Anda di halaman 1dari 62

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

A DENGAN POST PARTUM HARI


KE-5

Disusun oleh :

Detri Diningsih

Imayatul milah

Lukman H

Nenden Mustika

Neng Windy A

Rendi Gumilar

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


STIKes KARSA HUSADA GARUT

TahunAjaran 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang alhamdulilah
tepat pada waktunya yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. A dengan Post Partum Hari
ke-5”. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.

Dalam pembuatan makalah ini, kami tidak sendiri menyelesaikannya, namun kami banyak
menerima bimbingan dan bantuan dari semua pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
berpartisifasi dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu berharap kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Persalinan adalah pergerakan keluarnya janin, plasenta, membran dari dalam rahim
melalui jalan lahir. Dengan proses pembukaan, dilatasi servik sebagai akibat kontraksi uterus
dan frekuensi ( Marisah, dkk. 2011 ).
Post partum adalah masa sesudah peralihan dapat juga disebut masa nifas ( puerrperium)
yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang
lamanya 6 minggu.
Setelah kelahiran, ibu mengalami perubahan anatomis dan fisiologis sesuai transisi
tubuhnya pada status tidak hamil. Secara psikologis, ibu melanjutkan pencapaian proses peran
maternalnya dan kelekatan bayi (Walsh, 2007). Perubahan fisik yang terjadi pada ibu nifas
yaitu uterus mengalami involusi atau rahim kembali ke ukuran sebelum hamil, payudara pada
ibu yang menyusui mengeluarkan kolostrum, vagina kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke
bentuk semula (Bobak, 2004). Adaptasi psikologis, pada hari pertama dan kedua setelah
melahirkan ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan. Pada hari ketiga sampai akhir
minggu keempat atau kelima, ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar tentang
semua hal-hal baru sedangkan mulai minggu kelima sampai keenam, sistem keluarga telah
menyesuaikan diri dengan anggota barunya (Rubin dalam Hamilton, 1992 ).
Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita yang telah selesai bersalin sampai
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil (Hanafiah, 2004). Perawatan postpartum
bersifat kritis tetapi sering diabaikan dalam komponen perawatan ibu dan bayi yang baru lahir.
Lebih dari 60 % kematian ibu terjadi pada periode postpartum pada negara berkembang
(Family Health
International, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Post Partum?
2. Bagaimanakah perubahan fisiologi maternal periode post partum ?
3. Bagaimanakah Dampak kebutuhan dasar pada ibu nifas ?
4. Bagaimanakah Komplikasi yang terjadi setelah periode post partum ?
5. Bagaimanakah Penatalaksanaan terhadap ibu setelah periode post partum ?
6. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan kepada ibu periode post partum ?
1.2 Tujuan
1. Dapat Mengetahui pengertian Post partum atau Masa Nifas
2. Dapat mengetahui perubahan fisiologi maternal periode post partum
3. Dapat mengetahui kebutuhan dasar pada ibu nifas
4. Dapat mengetahui Komplikasi yang terjadi setelah periode post partum
5. Dapat Mengetahui Penatalaksanaan terhadap ibu setelah periode post partum
6. Dapat mengetahui Asuhan Keperawatan kepada Ibu Periode post partum
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Nifas

1. Pengertian
Masa nifas atau puerperium adalah setelah partus selesai sampai pulihnya kembali
alat-alat kandungan seperti sebelum hamil. Lamanya masa nifas yaitu kira-kira 6-8
minggu. (Abidin, 2011).
Masa nifas (puerperium) adalah masa pilih kembali mulai dari persalinan sampai
alat-alat kkandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8minggu (
Mochtar,2010).
Masa nifas adalah masa seetelah keluarnya plasenta, sampai alat-alat reproduksi
pulih kembali seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6
minggu atau 40 Hari (Ambarwati,2010).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang
diperlukanuntuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan
waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa post partum adalaj masa pemulihan organ-organ
reproduksi ke keadaan normal sebelum hamil yang dimulai dari 1 jam setelah lahirnya
plasenta sampai denggan 6 minggu atau 40 hari.

2. Masa Periode Post Partum


a. Immediet post partum periode (24 jam pertama setelah melahirkan)
Pada masa ini sering terjadi masalah misalnya perdarahan, karena atonia uteri, dengan
teratur harus pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah dan
suhu
b. Early post partum periode (hari kedua sampai ketujuh setelah melahirkan).
Dimana resiko sering terjadi pada ibu post partum hampir seluruh system tubuh
mengalami perubahan secara drastis.
c. Late post partum (minggu kedua/ketiga sampai keenam setelah melahirkan).

3. Adaptasi Psikologis Post Partum


Rubin (1961) membagi adaptasi psikologis menjadi 3 fase :
a. Fase taking in, yaitu fase ketergantungan, hari pertama sampai dengan hari ketiga post
partum, fokus pada diri sendiri, berperilaku pasif, dan ketergantungan menyatakan
ingin makan dan tidur serta sulit membuat keputusan.
b. Fase taking hold, yaitu fase transisi dari ketergantungan ke mandiri, dari ketiga
sampai dengan kesepuluh post partum, fokus sudah ke bayi, mandiri dalam perawatan
diri, mulai memperhatikan fungsi tubuh sendiri dan bayi, mulai terbuka dalam
menerima pendidikan kesehatan.
c. Fase letting go, yaitu fase dimana sudah mengambil tanggung jawab peran yang baru,
hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post partum, ibu sudah melaksanakan
fungsinya, ayah berperan sebagai ayah, dan berinteraksi dengan bayi.

2.2 PERUBAHAN FISIOLOGI MATERNAL PERIODE POST PARTUM

Periode post partum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Perubahn fisiologis yang terjadi
sangat jelas, walaupun dianggap normal, dimana proses pada kehamilan berjalan terbaik.
Banyak factor termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, dan
perawatan serta dorongan semangat yang diberikan tenaga kesehatan professional ikut
membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa ini. Untuk member perawatan yang
menguntungkan ibu, bayi, dan keluarganya, seorang perawat harus memanfaatkan
pengetahuannya tentang anatomi dan fisiologi ibu pada periode pemulihan, karakteristik dan
perilaku bayi baru lahir, dan respon keluarga terhadap kelahiran seorang anak.
1. SISTEM REPRODUKSI DAN STRUKTUR TERKAIT
a. Uterus
1) Proses involusi
Involusi adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada
akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm dibawah
ubilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Besar uterus
kira-kira sama dengan sewaktu usia kehamilan 16 minggu (berat sekitar 1000 g).
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih mencapai 1 cm diatas
umbilicus. Perubahan inovulasi berlangsung sangat cepat. Fundus turun kira-kira 1
sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal akan berada di
pertengahan antara umbilicus dan simfisis pubis. Uterus tidak bias dipalpasi pada
abdomen pada hari ke-9 pascapartum. Uterus yang pada waktu hamil penuh
beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g 1 minggu
setelah melahirkan dan 350 g (11 sampai 12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu
setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi. Pada minggu keenam
beratnya menjadi 50 sampai 60 g. Pada masa pascapartum penurunan kadar hormon
esterogen dan progesteron menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara
langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk
selama masa hamil menetap. Inilah yang menyebabkan ukuran uterus sedikit lebih
besar setelah hamil. Kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil
disebut involusi paling sering disebabkan tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.
2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat
besar. Hemostatis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
ntramiomentrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan.
Hormone oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah, danmembantu hemostatis. Selama
1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bias berkurang dan
menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi
uterus pada masa ini, biasanya suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena atau
intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir
karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
3) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap
kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodic sering dialami multipara sehingga
menimbulkan nyeri. Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu
melahirkan, di tempat uterus terlalu menegang (misalnya pada bayi besar, kembar)
menyusui dan pelepasan oksitosin tambhan biasanya meningkatkan nyeri karena
keduanya merangsang kontraksi uterus.
4) Tempat plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vaskular dan trombosis
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur. Pertumbunhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan
nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik
penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan endometrium
menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan plasentasi
untuk kehamilan yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir
minggu ketiga masa partum, kecuali pada bekas tempat plasenta. Regenerasi pada
tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah melahirkan.
5) Lokia
Lokia adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini dapat
mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah
cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal selama yang
keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut aliran lokia harus semakin
berkurang. Lokia rubra terutama mengandung darah dan debris desisua serta debris
trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3 sampai
4 hari (lokia serosa). Lokia serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit, dan
debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning
sampai putih (lokia alba). Lokia alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel,
mukus, serum, dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua sampai enam
minggu setelah bayi lahir.
b. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas jam pascapartum,
serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk
semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis dan rapuh selama
beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks terlihat memar dan ada sedikit
laserasi kecil, kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks yang
berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. Dua jari mungkin
masih bisa dimasukkan kedalam muara serviks pada hari ke-4 sampai hari ke-6 pasca
partum, tetapi hanya tungkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada minggu ke-2.
Muara serviks eksterna tidak akan terbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan,
tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah, sering disebut seperti mulut ikan. Laktasi
menunda produksi esterogen yang mempengaruhi mukus dan mukosa.

c. Vagina dan perineum


Esterogen post partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan
hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hamil, enam sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan menonjol pada wanita
nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap
atrofikpada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai
kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium.
Kekurangan esterogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas mukosa vagina.
Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai
fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita
dianjurkan menggunakan pelumas larut air saat melakukan hubungan seksual untuk
mengurangi nyeri.
d. Topangan otot panggul
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan
masalah ginekologi dapat timbul dikemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul
yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai enam bulan
untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan
pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini
terdiri atas uterus, dinding vagina posterior atas, uretra, kandung kemih, dan rectum.
Walaupun relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita, tetapi biasanya merupakan
komplikasi yang timbul terlambat akibat melahirkan.
2. SISTEM ENDOKRIN
a. Hormon plasenta
Selama periode pascapartum, terjadi pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan
signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon
human placental lactogen (hPL), esterogen, dan kortisol, serta placental enzyme
insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun
secara yang bermakna pada puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun
secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu
minggu pascapartum. Penurunan kadar kadar esterogen berkaitan dengan
pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi
selama masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui kadar esterogen mulai
meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi daripada wanita
yang menusui pascapartum hari ke-17 (Bowes, 1991).

b. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium


Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui
berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya
berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follicle-stimulating hormone (FSH)
terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak
berespons terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat (Bowes, 1991).
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita
menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan
(Bowes, 1991). Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama
stiap kali menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan. Kekuatan
mengisap kemungkinan juga akan mempengaruhi kadar prolaktin. Hal ini memperjelas
bukti bahwa menyusui bukanlah bentuk KB (Keluarga Berencana) yang baik. Setelah
melahirkan wanita tidak menyusui akan mengalami penurunan kadar prolaktin,
mencapai rentang sebelum hamil dalam dua minggu. Pada wanita tidak menyusui,
ovulasi terjadi dini, yakni dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70
sampai 75 hari. Pada wanita menyusui, waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 190
hari (Bowes, 1991). Di antara wanita yang menyusui, 15% mengalami menstruasi
dalam enam minggu dan 45% dalam 12 minggu. Di antara wanita yang tidak menyusui
, 40% mengalami menstruasi dalam enam minggu, 65% dalam 12 minggu, dan 90%
dalam 24 minggu. Pada wanita menyusui 80% siklus menstruasi pertama tidak
mengandung ovum (Scott, dkk; 1990). Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan
biasanya lebih banyak dari pada normal. Dalam tiga sampai empat siklus, jumlah
cairan menstruasi wanita kembali seperti sebelum hamil.
3. ABDOMEN
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam dua minggu
setelah melahirkan, dinding abdomen wanita itu akan rileks. Diperlukan sekitar enam
minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh
kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil stria menetap. Pengembalian tonus otot
bergantung kepada kondisi tonus sebelum hamil, latihan fisik yang tepat, dan jumlah
jaringan lemak. Pada keadaan tertentu, dengan aatau tanpa ketegangan yang berlebihan,
seperti bayi besar atau hamil kembar, otot-otot dinding abdomen memisah, suatu keadaan
yang dinamai diastasis rekti abdominis. Apabila menetap, defek ini dirasa dapat
mengganggu pada wanita, tetapi penanganan melalui upaya bedah jarang dibutuhkan.
Seiring berjalannya waktu, defk tersebut menjadi kurang terlihat.
4. SISTEM URINARI
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah
wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa
pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan waktu kira-kira dua sampai delapan minggu supaya hipotonia
pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil
(Cunningham, dkk;1993). Pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa
menetap selama tiga bulan.
a. Komponen Urin
Glikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada
ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang
meningkat selama masa pascapartum, merupakan akibat otolisis uterus yang
berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel uterus juga menyebabkan
proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan. Hal ini
terjadi pada sekitar 50% wanita. Asetonuria bisa terjadi pada wanita yang tidak
mengalami komplikasi persalinan atau setelah suatu persalinan yang lama dan disertai
dehidrasi.
b. Dieresis Pascapartum
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan
yang teretensi selama masa hamil ialah diaphoresis luas, terutama pada malam hari,
selama dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Dieresis pascapartum, yang
disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada
tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan
mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan melalui
keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar
2,5 kg selama masa pascapartum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama
hamil kadang-kadang disebutr kebalikan metabolism air pada masa hamil (reversal of
the water metabolism of fregnancy)

c. Uretra dan Kandung Kemih


Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni
sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemis
dan edema, seringkali disertai daerah daerah kecil hemoragi. Pengambilan urine
dengan cara bersih atau melalui keteter sering menunjukkan adanya trauma pada
kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema. Kombinasi
trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir, dan
efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu,
rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina,
atau episiotomy menurunkan atau mengubah reflex berkemih. Penurunan berkemih,
seiring dieresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi
kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan
perdarahan terlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan
baik. Pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat
menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu
proses berkemih normal (Cunningham, dkk, 1993).
Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam jangka waktu lama,
dinding kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan
mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan
pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir.
5. SISTEM PENCERNAAN
a. Nafsu Makan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan sehingga ia boleh mengonsumsi makanan
ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia dan keletihan,
kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali
dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi cemilan yang sering ditemukan.
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anesthesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama
proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema
sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu seringkali sudah menduga nyeri
saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi, lasersi
atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus
usus kembali ke normal.
6. PAYUDARA
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil
(estrogen, progesterone, human chorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol dan
insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-
hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah
ibu menyusui atau tidak.
a. Ibu Tidak Menyusui
Payudara biasanya terba nodular (pada wanita tidak hamil teraba granular).
Nodularitasnya bersifat bilateral dan difus. Apabila wanita memilih untuk tidak
menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun
dengan cepat. Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama
setelah melahirkan. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan
pada hari kedua dan ketiga, dapat ditemukan adanya nyeri seiring dimulainya produksi
susu. Pada hari ketiga atau keempat pascapartum bisa terjadi pembengkakan
(engorgement). Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika
diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat). Distensi payudara
terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik, bukan
akibat penimbunan air susu. Air susu dapat dikeluarkan dari puting. Jaringan payudara
di aksila (tail of Spence) dan jaringan payudara atau puting tambahan juga bisa terlibat.
Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya
berkurang dalam 24 sampai 36 jam. Apabila bayi belum menghisap (atau dihentikan),
laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu.
b. Ibu yang Menyusui
Keteka laktasi terbentuk, terba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yng terisi
berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan
suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi
dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap
selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat
dikeluarkan dari putting susu. Putting susu harus diperiksa untuk dikaji erektilitasnya,
sebagai kebalikn dari inverse, dan untuk menemukan apakah ada fisura atau keretakan.

7. SISTEM KARDIOVASKULAR
a. Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilagan darah
selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema
fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang
cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebabkan volume darah menurun dan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat
setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum
hamil. Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya
40% lebih dari volume tidak hamil) menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi
kehilangan darah saat melahirkan. Banyak ibu kehilangan 300 sampai 400 ml darah
sewaktu melahirkan bayi tunggal pervaginam atau sekitar dua kali lipat jumlah ini
pada saat operasi sesaria.
Penyesuaian pembuluh darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatis dan
cepat. Respons wanita dalam menghadapi kehilangan darah selama masa pascapartum
dini berbeda dari respons wanita tidak hamil. Tiga perubahan fisiologis pascapartum
yang melindungi wanita: (1) hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi
ukuran pembuluh darah maternal 10% sampai 15%, (2) hilangnya fungsi endokrin
plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi, dan (3) terjadinya mobilisasi air
ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil. Oleh karena itu, syok hipovolemik
biasanya tidak terjadi pada kehilangan darah normal.
b. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa
hamil. Segera setelah wanit melahirkan, keadaan ini akan meningkat behkan lebih
tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit
uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua
jenis kelahiran atau semua pemakaian konduksi anesthesia (Bowes, 1991).
Data mengenai kembalinya hemodinamika jantung secara pasti ke kadar normal tidak
tersedia, tetapi nilai curah jantung normal ditemukan, bila pemeriksaan dilakukan 8
sampai 10 minggu setelah wanita melahirkan (Bowes, 1991).
c. Tanda-Tanda Vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal.
Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun diastole
dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan
(Bowes, 1991). Fungsi pernafasan kembali ke fungsi saat wanita tidak hamil pada
bulan keenam setelah wanita melahirkan. Setelah rahim kosong, diafragma menurun,
aksis jantung kembali normal, dan impuls titik maksimum (point of maximum impulse
[PMII]) dan EKG kembali normal.
d. Tanda Vital setelah Melahirkan
Temuan Normal Deviasi dari Nilai Normal dan Penyebab yang Mungkin Temperature
Selama 24 jam pertama dapat meningkat sampai 38 derajat celcius sebagai akibat efek
dehidrasi persalinan. Selama 24 jam wanita harus tidak demam.
e. Denyut Nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi selama jam pertama
setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahui.
Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi
sebelum hamil.
f. Pernafasan
Perafasan harus berada dalam rentang normal sebelum melahirkan
g. Tekanan Darah
Tekanan darah sedikit brubah atau menetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan
oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera setelah berdiri, dapat timbul dalam
48 jam pertama. Hal ini merupakan akibat pembengkakan limpa yang terjadi setelah
wanita melahirkan. Diagnosis sepsis puerperal baru dipikirkan, jika suhu tubuh ibu
meningkat sampai 38°C setelah 25 jam pertama setelah bayi lahir dan terjadi lagi atau
menetap selama dua hari. Kemungkinan lain ialah mastitis, endometritis, infeksi
saluran kemih, dan infeksi sistemik. Frekuensi denyut nadi yang cepat atau semakin
meningkat dapat menunjukkan hipovolemia akibat perdarahan. Hipoventilasi bisa
terjadi setelah blok subaraknoid tinggi yang tidak lazim. Tekanan darah yang rendah
atau menurun bisa menunjukkan hipovolemia akibat perdarahan. Akan tetapi, ini
merupakan tanda yang lambat munculnya. Gejala lain perdarahan biasanya membuat
staf waspada. Tekanan darah yang semakin meningkat bisa disebabkan pemakaian
vasopresor atau obat oksitoksik secara berlebihan. Karena hipertensi akibat kehamilan
(PIH) dapat menetap atau timbul pertama kali pada pascapartum, evaluasi rutin
tekanan darah perlu dilakukan. Apabila wanita mengeluh nyeri kepala, penyebab
hipertensi harus disingkirkan sebelum wanita diberi analgesia. Apabila tekanan darah
menignkat, wanita dianjurkan untuk tetap di tempat tidur dan dokter diberi tahu.

8. KOMPONEN DARAH
a. Hematokrit dan Hemoglobin
Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar
daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sel darah
merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ketiga sampai hari ketujuh
pascapartum. Tidak ada SDM yang rusak selama masa pascapartum, tetapi semua
kelebihan SDM akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM tersebut.
Waktu yang pasti kapan volume SDM kembali ke nilai sebelum hamil tidak diketahui,
tetapi volume ini berada dalam batas normal saat dikaji 8 minggu setelah melahirkan
(Bowes,1991).
b. Hitung Sel darah Putih
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm3. Selama 10 sampai
12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000/mm3
merupakan hal yang umum. Neutrofil merupakan sel darah puttih yang paling banyak.
Keberadaan leukositosis disertai peningkatan normal laju endap darah merah data
membingungkan dalam menegakkan diagnosis infeksi akut selama waktu ini.
c. Faktor Koagulasi
Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama masa hamil dan
tetap meningkat pada awal puerperium. Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi
kerusakan pembuluh darah dan imobilitas, mengakibatkan peningkatan resiko
tromboembolisme, terutama setelah wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas
fibrinolitik juga meningkat selama beberapa hari pertama setelah bayi lahir (Bowes,
1991). Faktor I, II, VIII, IX, dan X menurun dalam beberapa hari untuk mencapai
kadar sebelum hamil. Produk pemecahan fibrin, yang kemungkinan dilepaskan dari
bekas tempat plasenta juga dapat ditemukan dalam darah maternal.

d. Varises
Varises ditungkai dan disekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil.
Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan mengecil dengan cepat
setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkaan selama masa hamil. Regresi
total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan.
9. SISTEM NEUROLOGI
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis
yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanta saat
bersalin dan melahirkan. Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan
akan menghilang setelah wanita melahirkan. Eliminasi edema fisiologis melalui
dieresis setelah bayi lahir menghilangkan sindrom carpal tunel dengan mengurangi
kompresi saraf median. Rasa baal dan kesemutan (tingling) periodic pada jari yang
dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah anak lahir, kecuali jika mengangkat
dan memindahkan bayi memperburuk keadaan. Nyeri kepala pascapartum bisa
disebabkan berbagai keadaan, termasuk hipertensi akibat kehamilan (PIH), stress, dan
kebocoran cairan serebrospinalis ke dalam ruang ekstradural selama jarum epidural
diletakkan di tulang punggung untuk anatesia. Lama nyeri kepala bervariasi dari satu
sampai tiga hari sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab danefektivitas
pengobatan.
10. SISTEM MUKULOSKELETAL
Adaptasi sitem musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung
secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang
membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat
pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke-8 setelah
wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali ke keadaan
normal sebeluum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.
Wanita yang baru menjadi ibu akan memerlukan sepatu yang ukurannya lebih besar.

11. SISTEM INTEGUMEN


Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Hiperpigmentasi di aerola dan lina nigra tidak menghilang seluruhya setelah
bayi lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap. Kulit
yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tetapi
tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi),
eritema palmar, dan epulis biasanya berkurang sebagai respons terhadap penurunan
kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita spider nevi tetap.
Rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada waktu hamil biasaya akan menghilang
setelah wanita melahirkan, tetapi rambut kasar yang timbul sewaktu hamil biasanya
akan menetap. Konsistensi dan kekuatan kuku akan kembali pada keadaan sebelum
hamil. Diaphoresis ialah perubahan yang paling jelas terlihat pada integument.
12. SISTEM IMMUNITAS
Kebutuhan ibu untuk mendapat vaksinasi rubella atau untuk mencegah
isoimunisasi Rh ditetapkan.

2.3 DAMPAK POST PARTUM TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


a. Kebutuhan rasa nyaman
Adanya parineum dan kontraksi pada uterus setelah melahirkan dapat menimbulkan nyeri
akibat terputusnya kontuinitas jaringan dan syaraf. Penyaluran syaraf dan neurotransmitter
disampaikan ke sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan persepsi nyeri.
b. Kebutuhan aktivitas
Dampak dari proses persalinan rupture erineum menimbulkan kelelahan dan
ketidaktahuanklien dalam mobilisasi dan melakukan aktivitas. Biasanya karena adanya
luka klien merasa takut dalam melakukan aktivitas
c. Kebutuhan istirahat dan tidur
Klien yang telah mengalami persalinan dan rupture perineum dapat mengalami gangguan
istirahat tidur akibat nyeri dan adanya stress psikologis
d. Kebutuhan Eliminasi BAK
Damapak dari rupture menyebabkan klien takut BAK. Yang biasanya berlebihan (Poliuri)
pada hari kedua dan kelima yang disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat
retensi dalam kehamilan, karena merasa takut maka klien menahan rasa ingin BAKnya.

2.4 KOMPLIKASI PADA POST PARTUM

A. Hemoragi
 Perdarahan Pasca-Persalinan Primer
Perdarahan per vagina yang melibihi 500 ml setelah bersalin didefenisikan sebagai
perdarahan pasca persalinan, akan tetapi terdapat beberapa masalah mengenai defenisi
ini, yaitu sebagai berikut:
1. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-
kadang hanya setengah dari yang biasanya. Darah tersebut bercampur dengan
cairan amnion atau dengan urine, darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain
di dalam ember, serta lantai.
2. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar
hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar Hb normal akan dapat menyesuaikan
diri terhadap kehilangan darah di mana sebaliknya akan berakibat fatal pada ibu
yang mengalami anemia. Akan tetapi, pada kenyataannya seorang ibu yang sehat
dan tidak anemia pun dapat mengalami akibat fatal dari kehilangan darah.
3. Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam dan
kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok.
Beberapa etiologi dari komplikasi ini adalah atonia uteri dan sisa plasenta (80%),
laserasi jalan lahir (20%), serta gangguan faal pembekuan darah pasca-solusio plasenta.
Berikut adalah faktor resiko dari komplikasi ini:
1. Partus lama.
2. Overdistensi uterus (hidramnion, kehamilan kembar, makrosomia).
3. Perdarahan antepartum.
4. Pasca-induksi oksitosin atau MgSO4.
5. Korioamnionitis,
6. Mioma uteri.
7. Anesthesia.
 Perdarahan Pasca-Persalinan Sekunder
Etiologi utama adalah sebagai berikut:
1. Proses reepitalisasi plasental site yang buruk (80%).
2. Sisa konsepsi atau gumpalan darah.
B. Infeksi masa nifas
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan. Infeksi masa nifas masih
merupakan penyebab tertinggiangka kematian ibu (AKI). Infeksi luka jalan lahir pasca-
persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam dalam nifas
sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala
penting dari penyakit ini. Demam dalam masa nifas sering juga disebut morbiditas nifas
dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi
nifasdapat juga disebabkan oleh pielitis, infeksi jalan pernapasan, malaria, dan tifus.
Morbiditas nifas ditandai dengan suhu 38oC atau lebih, yang terjadi selama 2 hari berturut-
turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam pascapersalinan dalam 10 hari pertama
masa nifas. Kejadian infeksi nifas berkurang antara lain karena adanya antibiotic,
berkurangnya operasi yang merupakan trauma yang berat, pembatasan lamanya persalinan,
asepsis, transfuse darah, dan bertambah baiknya kesehatan umum (kebersihan, gizi, dan
lain-lain). Mikroorganisme penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari luar (eksogen)
atau dari jalan lahir penderita sendiri (endogen). Mikroorganisme endogen lebih sering
menyebabkan infeksi. Mikroorganisme yang tersering menjadi penyebab ialah golongan
streptococcus, basil coli, dan stafilacoccus. Akan tetapi, kadang-kadang mikroorganisme
lain memegang peranan, seperti: Clostridium welchii, Gonococcus, Salmonella typhii, atau
Clostridium tetanii.
C. Tromboflebitis dan emboli paru
Tromboflebitis pascapartum lebih umum terjadi pada wanita penderita varikositis atau
yang mungkin secara genetic rentan terhadap relaksasi dinding vena dan stasis vena.
Kehamilan menyebabkan stasis vena dengan sifat relaksasi dinding vena akibat efek
progesterone dan tekanan pada vena oleh uterus. Kehamilan juga merupakan status
hiperkoagulasi. Kompresi vena selama posisi persalinan atau pelahiran juga dapat berperan
terhadap masalah ini. Tromboflebitis digambarkan sebagai superficial atau bergantung
pada vena apa yang terkena.
D. Hematoma
Hematoma adalah pembengkakan jaringan yang berisi darah. Bahaya hematoma adalah
kehilangan sejumlah darah karena hemoragi, anemia, dan infeksi. Hematoma terjadi
karena rupture pembuluh darah spontan atau akibat trauma. Pada siklus reproduktif,
hematoma sering kali terjadi selama proses melahirkan atau segera setelahnya, seperti
hematom vulva, vagina, hematoma ligamentum latum uteri.
Kemungkinan penyebab termasuk sebagai berikut:
1. Pelahiran operatif.
2. Laserasi sobekan pembuluh darah yang tidak di jahit selama injeksi local atau
pudendus, atau selama penjahitan episiotomy atau laserasi.
3. Kegagalan hemostasis lengkap sebelum penjahitan laserasi atau episiotomy.
4. Pembuluh darah di atas apeks insisi atau laserasi tidak di bending, atau kegagalan
melakukan jahitan pada titik tersebut.
5. Penanganan kasar pada jaringan vagina kapanpun atau pada uterus selama masase.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Askep Infeksi puerperalis

A.Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-
kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono
Prawirohardjo, 2005 : 689 ).

Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia
dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).

Jadi, yang dimaksud dengan infeksi puerperalisa adalah infeksi bakteri pada traktus
genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga 38ᵒC
atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan
24 jam pertama.

2.Etiologi
Penyebab dari infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob
patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar.
Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang
sering menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :

 Streptococcus haematilicus aerobic


Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain , alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya.
 Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit.
 Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi terbatas
 Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.

3.Faktor predisposisi

Faktor predisposisi dari infeksi puerperalis yaitu :

a.Semua tindakan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ibu seperti perdarahan,
anemia, nutrisi buruk, status sosial ekonomi rendah, dan imunosupresi.
b.Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
c.Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
d.Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.

4.Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter
kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena banyak vena yang
ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-uman
dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami
perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum yang semuanya
merupakan tempat masuknya kuman-kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada
luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai
berikut:

a.Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam
atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau alat – alat yang dimasukkan ke dalam
jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.

b.Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal
dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya yang berada di ruangan tersebut.
Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus ditutup dengan masker dan
penderita infeksi saluran nafas dilarang memasuki kamar bersalin.
c.Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita dengan
berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana,
antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan untuk
merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.

d.Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika
menyebabkan pecahnya ketuban.

e.Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu


berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu partus lama,
apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali dilakukan pemeriksaan dalam.
Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia;
denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan
berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu
persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin.

5.Klasifikasi
Infeksi puerperalis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :

1)Infeksi yang terbatas pada perineum , vulva , vagina , serviks , dan endometrium .

a.Infeksi perineum, vulva, dan serviks

Tanda dan gejalanya :

•Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria, dengan atau tanpadistensi urine.

•Jahitan luka mudah lepas, merah, dan bengkak.

•Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat, suhu sekitar 38ᵒC, dan nadi
kurang dari 100x/menit.

•Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa
meningkat hingga 39-40ᵒ C, kadang-kadang disertai menggigil.

b.Endometritis
•Kadang –kadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah sisa plasenta dan selaput
ketuban yang disebut lokiametra.

•Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, kadang-kadang berbau/tidak, lokhea berwarna
merah atau coklat.

•Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, menggigil, nadi biasanya sesuai dengan
kurva suhu tubuh.

•Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.

•Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his susulan biasanya sangat
mengganggu.

•Leukositosis dapat berkisar antara 10.000-13.000/mm³.

2)Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena , jalan limfe dan permukaan dan
endometrium.

a.Septikemia dan piemia

•Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan lemah sampai 3 hari postpartum
suhu meningkat dengan cepat. Biasanya disertai menggigil dengan suhu 39-40ᵒC. Keadaan
umum cepat memburuk, nadi sekitar 140-160x/menit atau lebih. Klien juga dapat
meninggal dalam 6-7 hari postpartum.

•Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan menggigl yang terjadi berulang-
ulang. Suhu meningkat dengan cepat kemudian suhu turun dan lambat laun timbul gejala
abses paru, pneumonia, dan pleuritis.

b.Peritonotis

•Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan
nyeri,serta ada defensif muskuler. Wajah klien mula-mula kemrahan, kemudian menjadi
pucat, mata cekung, kulit wajah dingin, serta terdapat facishipocratica.

•Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak seberat peritonis umum klien
demam, perut bawah nyeri,tetapi keadaan umum tetap baik.
c.Selulitis pelvis

•Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan
nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvic.

•Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus.

•Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang mula mula
tinggi menetap , menjadi naik turun disertai menggigil.

•Klien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.

6.Gejala klinis

Tanda dan gejala umum dari infeksi puerperalis ini yaitu :

a.Peningkatan suhu

b.Takikardi

c.Nyeri pada pelvi

d.Demam tinggi

e.Nyeri tekan pada uterus

f.Lokhea berbau busuk/ menyengat

g.Penurunan uterus yang lambat

h.Nyeri dan bengkak pada luka episiotomi

7.Pemeriksaan fisik

a.Keadaan Umum : Baik, CM, Tidak Anemis

b.Vital Sign

c.Status Generalis

•Kepala : Konjungtiva tidak anemis, pupil isokor


•Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan kelenjar tiroid.

•Dada : Pernafasan kanan dan kiri tidak simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ronki

•Abdomen : Tenang, supel, NT (-), tidak teraba masa dan tidak nyeri tekan

•Ekstremitas : Tidak ada gangguan gerak dan edema

d.Status Obstetri

Inspeksi :

•Mata : Konjungtiva tidak anemis

•Dada : Hiperpikmentasi papila dan aerola mamae terlihat

•Abdomen : Tenang, Supel, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, dan tidak nyeri tekan

•Ekstremitas : Tidak ada edema

8.Pemeriksaan diagnostik

•Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial ke kiri.

•Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat meningkat dengan

adanya infeksi.

•Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan anemia.

•Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase luka
atau perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.

•Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.

•Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan melokalisasi


abses perineum.

•Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau pembentukan
abses, serta adanya vena-vena dengan trombosis.
9.Prognosis
Prognosis baik jika diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya,
septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi diikuti peritonitis
umum.

10.Penatalaksanaan

a.Pencegahan

•Selama kehamilan, bila ibu anemia diperbaiki. Berikan diet yang baik.

•Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.

•Selama persalinan, batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga persalinan agar tidak
berlarut-larut. Selesai persalinan dengan trauma sedikit mungkin. Cegah perdarahan
banyak dan penularan penyakit dan petugasdalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan
harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi tepat.

•Selama nifas rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat ibu dengan tanda-tanda
infeksi nifas bersama dengan wanita dalam nifas yang sehat.

b.Penanganan medis

•Suhu diukur dari mulut sedikitnya empat kali sehari.

•Berikan terapi antibiotik prokain penisilil 1,2-2,4 juta unit 1M penisilin G 500.000 satuan
setiap 6 jam atau metisilin 1 gr setiap 6 jam 1 M ditambah dengan ampisilin kapsul 4 x 250
mg per oral.

•Perhatikan diet ibu : diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP).

•Lakukan transfusi darah bila perlu.

•Hati-hati bila ada abses , jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga peritoneum.

B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian
a.Aktivitas / istirahat

Malaise, letargi. Kelelahan dan/ atau keletihan yang terus menerus (persalinan lama,
stresor pascapartum multipel).

b.Sirkulasi

Takikardia dari dengan berat bervariasi.

c.Eliminasi

Diare mungkin ada. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.

d.Integritas ego

Ansietas jelas (peritonitis).

e.Makanan/ cairan

Anoreksia, mual, muntah. Haus, membran mukosa kering. Distensi abdomen, kekauan,
nyeri lepas (peritonitis).

f.Neurosensori

Sakit kepala.

g.Nyeri/ ketidaknyaman

Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen. Afterpain berat atau lama, nyeri abdomen
bawah atau uterus serta nyeri tekan guarding (endometritis). Nyeri/kekakuan abdomen
unilateral/ bilateral (salpingitis/ooferitis, parametritis)

h.Pernafasan

Pernafasan cepat/dangkal (berat/proses sistemik)

i.Keamanan

Suhu: 100,4ᵒ F (38,0ᵒ C) atau terjadi lebih tinggi pada dua hari terus menerus, diluar 24
jam pasca partum adalah tanda infeksi. Namun suhu lebih tinggi dari 101ᵒ F (38,9ᵒ C)
pada24jam pertama menandakan berlanjutnya infeksi.
Demam ringan kurang dari 101ᵒ F menunjukkan infeksi insisi, demam lebih tinggi dari 102
ᵒ F (38,9ᵒ C) adalah petunjuk atau infeksi lebih berat (misalnya salpingitis, parametritis,
peritonitis).
Dapat terjadi menggigil, menggigil berat atau berulang(seringberakhir 30-40 menit),
dengan suhu memuncak sampai 104ᵒF, menunjukkan infeksi pelvis, tromboflebitis atau
peritonitis.
Melaporkan pemantauan internal, pemeriksaan vagina intra partum sering, kecerobohan
pada teknik aseptik.

j.Seksualitas

Pecah ketuban dini atau lama, persalinan lama (24 jam / lebih). Retensi produk konsepsi,
eksplorasi uterus atau pengangkatan plasenta secara manual, atau hemoragi pasca partum.
Tepi insisi mungkin kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, atau memisah dengan drainase
purulen atau cairan sanguinosa. Subinvolusi uterus mungkin ada.
Lokea mungkin bau busuk, tidak ada bau (bila infeksi oleh streptokokal beta hemolitik),
banyak atau berlebihan.

k.Interaksi sosial

Status sosio ekonomi rendah dengan stresor bersamaan.

2.Diagnosa keperawatan

a.Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nosokomial.

b.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.

c.Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.

d.Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan infeksi pada
proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.

3.Rencana keperawatan

a.Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.

Tujuan 1:mencegah dan mengurangi infeksi.


Intervensi:

•Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter yang baik),
catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis dan kemungkinan
“perdarahan” / nyeri.

•Kaji tinggi fundus dan sifat.

•Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post partum.

•Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting). Hubungkan
dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat apakah klien menyusui
dengan ASI.

•Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis. Catat
kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam 10 hari post
partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.

•Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.

•Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada pasien
dan perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.

•Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan cairan.

•Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan zat besi.
•Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif dan nafas
dalam setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.

•Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/ kelumpuhan.
Bantu dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara sering dan teratur.

•Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.

Tujuan 2: identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.

Intervensi:

•Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.


•Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan test
sensitivitas antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline, cefoxitin, chloramfenicol
atau metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau methyler gonovine.

•Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.

•Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit secara
intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang muntah

•Pemberian analgetika dan antibiotika.

b.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.

Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil:

Nafsu makan meningkat, mual muntah tidak terjadi.

Intervensi :

•Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi, dan vitamin C, bila masukkan oral
dibatasi.

•Tingkatkan masukan sedikitnya 2000ml/hari jus, sup, dan cairan lain.

•Anjurkan istirahat/ tidur secukupnya

•Berikan cairan atau nutrisi parenteral, sesuai indikasi

•Berikan preparat zat besi dan/atau vitamin sesuai indikasi.

c.Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.

Tujuan : Setelah diberikan askep, diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria
hasil :pasien tampak rileks, skala nyeri 0-3.

Intervensi :
•Kaji lokasi dan ketidaknyamanan atau nyeri

•Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi

-Berikan analgetik atau antipiretik.

•Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas atau rendam duduk

sesuai indikasi.

d.Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan infeksi pada
proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.

Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan klien menunjukkan perilaku kedekatan terus
menerus selama interaksi orangtua-bayi.

Intervensi :

•Berikan kesempatan untuk kontak ibu-bayi kapan saja memungkinkan.

•Pantau respons emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi, seperti depresi
dan marah.

•Anjurkan klien menyusui bayi bila memungkinkan dan meningkatkan partisipasinya


dalam perawatan bayi saat infeksi teratasi.

•Observasi interaksi bayi-ibu

•Buat rencana untuk tindak lanjut evaluasi yang tepat trehadap interaksi/respons ibu-bayi

4.Evaluasi

Dx 1 :

•Tidak terjadi tanda-tanda infeksi.

•Klien mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab secara individual.

-Klien dapat melakukan prilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan tepat,
menurunkan resiko komplikasi.
•Klien dapat sembuh tepat waktu, bebas dari komplikasi tambahan.

Dx 2 :

•Nutrisi klien terpenuhi.

•Nafsu makan meningkat.

•Tidak terjadi mual muntah.

•Pemasukan oral yang adekuat.

Dx 3 :

•Nyeri hilang atau berkurang.

•Skala nyeri 0-3

•Wajah tidak meringis.

Dx 4 :

•Klien menunjukkan perilaku kedekatan terus-menerus selama interaksi dengan bayinya.

•Klien mempertahankan/melakukan tanggungjawab untuk perawatan fisik dan emosi


terhadap bayi baru lahir sesuai kemampuan.

•Klien dapat mengekspresikan kenyamanan dengan peran menjadi orangtua.


BAB IV

a. Kasus

Ny. M usia 25 tahun. Primipara postpartum pervaginam hari ke- 8. Datang ke klinik
dengan keluhan demam selama 3 hari dan pengeluaran pervaginam mengeluarkan bau
yang menyengat. Riwayat persalinan klien adalah melahirkan pada usia kehamilan 37
minggu dengan vacum forsep akibat preeklamsia dan letak bayi masih tinggi di
sebuah klinik di daerah. Saat ini bayi dalam keadaan baik. Pengukuran suhu oral
38,6C

1. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama Ibu : Ny. M

Usia : 25 thn

Suku/ BangsA : Jawa/ Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

2. Keluhan Utama : Demam selama 3 hari.

3. Riwayat penyakit sekarang: Demam selama 3 hari dan pengeluaran pervaginam


mengeluarkan bau yang menyengat. Riwayat persalinan klien adalah melahirkan pada
usia kehamilan 37 minggu dengan vacum forsep akibat preeklamsia dan letak bayi
masih tinggi di sebuah klinik di daerah. Pengukuran suhu oral 38,6C

4. Riwayat Kesehatan dahulu: -

5. Riwayat Menstruasi :

a. Menarche: umur 14 tahun

b. Siklus: teratur tiap bulan


c. Lama: Rata-rata 6-7 hari.

d. Dismenorhea: -

6. Riwayat Obstetri:

a. G1P10001

b. Riwayat kehamilan sebelumnya:-

c. Riwayat intrapartum : Riwayat persalinan klien adalah melahirkan pada usia


kehamilan 37 minggu dengan vacum forsep akibat preeklamsia dan letak bayi masih
tinggi

7. Riwayat Kesehatan Keluarga: -

8. Pola Kebiasaan:

a. Pola Nutrisi

Anoreksia, mual/ muntah, haus, membran mukosa kering, distensi abdomen,


kekakuan. Asupan makanan bergizi kurang. Pasien makan 3 kali sehari, pasien hanya
menghabiskan setengah dari porsi yang seharusnya, dan pasien suka pilih-pilih
makanan.

b. Pola Tidur/ Istirahat

Klien mengeluh tidak bisa tidur dan sering terjaga di malam hari karena nyeri yang
dirasakan bertambah buruk pada malam hari.

c. Pola aktivitas

Malaise, letargi, klien merasa aktivitasnya terbatas akibat dari ketidak nyamanan pada
area jahitan di perineum.

d. Pola eliminasi

BAB 1 hari sekali konsistensi lunak, BAK 3-4 kali sehari dengan konsistensi kuning
dan bau khas amoniak.

e. Kebersihan diri
klien mengatakan mandi sekali sehari pada sore hari di tempat tidur. Klien gosok
gigi 1 kali sehari dan selama di rumah sakit klien keramas 1 kali. Ganti pembalut 2
kali sehari. Kebersihan perineum kurang, klien jarang berganti celana dalam.

f. Pola koping

Pola koping klien kurang adekuat

g. Konsep diri : ansietas

9. Pemeriksaan fisik:

a. Observasi :

· Keadaan umum: lemah

· Kesadaran: compos mentis

· BB: 62,3 kg; TB: 158

· TD: 120/80 mmHg

· Nadi: 98 x/menit

· Suhu: 38,60 C

· Pernapasan cepat dan dangkal, RR: 28x/menit

· CRT: <2 detik

· Akral : HKM

· GCS: 456

b. Kepala : tidak ada masalah

c. Mata: konjungtiva agak pucat; sklera putih; pupil isokor

d. Telinga dan hidung: tidak ada masalah

e. Mulut dan gigi : membran mukosa kering, kebersihan mulut baik

f. Leher: tidak ada masalah


g. Dada: pergerakan seimbang,

h. payudara : konsistensi normal; hiperpigmentasi papila dan aerola mamae


terlihat; puting menonjol; simetris; produksi ASI ada kolostrum

i. Abdomen: fundus uteri 2 jari di bawah pusar; peristaltik 3x/menit;


kekakuan pada pelvis

j. Genitalia: pengeluaran pervaginam mengeluarkan bau yang menyengat;


jahitan perineum merah, bengkak, dan sedikit terbuka; terasa panas dan nyeri di
sekitar perineum.

k. Ekstrimitas: Tidak ada masalah

10. Pemeriksaan Diagnostik

a. Gol darah O

b. Hematologi

Jenis
Hasil Nilai Normal
pemeriksaan

HEMATOLOGI

1. Hemoglobin 12,5 13–18 gr / dl

2. Leukosit 27.500 3,8–10,6 ribu


mm3
3. Hematokrit 36
40–52 %
4. Trombosit 264.000
150–440 ribu
mm3

c. Kultur dari bahan intrauterus atau intraservical : ditemukan biakan Streptococus


hemoliticus aerobia

d. USG pada abdomen dan pelvis memberikan gambaran normal


e. Pemeriksaan biomanual: menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis

3.2. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Keperawata
n

DS : Infeksi Hipertermi
puerperalis
Pasien mengeluh sekujur tubuh
menggigil dan tidak nyaman ↓

DO: Proses
inflamasi
Suhu : 38,6C

Meransang
pusat
termoregulator
di hipotalamus

Hipertermi

DS : Infeksi
Puerperalis
Keluhan :

a. Demam, luka perineumteras Gangguan
a nyeri. Adanya rasa nyaman
inflamasi pada nyeri
b. Pengeluaran
perineum
pervaginamberbau busuk

c. Sakit kepala, sulit tidur,
Adanya respon
tidak nafsu makan. mediator
inflamasi
Pengkajian nyeri:

p. Terdapat luka
episiotomi hari ke-8 Nyeri
pada perineum
q. Nyeri yang dirasakan
seperti di tusuk-tusuk

r. Pasien melaporkan nyeri


di luka bekas episiotomi dan
daerah sekitar perineum

s. Skala nyeri 3 (0-5)

t. Nyeri bertambah hebat


saat berkemih

DO :

Nadi : 98 x/menit

RR : 28 x/menit

Temp : 38,60C

DS : Infeksi Perubahan
puerperalis nutrisi
Pasien mengeluh tidak nafsu
kurang dari
makan dan hanya menghabiskan (vaginitis)
kebutuhan
sepertiga porsi makannya.
↓ tubuh
Pasien makan 3x sehari.
Respons
DO : inflamasi

A = BB mengalami penurunan ↓
2kg
Rasa panas
B = (hasil lab) pada tubuh
-Hb=12,5 gr/dl ↓

-albumin=2,5g/dl Penurunan
nafsu makan
-Hematokrit=36%

C = Clinis (yang dirasakan
pasien & kondisi fisik) Intake makanan
tidak adekuat
tidak nafsu makan, bibir kering,
mukosa kering kondisi pasien
lemah.

D = pasien hanya menghabiskan


setengah porsi makanan, jenis
diet : diet tinggi protein dan
kalori

DS : Persalinan Infeksi
menggunakan
Pasien mengeluh sekujur
vacum forsep
tubuhnya merasa panas

DO :
Manipulasi
RR : 28 x/menit
jalan lahir
Temp : 38,60C

Leukosit: 27.500mm3
Masuknya
mikroorganism
e ke vagina

Infeksi
puerperalis

DS: Kurangnya Kurangnya


perawatan
Perawatan diri kurang pengetahuan diri: perineal
hygiene
DO: ↓

Ganti pembalut 2 kali sehari. Perawatan


perineal tidak
adekuat

Personal
hygiene kurang

3.3 Diagnosa keperawatan

1. Hipertermi b.d proses inflamasi sekunder trauma persalinan, jalan lahir

2. Nyeri akut b.d infeksi pada organ reproduksi

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat dan anoreksia

4. Infeksi b.d trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nosokomial.

5. Kurangnya perawatan diri: perineal hygiene b.d kurangnya pengetahuan

3.4 Intervensi keperawatan

1. Hipertermi b.d proses inflamasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24


jam, hipertermi hilang dan berkurang

Kriteria Hasil :

1. suhu tubuh kembali normal (36,5-37,5C)

2. klien bebas dari menggigil


Intervensi Rasional

Pantau suhu tubuh Untuk mengetahui tingkat inflamasi


pada tubuh.

Pantau asupan makanan dan cairan Peningkatan kalori dan cairan


serta pertahankan keadekuatan asupan diperlukan untuk mempertahankan
cairan kurang lebih 2000 ml setiap fungsi metabolik ketika terjadi
hari demam

Gunakan pakaian yang tipis dan Penambahan pakaian atau selimut


hindari menggunakan selimut yang pada seseorang akan menghambat
tebal. kemampuan alami tubuh untuk
menurunkan suhu tubuh.

Hindari terpajannya bagian kepala, Terpajannya bagian kepala, wajah,


wajah, tangan, dan kaki pada tangan, dan kaki dapat berpengaruh
lingkungan yang panas pada peningkatan suhu tubuh karena
merupakan daerah vaskular

Berikan kompres hangat pada lipatan Karena pada tengkuk terdapat


bagian tubuh (pada tengkuk, aksila) hipotalamus (tempat pengaturan
regulasi suhu tubuh)

Kolaborasi

Berikan antipiretik, misalnya ASA Digunakan untuk mengurangi demam


(aspirin), asetaminofen (Tylenol). dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus, meskipun demam
mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme,
dan meningkatkan autodestruksi dari
sel-sel yang terinfeksi.
2. Nyeri akut b.d infeksi pada organ reproduksi

Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi

Kriteria Hasil :

1. Pasien menyatakan nyeri berkurang

2. Skala nyeri 0-1 (0-5)

3. Dapat mengidentifikasikan aktifitas yang dapat menurunkan nyeri

4. Pasien tidak gelisah

Intervensi Rasional

Kaji lokasi dan sifat ketidaknyamanan Membantu dalam diagnosa banding


atau nyeri keterlibatan jaringan pada proses
infeksi.

Berikan instruksi mengenai, Meningkatkan kesejahteraan klien


membantu, mempertahankan, dan pemulihan. Menghilangkan
kebersihan dan kehangatan ketidaknyamann

Instruksi klien dalam melakukan Memfokuskan kembali perhatian


teknik relaksasi, memberikan aktivitas klien, meningkatkan prilaku yang
pengalih. positif dan ketidaknyamanan

Anjurkan kesinambungan menyusui Mencegah ketidaknyamanan dari


saat kondisi klien memungkinkan. pembesaran payudara; meningkatkan
Karenanya anjurkan dan berikan keadekuatan suplai ASI pada klien
instruksikan dalam penggunaan menyusui.
pompa payudara.

Kolaborasi

Berikan analgesik atau antipiretik Menurunkan ketidaknyamanan dari


infeksi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat,
anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.

Tujuan : menunjukkan status gizi baik

Kriteria Hasil:

1. Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan

2. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal

3. Nilai laboratorium dalam batas normal

4. Melaporkan keadekuatan tingkat energi

Intervensi Rasional

Anjurkan pilihan makanan tinggi Protein membantu meningkatkan


protein, zat besi, dan vitamin C, bila pemulihan dan regenerasi jaringan
masukkan oral dibatasi. baru; zat besi perlu untuk sisntesis
Hb; vitamin C memudahkan absorbsi
zat besi dan perlu untuk sintesis
dinding sel.

Tingkatkan masukan sedikitnya Memberikan kalori dan nutrien lain


2000ml/hari jus, sup, dan cairan lain. untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.

Anjurkan istirahat/ tidur secukupnya. Menurunkan laju metabolisme,


memungkinkan nutrien dan oksigen
untuk digunakan untuk proses
pemulihan

Dukung anggota keluarga untuk Pasien merasa nyaman dengan


membawa makanan kesukaan pasien makanan yang dibawa dari rumah dan
dari rumah. dapat meningkatkan nafsu makan
pasien.

Kolaborasi
Berikan cairan atau nutrisi parenteral, Mungkin perlu untuk mengganti
sesuai indikasi. dehidrasi dan memberikan nutrien
yang perlu bila masukkan oral
dibatasi

Berikan preparat zat besi dan/atau Bermanfaat dalam memperbaiki


vitamin sesuai indikasi. anemia atau defisiensi bila ada

4. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi


nosokomial.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam terjadi perbaikan pada intregitas jaringan lunak dan
tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:

1. pada hari ke-12 tidak ada tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka
perineum

2. Leukosit dalam batas normal

3. Ttv dalam batas normal

Intevensi Rasional

Tinjau ulang catatan pranatal, Mengidentifikasi faktor-faktor yang


intrapartum, dan pasca partum. menempatkan klien pada kategori
risiko tinggi terhadap
terjadinya/penyebaran infeksi
pascapartum.

Pertahankan kebijakan mencuci Membantu mencegah kontaminasi


tangan dengan ketat untuk staf, klien silang.
dan pengunjung

Demonstrasikan/anjurkan Pembersihan melepaskan kontaminan


pembersihan perineum yang benar urinarius/fekal. Penggantian pembalut
setelah berkemih dan defekasi, dan menghilangkan media lembab yang
sering mengganti pembalut. menguntungkan pertumbuhan bakteri.

Demonstrasikan masase fundus yang Meningkatkan kontraktilitas uterus;


tepat. Tinjau ulang pentingnya dan meningkatkan involusi dan jalan dari
waktu prosedure. adanya fragmen plasenta yang
tertahan.

Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Peningkatan tanda vital menyertai


Perhatikan adanya menggigil atau infeksi; fluktuasi atau perubahan
laporkan anoreksia atau malaise. gejala menunjukkan perubahan
kondisi klien.

Observasi/catat tanda infeksi Memungkinkan identifikasi awal dan


lain. (mis. Lokhia atau drainase yang tindakan; meningkatkan resolusi
berbau busuk) infeksi.

Kolaborasi

Berikan obat-obatan sesuai indikasi Antibiotik: menyerang organisme


(antibiotik, oksitosik, antikoagulan). patogen, membantu mencegah
penyebaran infeksi dari jaringan
sekitar dan aliran darah

Oksitosik: meningkatkan
kontraktilitas miometrium untuk
memundurkan penyebaran bakteri

Antikoagulan: pada adanya


tromboflebitis pelvis, antikoagulan
mencegah atau menurunkan
pembentukan trombus tambahan dan
membatasi emboli septik.

5. Kurangnya perawatan diri: perineal hygiene b.d kurangnya pengetahuan

Tujuan: perawatan diri: perineal hygiene adekuat


Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan pembersihan perineal dengan baik

Klien dapat melakukan penggantian pembalut dengan

Intervensi Rasional

Anjurkan pasien mengganti pembalut Penggantian pembalut menghilangkan


tiap kali selesai BAK media lembab yang menguntungkan
pertumbuhan bakteri.

Demonstrasikan/ anjurkan Pembersihan melepaskan kontaminan


pembersihan perineum dengan benar urinarius/fekal sehingga bakteri dari
setelah berkemih dan defekasi (siram fekal tidak masuk ke vagina
dari depan ke belakang)

Anjurkan pasien mengeringkan Karena kondisi lembab menjadi


daerah perineum tiap kali selesai tempat pertumbuhan bakteri.
BAK dan defekasi
A. Pengertian dan Tujuan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit (KPRS)

Menurut The national patient safety (2003), keselamatan pasien adalah proses
yang dijalankan oleh organisasi yang bertujuan membuat layanan kepada pasien
menjadi lebih aman. Proses tersebut mencakup pengkajian risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisa insiden, dan kemampuan belajar dari
suatu kejadian, menindaklanjuti suatu kejadian, dan menerapkan solusi untuk
meminimalkan risiko berulangnya kejadian serupa.

Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) adalah suatu sistem dimana RS


membuat asuhan pasien lebih aman.(KKP-RS PERSI 2005). Sedangkan menurut
penjelasan UU 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 yang dimaksud dengan
keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan pasien yang lebih aman.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKP-RS (2008) mendefinisikan


bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard).
Keselamatan pasien (Patientsafety) adalah pasien bebas dari harm/cedera yang tidak
seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera
fisik, sosial, psikologi, cacat, kematian dan lain-lain), terkait dengan pelayanan
kesehatan.

Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit adalah agar terciptanya
budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit
terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di
rumah sakit dan terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan (Depkes RI,2008)

B. Sasaran KPRS

1. SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN


Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien
Elemen Penilaian Sasaran I :
 Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk
darah.
 Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis.
 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
2. SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF
Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
meningkatkan efektifitas komunikasi antar para pemberi pelayanan
Elemen Penilaian Sasaran II :
 Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
 Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.
 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah
atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.
 Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi
keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
3. SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU
DIWASPADAI (HIGH ALERT)
Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert)
Elemen Penilaian Sasaran III :
 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
 Implementasi kebijakan dan prosedur.
 Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4. SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR,
TEPAT-PASIEN OPERASI
Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien.
Elemen Penilaian Sasaran IV :
 Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti
untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses
penandaan.
 Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat dan fungsional.
 Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
sebelum "incisi/time out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur
tindakan pembedahan.
 Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses
yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan
tepat-pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan
di luar kamar operasi.
5. SASARAN V : PENGURANGAN RESIKO INFEKSI TERKAIT
PELAYANAN KESEHATAN
Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi resiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Elemen Penilaian SasaranV :
 Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand
hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l
dari WHO Guidelines on Patient Safety.
 Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
6. SASARAN VI : PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH
Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi resiko pasien dari cidera karena jatuh.
Elemen Penilaian Sasaran VI :
 Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap
resiko jatuh dan melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan dan lain-lain.
 Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi
mereka yang pada hasil asesmen dianggap beresiko jatuh.
 Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan
cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah
sakit.

C. Peningkatan keamanan obat

Bila obat – obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien manajemen
harus berperan secar kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat – obatan yang
perlu diwaspadai (High Alert Medications) adalah obat yang sering menyebabkan
terjadi kesalahan - kesalahan serius (Sentinel Event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverseoutcome) seperti obat – obat
yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat, Rupa, dan Ucapan Mirip/
NORUM, atau Look AlikeSoundAlike/LASA). Obat – obatan yang sering disebutkan
dalam isu keselamatan pasienadalah pemberian elektrolit konsentrat. Secara tidak
sengaja (misalnya, kalium klorida 2 meq/ ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat,
natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat sama dengan 50% atau
lebih pekat).

Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik diunit
pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu
sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat – obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit
konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau prosedur untuk membuat daftar obat –
obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada dirumah sakit. Kebijakan dan/
atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di Instalasi Gawat Darurat atau kamar operasi, serta pemberian
label secara benar pada elektrolit yang benar dan bagaimana penyimpanannya di area
tersebut sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/
kurang hati – hati.

D. Penerapan Pasien Safety Pada Keperawatan Maternitas

SKP1. Identifikasi pasien


· Pada ibu hamil maka perlu dilakukan pengkajian dimana menyangkut tentang
identitas ibu, baik nama,usia, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan dan kelahiran,
obstetri serta kesiapan ibu menerima kehamilan. Pengkajian data yang akurat perlu
dilakukan untuk menghidari kesalahan dalam pendiagnosaan, salah identifikasi
maupun pemberian tindakan. Selain dilakukannya pengkajian data maka perlu
dilakukan pemeriksaan fisik, untuk menentukan status kesehatan ibu dalam menerima
kehamilan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu hamil pemeriksaan fisik yang
dilakukan seperti, pemeriksaan TTV, pemeriksaan tubuh head to toe, pemeriksaan
leopold, Tinggi fundus urteri (TFU), dan juga pemeriksaan laboratorium. Yang
dimana seluruh data ini dikumpulkan dalam satu format pengkajian. Format
pengkajian inilah yang digunakan untuk identifikasi pasien, dimana dalam tujuan
SKP1. Yaitu meningkatkan ketelitian dalam identifikasi pasien.
· Maksud dan tujuan dari identifikasi klien adalah dilakukannya pengecekan dua
kali supaya tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan dan pemberian pengobatan
maupun terciptanya kesesuaian penerimaan pengobatan kepada pasien dalam hal ini
ibu hamil. Pada ibu hamil dengan HIV/AIDS Identifikasi klien sangat penting
digunakan dalam prosedur pengambilan darah untuk pemeriksaan lab. Apabila tidak
dilakukan identifikasi dan penandaan secara akurat maka dapat mengakibatkan
tertukarnya spesimen darah ibu hamil tersebut dengan darah pasien lain, yang
mengakibatkan terjadinya kesalahan diagnosis pasien.
· Salah satu program dalam meminimalisir terjadinya kesalahan identifikasi
adalah dengan menggunakan gelang identitas pasien yang dilengkapi dengan bar
code, nama, nomor rekam medis dan tanggal lahir. Pada ibu hami yang dirawat
menggunakan gelang identitas warna pink, dan dapat ditambahkan dengan gelang
warna merah jika ibu memiliki alergi obat tertentu, warna kuning untuk resiko jatuh.
Gelang identitas digunakan untuk menghindari kesalah dalam pemberian obat, salah
pasien, pemberian produk darah, dan pengambilan spesimen.
SKP.2 Komunikasi Efektif
Penggunaan komunikasi yang tepat dalam maternitas membantu kefektifan
dalam dunia keperawatan maternitas. Komunikasi efektif dapat dilakukan antara
perawat ke dokter, perawat ke perawat, perawat ke pasien maupun dokter ke pasien.
Di dalam komunikasi efektif ini perawat dapat menjelaskan tentang keadaan
kesehatan si ibu dan janinnya kepada suami dan ibu hamil. Komunikasi efektif antara
perawat ataupun dokter ke pasien dalam hal ini ibu hamil dapat membantu ibu sejak
pra konsepsi untuk mengorganisasikan perasaannya, pikirannya untuk menerima dan
memelihara kehamilannya. Di dalam SKP2. Komunikasi efektif terdapat pula
komunikasi antara tim kesehatan melalui komunikasi SBAR.
Komunikasi SBAR dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima
antara shift atau antara staf di daerah klinis yang sama atau berbeda, melibatkan
semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam situasi pasien
termasuk memberikan rekomendasi.
Pada komunikasi SBAR perawat di harapkan dapat berkomunikasi efektif tentang
analisa keadaan pasien dan diagnosa keperawatan kepada tim kesehatan lain. Salah
satu contoh komunikasi SBAR misalnya pada ibu hamil dengan preklamsia yang
perlu mendapatkan perawatan. Di sana perawat membuat suatu bentuk
pendokumentasian yang berisi:
· S (Situation) : merupakan situasi pasien yang dilaporkan seperti :
- Data dari pasien/ ibu hamil, baik nama, usia, tanggal masuk dan lama
perawatan. Lalu nama dokter yang menangani serta nama perawat.
- Diagnosa medis pasien
- Apa yang terjadi dengan pasien, menyangkut diagnosa/ masalah keperawatan
· B (Background) : latar belakang klinis yang berhubungan dengan situasi pasien,
seperti : TTV, obat saat ini dan alergi, hasil lab sebelumnya untuk perbandingan,
riwayat medis, dan temuan klinis. Misalnya pada TD ibu hamil dengan preklamsia >
160/110 mmhg, terjadinya penambahan berat badan serta edema pada kaki, jari dan
muka. Hal seperti ini perlu dilaporkan dan di dokumentasikan dalam SBAR.
· A (Assassment) : berisi hasil penilalian klinis klie, temuan klinis dari perawat
serta analisa dan pertimbangan perawat. Contohnya : hasil laboratorium terbaru,
keadaan klien saat ini serta keluhannya.
· R (recomendation) : berisi rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki
masalah, solusi yang ditawarkan perawat serta apa yang perawat perlukan dari dokter
untuk memperbaiki kondisi klien. Seperti rekomendasi pemberian obat serta infus
dekstrosa untuk menstabilkan tekanan darah.

Komunikasi efektif dapat digunakan dalam semua tahap keperawatan maternitas,


mulai dari tahap kehamilan, melahirkan, dan nifas. Paa tahap kehamilan komunikasi
efektif dilakukukan pada saat kunjungan kehamilan (trimester I,II, dan III, dimana
perawat ataupun dokter memberikan penjelasan mengenai perkembangan kehamilan
ibu dan pendidikan kesehatan mengenai perawatannya kehamilannya.
Sebelum memasuki masa intranatal, rumah sakit maupun petugas kesehatan
melakukan komunikasi efektif baik pada pasien maupun keluarga mengenai
bagaimana proses persalinan yang akan dilakukan,apakah pasien bisa melahirkan
secara normal ataupun secara secsio ceasaria, itu semua beradasarkan hasil dari
identifikasi perawat ataupun dokter selama proses kehamilan klien.
Pada masa intranatal perawat melakukan komunikasi kepada ibu hamil untuk
melakukan instruksi cara mengedan dengan benar apabila si ibu melahirkan normal.
Pada postnatal komunikasi efektif dilakukan ketika masa perawatan setelah
melahirkan, perawat dapat mengkomunikasikan kepada ibu hamil tentang bagaimana
car teknik menyusui an perawatan terhadap alat reproduksi ibu pasca melahirkan.
SKP3. Peningkatan keamanan obat
Peningkatan keamanan obat diperlukan pada selama masa konsepsi hingga nifas, saat
masa prenatal apabila seorang ibu terindikasi mengalami suatu penyakit misalnya
demam tifus, yang memerlukan obat – obatan tertentu seperti antibiotik maka pihak
petugas kesehatan harus melakukan identifikasi seksama terhadap obat – obatan yang
di berikan, dengan memahami prinsip 6 benar khususnya pada obat – obatan LASA
(Look Alike Sound Alike), karena pada ibu hamil sensitiv terhadap obat – obatan
karena dapat mengganggu janinnya. Misalkan saja penggunaan obat – obatan yang
diberikan kepada ibu hamil dengan demam tifus contohnya Ampisilin dan
Amoxcisilin. Kedua obat ini memliki nama yang terdengar sama dan digunakan untuk
kasus yang sama tetapi memiliki perbedaan pada penggunaan dosis dan efeknya. Pada
Ampicilin digunakan 1gr/oral untuk 4xsehari. Dan Amoxicilin 1gr/oral untuk 3x
sehari selama 14 hari. Dimana apabila terjadi kesalahan pemberian dosis atau
tertukarnya dosis kedua obat ini dapat memberika efek negativ pada janin dan ibunya.
Pada proses kelahiran memerlukan pemberian injeksi (untuk meningkatkan konstraksi
uterus), disini perawat juag harus meningkatkan kewaspadaan 6 benar. Pada masa
postnatal diberikan obat – obatan pengontrol nyeri pasca bedah contohnya
Paracetamol 500mg/oral sesuai yang dibutuhkan.
SKP4. Tepat – lokasi, Tepat Prosedur, Tepat pasien operasi
Penerapan SKP 4 lebih ditekankan pada masa intranatal khususnya pada prosedur
sectio ceasaria. Pada prosedur ini perawat dan tim kesehatan yang bertuagas harus
memastikan pasien yang akan di operasi dan tindakan apa yang akan dilakukan. Hal –
hal yang perlu dilakukan sebelum operasi sectio ceasaria :
• Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
• Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan sepert
USGyang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
• Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant
yang dibutuhkan.
Penilaian SKP 4. Pada keperawatan Maternitas
• Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
• Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi
saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
• Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi /
time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.
• Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur
medis.
Langkah dan Prosedur SKP.4 dalam Penerapannya Pada Keperawatan Maternitas
Khususnya Pada Sectio Ceasaria
Sesuai dengan sepuluh sasaran dalam safety surgery (WHO 2008). Yaitu:
1).Tim bedah akan melakukan operasi pada pasien dan posisi janin di dalam perut ibu.
2).Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di kenal untuk mencegah
bahaya dari pengaruh anastesi, pada saat melindungi pasien dari rasa nyeri.
3).Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan bantuan hidup dari
adanya bahaya kehilangan atau gangguan pernafasan pada saat proses kelahiran
maupun sesudah proses kelahiran.
4).Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan adanya resiko kehilangan
darah.
5).Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat dan mengetahui adanya resiko
alergi obat pada pasien.
6).Tim bedah secara konsisten menggunakan metode yang sudah dikenal untuk
meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi operasi.
7).Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya sisa kasa dan instrument pada luka
pembedahan.
8).Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan akurat, specimen (contoh
bahan)pembedahan.
9).Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan bertukar informasi tentang hal-
hal penting mengenai pasien untuk melaksanakan pembedahan yang aman.
10).Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat akan menetapkan pengawasan
yang rutin dari kapasitas , jumlah dan hasil pembedahan.

SKP 5. Pengurangan resiko infeksi


Pada masa pranatal, perawat memberikan pendidikan kesehatan untuk menjaga
kesehatan selama hamil, dengan mengonsumsi makanan yang bersih dan memenuhi
pola diet sehat berimbang, serta minum air dalam jumlah yang cukup.
Pada masa intranatal, petugas kesehatan harus memperhatikan universal precaution
dan alat-alat persalinan dan ruang bersalin terjaga kesterilannya
Pada masa postnatal, dengan menjaga kebersihan daerah sekitar vagina dan luka bekas
episiotomi (prosedur bedah untuk melebarkan jalan lahir ) karena dapat menjadi pintu
masuk kuman dan menimbulkan infeksi, terutama setelah buang air kecil dan buang
air besar. Cuci tangan dengan bersih sebelum menyentuh area genital dan anus,
basuhlah dengan gerakan dari arah depan ke belakang.
SKP 6. Pengurangan resiko pasien jatuh
Pada masa prenatal, perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien untuk
menggunakan alas kaki yang nyaman dan tidak berhak tinggi, hindari menggunakan
tangga, jaga kebersihan lantai, berikan penerangan yang memadai, serta hubungi
keluarga jika perlu bantuan.
Pada masa intranatal, perlu ditingkatkan keamanan tempat tidur serta posisi ibu saat
melahirkan dengan tujuan supaya menurunkan resiko jatuh, dan perlu diperhatikan
posisi ibu dan bayi setelah proses melahirkan agar bayi tidak jatuh. Pada bayi yang
lahir prematur perlu diperhatikan pemakaian tabung inkubator, petugas kesehatan
perlu meningkatkan keamanan seperti memperhatikan jarak antara bayi dan lampu
serta berapa lama anak berada dalam inkubator. Pada masa postnatal, ajarkan keluarga
untuk membantu klien dalam melakukan aktivitas karena klien dalam keadaan lemah
serta istirahat yang cukup.
Contoh Kebijakan tentang Standar Pelayanan Maternitas-Keselamatan Pasien
di Rumah Sakit Sarasota New Zealand:
1. Identifikasi Pasien yang jelas dan Selalu dipastikan identitasnya sebelum
mendapatkan tindakan

2. Pasien maupun staff berhak untuk dilindungi dari infeksi dan kontaminasi yang
diatur oleh Kebijakan Kontrol Infeksi

3. Selama Pasien dikondisikan atau tidak ada intervensi keperawatan, bed selalu
dijaga dengan posisi rendah dan terkunci, hanya dinaikkan bila akan melakukan
intervensi, tujuannya adalah untuk :
· Pencegahan jatuh intrapartum, misalnya pada pasien dengan Epidural Infussion
yang butuh bed-rest
· untuk mencegah jatuh setelah mobilisasi dari tempat operasi

4. Staf Perawat harus menjaga keselamatan pasien pada saat menggunakan


peralatan elektrik

5. Perhatikan label atau daftar alergi pasien

6. Perawat wajib ikut serta memperhatikan, merawat dan memelihara Peralatan


Medis Ruangan baik emergency maupun tidak yang dievaluasi setiap hari

7. Penilaian keselamatan pasien dapat dilakukan oleh setiap personil/praktisi


kesehatan

8. Medikasi terhadap pasien diikuti oleh intervensi keperawatan dan Standar


Operasionel Prosedur yang ada
9. Kapabilitas untuk memulai operasi Caesar adalah selama 30 menit setelah
pengambilan keputusan dan Inform Consent
DAFTAR PUSTAKA

Buku Mitayani, asuhan keperawatan maternitas,2009 salemba medika

http://aritangahu.blogspot.com/2011/04/askep-infeksi-puerperalis.html?m=1

ayunilelet.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-infeksi-puerperalis.html?m=1

bkulpenprofil.blogspot.com/2014/11/keselamatan-pasien-bd-keeperawatan.html?m=1

https://www.scribd.com/doc/209768096?ASKEP-POST-PARTUM-docx

Anda mungkin juga menyukai