Disusun oleh :
Detri Diningsih
Imayatul milah
Lukman H
Nenden Mustika
Neng Windy A
Rendi Gumilar
TahunAjaran 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang alhamdulilah
tepat pada waktunya yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. A dengan Post Partum Hari
ke-5”. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Dalam pembuatan makalah ini, kami tidak sendiri menyelesaikannya, namun kami banyak
menerima bimbingan dan bantuan dari semua pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
berpartisifasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu berharap kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Masa nifas atau puerperium adalah setelah partus selesai sampai pulihnya kembali
alat-alat kandungan seperti sebelum hamil. Lamanya masa nifas yaitu kira-kira 6-8
minggu. (Abidin, 2011).
Masa nifas (puerperium) adalah masa pilih kembali mulai dari persalinan sampai
alat-alat kkandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8minggu (
Mochtar,2010).
Masa nifas adalah masa seetelah keluarnya plasenta, sampai alat-alat reproduksi
pulih kembali seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6
minggu atau 40 Hari (Ambarwati,2010).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang
diperlukanuntuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan
waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa post partum adalaj masa pemulihan organ-organ
reproduksi ke keadaan normal sebelum hamil yang dimulai dari 1 jam setelah lahirnya
plasenta sampai denggan 6 minggu atau 40 hari.
Periode post partum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Perubahn fisiologis yang terjadi
sangat jelas, walaupun dianggap normal, dimana proses pada kehamilan berjalan terbaik.
Banyak factor termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, dan
perawatan serta dorongan semangat yang diberikan tenaga kesehatan professional ikut
membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa ini. Untuk member perawatan yang
menguntungkan ibu, bayi, dan keluarganya, seorang perawat harus memanfaatkan
pengetahuannya tentang anatomi dan fisiologi ibu pada periode pemulihan, karakteristik dan
perilaku bayi baru lahir, dan respon keluarga terhadap kelahiran seorang anak.
1. SISTEM REPRODUKSI DAN STRUKTUR TERKAIT
a. Uterus
1) Proses involusi
Involusi adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada
akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm dibawah
ubilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Besar uterus
kira-kira sama dengan sewaktu usia kehamilan 16 minggu (berat sekitar 1000 g).
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih mencapai 1 cm diatas
umbilicus. Perubahan inovulasi berlangsung sangat cepat. Fundus turun kira-kira 1
sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal akan berada di
pertengahan antara umbilicus dan simfisis pubis. Uterus tidak bias dipalpasi pada
abdomen pada hari ke-9 pascapartum. Uterus yang pada waktu hamil penuh
beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g 1 minggu
setelah melahirkan dan 350 g (11 sampai 12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu
setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi. Pada minggu keenam
beratnya menjadi 50 sampai 60 g. Pada masa pascapartum penurunan kadar hormon
esterogen dan progesteron menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara
langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk
selama masa hamil menetap. Inilah yang menyebabkan ukuran uterus sedikit lebih
besar setelah hamil. Kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil
disebut involusi paling sering disebabkan tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.
2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat
besar. Hemostatis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
ntramiomentrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan.
Hormone oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah, danmembantu hemostatis. Selama
1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bias berkurang dan
menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi
uterus pada masa ini, biasanya suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena atau
intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir
karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
3) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap
kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodic sering dialami multipara sehingga
menimbulkan nyeri. Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu
melahirkan, di tempat uterus terlalu menegang (misalnya pada bayi besar, kembar)
menyusui dan pelepasan oksitosin tambhan biasanya meningkatkan nyeri karena
keduanya merangsang kontraksi uterus.
4) Tempat plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vaskular dan trombosis
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur. Pertumbunhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan
nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik
penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan endometrium
menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan plasentasi
untuk kehamilan yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir
minggu ketiga masa partum, kecuali pada bekas tempat plasenta. Regenerasi pada
tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah melahirkan.
5) Lokia
Lokia adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini dapat
mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah
cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal selama yang
keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut aliran lokia harus semakin
berkurang. Lokia rubra terutama mengandung darah dan debris desisua serta debris
trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3 sampai
4 hari (lokia serosa). Lokia serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit, dan
debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning
sampai putih (lokia alba). Lokia alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel,
mukus, serum, dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua sampai enam
minggu setelah bayi lahir.
b. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas jam pascapartum,
serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk
semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis dan rapuh selama
beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks terlihat memar dan ada sedikit
laserasi kecil, kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks yang
berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. Dua jari mungkin
masih bisa dimasukkan kedalam muara serviks pada hari ke-4 sampai hari ke-6 pasca
partum, tetapi hanya tungkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada minggu ke-2.
Muara serviks eksterna tidak akan terbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan,
tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah, sering disebut seperti mulut ikan. Laktasi
menunda produksi esterogen yang mempengaruhi mukus dan mukosa.
7. SISTEM KARDIOVASKULAR
a. Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilagan darah
selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema
fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang
cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebabkan volume darah menurun dan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat
setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum
hamil. Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya
40% lebih dari volume tidak hamil) menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi
kehilangan darah saat melahirkan. Banyak ibu kehilangan 300 sampai 400 ml darah
sewaktu melahirkan bayi tunggal pervaginam atau sekitar dua kali lipat jumlah ini
pada saat operasi sesaria.
Penyesuaian pembuluh darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatis dan
cepat. Respons wanita dalam menghadapi kehilangan darah selama masa pascapartum
dini berbeda dari respons wanita tidak hamil. Tiga perubahan fisiologis pascapartum
yang melindungi wanita: (1) hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi
ukuran pembuluh darah maternal 10% sampai 15%, (2) hilangnya fungsi endokrin
plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi, dan (3) terjadinya mobilisasi air
ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil. Oleh karena itu, syok hipovolemik
biasanya tidak terjadi pada kehilangan darah normal.
b. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa
hamil. Segera setelah wanit melahirkan, keadaan ini akan meningkat behkan lebih
tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit
uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua
jenis kelahiran atau semua pemakaian konduksi anesthesia (Bowes, 1991).
Data mengenai kembalinya hemodinamika jantung secara pasti ke kadar normal tidak
tersedia, tetapi nilai curah jantung normal ditemukan, bila pemeriksaan dilakukan 8
sampai 10 minggu setelah wanita melahirkan (Bowes, 1991).
c. Tanda-Tanda Vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal.
Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun diastole
dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan
(Bowes, 1991). Fungsi pernafasan kembali ke fungsi saat wanita tidak hamil pada
bulan keenam setelah wanita melahirkan. Setelah rahim kosong, diafragma menurun,
aksis jantung kembali normal, dan impuls titik maksimum (point of maximum impulse
[PMII]) dan EKG kembali normal.
d. Tanda Vital setelah Melahirkan
Temuan Normal Deviasi dari Nilai Normal dan Penyebab yang Mungkin Temperature
Selama 24 jam pertama dapat meningkat sampai 38 derajat celcius sebagai akibat efek
dehidrasi persalinan. Selama 24 jam wanita harus tidak demam.
e. Denyut Nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi selama jam pertama
setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahui.
Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi
sebelum hamil.
f. Pernafasan
Perafasan harus berada dalam rentang normal sebelum melahirkan
g. Tekanan Darah
Tekanan darah sedikit brubah atau menetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan
oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera setelah berdiri, dapat timbul dalam
48 jam pertama. Hal ini merupakan akibat pembengkakan limpa yang terjadi setelah
wanita melahirkan. Diagnosis sepsis puerperal baru dipikirkan, jika suhu tubuh ibu
meningkat sampai 38°C setelah 25 jam pertama setelah bayi lahir dan terjadi lagi atau
menetap selama dua hari. Kemungkinan lain ialah mastitis, endometritis, infeksi
saluran kemih, dan infeksi sistemik. Frekuensi denyut nadi yang cepat atau semakin
meningkat dapat menunjukkan hipovolemia akibat perdarahan. Hipoventilasi bisa
terjadi setelah blok subaraknoid tinggi yang tidak lazim. Tekanan darah yang rendah
atau menurun bisa menunjukkan hipovolemia akibat perdarahan. Akan tetapi, ini
merupakan tanda yang lambat munculnya. Gejala lain perdarahan biasanya membuat
staf waspada. Tekanan darah yang semakin meningkat bisa disebabkan pemakaian
vasopresor atau obat oksitoksik secara berlebihan. Karena hipertensi akibat kehamilan
(PIH) dapat menetap atau timbul pertama kali pada pascapartum, evaluasi rutin
tekanan darah perlu dilakukan. Apabila wanita mengeluh nyeri kepala, penyebab
hipertensi harus disingkirkan sebelum wanita diberi analgesia. Apabila tekanan darah
menignkat, wanita dianjurkan untuk tetap di tempat tidur dan dokter diberi tahu.
8. KOMPONEN DARAH
a. Hematokrit dan Hemoglobin
Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar
daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sel darah
merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ketiga sampai hari ketujuh
pascapartum. Tidak ada SDM yang rusak selama masa pascapartum, tetapi semua
kelebihan SDM akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM tersebut.
Waktu yang pasti kapan volume SDM kembali ke nilai sebelum hamil tidak diketahui,
tetapi volume ini berada dalam batas normal saat dikaji 8 minggu setelah melahirkan
(Bowes,1991).
b. Hitung Sel darah Putih
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm3. Selama 10 sampai
12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000/mm3
merupakan hal yang umum. Neutrofil merupakan sel darah puttih yang paling banyak.
Keberadaan leukositosis disertai peningkatan normal laju endap darah merah data
membingungkan dalam menegakkan diagnosis infeksi akut selama waktu ini.
c. Faktor Koagulasi
Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama masa hamil dan
tetap meningkat pada awal puerperium. Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi
kerusakan pembuluh darah dan imobilitas, mengakibatkan peningkatan resiko
tromboembolisme, terutama setelah wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas
fibrinolitik juga meningkat selama beberapa hari pertama setelah bayi lahir (Bowes,
1991). Faktor I, II, VIII, IX, dan X menurun dalam beberapa hari untuk mencapai
kadar sebelum hamil. Produk pemecahan fibrin, yang kemungkinan dilepaskan dari
bekas tempat plasenta juga dapat ditemukan dalam darah maternal.
d. Varises
Varises ditungkai dan disekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil.
Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan mengecil dengan cepat
setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkaan selama masa hamil. Regresi
total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan.
9. SISTEM NEUROLOGI
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis
yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanta saat
bersalin dan melahirkan. Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan
akan menghilang setelah wanita melahirkan. Eliminasi edema fisiologis melalui
dieresis setelah bayi lahir menghilangkan sindrom carpal tunel dengan mengurangi
kompresi saraf median. Rasa baal dan kesemutan (tingling) periodic pada jari yang
dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah anak lahir, kecuali jika mengangkat
dan memindahkan bayi memperburuk keadaan. Nyeri kepala pascapartum bisa
disebabkan berbagai keadaan, termasuk hipertensi akibat kehamilan (PIH), stress, dan
kebocoran cairan serebrospinalis ke dalam ruang ekstradural selama jarum epidural
diletakkan di tulang punggung untuk anatesia. Lama nyeri kepala bervariasi dari satu
sampai tiga hari sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab danefektivitas
pengobatan.
10. SISTEM MUKULOSKELETAL
Adaptasi sitem musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung
secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang
membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat
pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke-8 setelah
wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali ke keadaan
normal sebeluum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.
Wanita yang baru menjadi ibu akan memerlukan sepatu yang ukurannya lebih besar.
A. Hemoragi
Perdarahan Pasca-Persalinan Primer
Perdarahan per vagina yang melibihi 500 ml setelah bersalin didefenisikan sebagai
perdarahan pasca persalinan, akan tetapi terdapat beberapa masalah mengenai defenisi
ini, yaitu sebagai berikut:
1. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-
kadang hanya setengah dari yang biasanya. Darah tersebut bercampur dengan
cairan amnion atau dengan urine, darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain
di dalam ember, serta lantai.
2. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar
hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar Hb normal akan dapat menyesuaikan
diri terhadap kehilangan darah di mana sebaliknya akan berakibat fatal pada ibu
yang mengalami anemia. Akan tetapi, pada kenyataannya seorang ibu yang sehat
dan tidak anemia pun dapat mengalami akibat fatal dari kehilangan darah.
3. Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam dan
kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok.
Beberapa etiologi dari komplikasi ini adalah atonia uteri dan sisa plasenta (80%),
laserasi jalan lahir (20%), serta gangguan faal pembekuan darah pasca-solusio plasenta.
Berikut adalah faktor resiko dari komplikasi ini:
1. Partus lama.
2. Overdistensi uterus (hidramnion, kehamilan kembar, makrosomia).
3. Perdarahan antepartum.
4. Pasca-induksi oksitosin atau MgSO4.
5. Korioamnionitis,
6. Mioma uteri.
7. Anesthesia.
Perdarahan Pasca-Persalinan Sekunder
Etiologi utama adalah sebagai berikut:
1. Proses reepitalisasi plasental site yang buruk (80%).
2. Sisa konsepsi atau gumpalan darah.
B. Infeksi masa nifas
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan. Infeksi masa nifas masih
merupakan penyebab tertinggiangka kematian ibu (AKI). Infeksi luka jalan lahir pasca-
persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam dalam nifas
sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala
penting dari penyakit ini. Demam dalam masa nifas sering juga disebut morbiditas nifas
dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi
nifasdapat juga disebabkan oleh pielitis, infeksi jalan pernapasan, malaria, dan tifus.
Morbiditas nifas ditandai dengan suhu 38oC atau lebih, yang terjadi selama 2 hari berturut-
turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam pascapersalinan dalam 10 hari pertama
masa nifas. Kejadian infeksi nifas berkurang antara lain karena adanya antibiotic,
berkurangnya operasi yang merupakan trauma yang berat, pembatasan lamanya persalinan,
asepsis, transfuse darah, dan bertambah baiknya kesehatan umum (kebersihan, gizi, dan
lain-lain). Mikroorganisme penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari luar (eksogen)
atau dari jalan lahir penderita sendiri (endogen). Mikroorganisme endogen lebih sering
menyebabkan infeksi. Mikroorganisme yang tersering menjadi penyebab ialah golongan
streptococcus, basil coli, dan stafilacoccus. Akan tetapi, kadang-kadang mikroorganisme
lain memegang peranan, seperti: Clostridium welchii, Gonococcus, Salmonella typhii, atau
Clostridium tetanii.
C. Tromboflebitis dan emboli paru
Tromboflebitis pascapartum lebih umum terjadi pada wanita penderita varikositis atau
yang mungkin secara genetic rentan terhadap relaksasi dinding vena dan stasis vena.
Kehamilan menyebabkan stasis vena dengan sifat relaksasi dinding vena akibat efek
progesterone dan tekanan pada vena oleh uterus. Kehamilan juga merupakan status
hiperkoagulasi. Kompresi vena selama posisi persalinan atau pelahiran juga dapat berperan
terhadap masalah ini. Tromboflebitis digambarkan sebagai superficial atau bergantung
pada vena apa yang terkena.
D. Hematoma
Hematoma adalah pembengkakan jaringan yang berisi darah. Bahaya hematoma adalah
kehilangan sejumlah darah karena hemoragi, anemia, dan infeksi. Hematoma terjadi
karena rupture pembuluh darah spontan atau akibat trauma. Pada siklus reproduktif,
hematoma sering kali terjadi selama proses melahirkan atau segera setelahnya, seperti
hematom vulva, vagina, hematoma ligamentum latum uteri.
Kemungkinan penyebab termasuk sebagai berikut:
1. Pelahiran operatif.
2. Laserasi sobekan pembuluh darah yang tidak di jahit selama injeksi local atau
pudendus, atau selama penjahitan episiotomy atau laserasi.
3. Kegagalan hemostasis lengkap sebelum penjahitan laserasi atau episiotomy.
4. Pembuluh darah di atas apeks insisi atau laserasi tidak di bending, atau kegagalan
melakukan jahitan pada titik tersebut.
5. Penanganan kasar pada jaringan vagina kapanpun atau pada uterus selama masase.
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-
kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono
Prawirohardjo, 2005 : 689 ).
Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia
dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).
Jadi, yang dimaksud dengan infeksi puerperalisa adalah infeksi bakteri pada traktus
genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga 38ᵒC
atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan
24 jam pertama.
2.Etiologi
Penyebab dari infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob
patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar.
Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang
sering menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :
3.Faktor predisposisi
a.Semua tindakan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ibu seperti perdarahan,
anemia, nutrisi buruk, status sosial ekonomi rendah, dan imunosupresi.
b.Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
c.Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
d.Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.
4.Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter
kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena banyak vena yang
ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-uman
dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami
perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum yang semuanya
merupakan tempat masuknya kuman-kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada
luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai
berikut:
a.Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam
atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau alat – alat yang dimasukkan ke dalam
jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b.Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal
dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya yang berada di ruangan tersebut.
Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus ditutup dengan masker dan
penderita infeksi saluran nafas dilarang memasuki kamar bersalin.
c.Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita dengan
berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana,
antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan untuk
merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
d.Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika
menyebabkan pecahnya ketuban.
5.Klasifikasi
Infeksi puerperalis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1)Infeksi yang terbatas pada perineum , vulva , vagina , serviks , dan endometrium .
•Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria, dengan atau tanpadistensi urine.
•Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat, suhu sekitar 38ᵒC, dan nadi
kurang dari 100x/menit.
•Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa
meningkat hingga 39-40ᵒ C, kadang-kadang disertai menggigil.
b.Endometritis
•Kadang –kadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah sisa plasenta dan selaput
ketuban yang disebut lokiametra.
•Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, kadang-kadang berbau/tidak, lokhea berwarna
merah atau coklat.
•Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, menggigil, nadi biasanya sesuai dengan
kurva suhu tubuh.
•Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his susulan biasanya sangat
mengganggu.
2)Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena , jalan limfe dan permukaan dan
endometrium.
•Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan lemah sampai 3 hari postpartum
suhu meningkat dengan cepat. Biasanya disertai menggigil dengan suhu 39-40ᵒC. Keadaan
umum cepat memburuk, nadi sekitar 140-160x/menit atau lebih. Klien juga dapat
meninggal dalam 6-7 hari postpartum.
•Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan menggigl yang terjadi berulang-
ulang. Suhu meningkat dengan cepat kemudian suhu turun dan lambat laun timbul gejala
abses paru, pneumonia, dan pleuritis.
b.Peritonotis
•Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan
nyeri,serta ada defensif muskuler. Wajah klien mula-mula kemrahan, kemudian menjadi
pucat, mata cekung, kulit wajah dingin, serta terdapat facishipocratica.
•Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak seberat peritonis umum klien
demam, perut bawah nyeri,tetapi keadaan umum tetap baik.
c.Selulitis pelvis
•Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan
nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvic.
•Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus.
•Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang mula mula
tinggi menetap , menjadi naik turun disertai menggigil.
6.Gejala klinis
a.Peningkatan suhu
b.Takikardi
d.Demam tinggi
7.Pemeriksaan fisik
b.Vital Sign
c.Status Generalis
•Dada : Pernafasan kanan dan kiri tidak simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ronki
•Abdomen : Tenang, supel, NT (-), tidak teraba masa dan tidak nyeri tekan
d.Status Obstetri
Inspeksi :
•Abdomen : Tenang, Supel, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, dan tidak nyeri tekan
8.Pemeriksaan diagnostik
•Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial ke kiri.
•Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat meningkat dengan
adanya infeksi.
•Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase luka
atau perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
•Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau pembentukan
abses, serta adanya vena-vena dengan trombosis.
9.Prognosis
Prognosis baik jika diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya,
septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi diikuti peritonitis
umum.
10.Penatalaksanaan
a.Pencegahan
•Selama kehamilan, bila ibu anemia diperbaiki. Berikan diet yang baik.
•Selama persalinan, batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga persalinan agar tidak
berlarut-larut. Selesai persalinan dengan trauma sedikit mungkin. Cegah perdarahan
banyak dan penularan penyakit dan petugasdalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan
harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi tepat.
•Selama nifas rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat ibu dengan tanda-tanda
infeksi nifas bersama dengan wanita dalam nifas yang sehat.
b.Penanganan medis
•Berikan terapi antibiotik prokain penisilil 1,2-2,4 juta unit 1M penisilin G 500.000 satuan
setiap 6 jam atau metisilin 1 gr setiap 6 jam 1 M ditambah dengan ampisilin kapsul 4 x 250
mg per oral.
•Hati-hati bila ada abses , jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga peritoneum.
1.Pengkajian
a.Aktivitas / istirahat
Malaise, letargi. Kelelahan dan/ atau keletihan yang terus menerus (persalinan lama,
stresor pascapartum multipel).
b.Sirkulasi
c.Eliminasi
Diare mungkin ada. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.
d.Integritas ego
e.Makanan/ cairan
Anoreksia, mual, muntah. Haus, membran mukosa kering. Distensi abdomen, kekauan,
nyeri lepas (peritonitis).
f.Neurosensori
Sakit kepala.
g.Nyeri/ ketidaknyaman
Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen. Afterpain berat atau lama, nyeri abdomen
bawah atau uterus serta nyeri tekan guarding (endometritis). Nyeri/kekakuan abdomen
unilateral/ bilateral (salpingitis/ooferitis, parametritis)
h.Pernafasan
i.Keamanan
Suhu: 100,4ᵒ F (38,0ᵒ C) atau terjadi lebih tinggi pada dua hari terus menerus, diluar 24
jam pasca partum adalah tanda infeksi. Namun suhu lebih tinggi dari 101ᵒ F (38,9ᵒ C)
pada24jam pertama menandakan berlanjutnya infeksi.
Demam ringan kurang dari 101ᵒ F menunjukkan infeksi insisi, demam lebih tinggi dari 102
ᵒ F (38,9ᵒ C) adalah petunjuk atau infeksi lebih berat (misalnya salpingitis, parametritis,
peritonitis).
Dapat terjadi menggigil, menggigil berat atau berulang(seringberakhir 30-40 menit),
dengan suhu memuncak sampai 104ᵒF, menunjukkan infeksi pelvis, tromboflebitis atau
peritonitis.
Melaporkan pemantauan internal, pemeriksaan vagina intra partum sering, kecerobohan
pada teknik aseptik.
j.Seksualitas
Pecah ketuban dini atau lama, persalinan lama (24 jam / lebih). Retensi produk konsepsi,
eksplorasi uterus atau pengangkatan plasenta secara manual, atau hemoragi pasca partum.
Tepi insisi mungkin kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, atau memisah dengan drainase
purulen atau cairan sanguinosa. Subinvolusi uterus mungkin ada.
Lokea mungkin bau busuk, tidak ada bau (bila infeksi oleh streptokokal beta hemolitik),
banyak atau berlebihan.
k.Interaksi sosial
2.Diagnosa keperawatan
a.Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nosokomial.
b.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
d.Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan infeksi pada
proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.
3.Rencana keperawatan
a.Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
•Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter yang baik),
catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis dan kemungkinan
“perdarahan” / nyeri.
•Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post partum.
•Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting). Hubungkan
dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat apakah klien menyusui
dengan ASI.
•Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis. Catat
kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam 10 hari post
partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
•Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
•Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada pasien
dan perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.
•Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan zat besi.
•Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif dan nafas
dalam setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.
•Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/ kelumpuhan.
Bantu dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara sering dan teratur.
Intervensi:
•Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit secara
intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang muntah
b.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil:
Intervensi :
•Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi, dan vitamin C, bila masukkan oral
dibatasi.
Tujuan : Setelah diberikan askep, diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria
hasil :pasien tampak rileks, skala nyeri 0-3.
Intervensi :
•Kaji lokasi dan ketidaknyamanan atau nyeri
•Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas atau rendam duduk
sesuai indikasi.
d.Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan infeksi pada
proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan klien menunjukkan perilaku kedekatan terus
menerus selama interaksi orangtua-bayi.
Intervensi :
•Pantau respons emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi, seperti depresi
dan marah.
•Buat rencana untuk tindak lanjut evaluasi yang tepat trehadap interaksi/respons ibu-bayi
4.Evaluasi
Dx 1 :
-Klien dapat melakukan prilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan tepat,
menurunkan resiko komplikasi.
•Klien dapat sembuh tepat waktu, bebas dari komplikasi tambahan.
Dx 2 :
Dx 3 :
Dx 4 :
a. Kasus
Ny. M usia 25 tahun. Primipara postpartum pervaginam hari ke- 8. Datang ke klinik
dengan keluhan demam selama 3 hari dan pengeluaran pervaginam mengeluarkan bau
yang menyengat. Riwayat persalinan klien adalah melahirkan pada usia kehamilan 37
minggu dengan vacum forsep akibat preeklamsia dan letak bayi masih tinggi di
sebuah klinik di daerah. Saat ini bayi dalam keadaan baik. Pengukuran suhu oral
38,6C
1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Usia : 25 thn
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
5. Riwayat Menstruasi :
d. Dismenorhea: -
6. Riwayat Obstetri:
a. G1P10001
8. Pola Kebiasaan:
a. Pola Nutrisi
Klien mengeluh tidak bisa tidur dan sering terjaga di malam hari karena nyeri yang
dirasakan bertambah buruk pada malam hari.
c. Pola aktivitas
Malaise, letargi, klien merasa aktivitasnya terbatas akibat dari ketidak nyamanan pada
area jahitan di perineum.
d. Pola eliminasi
BAB 1 hari sekali konsistensi lunak, BAK 3-4 kali sehari dengan konsistensi kuning
dan bau khas amoniak.
e. Kebersihan diri
klien mengatakan mandi sekali sehari pada sore hari di tempat tidur. Klien gosok
gigi 1 kali sehari dan selama di rumah sakit klien keramas 1 kali. Ganti pembalut 2
kali sehari. Kebersihan perineum kurang, klien jarang berganti celana dalam.
f. Pola koping
9. Pemeriksaan fisik:
a. Observasi :
· Nadi: 98 x/menit
· Suhu: 38,60 C
· Akral : HKM
· GCS: 456
a. Gol darah O
b. Hematologi
Jenis
Hasil Nilai Normal
pemeriksaan
HEMATOLOGI
DS : Infeksi Hipertermi
puerperalis
Pasien mengeluh sekujur tubuh
menggigil dan tidak nyaman ↓
DO: Proses
inflamasi
Suhu : 38,6C
↓
Meransang
pusat
termoregulator
di hipotalamus
Hipertermi
DS : Infeksi
Puerperalis
Keluhan :
↓
a. Demam, luka perineumteras Gangguan
a nyeri. Adanya rasa nyaman
inflamasi pada nyeri
b. Pengeluaran
perineum
pervaginamberbau busuk
↓
c. Sakit kepala, sulit tidur,
Adanya respon
tidak nafsu makan. mediator
inflamasi
Pengkajian nyeri:
↓
p. Terdapat luka
episiotomi hari ke-8 Nyeri
pada perineum
q. Nyeri yang dirasakan
seperti di tusuk-tusuk
DO :
Nadi : 98 x/menit
RR : 28 x/menit
Temp : 38,60C
DS : Infeksi Perubahan
puerperalis nutrisi
Pasien mengeluh tidak nafsu
kurang dari
makan dan hanya menghabiskan (vaginitis)
kebutuhan
sepertiga porsi makannya.
↓ tubuh
Pasien makan 3x sehari.
Respons
DO : inflamasi
A = BB mengalami penurunan ↓
2kg
Rasa panas
B = (hasil lab) pada tubuh
-Hb=12,5 gr/dl ↓
-albumin=2,5g/dl Penurunan
nafsu makan
-Hematokrit=36%
↓
C = Clinis (yang dirasakan
pasien & kondisi fisik) Intake makanan
tidak adekuat
tidak nafsu makan, bibir kering,
mukosa kering kondisi pasien
lemah.
DS : Persalinan Infeksi
menggunakan
Pasien mengeluh sekujur
vacum forsep
tubuhnya merasa panas
↓
DO :
Manipulasi
RR : 28 x/menit
jalan lahir
Temp : 38,60C
↓
Leukosit: 27.500mm3
Masuknya
mikroorganism
e ke vagina
Infeksi
puerperalis
Personal
hygiene kurang
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat dan anoreksia
Kriteria Hasil :
Kolaborasi
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Kriteria Hasil:
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Berikan cairan atau nutrisi parenteral, Mungkin perlu untuk mengganti
sesuai indikasi. dehidrasi dan memberikan nutrien
yang perlu bila masukkan oral
dibatasi
Kriteria hasil:
1. pada hari ke-12 tidak ada tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka
perineum
Intevensi Rasional
Kolaborasi
Oksitosik: meningkatkan
kontraktilitas miometrium untuk
memundurkan penyebaran bakteri
Intervensi Rasional
Menurut The national patient safety (2003), keselamatan pasien adalah proses
yang dijalankan oleh organisasi yang bertujuan membuat layanan kepada pasien
menjadi lebih aman. Proses tersebut mencakup pengkajian risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisa insiden, dan kemampuan belajar dari
suatu kejadian, menindaklanjuti suatu kejadian, dan menerapkan solusi untuk
meminimalkan risiko berulangnya kejadian serupa.
Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit adalah agar terciptanya
budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit
terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di
rumah sakit dan terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan (Depkes RI,2008)
B. Sasaran KPRS
Bila obat – obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien manajemen
harus berperan secar kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat – obatan yang
perlu diwaspadai (High Alert Medications) adalah obat yang sering menyebabkan
terjadi kesalahan - kesalahan serius (Sentinel Event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverseoutcome) seperti obat – obat
yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat, Rupa, dan Ucapan Mirip/
NORUM, atau Look AlikeSoundAlike/LASA). Obat – obatan yang sering disebutkan
dalam isu keselamatan pasienadalah pemberian elektrolit konsentrat. Secara tidak
sengaja (misalnya, kalium klorida 2 meq/ ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat,
natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat sama dengan 50% atau
lebih pekat).
Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik diunit
pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu
sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat – obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit
konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau prosedur untuk membuat daftar obat –
obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada dirumah sakit. Kebijakan dan/
atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di Instalasi Gawat Darurat atau kamar operasi, serta pemberian
label secara benar pada elektrolit yang benar dan bagaimana penyimpanannya di area
tersebut sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/
kurang hati – hati.
2. Pasien maupun staff berhak untuk dilindungi dari infeksi dan kontaminasi yang
diatur oleh Kebijakan Kontrol Infeksi
3. Selama Pasien dikondisikan atau tidak ada intervensi keperawatan, bed selalu
dijaga dengan posisi rendah dan terkunci, hanya dinaikkan bila akan melakukan
intervensi, tujuannya adalah untuk :
· Pencegahan jatuh intrapartum, misalnya pada pasien dengan Epidural Infussion
yang butuh bed-rest
· untuk mencegah jatuh setelah mobilisasi dari tempat operasi
http://aritangahu.blogspot.com/2011/04/askep-infeksi-puerperalis.html?m=1
ayunilelet.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-infeksi-puerperalis.html?m=1
bkulpenprofil.blogspot.com/2014/11/keselamatan-pasien-bd-keeperawatan.html?m=1
https://www.scribd.com/doc/209768096?ASKEP-POST-PARTUM-docx