Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

MASTITIS

A. Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya
terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk
melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak
diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis
adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai
komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional
atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak
diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam
payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan
beban penyakit bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003 dalam Anonim, 2013).
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada
payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah.
Tanda–tanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan suhu,
ibu merasa lesu, tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan, mengkilat dan
kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 3–4 minggu masa nifas. Hal ini dapat diatasi
dengan membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui; menyusui pada payudara
yang tidak sakit; kompres dingin sebelum menyusui;menggunakan BH untuk menyokong
payudara, berikan antibiotik dan analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum
(USU, tanpa tahun).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus
hingga puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu
kedua dan ketiga pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran
ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang buruk.Untuk menghambat terjadinya
mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki
penyangga yang baik pada payudaranya (Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan
mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang diakibatkan
karena adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui puting susu yang
pecah-pecah atau terluka.
Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic,
mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat jenis
tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut
(Bertha, 2002 dalam Djamudin, 2009):

1. Mastitis Puerparalis Epidemik


Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan
ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah ini paling
sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain
resisten.
2. Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh
payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini membutuhkan
waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3 minggu. Untuk sementara
waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai
dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang
yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor
imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

B. Epidemiologi
Organisasi kesehatan dunia/WHO (2008) memperkirakan lebih dari 1,4 juta orang
terdiagnosis menderita mastitis. The American Society memperkirakan 241.240 wanita
Amerika Serikat terdiagnosis mastitis. Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang
terdiagnosis mastitis adalah 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791 orang. Di
Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis adalah berjumlah 876.665
orang dan di Sumatera Utara berkisar antara 40-60% wanita terdiagnostik mastitis
(Djamudin, 2009).
Berdasarkan hasil survei lapangan, ditemukan jumlah penderita mastitis di Klinik
Bidan Elfrida Fitri Simamora Periode Tahun 2008 (Januari-Desember) adalah sebanyak
30 orang. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya pengetahuan ibu post partum
tentang mastitis terutama dalam teknik menyusui yang baik (Fitri, 2009).
Mastitis dan abses payudara terjadi hampir pada semua populasi. Insiden yang
dilaporkan bervariasi sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya di bawah 10%.
Walaupun demikian, menurut beberapa laporan, terutama dari negara-negara
berkembang, suatu abses dapat terjadi tanpa didahului dengan mastitis yang nyata.
Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran, dengan
sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi dalam 12
minggu pertama. Namun, mastitis juga dapat terjadipada setiap tahap laktasi, termasuk
pada tahun kedua. Abses payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu pertama
pascakelahiran tetapi dapat timbul kemudian (Anonim, 2013).

C. Faktor Resiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis (Prasetyo, 2010),
yaitu:
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di
bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan
oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami mastitis
karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh
mengalami infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium
dapat mengurangi resiko mastitis.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam
payudara.
f. Pekerjaan di luar rumah
Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam pengeluaran
ASI yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI.
g. Trauma
Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak jaringan
kelenjar dan saluran susu dan haltersebut dapat menyebabkan mastitis.
D. Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada
kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut
bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada
puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi
dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami
mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis) di
sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement
sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena
infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan
menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu
oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih
mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan
infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau
berkembang menuju infeksi.Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengamatan
klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa
pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa
bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai media
pertumbuhan bakteri.
Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang pentingnya
stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara dengan
tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:
a. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini
terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi
tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak
efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai
ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat
membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik yang benar.
b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya bercak
panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan tidak terjadi
demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis non infeksiosa membutuhkan
tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.
c. Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah, nyeri
kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada
puting payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa
keras dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi
peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa
asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan antibiotik
sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa sering
berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi
pembentukan abses.

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI
sampai pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin dan
tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara
yang terkena.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak karena
sumbatan saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah–pecah,
dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa infeksi,
biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba
bagian keras dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat
sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan kulit
tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara namun
tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan mastitis
(Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).

F. Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena
proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi.
Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena
sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI
atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam
ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae menjadi
tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa komponen(terutama protein
dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar
sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga mempermudah terjadinya
infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri,
terutama bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat
proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul fisura/robekan/perlukaan pada
puting yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikanport de entry/tempat masuknya
bakteri. Proses selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae.

G. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba
keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan
kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut
menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi
adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum
halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin
diperlukan aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar
terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus
mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak
adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis
berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah
(eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa
terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui
permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada
kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah
mengoles nistatin krim yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap
selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

H. Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera. Dan keadaan
akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan tindakan yang adekuat.

I. Pengobatan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik.
Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat
diberikan sebagai terapi antibiotik. Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan
pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabilaada
abses maka nanah dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat
keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar
dengan jalannya duktus-duktus tersebut.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan
membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri,
wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang
nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena
tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk
maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan
yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras
ASI dari payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat
dukungan terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat
dimulai lagi.
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki maka
Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus aureus. Untuk
organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika
mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri
antibiotik ditentukan.

Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam

Tabel 1.1 Dosis Antibiotik

a. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:


1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam selama 10
hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari.
2. Bantulah ibu agar tetap menyusui
3. Bebat/sangga payudara
4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeriyaitu
dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam dan lakukan evaluasi
secara rutin.

Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter


antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa panas,
ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras
dan nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri.
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang
cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali. Disamping
itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu
menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga
hari dan ibu akan mampu beraktivitas seperti semula

4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat
yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol
merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring
dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki
pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat
pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan
bahwa ibu cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama
15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan,
sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum
terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan).
 Diperlukan anestesi umum.
 Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak mendorong
saluran ASI.
 Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
 Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan nanah, serta
dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda
nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut aman untuk ibu
menyusui dan bayinya.

J. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai
berikut (Soetjiningsih, 1997):
a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara
dengan cara memompanya
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada
puting susu
d. Minum banyak cairan
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.
Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
mastitis, yaitu:
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
 Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
 Menyusui dengan posisi yang benar;
 Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
 Makan dengan gizi yang seimbang;
b. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi,
mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:
 Penggunaan dot;
 Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
 Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi siapuntuk
menghisap payudara yang lain;
 Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
 Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
 Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c. Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yangpenuh dan
kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
 Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk
memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting susu.
 Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas.
 Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan ASI
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASIIbu harus
memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri/panas/kemerahan:
 Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
 Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
 Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada payudara yang
terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air
hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusui
untuk membantu ASI mengalir dari daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes
bila ibu merasa lebih baik selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu
mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:
 Nyeri/puting pecah-pecah
 Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
 Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi melepaskan
payudara)
 Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
 Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak cukup
 Pengenalan makanan lain secara dini
 Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering
sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat
gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah
sakit.

K. Pemeriksaan Penunjang
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis tidak
dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namuan World
Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada
beberapa keadaan yaitu bila:
a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari;
b. terjadi mastitis berulang;
c. mastitis terjadi di rumah sakit; dan
d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan
terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi
kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu
dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul
berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.
I. Intervensi keperawatan
Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
a. Nyeri akut Tujuan: 1. Kaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi, 1. Membantudalammenentukan
berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan lamanya dan intensitas nyeri). identifikasiderajat, ketidaknyamanan dan
dengan proses selama 1x24 jam nyeri dapat teratasi. dapat diberi tetapi yang tepat.
inflamasi Kriteria Hasil: 2. Berikan kompres hangat. 2. Kompres hangat dapat menyebabkan
1. Ibu dapat menyusui bayinya dengan vasodilatasi sehingga aliran darah lancar.
nyaman 3. Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan 3. Dengan perawatan yang benar dan konsisten
2. Ibu dapat beraktifitas dengan normal perawatan payudara. (tepat) dapat mengurangi rasa nyeri.
3. Suhu tubuh menurun 4. Penyangga yang ketat dapat menimbulkan rasa
4. Payudara tidak bengkak lagi dan lunak nyeri.
4. Anjurkan klien untuk tidak menggunakan
5. Nyeri mulai berkurang/hilang 5. Antibiotik untuk mencegah penyebaran infeksi
penyangga yang terlalu ketat.
secara berlebih dan analgetik untuk
5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan
mengurangi nyeri.
antibiotic.
6. Mencegah komplikasi sejak awal.
6. Kolaborasi dalam melakukan insisiden
biopsy jika ada abses.
b. Ketidakefektif Tujuan : 1. Anjurkan ibu untuk mengoleskan baby oil 1. Mencegah terjadinya iritasi lanjut pada
an pemberian Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada puting sebelum dan sesudah menyusui. putting.
ASI selama 2x24 jam pemberian ASI pada bayi 2. Ajarkan cara menyusui yang tepat agar tidak
berhubungan efektif. terjadi luka pada putting. 2. meminimalkan luka pada putting susu ibu.
denganterhenti Kriteria Hasil: 3. Lakukan perawatan payudara dan anjurkan 3. Dengan perawatan yang tepat, dapat
nya menyusui 1. Ibu dapat menyusui bayinya dengan ibu untuk melakukan perawatan payudara mengatasi masalah menyusui.
sekunder rileks secara tepat.
akibat ibu yang 2. Bayi mau menyusu lagi 4. Anjurkan ibu menyusui dengan 4. Untuk mencegah terjadinya iritasi lanjut pada
sakit, bayi 3. Tidak ada lagi puting susu luka atau lecet menggunakan puting susu secara perlahan- putting
tidak mau lahan.
menyusu.
c. Resiko tinggi Tujuan : 1. Kaji TTV dan tanda-tanda adanya infeksi. 1. Peningkatan tanda vital dapat menunjukkan
infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Lakukan perawatan luka/ abses dengan set terjadinya infeksi.
berhubungan selama 1x24 jam tidak terdapat tanda dan yang steril. 2. Perawatan luka yang steril dapat mengurangi
dengan gejala terjadinya infeksi. terjadi pus atau resiko infeksi.
kerusakan Kriteria Hasil : 3. Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap. 3. Deteksi dini kondisi penyebaran infeksi pada
jaringan 1. TTV dalam batas normal 4. Kolaborasi dalam melakukan insisi/ biopsy tubuh ibu.
2. Mamae tidak merah dan regang lagi dan pemberian antibiotik. 4. Untuk mengurangi abses dan penyebaran
3. Tidak ada tanda infeksi infeksi.
5. Berikan informasi pentingnya menjaga 5. Menjaga personal hygiene dapat mencegah
personal hygiene. penyebaran infeksi atau bakteri.

Anda mungkin juga menyukai