaan tuhan yang maha esa. Oleh karena itu
agama bukan pemberian negara atau golongan tetapi hak beragama dan
kebebasan beragama merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung
jawab pribadinya.

a. Hubungan Negara dengan agama. Suatu negara tidak memaksa dan


tidak memaksakan agama karena agama adalah merupakan suatu
keyakinan batin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat di
paksakan. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah
merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena langsung
bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan sebagai mahluk
pribadi dan mahluk ciptaan tuhan yang maha esa. Oleh karena itu
agama bukan pemberian negara atau golongan tetapi hak beragama dan
kebebasan beragama merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung
jawab pribadinya.

12
(1) Hubungan negara dengan agama menurut negara
pancasilaHubungan Negara dengan agama menurut pancasila
adalah sebagai berikut:

a. Negara adalah berdasar atas ketuhanan yang maha esa,


b. Bangsa indonesia adalah sebagai bangsa yang
berketuhanan yang maha Esa
c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme karena
hakekatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai mahluk
tuhan,
d. Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama,
antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama,
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena
ketaqwaan itu bukan hasil paksaan siapapun juga,
f. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap
orang lain dalam menjalankan agama dan negara.
g. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara harus sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan yang
maha esa terutama norma-norma hukum positif maupun
norma moral baik moral negara maupun moral para
penyelenggara negara,

(2) Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham


Theokrasi Tidak dapat di pisahkan karena negara
menyatu dengan agama dan pemerintahan dijalankan berdasarkan
firman-firman tuhan. Dengan demikian agama menguasai
masyarakat politis.

Dalam praktik kenegaraan, terdapat dua macam pengertian


negara theokrasi yaitu theokrasi langsung dan negara theokrasi
tidak langsung.

13
a) Theokrasi langsung : Dalam sistem negara theokrasi
langsung kekuasaan adalah langsung merupakan otoritas
tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak
tuhan dan yang memerintah adalah tuhan. Dalam sejarah
perang dunia II, rakyat jepang rela mati berperang demi
kaisarnya, karena menurut kepercayaanya kaisar adalah
sebagai anak tuhan. Negara tibet dimana pernah terjadi
perebutan kekuasaan antara pancen lama dan dalai lama
adalah sebagai penjelmaan otoritas tuhan dalam negara
dunia.
b) Theokrasi tidak langsung : Negara theokrasi tidak
langsung bukan tuhan sendiri yang memerintah dalam
negara, melainkan kepala negara atau raja, yang memiliki
otoritas atas nama tuhan. Kepala negara atau raja
memerintah atas kehendak tuhan, sehingga kekuasaan
dalam negara merupakan suatu karunia dari tuhan.

(3) Hubungan Negara dengan Agama menurut Sekulerisme

Sekulerisme berpandangan bahwa negara adalah


masalah-masalah keduniawian hubungan manusia dengan
manusia, adapun agama adalah urusan akherat yang
menyangkut hubungan manusia dengan tuhan. Dalam
negara yang berpaham sistem norma norma terutama
norma-norma hukum positif, dipisahkan dengan nilai-nilai
dan norma norma negara sebagai pendukung pokok negara,
walaupun ketentuan hukum positif itu bertentangan dengan
agama. Negara adalah urusan hubungan horisontal antar
manusia dalam mencapai tujuannya, adapun agama adalah
menjadi urusan umat masing masing agama. Walaupun
dalam negara Sekuler membedakan antara agama dengan

14
negara, namun lazimnya warga negara diberikan kebebasan
dalam memeluk agama masing-masing.

(4) Hubungan Negara dengan Agama menurut paham


Liberalisme

Negara liberalis hakikatnya mendasarkan pada


kebebasan individu. Negara adalah merupakan alat atau
sarana individu, sehingga masalah agama dalam negara
sangat ditentukan oleh kebebasan individu. Negara
memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk
agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya
masing-masing. Namun dalam negara liberal juga diberi
kebebasan untuk tidak percaya terhadap Tuhan atau atheis,
bahkan negara liberal memberi kebebasan warganya untuk
menilai dan mengkritik agama. Nilai –nilai agama dalam
negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan
dan ketentuan kenegaraan terutama peraturan perundang-
undangan sangat ditentukan oleh kesepakatan individu-
individu sebagai warga negara. Walaupun ketentuan
tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.
Berdasarkan pandangan filosofis tersebut hampir dapat
dipastikan bahwa dalam sistem negara liberal membedakan
dan memisahkan antara agama dengan negara atau bersifat
sekuler.

(5) Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham


Komunisme

Paham komunisme dalam memandang hakikat


hubungan negara dengan agama mendasarkan pada
pandangan filosofis materialisme dialektis dan materialisme
historis. Hakikat kenyataan tertinggi menurut paham

15
komunisme adalah materi. Namun mated menurut
komunisme berada pada ketegangan intern secara dinamis
bergerak dari keadaan (tesis) ke keadaan lain (antitesis)
kemudian menyatukan (sintesis) ke tingkat yang lebih
tinggi. Negara yang berpaham komunisme adalah bersifat
atheis bahkan bersifat antitheis, melarang dan menekan
kehidupan agama. Nilai yang tertinggi di dalam negara
adalah materi sehingga nilai manusia ditentukan oleh
materi.

F. NKRI Adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil


Dan Beradab

Negara pada hakikatnya menurut pandangan filsafat Pancasila


adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia, yang merupakan
suatu penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk social serta manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Negara adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang
bertujuan demi tercapainya harkat dan martabat manusia serta
kesejahteraan lahir maupun batin. Sehingga tidak mengherankan jikalau
manusia adalah merupakan subjek pendukung pokok Negara. Oleh karena
itu Negara adalah suatu Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang
Maha Esa, dan Berkemanusiaan yang Adil dan Beradap.

Konsekuensinya segala aspek dalam penyelenggaraan Negara, atas


kerokhanian, struktur dan keadaan negara harus koheren dengan hakikat
manusia yang adil dan beradap. Struktur dan keadaan negara tersebut
adalah meliputi (1) bentuk negara, (2) tujuan negara, (3) organisasi negara,
(4) kekuasaan negara, (5) penguasa negara, (6) warga negara, masyarakat,
rakyat, dan bangsa (bandingkan Notonagoro, 1975). Negara dalam
pengertian ini menempatkan manusia sebagai dasar ontologism, sehingga
manusia adalah sebagai asal mula negara dan kekuasaan negara. Manusia

16
adalah merupakan paradigma sentral dalam setiap aspek penyelenggaraan
negara, terutama dalam pembangunan negara (Pembangunan Nasional).

Sebagai negara yang berkemanusiaan, maka negara “…melindungi


seluruh waganya serta seluruh tumpah darahnya..”. Hal ini berarti negara
melindungi seluruh manusia sebagai warganya tidak terkecuali. Oleh
karena itu negara harus melindungi hak-hak asasi manusia, serta
mewujudkannya. Dalam suatu system peraturan perundang-undangan
negara. Hal ini sebagaimana termuat dalam UUD 1945 pasal 27, 28, 29, 30
dan 31. Negara berkewajiban mengembangkan harkat dan martabat
manusia, bahkan negara harus menempatkan moral kemanusiaan sebagai
moral negara dan penyelenggara pemerintahan negara.

Negara Pancasila sebagai negara Kebangsaan yang


berkemanusiaan yang Adil dan Beradab, mendasarkan nasionalisme
(kebangsaan) berdasarkan hakikat kodrat manusia yang adil dan beradab.
Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang berkemanusiaan,
berkeadilan, berkeadaban, maka bukan suatu kebangsaan yang
Chauvinistic.

Kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila mengakui dan


mendasarkan kebangsaan pada berkemanusiaan. Hal ini berarti bagi
bangsa Indonesia mengakui jiwa bangsa adalah sebagai penjelmaan kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, oleh karena itu
bangsa Indonesia mengakui bahwa mengakui bahwa bangsa Indonesia
adalah sebagai bagian dari umat manusia. Maka dalam pergaulan antar
bangsa, antar manusia, dalam tata dunia intranasional bangsa Indoneisa
mengembangkan suatu pegaulan internasional berdasarkan atas kodrat
manusia, serta mengakui kemerdekaan bangsa sebagai hak yang dimiliki
oleh hakikat manusia sebagai individu maupun makhluk sosial. Oleh
karena itu penjajahan atas bangsa adalah pelanggaran atas hak kodrat

17
manusia sebagai bangsa dan individu, dan tidak sesuai dengan peri
keadilan serta keadaban manusia.

G. NKRI adalah Negara Kebangsaan yang Berpersatuan


Negara Indonesia adalah Negara Persatuan, dalam arti bahwa
negara adalah merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur yang
membentuk negara baik individu maupun masyarakat sebagai penjelmaan
sifat kodrat manusia. Negara bukanlah totalitas sosial, yaitu masyarakat
secara total dalam arti tidak menempatkan manusia sebagai individu yang
memiliki kebebasan. Demikian pula Negara Persatuan bukanlah
merupakan suatu kesatuan individu-individu yang mengikatkan diri dalam
suatu negara dengan suatu kontrak sosial, sebagaimana dilakukan di
negara-negara liberal.
Hakikat negara persatuan bahwa negara adalah masyarakat itu
sendiri. Masyarakat pada hakikatnya mewakili diri pada penyelenggaraan
negara, menata dan mengatur dirinya dalam negara dalam mencapai suatu
tujuan hidupnya. Dalam hal ini negara tidak memandang masyarakat
sebagai suatu objek yang berada diluar negara, melainkan sebagai sumber
genetik dari dirinya. Masyarakat sebagai suatu unsur dalam negara yang
tumbuh bersama dari berbagai golongan yang ada dalam masyarakat untuk
terselenggaraannya kesatuan hidup dalam suatu interaksi saling memberi
dan saling menerima antar warganya. Sebagai suatu totalitas, masyarakat
memiliki suatu kesatuan tidak hanya dalam arti lahiriah, melainkan juga
dalam bathiniah, atau kesatuan idea yang menjadi fondamen dalam
kehidupan kebangsaan (Besar, 1995:83).
Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan kesatuan dari
negara bagian (federasi), melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan
unsur-unsur negara yang bersifat fundamental. Unsur-unsur yang
membentuk negara meskpibun berbeda-beda, beraneka ragam, suku
bangsa, kebudayaan, agama, maupun golongan, namun merupakan suatu
kesatuan dalam kehidupan bersama yang disebut negara. Kesatuan dalam

18
perbedaan itu bukanlah berarti semua unsur negara melarutkan diri dalam
negara, melainkan persatuan dalam kebersamaan untuk mencapai tujuan
bersama, dalam meningkatkan kesejahteraan dan harkat serta martabat
kemanusiaannya. Demikian juga negara kesatuan bukanlah suatu kesatuan
individu-individu sebagaimana diajarkan paham individualism-liberalisme
sekaligus sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu sifat kodrat manusia
individu-makhluk sosial sebagai basis ontologism negara kesatuan itu
adalah merupakan kodrat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai filosofis persatuan, dalam kehidupan kenegaraan dan
kebangsaan menjadi kunci kemajuan suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia
yang kuasa materialisnya berbagai etnis, golongan, ras, agama serta
primordial lainnya di nusantara secara moral menentukan kesepakatan
untuk membentuk suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Semangat
moralitas itu founding fathers kita diungkapkan dalam suatu seloka, yang
merupakan symbol semiotic moralitas bangsa yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Pandangan filosofis menurut Pancasila bahwa sifat kodrat manusia
adalah sebagai makhluk indivudu yang memiliki ciri khas, kepribadian,
namun demikian juga sekaligus sebagai makhluk sosial. Artinya manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah diciptakan secara
individu, namun kodratnya manusia lahir dari sifatnya sebagai warga
masyarakat. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa pada
hakikatnya adalah sama, dalam pengertian hakikat sifat kodrat manusia
membentuk suatu persekutuan hidup, untuk meralisasikan seluruh cita-
citanya bersama manusia lainnya. Dalam hubungan inilah maka manusia
membentuk persekutuan hidup yang disebut negara. Jadi dalam suatu
negara berbagai unsur yang membentuk masyarakat negara, merupakan
suatu kesatuan integral. Berbagai macam suku, ras, kelompok, kebudayaan
maupun agama meskipun bawan kodratnya memiliki perbedaan namun
membentuk suatu ikatan persatuan demi tujuan yang lebih mulia yaitu
kesejahteraan hidup masyarakat bersama.

19
Oleh karena itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini
harus mendasarkan pada kesadaran moralitas multikultural. Perbedaan itu
bukan untuk diperuncing melalui akar ciri khas perbedaan karunia Tuhan,
melainkan memiliki komitmen untuk menyatukan pandangan dan tujuan
dalam kehidupan yang lebih mulia. Dewasa ini fakta menunjukkan moral
multikultural kita semakin pudar terutama dalam proses demokrasi. Dalam
proses Pemilu Kada jarang ditemukan dalam suatu etnis tertentu terpilih
pimipinan etnis lain, bahkan suksesi kepemimpinan, peluang jabatan atau
pekerjaan sangat erat dengan diskriminasi etnis, yaitu lebih mengutamakan
putra daerah.
Moralitas antar generasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
sangat penting bagi terwujudnya tujuan negara. Kita harus menjadi bangsa
yang semakin dewasa, yaitu dalam merealisasikan reformasi ini harus
menggunakan akal sehat dan beradab, yaitu menilai suatu orde atau
kekuasaan dalam negara ini yang baik untuk kita teruskan dan tingkatkan,
namun yang jelek harus ditindak dan ditinggalkan. Seharusnya saat ini kita
malu dengan tingkah laku kits, yang senantiasa hanya menyalahkan Orde
Lama dan Orde Baru, tetapi kehidupan rakyat tidak kunjung lebih
sejahtera dibandingkan kehidupan masa itu.
Ungkapan-ungkapan perkolusi kalangan elit politik yang
menimbulkan efek kekerasan, dendam, dan kebencian sesama anak bangsa
ini sudah saatnya untuk diakhiri. Pembentukan memori kolektif bangsa
dengan cara menanamkan dendam dan permusuhan antar generasi
bangsa, akan menimbulkan generasi amarkis dan beringas, serta
membawa keterpurukan negara. Oleh karena itu moralitas antar generasi
ini harus didasarkan pada prinsip filosofi persatuan bangsa. Negara-negara
maju dan kuat ternyata sangat memelihara moralitas antar generasi bangsa,
seperti China, Amerika, Jepang dan negara lainnya.
Pasca penerapan otonomi daerah yang kurang mengakomodir
‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang merupakan core philosophy Negara
Kesatuan Indonesia, banyak dirasakan nasionalisme Indonesia semakin

20
pudar. Solidaritas kedaerahan dan dilandasi oleh romantisme etnis
mewarnai jalannya pemerintahan otonmi. Putra daerah menjadi primadona
dalam setiap suksesi kepimpinan di berbagai daerah Indonesia, bahkan
sudah banyak yang mengkhawatirkan sekarang telah berkembang kea rah
‘Ethnonasionalisme’, ‘Ethnocencrisme’, dan ‘Primordialisme’ sehingga
dalam beberapa waktu muncul semangat etnisitas yang kalau tidak diikuti
dengan pengembangan pembinaan semangat nasionalisme, bukannya
karena tidak mungkin akan muncul lebih banyak semangat separatisme.
Oleh karena itu lunturnya nasionalisme kita terutama di kalangan
generasi muda antara lain sebagai akibat pengaruh global yang sangat kuat
sementara upaya untuk melakukan revitalisasis tidak memadai. Konsep
pemikiran nasionalisme para pendiri negara yang tertuang dalam
Pancasila, merupakan karya yang khas yang secara antropologis
merupakan “local genius” bangsa Indonesia (Ayatrohaedi, 1986).
Pemikiran tentang kenegaraan dan kebangsaan yang dikembangkan oleh
pendiri Republik ini merupakan suatu hasil proses pemikiran eklektis
inkorporasi, menurut istilah Notonagoro. Oleh karena itu karya besar
bangsa ini setingkat dengan pemikiran besar dunia lainnya seperti,
liberalisme, sosialisme, komunisme, pragmatisme, sekulerisme serta
paham besar lainnya. Toynbee dalam A Study of History memperingatkan
kepada kita bahwa suatu karya besar budaya dari suatu bangsa dalam
proses perubahan akan berkembang dengan baik manakala ada suatu
keseimbangan antara challenge dan response (Toynbee, 1984). Kalau
challenge kebudayaan terlalu besar dan response kecil, maka akibatnya
kebudayaan itu akan terdesak dan punah. Sebaliknya jikalau challenge
kebudayaan itu kecil, sedangkan response suatu bangsa itu besar, maka
akan terjadi akulturasi yang tidak dinamis, artinya kebudayaan bangsa itu
tidak akan berkembang dengan baik (Poespowardojo, 1986).
Lemahnya nasionalisme merupakan fakta bahwa pengaruh global
yang merupakan challenge pada bangsa Indonesia, tidak diikuti dengan
fondasi bangsa dengan meletakkan fondasi nasionalisme yang signifikan.

21
Akibatnya pengaruh liberalism-individualisme menjadi sangat dominan,
dengan mengembangkan isue kebebasan, hak asasi manusia serta ideologi
demokrasi.
Bhinneka Tunggal Ika. Sebagaimana diketahui bahwa bangsa
Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang memiliki
karakter, kebudayaan serta adat-istiadat yang beraneka ragam, namun
keseluruhannya merupakan suatu kesatuan dan persatuan negara dan
bangsa Indonesia. Penjelasan persatuan bangsa dan wilayah negara
Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No 6 Tahun 1951, 17 Oktober
dan diundangkan tanggal 28 Nopember 1951 dan termuat dalam Lembaran
Negara No. II/Tahun 1951 yaitu dengan lambang negara dan bangsa, yaitu
burung garuda Pancasila dengan seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Hakikat Makna Bhinneka Tunggal Ika yang memberikan suatu
pengertian bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas
bermacam-macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat, kebudayaan
serta karakter yang berbeda-beda, memiliki agama yang berbeda-beda dan
terdiri atas beribu-ribu kepulauan wilayah nusantara Indonesia, namun
keseluruhannya adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, namun perbedaan itu untuk dipersatukan
disintesiskan dalam suatu sintesis yang positif dalam suatu negara
kebersamaan, negara persatuan Indonesia (Notonagoro, 1975:106).
H. NKRI adalah Negara kebangsaan yang berkerakyatan
Negara menurut filsafat pancasilah adalah dari oleh dan untuk
rakyat. Rakyat adalah sebagai pendukung pokok dan sebagai asal mula
kekuasaan Negara. Hakikat rakyatb adalah sekelompokmanusia yang
bersatu yang memiliki tujuan tertentu dan hidup dalam suatu wilayah
Negara. Namun saat ini pemahaman demokrasi hanya secara
harfiah,demokrasi hanya dipahami sebagai kebebasan individu dalam
Negara.
Untuk memahami persfektif demokrasi penting dipahami
pandangan Torres bahwa dekmokrasi dipahaprotemi dua aspek yaitu

22
Formal democracy(suatu system pemerintahan)dan substantive
democracy(merujuk pada proses demokrasi). Substantive democracy
diidentifikasi dalam empat bentuk demokrasi.
- Protective democracy
- Developmental democracy
- Equilibrium democracy
- Keterkaitan antara perubahan dan ketidak keseimbangan
Berdasarkan tiero dan konsep pemikiran demokrasi dan praksis
demokrasi maka demokrasi seharusnya dipahami dalam perspektif yang
komprensif yang meliputi :
1. Aspek filosofis (menyangkut dasar filosofis demokrasi).
2. Aspek normative (menyangkut bagaimana norma-norma sebagai asas
dan aturan dalam demokrasi).
3. Aspek praksis (pelaksanaan demokrasi yang berdasarkan norma
peraturan peundangan yang berlaku dan moralitas masyarakat bangsa).

Bentuk-bentuk demokrasi

Menurut Torres demokrasi dapat diliat dari dua aspek yaitu formal
democracy dan substantife democracy yaitu menunjuk pada bagaimna
proses demokrasi itu dilakukan (Winataputra,2005).

Formal democracy menunjuk dalam arti system pemerintahan. Hal


ini dilihat dari bebagai pelaksaan demokrasi diberbagai Negara.

1. System presidensial : system ini menekankan pentingnya pemilihan


presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan
mandate secara langsung dari rakyat.
2. System parlementer : system ini menerapkan model hubungan yang
menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislative.

23
Demokrasi perwakilan liberal
Prinsif demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa
manusia adalah sebagai mahkluk individu yang bebas. Pemikiran tentang
Negara demokrasi sebagaimana dikembangkan oleh Hobbes, Locke dan
Rousseau bahwa Negara terbentuk karena perbenturan kepentingan hidup
mereka dalam hidup bermasyarakat dalam suatu natural state. Berdasar
kenyataan yang dilematis tersebut, muncullah pemikiran kearah kehidupan
demokrasi perwakilan liberal dan inilah yang sering dikenal dengan
demokrat-demokrat liberal.
Menurut Held (1995: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberal
merupakan suatu pembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi
problem keseimbangan antara kekuasaan memaksa dan kebebasan.
Konsekuensi dari implementasi system dan prinsip demokrasi ini adalah
berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi
sehingga akibatnya individu yang tidak mampu tersebut akan tenggelam.

Demokrasi satu partai dan kononisme

Demokrasi satu partai ini lazimnyadilaksanakan dinegara-negara komunis


seperti Russia, China, Vietnam dan lain. Dalam hubungan ini Marx
mengembakan pemikiran demokrasi commune structure. Menurut system
demokrasi ini masyarakat tersusun atas komunitas-komunitas yang
terkecil. Komunitas yang paling kecil mengatur urusan mereka sendiri,
yang akan memilih wakil-wakil untuk unit-unit administratif yang besar
misalnya distrik atau kota. Susunan ini sering dikenal dengan struktur
piramida dari demokrasi delegatif.

Menurut pandangan kaum Marxis-Leninis, system demokrasi delegatif


harus dilengkapi, pada prinsipnya dengan suatu system yang terpisah tapi
sama pada tingkat partai komunis. Hanya kepemimpinan yang seperti itu
yang mempunyai kemampuan untuk mengorganisasikan pertahan revolusi
melawan kekuatan-kekuatan kapitalis dan mengawasi rekontruksi

24
masyarakat. Berdasarkan teori serta praktek demokrasi sebagaimana
dijelaskan diatas maka pengertian demokrasi secara filosofis makin luas,
dan artinya masing-masing paham mendasarkan pengertian bahwa
kekuasaan ditangan rakyat.

Demokrasi deliberatif

Istilah deliberatif dipinjam dari istilah Habermas. Secara harfiah


istilah ini bearti konsultasi atau yang sangat populer dalam politik disebut
dengan istilah musyawarah. Jadi dalam pelaksanaan demokrasi tidak
hanya didasarkan atas prinsip kuantitas matematis belaka, melainkan
dalam berbagai aspek ditentukan dengan musyawarah akan tetapi tetap
paradigmanya demi kesejateraan rakyatnya.

Negara kebangsaan yang berkedaulatan rakyat berdasarkan


pancasila, bearti bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat dan
dalam system kenegaraan dilakukan menurut UUD. Oleh karna itu Negara
kebangsaan yang bekedaulatan rakyat adalah suatu Negara demokrasi.
Demokrasi menurut kerakyatan adalah demokrasi monodualis artinya
sebagai makhluk individu memiliki hak dan sebagai makhluk social harus
disertain tanggung jawab. Demokrasi monodualis mengembangkan
demokrasi kebersamaan, berdasarkan demokrasi kekeluaragaan kebebasan
individu diletakan dalam rangka tujuan atas kesejatraan bersama.

Demokrasi dalam Negara kesatuaan, selain perpektif matematis


harus meletakan dasar moralitas dalam system demokrasi Negara. Oleh
karna itu demokrasi harus didasari oleh moral ketuhanan, kemanusiaan
serta persatuan, dalam rangka mewujudkan tujuan bersama suatu
masyarakat yang sejatera dan berkeadilan.

Demokrasi Indonesia dan tujuan Negara kesejateraan rakyat

Menurut Darwin, dalam reformasi dewasa ini demokrasi dikatakan


mengalami deficit, yaitu jikalau perolehan atau manfaat yang diterima

25
masyarakat dengan hadirnya demokrasi lebih rendah dibandingkan dengan
ongkos demokrasi baik dalam arti finasial yang dikeluarkan dan
ditanggung oleh rakyat. Oleh karna itu bukan mustahil jikalau model
pemilu demokrasi tidak melakukan pembenahan maka bukannya tidak
mungkin demokrasi dengan biaya tinggi merupakan akar korupsi. Hal ini
tidak sesuai dengan demokrasi menurut filsafat pancasila, yang
mendasarkan demokrasi pada kedaulatan rakyat.

I. NKRI adalah Negara Yang Berkeadilan Sosial

Negara pancasila adalah Negara kebangsaan yang berkeadilan social, yang


berarti bahwa Negara sebgaai penjelmaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa, sifat kodrat individu dan makhluk social bertujuan
untuk mewujudkn suatu keadilan dalam hidup bersama(keadilan social).
(Notonagoro, 1975) menyebutkan bahwa Dalam hidup bersama baik
dalam masyarakat, bangsa dan Negara harus mewujudkan suatu keadilan
social, yang meliputi tiga hal yaitu:

1. Keadilan distributive (keadilan membagi)


2. Keadilan legal (keadilan taat)
3. Keadilan komotatif (keadilan antar sesama warga Negara)

Tujuan khusus suatu Negara iyalah melindungi segenap warganya


dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejateraan umum serta
mencerdaskan seluruh warganya. Dalam pengertian inilah maka Negara
kebangsaan yang berkeadilan social harus merupakan suatu Negara yang
berdasarkan suatu hukum. Sehingga sebagai suatu Negara hukum harus
terpenuhi adanya tiga syarat pokok yaitu :

1. Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia


2. Peradilan yang bebas
3. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya

26
Dalam realsasinya pembangunan nasional adalah merupakan suatu
upaya untuk mencapai suatu tujuan Negara sehingga pembangunan
nasional harus senantiasa meletakan asas keadilan sebagai dasar oprasional
serta dalam penentuan berbagai macam kebijaksanaan dalam pemerintahan
Negara. Berdasarkan asas keadilan sebagaimana terkandung dalam sila ke
lima pancasila, harusnya tidak meninggalkan hakikat kesatuan Bhineka
Tunggal Ika. Prinsip berdasarkan sila ke 5 pancasila, prinsip demokrasi
melalui otonomi daerah harus tetap diarahkan pada tujuan pokok Negara
yaitu kesejateraan seluruh rakyat dan tetap meletakan pada prinsip
persatuan.

27
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pancasila merupakan dasar dari NKRI. Kedudukan Pancasila


sebagai dasar negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena
tertuang dalam ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada
Pembukaan Alenia IV. Secara historis pula dinyatakan bahwa Pancasila
yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa (the founding fathers) itu
dimaksudkan untuk menjadi dasarnya Indonesia merdeka. Pancasila
sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi
penyelenggaraan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara berarti nilai-
nilai Pancasila menjadi pedoman normatif bagi penyelenggaraan
bernegara.

Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan


dan penyelenggaraan pemerintah negara Indonesia termasuk peraturan
perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai Pancasila.
Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak
boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai
Persatuan, nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan.

Saran
Untuk dapat memahami maksud dari Pancasila sendiri, kita harus
memperdalam ilmu kita terhadap Pancasila sendiri. Kita harus memahami
maksud dari tiap sila, nilai yang terkandung dalam Pancasila, bahkan
dampak yang dapat timbul dari Pancasila sendiri. Dengan memahami hal –
hal tersebut, secara tidak langsung kita sudah menjadi warga negara
republik Indonesia yang sangat baik.

28

Anda mungkin juga menyukai