Anda di halaman 1dari 3

BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia ini semakin maju seiring semakin berkembang
pesatnya teknologi sehingga jarak dan waktu bukan lagi sebagai penghalang transfer
informasi. Hampir semua kejadian di penjuru dunia dapat diketahui oleh semua orang dalam
waktu yang cepat berkat peran teknologi. Tidak ada lagi yang ditutupi, tidak ada lagi batasan,
semua terbuka, dan saling mempengaruhi. Hal ini lah yang disebut globalisasi akibat
derasnya arus informasi.
Globalisasi membawa pengaruh pada semua aspek kehidupan termasuk aspek
kebudayaan. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang tersebar dari ke Timur, dari
Sabang hingga Merauke. Semua budayanya adalah nilai turun temurun warisan nenek
moyang, akan tetapi sekarang mulai tergeser karena hadirnya budaya baru yang dibawa oleh
globalisasi. Globalisasi seakan menuntut seluruh manusia untuk mengkiblatkan diri pada
acuan yang sama, yaitu gaya hidup masa kini. Kehidupan manusia menjadi homogen dan
bercermin pada apa yang sekarang dianggap modern. Sayangnya, modern yang dimaksud
bukan berasal dari budaya sendiri, tapi justru berasal dari negara luar yang jelas memiliki
nilai-nilai budaya yang berbeda dengan milik sendiri.
Contoh yang paling sederhana adalah masyarakat yang telah melupakan budaya
berpakaian. Jawa terkenal dengan batik dan kebaya, tetapi kenyataan sekarang sudah sulit
menemukan masyarakatnya yang masih mau berpakaian batik atau kebaya. Batik dan kebaya
dianggap sudah tidak mengikuti jaman. Alasan lain karena keduanya dianggap rumit, mulai
dari proses pembuatan hingga penggunaannya. Masyarakat modern menuntut kemudahan,
tetapi batik dan kebaya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tersebut.
Begitu pula yang terjadi di dunia arsitektur bangsa ini. Modernisasi dan globalisasi
memang membawa dampak baik, yaitu dalam hal pemakaian teknologi dan bahan bangunan,
akan tetapi ada hal lain yang menjadi perhatian. Bangsa Indonesia kini mulai keluar jauh dari
identitas diri miliknya. Bangunan-bangunan yang berdiri atau bahkan yang masih dalam
rancangan, hampir semuanya berkiblat pada gaya arsitektur global. Gedung pencakar langit,
bentuk-bentuk kotak, dinding kaca, atau ornamen-ornamen rumit yang menghias fasade
bangunan khas kerajaan bangsa Eropa adalah fenomena-fenomena kean yang terjadi di
Indonesia. Sedikit dan nyaris tidak ada sama sekali dijumpai bangunan yang masih
memperlihatkan identitas bangsa.
Perumahan sekarang, terutama real estate, banyak menggunakan istilah-istilah untuk
penamaan cluster dan jalannya. Seperti dalam makalah Hariwardono Soeharno yang berjudul
“Globalisasi dan Pemikiran Budaya pada Kompleks Perumahan” (2010), makin banyak
kompleks-kompleks perumahan di Indonesia yang mengambil nama berbau asing. San
Diego, Raffles Garden dan Rich Palace, atau nama lainnya, dianggap prestisius untuk
menunjang citra perumahan kelas menengah ke atas. Nama-nama tersebut seakan
memberikan kesan eksklusif dibanding dengan nama-nama lokal seperti : Sri Kandi, Taman
Sari, Majapahit, atau nama lokal lainnnya yang mencerminkan identitas bangsa Indonesia.
Indonesia memiliki ribuan pulau beserta penghuninya, yang berarti masyarakat di
setiap pulau memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda. Hal ini juga berlaku untuk dunia
arsitekturnya yang disebut dengan arsitektur Nusantara, arsitektur yang mencerminkan
keragaman budaya asli milik Indonesia. Keanekaragaman ini menjadi sebuah bukti bahwa
bangsa ini kaya, tapi kenyataannya masyarakatnya sendiri tidak mau mengakuinya. Tidak
bangga dengan apa yang dimiliki, tapi justru menyisihkan dan menggantikannya dengan
keseragaman arsitektur .
Sama halnya dengan fashion, arsitektur pun berkembang mengikuti apa yang sedang
menjadi tren. Arsitektur Nusantara dianggap kuno oleh masyarakat karena tidak ada
perkembangannya. Posisinya pun digantikan oleh arsitektur yang identik dengan
kemasakinian. Maka seperti desainer pakaian, para arsitek Indonesia dituntut untuk memiliki
pola pikir yang dapat menggali pengetahuan dan menerapkannya ke dalam bentuk bangunan
sehingga arsitektur Nusantara tidak hanya lestari, namun juga mengalami perkembangan
(Prijotomo, 2008).
Ciri fisik, makna filosofi, adaptasi terhadap iklim, material lokal, potensi alam, dan
ornamen-ornamen tradisional tercermin dalam arsitektur Nusantara. Semua hal tadi membuat
arsitektur Nusantara menjadi kaya, serta mungkin yang paling kaya di dunia. Di sisi lain, juga
dapat menjadi sumber eksplorasi untuk perkembangan ke depannya. Oleh karena itu, penulis
mengangkat permasalahan ini menjadi topik pembahasan makalah untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat agar menempatkan kembali arsitektur Nusantara sebagai arah
arsitektur bangsa sehingga selanjutnya, arsitektur Nusantara dapat kembali lagi menjadi
identitas diri Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap arsitektur Indonesia?
2. Mengapa arsitektur Nusantara sulit diterapkan di kehidupan sekarang?
3. Bagaimana arsitektur Nusantara dapat kembali dikembangkan sebagai
arsitektur jati diri Indonesia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh globalisasi terhadap arsitektur Indonesia.
2. Untuk mengetahui alasan arsitektur Nusantara sulit diterapkan di jaman sekarang.
3. Untuk mengetahui bagaimana agar arsitektur Nusantara dapat kembali
dikembangkan sebagai arsitektur jati diri Indonesia.
1.4 Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah untuk meningkatkan kesadaran atas arsitektur
Nusantara sebagai patokan arah gaya arsitektur bangsa sehingga ke depannya dapat
kembali menjadi identitas diri Indonesia.

tatanan-tradisional/96-antara-arsitektur-vernakular-tradisional-Nusantara-
dan-indonesia.Diunduh: 22 Maret 2012
BAB III
Pembahasan
Globalisasi banyak membawa pengaruh ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dampak paling umum yang bisa dirasakan adalah terjadinya penyeragaman bentuk.
Masyarakat yang dulunya beragam karena tradisi dan adat istiadat yang berbeda di tiap
daerah, kini menjadi seragam akibat pelepasan diri dari tradisi dan adat istiadat yang
mengikat mereka untuk mengikuti gaya hidup global yang dianggap modern. Hal ini pun
terjadi di bidang arsitektur. Hampir seluruh bangunan yang berdiri di Indonesia telah
mengalami perubahan, yang awalnya selalu menunjukkan identitas lokal dengan mengikuti
aturan yang berlaku di daerahnya, kini terlihat adanya keseragaman bentuk secara global
sehingga tidak jelas lagi itu bangunan apa dan berasal dari mana.
Indonesia memiliki kekayaan arsitektur atau disebut dengan arsitektur Nusantara,
yang tercermin dari ragam bentuk rumah adat tradisionalnya. Namun sekarang, kekayaan
ragam tersebut tidak lagi terlihat dan tergantikan oleh keseragaman bangunan-bangunan
bergaya arsitektur . Masyarakat lebih memilih mendirikan bangunan yang bertemakan
kemewahan, seperti bangunan klasik Eropa yang banyak menampilkan ornamen-ornamen
rumit atau lukisan-lukisan bergambar manusia. Atau sebaliknya, masyarakat akibat pengaruh
kehidupan modern yang menuntut kemudahan dan efisiensi waktu, akhirnya lebih memilih
mendirikan bangunan dengan konsep minimalis. Kedua gaya ini sama sekali tidak
mencerminkan identitas asli bangsa Indonesia.
Gejala perubahan ini juga dialami oleh para perancang bangunan. Sulit menemukan
corak kenusantaraan pada hasil karya arstitek sekarang. Rancangan bangunan yang dibuat,

Anda mungkin juga menyukai