Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORI

Pada bab ini akan menyajikan kerangka teoritis yang akan digunakan
sebagai landasan berpikir atau acuan dalam melakukan penulisan di bab-bab
selanjutnya. Sehingga dapat memberikan gambaran awal dari sumber yang
relevan sesuai dengan pembahasan nantinya.

2.1 Teori Perancangan Ruang Kota

Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan sirkulasi atau pergerakan


dalam perancangan ruang kota, seperti:

a. Beberapa katagori elemen bentuk fisik kota (elements of urban physical form)
menurut Shirvani (1985:7-8), yaitu:
1. Sirkulasi dan parkir / circulation and parking
2. Jalur pedestrian / pedestrian ways
3. Kegiatan pendukung / activity support
b. Beberapa teori elemen citra kota (elements of city image) menurut Lynch
(1960:47-48), yaitu Path and Nodes
c. Beberapa teori perancangan ruang kota (theories of urban spatial design)
menurut Roger Trancik (1986:97-124) yaitu teori Figure Ground dan Linkage

2.1.1 Sirkulai dan Parkir

A. Sirkulasi

Menurut Shirvani seperti yang dikutip oleh Darmawan (2003:15-16)


ada tiga prinsip utama dalam menangani sikulasi, yaitu:

1. Jalan seharusnya didesain menjadi ruang terbuka yang memiliki


pemandangan baik antara lain:

a. Bersih dan elemen lansekap yang menarik.


b. Persyaratan ketinggian dan garis sempadan bangunan yang berdekatan
dengan jalan.
c. Pengaturan parkir di pinggir jalan dan tanaman yang berfungsi sebagai
penyekat jalan.
d. Meningkatkan lingkungan alami yang terlihat dari jalan

2. Jalan harus dapat memberi petunjuk orientasi bagi para pengendara dan
dapat menciptakan lingkungan yang dapat dibaca. Lebih khusus lagi yaitu :

a. Menciptakan bentuk lansekap untuk meningkatkan kualitas lingkungan


kawasan sepanjang jalan tersebut.
b. Mendirikan perabot jalan yang berfungsi pada siang dan malam hari
dengan hiasan lampu yang mendukung suasana jalan.
c. Perencanaan umum jalan dengan pemandangan kota (vistas) dan beberapa
visual menarik yang dapat berperan sebagai landmark.
d. Pembedaan susunan dan jalan-jalan penting dengan memberikan perabot
jalan (streetscaping), trotoar, maju mundurnya batas bangunan (setback),
penggunaan lahan yang cocok dan sebagainya.

3. Sektor publik dan swasta merupakan partner untuk mencapai tujuan tersebut
di atas. Beberapa kecenderungan tujuan dalam perencanaan transportasi
meliputi:

a. Meningkatkan mobilitas di Kawasan Pusat Bisnis (Central Business


Districs).
b. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
c. Mendorong penggunaan transportasi umum.
d. Meningkatkan kemudahan pencapaian ke Kawasan Pusat Bisnis

Gambar 2.1 Penurungan dan Peninggian Jalur Cepat di


Boston dan Detroit
Sumber : The Architecture of Towns and Cities, 1965
Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa untuk gambar yang berada
disebelah kiri merupakan suatu peninggian jalur cepat 6 lajur di Boston.
Sedangkan pada gambar yang disebelah kanan menerapkan suatu cekungan
jalur cepat 6 lajur di Detroit. Kebanyakan perjalanan perkotaan dimulai dari
rumah. Hampir separuh perjalanan ini adalah ke dan dari tempat kerja.
Perjalanan yang lain dari rumah selama hari kerja adalah untuk rekreasi,
belanja, transaksi bisnis, sekolah, dan janji pertemuan kesehatan. Pada akhir
pekan kebanyakan perjalanan adalah untuk belanja dan rekreasi (Spreiregen,
1965:166)

Gambar 2.2 Penanda Jalan


Sumber : The Architecture of Towns and Cities, 1965

Mobil dan kendaraan memerlukan tanda-tanda penunjuk jalan dan rambu-


rambu lalu lintas yang membutuhkan rancangan sederhana

B. Parkir

Terdapat banyak penggunaan bangunan yang difungsikan sebagai


lahan parkir namun tidak menghubungkannya dengan pejalan kaki dan tidak
cocok pada street level yang menghadap (berorientasi) ke jalan.

Gambar 2.3 Bangunan Parkir dan Toko


Sumber : The Urban Design Process, 1985
Seperti gambar diatas dapat dilihat bahwa pada gambar sebelah kiri
menunjukan suatu penggunaan gedung sebagai area parkir namun tidak
menghubungkan dengan pejalan kaki dan tidak cocok pada street level.
Sedangkan bangunan dengan street level seperti toko eceran, restoran dan
tempat hiburan seperti yang digambarkan pada gambar bagian kanan harus
mampu menciptakan aktivitas pejalan kaki yang tinggi pada area tersebut.

Menurut Shirvani (1985:24), elemen parkir mempunyai dua efek


langsung terhadap kualitas lingkungan, yaitu :

1. Menghidupkan aktivitas komersial (dimana faktor parkir sangat penting)


2. Mempertajam benturan visual terhadap bentuk fisik kota

Selain itu juga Shirvani (1985:25-26) mengemukakan beberapa cara


yang dapat mengendalikan parkir, yaitu:

1. Struktur tempat parkir tidak boleh mengganggu aktivitas di sekitarnya.


Mendukung kegiatan street level dan menambah kualitas visual lingkungan,
akan lebih baik lagi jika pembangunannya diiringi dengan penegakan
peraturan parkir yang resmi sebagai bagian perencanaan
2. Pendekatan program penggunaan berganda dalam arti memaksimalkan
penggunaan tempat parkir dengan pelaku dan waktu yang berbeda secara
simultan
3. Tempat parkir khusus, dimana suatu perusahaan atau instansi yang memiliki
sejumlah besar karyawan dengan kendaraannya, membutuhkan area parkir
tersendiri yang memadahi
4. Tempat parkir di kawasan pinggir kota yang dibangun oleh swasta dan atau
pemerintah

Jenis – Jenis Parkir

a. Berdasarkan Penempatan

1. Parkir di badan jalan (on street parking)

Yang dimaksud dengan fasilitas parkir di badan jalan adalah fasilitas


parkir yang menggunakan tepi jalan sebagai ruang parkirnya.
2. Parkir di luar badan jalan (off street parking)

Yang dimaksud dengan fasilitas parkir di lokasi parkir adalah tata guna
lahan yang khusus disediakan sebagai ruang parkir dan mempunyai pintu
pelayanan masuk atau pintu pelayanan keluar sebagai tempat mengambil atau
menyerahkan karcis sehingga dapat mengetahui secara pasti jumlah
kendaraan dan jangka waktu kendaraan parkir yang parkir. Menurut
Pedoman Teknis

Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Direktorat Jenderal Perhubungan Darat


(1996), untuk mendesain suatu pelataran parkir harus diperhatikan beberapa
kriteria penting, yaitu: rencana tata guna lahan, keselamatan dan kelancaran
lalu lintas, kelestarian lingkungan, kemudahan bagi pengguna, tersedianya
tata guna tanah serta letak jalan akses utama dan daerah yang dilayani.

b. Berdasarkan Status

1. Parkir Umum

Parkir Umum adalah areal parkir yang menggunakan lahan yang dikuasai
dan pengelolaannya diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

2. Parkir Khusus

Parkir khusus adalah perparkiran yang menggunakan lahan yang


pengelolaannya diselenggarakan oleh pihak ketiga.

3. Parkir Darurat

Parkir darurat adalah perparkiran di tempat-tempat umum yang


menggunakan lahan milik pemerintah daerah maupun swasta yang terjadi
karena kegiatan yang insidentil.

4. Gedung Parkir

Gedung parkir adalah bangunan yang digunakan sebagai areal parker yang
pengelolannya dikuasai pemerintah daerah atau pihak ketiga yang telah
mendapatkan izin dari Pemerintah Daerah.

5. Areal Parkir
Areal parkir adalah suatu bangunan atau lahan parkir lengkap dengan
fasilitas sarana perparkiran yang diperlukan dan pengelolaannya dikuasai
Pemerintah Daerah.

c. Berdasarkan Jenis Kendaraan

Berdasarkan jenis kendaraan yang menggunakan areal parkir, maka parkir


dapat dibagi menjadi (Abubakar, 1998) :

a. Parkir untuk kendaraan roda dua tidak bermesin (sepeda)

b. Parkir untuk kendaraan roda dua bermesin (sepeda motor)

c. Parkir untuk kendaraan roda tiga, roda empat, atau lebih dan

bermesin (mobil, taxi, dan lain-lain)

Pola parkir di luar Badan Jalan

Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir (Direktorat


Jenderal Perhubungan Darat, 1996) pola parkir di luar badan jalan dibagi
menjadi:

a. Parkir Kendaraan Satu Sisi

1. Membentuk sudut 90º

Pola parkir ini mempunyai daya tampung lebih banyak jikadibandingkan


dengan pola parkir paralel, tetapi kemudahan dan kenyamanan pengemudi
melakukan manuver masuk dan keluar ke ruangan parkir lebih sedikit jika
dibandingkan dengan pola parker sudut yang lebih kecil dari 90º.

Gambar 2.4 Parkir 90 derajat


Sumber : www.google.com
2. Membentuk sudut 30º, 45º, 60º

Pola parkir ini mempunyai daya tampung lebih banyak jika dibandingkan
dengan pola parkir paralel, kemudahan dan kenyamanan pengemudi
melakukan manuver masuk dan keluar ke ruangan parkir lebih besar jika
dibandingkan dengan pola parker sudut 90º.

Gambar 2.5 Parkir 30º, 45º, 60º


Sumber : www.google.com
b. Pola Parkir Kendaraan Dua Sisi

Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup memadai.

1. Membentuk sudut 90º

Arah gerak lalu lintas kendaraan dapat saru arah atau dua arah.

Gambar 2.6 Parkir 90º


Sumber : www.google.com

2. Membentuk sudut 30º, 45º, 60º

Gambar 2.7 Parkir 30º, 45º, 60º


Sumber : www.google.com
c. Pola Parkir Pulau

Pola parkir pulau digunakan apabila ketersediaan ruang cukup luas.

1. Membentuk sudut 90º

Gambar 2.8 Parkir 90º


Sumber : www.google.com
2. Membentuk sudut 45 º

a. Bentuk tulang ikan tipe A

Gambar 2.9 Parkir 45 º


Sumber : www.google.com
b. Bentuk tulang ikan tipe B

Gambar 2.10 Parkir 45 º


Sumber : www.google.com
c. Bentuk tulang ikan tipe C

Gambar 2.11 Parkir 45 º


Sumber : www.google.com

2.1.2 Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways)

Pejalan kaki dalam berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain
membutuhkan suatu tempat yang dinamakan jalur pedestrian (pedestrian ways).
Berikut ini yang termasuk kedalam jalur pedestrian yaitu jalan penyeberangan
berupa zebra cross, jembatan penyeberangan di atas jalan raya dan jalan pejalan
kaki di bawah jalan raya. Dilihat dari kecepatannya moda jalan kaki
mempunyai kelebihan yaitu kecepatannya rendah, sehingga menguntungkan
karena dapat mengamati lingkungan sekitar dan mengamati obyek secara detail
serta mudah menyadari lingkungan sekitar (Rapoport, 1977 dalam Rukayah
2005:32). Berjalan kaki akan selalu menjadi model transportasi yang penting
ketika model lain tidak memungkinkan diperankan (Spreiregen, 1968:72).
Sedangkan kelemahan dari berjalan kaki adalah memiliki keterbatasan karena
kurang mampu untuk melakukan perjalanan jarak jauh, peka terhadap
gangguan alam serta hambatan lalu lintas. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam perancangan jalur pejalan kaki, yaitu pertama semestinya
pembuatan jalur pejalan kaki terpisah dengan jalur kendaraan umum. Kedua
diperlukan fasilitas zebra cross, skyway dan subway ketika jalur pejalan kaki
digunakan sebagai jalur penyeberangan untuk mengatasi konflik dengan moda
angkutan yang lain. Selanjutnya, jalur pejalan kaki bersifat rekreatif yang
terpisah dari jalur kendaraan bermotor, sehingga pejalan kaki dapat bersantai.
2.1.3 Aktivitas Pendukung (Activity Support)

Kegiatan Pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatankegiatan


yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota (Darmawan, 2003:24).
Kegiatan-kegiatan dan ruang ruang publik tersebut merupakan dua hal yang
selalu terkait dan bersifat saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Bentuk kegiatan pendukung antara lain:

1. Ruang terbuka bentuk fisiknya dapat berupa taman rekreasi, plaza-plaza,


kawasan pedagang kaki lima, jalur pedestrian, kumpulan pedagang makanan
kecil, penjual barang-barang seni/antik atau merupakan kelompok hiburan
tradisional/ lokal.

2. Ruang tertutup bentuk fisiknya merupakan bangunan tertutup, bangunan


tersebut digunakan untuk kepentingan umum, misalnya kelompok pertokoan
eceran (grosir), pusat pemerintahan, pusat jasa dan kantor, departemen store,
perpustakaan umum dan sebagainya

(White dalam Shirvani, 1985:40) telah meneliti peran activity support dalam
mempertinggi elemen perancangan fisik lainnya, khususnya ruang terbuka.
Terutama sekali, pentingnya jasa pelayanan makanan, hiburan, dan pendorong
seperti pemandangan dan obyek fisik

Gambar 2.12 Activity Support


Sumber : The Urban Design Process, 1985
2.1.4 Path
Path (jalur) adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Kevin
Lynch menemukan dalam risetnya bahwa jika identitas elemen ini tidak jelas,
maka kebanyakan orang meragukan citra kota secara keseluruhan
(Zahnd,1999:158)

Jalur yaitu jaring jaring pergerakan melalui kompleks perkotaan,


merupakan cara paling tepat dalam mengatur perkotaan. Kuncinya adalah
pergerakan tersebut sebaiknya mempunyai kualitas yang ditandai dari
sekelilingnya, misalnya : konsentrasi aktivitas sepanjang pinggir jalan, kualitas
ruang yang khas, tekstur lantai atau fasade yang khusus, pola penerangan jalan
yang istimewa, suara atau bau yang unik, dan tanaman yang tipikal. Karakter
ini sebaiknya diterapkan supaya ada kelestarian / kontinuitas pada jalur tersebut
(Lynch,1960:96).

Paths merupakan jalur yang ada di kota sebagai rute sirkulasi yang
biasanya digunakan sebagai pergerakan secara umum, seperti: jalan gang
utama, jalan transit, lintasan KA, saluran dsb. Path merupakan identitas yang
baik kalau berakhir pada tujuan yang besar seperti alun-alun, tugu, stasiun serta
ada perwujudan yang kuat, misal: fasade, pohon, dan sebagainya.

Gambar 2.13 Jalan Utama di Malioboro, Yogyakarta


Sumber : Perancangan Kota Secara Terpadu, 1999
Seperti gambar diatas, merupakan salah stau jalan di kawasan Yogyakarta yaitu
Jalan Malioboro yang berfungsi sebagai salah satu path (jalan) utama di kota
Yogyakarta. Selain itu juga Jalan Malioboro merupakan salah satu jalan utama
dengan aktivitas pejalan kaki yang cukup tinggi, yang akan memberikan
dampak pada sirkulasi jalan tersebut.

2.1.5 Nodes (Simpul)


Nodes merupakan lingkaran daerah strategis yang dapat dimasuki
pengamat, biasanya berupa persimpangan jalan atau konsentrasi dari beberapa
karakteristik (Lynch,1960:72).

Menurut Zahn (1999:158) nodes merupakan simpul dimana arah atau


aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain,
misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota
dalam skala makro, pasar, taman, square dan sebagainya. Catatan: tidak setiap
persimpangan jalan adalah nodes. Nodes adalah satu tempat dimana orang
mempunyai perasaan masuk dan keluar dalam tempat yang sama. Nodes
mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang
jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya
(fungsi dan bentuk). Dapat disederhanakan bahwa nodes adalah:

1. Merupakan cerminan sentralitas dari aktivitas wilayah dan kota


2. Memiliki hirarki relatif, yang dipengaruhi oleh dominasi dan tingkat
kepentingan dalam fungsi wilayah (produksi, distribusi serta manajemen)
3. Diidentifikasi dengan sistem pusat pelayanan
4. Pada skala wilayah dikenal sebagai orde suatu kota
5. Pada skala kota, dikenal sebagai pusat dan sub pusat kota

2.1.6 Teori Figure Ground


Teori Figure Ground merupakan teori yang menggambarkan total suatu
kawasan. Sedangkan fungsi teori ini adalah untuk menunjukkan tekstur kota
melalui bentuk massa bangunan (building mass) yang berfungsi sebagai solid
dan ruang terbuka (open space) yang berfungsi sebagai void. Terdapat 6 Pola
massa dan ruang (solid and void). Hubungan massa dan ruang dibentuk oleh
bentuk dan lokasi bangunan, perancangan unsur-unsur tapak (tanaman,
dinding), dan terusan pergerakan menghasilkan 6 pola yaitu: grid, angular,
curvilinear, radial/concentric, axial, dan organic (Trancik,1986:101)
Gambar 2.14 6 Pola Massa dan Ruang
Sumber : Finding Lost Space, 1986
Menurut Zahnd (1999:70) analisis Figure Ground adalah alat yang baik untuk :

1. Mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola ruang perkotaan (urban


fabric)
2. Mengidentifikasikan masalah keteraturan massa/ruang perkotaan.

2.1.7 Teori Linkage


Teori Linkage adalah teori yang menggambarkan bentukan suatu kota
yang tidak dapat lepas dari jaring-jaring sirkulasi (network circulation). Jaring-
jaring sirkulasi tersebut dapat berupa jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang
berbentuk linier dan bentuk-bentuk yang secara fisik menjadi penghubung
antar bagian kota atau suatu kawasan. Salah satu penerapan teori linkage pada
lingkungan skala luas adalah pedoman Ed Bacon pada kebangkitan kembali
Philadelphia (Trancik,1986:111).

Menurut Zahnd (1999:107) teori Linkage dapat digunakan untuk


memahami segi dinamika tata ruang perkotaan yang dianggap sebagai
generator kota itu. Analisis Linkage adalah alat yang baik untuk
memperhatikan dan menegaskan hubungan-hubungan serta gerakan-gerakan
sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric). Dapat disederhanakan bahwa
Linkage merupakan:

1. Merefleksikan sarana prasarana penunjang pergerakan dari dan ke nodes.


2. Secara hirarkis, dapat berbentuk jalan lingkungan, jalan lokal, jalan sekunder
maupun arteri,

2.2 Rekayasa Lalu Lintas

Menurut Grigg (1988:25) infrastruktur suatu kota terdiri dari 6 unsur (roads
group, transportation service group, water group, waste management group,
building and outdoor sports group dan energy production and distribution). Dua
unsur pertama di atas terkait dengan transportasi, yaitu kelompok jalan dan
kelompok pelayanan trasportasi.

Menurut Institute of Civil Engineers, England, Rekayasa Lalu Lintas adalah


bagian dari kerekayasaan yang berkaitan dengan perencanaan lalu lintas dan
perencanaan jalan, lingkungan, dan fasilitas parkir dan dengan alat-alat pengatur
lalu lintas guna memberikan keamanan, kenyamanan dan pergerakan yang
ekonomis bagi kendaraan dan pejalan kaki (Alamsyah, 2005:1)

2.2.1 Ruas Jalan Perkotaan

Adanya jam puncak lalu lintas pagi dan sore serta tingginya persentase
kendaraan pribadi merupakan ciri lalu lintas perkotaan (Alamsyah, 2005:57).
Jenis jalan dibedakan berdasarkan jumlah jalur (carriage way), jumlah lajur
(lane) dan jumlah arah. Suatu jalan dikatakan memiliki 1 jalur bila tidak
bermedian (tak terbagi/ undivided/ UD) dan dikatakan memiliki 2 jalur bila
bermedian tunggal (terbagi/ divided/ D). Menurut Kapasitas Jalan Indonesia
(Bina Marga, 1997) jenis jalan perkotaan dibagi menjadi:

1. Jalan dua lajur, dua arah tak terbagi (2 / 2 UD)


2. Jalan empat lajur, dua arah tak terbagi (4 / 2 UD)
3. Jalan empat lajur, dua arah terbagi (4/ 2 D)
4. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/ 2 D)
5. Jalan satu hingga tiga lajur satu arah (1-3 / 1)

2.2.2 Hambatan Samping


Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kapasitas
adalah adanya lajur lalu lintas dan bahu jalan yang sempit atau halangan
lainnya pada hambatan samping. Hambatan samping tersebut antara lain:

1. Pejalan kaki, bobot =0.5


2. Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain parkir/ berhenti, bobot
=1.0
3. Kendaraan lambat (becak dan kereta kuda), bobot =0.4
4. Kendaraan keluar masuk dari sisi jalan, bobot =0.7

Sedangkan urutan kelas hambatan samping adalah:

1. Amat rendah (VL), daerah pemukiman


2. Rendah (L), pemukiman dengan beberapa kendaraan umum
3. Sedang (M), daerah industri dengan beberapa toko di sisi jalan
4. Tinggi (H), daerah komersial dengan aktivitas sisi jalan tinggi
5. Amat tinggi (VH), daerah komersial dengan aktivitas pasar.

2.2.3 Kapasitas

Kapasitas ruas jalan didefinisikan sebagai arus lalu lintas maksimum


yang dapat melintas dengan stabil pada suatu potongan melintang jalan pada
keadaan (geometrik, pemisahan arah, komposisi lalu lintas, lingkungan)
tertentu.

Kapasitas merupakan ukuran kinerja (performance), pada kondisi yang


bervariasi, dapat diterapkan pada suatu lokasi tertentu atau pada suatu jaringan
jalan yang sangat kompleks.

2.2.4 Pengertian Para Ahli


1. Menurut MKJI 1997
Kapasitas adalah jumlah maksimum kendaraan atau orang yang dapat
melintasi suatu titik pada lajur jalan pada periode waktu tertentu dalam
kondisi jalan tertentu atau merupakan arus maksimum yang bisa
dilewatkan pada suatu ruas jalan. Dinyatakan dalam kend/jam atau
smp/jam
2. Menurut Clark H. Oglesby (1990)
Kapasitas suatu ruas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang
memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut
(dalam satu atau kedua arah) dalam periode waktu tertentu.

2.2.5 Jenis Kapasitas Jalan


1. Kapasitas dasar (Basic Capacity)
Kapasitas dasar adalah jumlah kendaraan atau orang maksimum yang
dapat melintas suatu penampang jalan tertentu selama satu jam pada
kondisi jalan dan lalulintas yang ideal.Digunakan sebagai dasar
perhitungan untuk kapasitas rencana. Kapasitas dasar merupakan
kapasitas terbesar dibangun pada kondisi arus yang ideal.Arus dikatakan
pada kondisi yang ideal jika kondisi jalan:

1. Uninterupted flow
2. Kendaraan yang lewat sejenis (kendaraan penumpang)
3. Lebar lajur minimum:3,50 m
4. Kebebasan samping: 1.80 m
5. Mempunyai desain alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal yang
bagus (datar, v=120 km/jam)
6. Untuk lalu lintas 2 arah 2 lajur dimungkinkan gerakan menyiap
dengan jarak pandang 500 m.
2. Kapasitas rencana (Design Capacity)
Kapasitas rencana adalah jumlah kendaraan atau orang maksimum
yang dapat melintas suatu penampang jalan tertentu selama satu jam
pada kondisi jalan dan lalu lintas yang sedang berlaku tanpa
mengakibatkan kemacetan, kelambatan dan bahaya yang masih dalam
batas-batas yang diinginkan.

3. Kapasitas yang mungkin (Possible Capacity)


Kapasitas yang mungkin adalah jumlah kendaraan atau orang
maksimum yang dapat melintasi suatu penampang jalan tertentu selama
1 jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang sedang berlaku (pada saat
itu).Kapasitas yang mungkin nilainya lebih kecil daripada kapasitas
rencana.

2.2.6 Faktor Yang Mempengaruhi


Kapasitas ruas jalan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Ada atau tidaknya pembatas jalan (median)
 .Jika terdapat median maka kapasitas dihitung terpisah untuk setiap
arah.
 .Jika tanpa pembatas jalan maka kapasitas dihitung untuk kedua
arah.
2. Lokasi ruas jalan
 Urban (perkotaan) memperhitungkan FCcs yaitu faktor koreksi
akibat ukuran kota (jumlah penduduk).
 Interurban (rural) tidak memperhitungkan FCcs.
Persamaan umum untuk menghitung kapasitas jalan menurut Metode
IHCM’97 adalah sebagai berikut : 
 Persamaan umum
Untuk daerah perkotaan :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (smp/jam)

C  : kapasitas ruas jalan (smp/jam)


Co : kapasitas dasar (smp/jam)
FCCw : faktor koreksi  kapasitas untuk lebar jalan
FCsp : faktor koreksi kapsitas akibat pembagian arah (tidak berlaku bagi
jalan satu arah)
FCsf : faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping.
FCcs : faktor koreksi akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
Kapasitas ruas jalan untuk daerah interurban  (rural) dirumuskan :
Untuk interurban (rural) :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf (smp/jam)
Kapasitas sistem jaringan jalan perkotaan tidak saja dipengaruhi oleh
kapasitas ruas jalannya teteapi juga oleh kapasitas setiap persimpanganya
(baik yang diatur oleh lampu lalu lintas maupun tidak ). Bagaimanapun
baiknya kinerja ruas jalan dari suatu sistem jaringan jalan, jika kinerja
persimpangannya sangat rendah maka kinerja seluruh sistem
jaringan  jalan  tersebut akan  menjadi rendah pula (Ofzar Z. Tamin,
2000).
Kapasitas lengan persimpangan lalu lintas dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu :
1.      Nilai arus jenuh.
2.      Waktu hijau efektif
3.      Waktu siklus.
2.2.7 Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan atau “Level of Service” adalah tingkat pelayanan dari
suatu jalan yang menggambarkan kualitas suatu jalan dan merupakan batas
kondisi pengoperasian.Tingkat pelayanan suatu jalan merupakan ukuran
kualitatif yang digunakan United States Highway Capacity Manual (USHCM
1985) yang menggambarkan kondisi operasional lalu lintas dan penilaian oleh
pemakai jalan.
 Ukuran Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan suatu jalan menunjukan kualitas jalan diukur dari
beberapa faktor, yaitu:
1. Kecepatan dan waktu tempuh
2. Kerapatan (density)
3. Tundaan (delay)
4. Arus lalu lintas dan arus jenuh (saturation flow)
5. Derajat kejenuhan (degree of saturation)
 Klasifikasi Tingkat Pelayanan
1. Tingkat pelayanan tergantung arus.
2. Tingkat pelayanan A (arus bebas)
3. Tingkat pelayanan B (arus stabil, untuk merancang jalan antar kota)
4. Tingkat pelayanan C (arus stabil, untuk merancang jalan perkotaan)
5. Tingkat pelayanan D (arus mulai tidak stabil)
6. Tingkat pelayanan E (Arus tidak stabil)
7. Tingkat pelayanan F (arus terpaksa)
1. Metode Analisis Simpang Bersinyal
Simpang adalah suatu area kritis pada suatu jalan raya yang merupakan
titik konflik dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau
lebih (Pignataro, 1973). Karena merupakan tempat terjadinya konflik dan
kemacetan maka hampir semua simpang terutama di perkotaan membutuhkan
pengaturan. Untuk menganalisis simpang bersinyal ada beberapa cara yaitu
salah satunya metode akcelik dan SIDRA
a. Metode akcelik
Metode hasil pengembangan lebih lanjut dari Rahmi Akcelik, sebenarnya
didasarkan pada kerangka dasar desain terdahulu (Miller 1968b; Webster and
Cobbe 1966). Akcelik mengubah teknik tradisional yang didasarkan atas
metode phase-related kepada pendekatan movement-related. Salah satu aspek
penting di sini, adalah penggunaan konsep movement lost time, sebagai
pengganti phase lost time. Juga penerapan waktu hilang persimpangan
(intersection lost time), yang didefinisikan sebagai jumlah waktu hilang
pergerakan kritis, mengganti konsep jumlah waktu hilang seluruh fase.
Pendekatan baru ini membuat pengertian lebih jelas atas hubungan pergerakan
dan karakteristik fase sinyal serta memungkinkan penanganan terhadap sistem
sinyal yang kompleks dengan multi-fase.
Menurut Akcelik, setiap antrian yang terpisah (separate queue) yang
sedang menuju persimpangan, lalu diklasifikasi berdasarkan arah, penggunaan
lajur dan penyediaan hak berjalan melintasi persimpangan, dikategorikan
sebagai suatu pergerakan (movement). Dan pengalokasian hak berjalan bagi
pergerakan individual ditentukan berdasarkan pengaturan fase sinyal.
Pergerakan dari masing-masing pendekat didasarkan atas hak berjalan
tersendiri (pengaturan fase) dan alokasi lajur dengan karakteristik
penggunaannya. Ini berarti bahwa setiap pergerakan memiliki karakteristik
pengaturan sinyal tersendiri, berikut lajur menunggu maupun keluar untuk
meninggalkan persimpangan.
b. Metode Sidra
Sidra Intersection (sebelumnya disebut Sidra dan aaSIDRA) adalah paket
perangkat lunak yang digunakan untuk persimpangan (junction) kapasitas,
tingkat layanan dan analisis kinerja oleh lalu lintas desain, operasi dan
profesional perencanaan. Pertama kali dirilis pada tahun 1984, telah dalam
pembangunan berkelanjutan dalam menanggapi umpan balik pengguna.
Sebuah versi dengan kemampuan jaringan pemodelan saat ini sedang dalam
pembangunan.
Sidra Persimpangan merupakan alat evaluasi lalu lintas mikro-analitis
yang menggunakan jalur-by-jalur dan model kendaraan berkendara siklus. Hal
ini dapat digunakan untuk membandingkan pengobatan alternatif yang
melibatkan persimpangan bersinyal, bundaran (tanpa lampu), bundaran
dengan sinyal metering, dua arah berhenti dan memberikan arah (yield)
Kontrol tanda, semua arah (4-way dan 3-way) menghentikan kontrol tanda,
penggabungan, single-titik susun perkotaan, segmen jalan bebas hambatan
dasar dan bersinyal dan penyeberangan tengah-tengah blok tanpa lampu lalu
lintas untuk pejalan kaki. Di Australia dan Selandia Baru, Sidra temu
didukung oleh Austroads. Di Amerika Serikat, Sidra temu diakui oleh US
Manual Kapasitas Jalan TRB / FHWA 2010 Panduan Roundabout (NCHRP
Laporkan 672) dan berbagai panduan bundaran lokal.
2.2.8 Parameter Arus Lalu Lintas
Parameter lalu lintas adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menjadi
tolak ukur dari kegiatan lalu lintas dalam sistem transportasi. Parameter arus
lalu lintas dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu:
1.  Parameter makroskopis, yang mencirikan arus lalu lintas sebagai suatu
kesatuan (system), sehingga diperoleh gambaran operasional system secara
keseluruhan.
Contoh: tingkat arus (flow rates), kecepatan rata-rata (averange speeds),
tingkat kepadatan (desity rates).
2.  Parameter mikroskopis, yang mencirikan perilaku setiap  kendaraan
dalam arus lalu lintas yang saling mempengaruhi.
Contoh: waktu antara (team headway), kecepatan masing-masing (individual
speed), jarak antara (space headway).
Secara makroskopis, arus lalu lintas dibagi menjadi empat macam :
1.      Arus
2.      Volume
3.      Kecepatan
4.      Kerapatan
2.2.9 Arus
Arus adalah jumlah kendaraan yang melintas suatu titik pada suatu ruas
jalan dalam waktu tertentu dengan membedakan arah dan lajur. Satuan arus
adalah kendaraan/waktu atau smp/waktu. Arus lalu lintas terbentuk dari
pergerakan individu pengendara dan kenderaan yang melakukan interaksi
antara yang satu dengan yang lainnya pada suatu ruas jalan dan
lingkungannya. Karena kemampuan idividu pengemudi mempunyai sifat yang
berbeda maka perilaku kenderaan arus lalu lintas tidak dapat diseragamkan
lebih lanjut, arus lalu lintas akan mengalami perbedaan karakteristik akibat
dari perilaku pengemudi atau kebiasaan pengemudi. 
Arus lalu lintas pada suatu ruas jalan karakteristiknya akan bervariasi
baik berdasar lokasi maupun waktunya, oleh karena itu perilaku pengemudi
akan berpengaruh terhadap perilaku arus lalu lintas. dalam menggambarkan
arus lalu lintas secara kuantitatif dalam rangka untuk mengerti tentang
keragaman karakteristiknya dan rentang kondisi perilakunya, maka perlu suatu
parameter. Parameter tersebut harus dapat didefenisikan dan diukur oleh
insinyur lalu lintas dalam menganalisis, mengevaluasi, dan melakukan
perbaikan fasilitas lalu lintas berdasarkan parameter dan pengetahuan
pelakunya. Arus menpunyai satuan kendaran dibagi waktu atau smp dibagi
oleh waktu. Terkadang kita sulit membedakan antara arus dan volume, berikut
adalah perbedaannya:
Arus (flow) :
 Membedakan lajur
 Diukur pada waktu yang pendek
 Membedakan arah
Volume :
 Tidak membedakan lajur
 Diukur pada waktu yang panjang (lama)
 Tidak membedakan arah
1. Elemen Arus Lalu Lintas
a. Karatkeristik pemakai jalan
1. Penglihatan
2. Waktu persepsi dan reaksi
3. Karakteristik lainnya
b. Kendaraan
  

1. Kendaraan rencana
2. Kinerja percepatan kendaraan
3. Kemampuan mengerem kendaraan
4. Persamaan jarak mengerem dan reaksi
c.  Jalan
1. Klasifikasi jalan menurut fungsi
2. Ciri geometrik jalan
2. Karakteristik Arus Lalu Lintas
a. Variasi arus dalam waktu
1. Variasi arus lalu lintas bulanan
2. Variasi arus lalu lintas harian
3. Variasi arus lalu lintas jam-jaman
4. Variasi arus lalu lintas kurang dari satu jam
5. Volume jam perancangan
6. Volume perancangan menurut arah
7. Variasi arus dalam ruang
8. Variasi arus terhadap jenis kendaraan.
3. Arus Berdasarkan Jenis Fasilitas Jalan
Arus berdasarkan jenis fasilitas jalan dibedakan menjadi 2, yaitu
1. Arus tak terganggu (Uninterupted Flow)
Arus lalu lintas dihasilkan oleh interaksi antar kendaraan dengan
karakteristik system geometric jalan raya, pola arus lalu lintas hanya
dikontrol oleh karakteristik tata guna lahan yang membangkitkan
perjalanan. Tidak ada factor eksternal yang secara periodic menghentikan
sementara arus lalau lintas tersebut.
 Jalan bebas hambatan (jalan tol)
 LRT di link
2. Arus terganggu (Interupted Flow)
Arus lalu lintas tidak hanya dihasilkan oleh interaksi antar kendaraan
tetapi juga factor eksternal yang secara periodic menghentikan sementara
arus lalau lintas. Contohnya kendaraan diberhentikan secara periodic
disimpang yang diatur oleh lampu lalulitas.
 Persimpangan bersinyal
 Persimpangan tak bersinyal
 Bundaran
 LRT di stasiun

Anda mungkin juga menyukai