discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/322095091
CITATIONS READS
0 5
3 authors, including:
All content following this page was uploaded by Triyono Triyono on 27 March 2018.
Penulis:
Deny Hidayati
Widayatun
Triyono
ISBN 978-979-799-532-4
1. Siaga Bencana 2. Penanggulangan
628.92
Diterbitkan oleh:
*Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI
Jln. Pasir Putih No. 1, Ancol Timur, Jakarta 11048
Telp. : 021-682287, 6452425, 683850
Faks. : 021-681948, 682287
E-mail : ppolipi@jakarta.wasantara.net.id
iv
KATA PENGANTAR
oleh Compress-LIPI untuk meningkatkan pengetahuan dan kesiap-
siagaan di tataran sekolah di Kota Bengkulu semenjak tahun 2007.
Pada tahun kedua (tahun 2008), Compress-LIPI melakukan “Piloting
Sekolah Siaga Bencana” di Kota Bengkulu. Piloting sekolah siaga
bencana dilakukan di dua sekolah terpilih yakni SDN 57 dan SMUN
6 Kota Bengkulu.
Buku ini mencoba untuk memberikan gambaran mengenai
proses piloting sekolah siaga bencana, perkembangan sekolah siaga
bencana tersebut setelah tidak ada lagi intervensi dari Compress-
LIPI, dan perkembangan tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah
sebelum dan sesudah adanya intervensi kegiatan kesiapsiagaan. Di
akhir buku ini memaparkan pembelajaran dari sekolah siaga bencana
dan rekomendasi model sekolah siaga.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada penulis yang
telah mencurahkan pikiran sehingga buku ini dapat terbit. Kami juga
mengucapkan terima kasih atas dukungan Direktorat Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dan Biro Kerja sama
dan Pemasyarakatan IPTEK LIPI atas dukungan sumber dana
melalui Kegiatan Program Insentif Peneliti dan Perekayasa LIPI
2009. Semoga buku ini berguna dan bermanfaat bagi sekolah-seko-
lah lainnya di Indonesia yang ingin mengembangkan sekolah siaga
bencana.
vi
Daftar Isi
Kata Pengantar...........................................................................................................v
Daftar Isi...................................................................................................................vii
Daftar Gambar / Tabel ..........................................................................................ix
BAB I Pendahuluan...................................................................................................1
1. Minimnya Kesiapsiagaan Mengantisipasi Bencana .................................. 1
2. Pentingnya Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah dalam Mengantisipasi
Bencana ...........................................................................................................4
3. Pembabakan Penulisan...................................................................................7
BAB II Piloting Sekolah Siaga Bencana di Kota Bengkulu . .............................. 9
1. Pelatihan Motivator .......................................................................................9
2. Pelatihan Guru..............................................................................................13
3. Gambaran Piloting Sekolah Siaga Bencana..............................................20
BAB III Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah .......................................................31
1. Tingkat Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah..............................................31
2. Kesiapsiagaan Sekolah ................................................................................37
3. Kesiapsiagaan Guru......................................................................................45
4. Kesiapsiagaan Siswa ....................................................................................66
BAB IV Model Sekolah Siaga Bencana: Pembelajaran dari Pilot
Sekolah Siaga Bencana ....................................................................................93
1. Kebijakan tentang Kesiapsiagaan Sekolah ...............................................93
2. Materi Kesiapsiagaan ..................................................................................99
3. Lembaga Pengelola Siaga Bencana Sekolah............................................105
4. Peralatan dan Sarana Prasarana ...............................................................112
5. Pentingnya Peningkatan Kapasitas Sekolah............................................113
BAB V Sekolah Siaga Bencana............................................................................119
1. Sintesis Upaya Peningkatan Kesiapsiagaan Sekolah
di Kota Bengkulu........................................................................................119
2. Rekomendasi: Model Sekolah Siaga Bencana.........................................123
Daftar Pustaka........................................................................................................131
vii
viii
Daftar Gambar
Gambar 1. Peserta pelatihan motivator sedang melakukan diskusi................. 11
Gambar 2. Penyerahan motivator kepada Kepala Kesbanglinmas
Kota Bengkulu.................................................................................... 12
Gambar 3. Peserta mendapatkan materi gempa bumi dan tsunami
dari Badan Meteorologi dan Geofisika Bengkulu ..................... 14
Gambar 4. Peserta mendapatkan masukan dari Pusat Kurikulum
Departemen Pendidikan Nasional ................................................. 16
Gambar 5. Kepala Sekolah SDN 57 memimpin diskusi tentang
kebijakan terkait kesiapsiagaan ....................................................... 24
Gambar 6. Guru SDN 57 melakukan pertolongan pertama
pada korban saat latihan penyelamatan diri terpadu..................... 28
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Rencana Tanggap Darurat..................................................................... 18
Tabel 3.1 Persentase Guru Menurut Pengetahuan tentang Gempa Bumi...... 50
Tabel 3.2 Persentase Pengetahuan Guru tentang Tsunami............................... 54
Tabel 3.3 Upaya Mobilisasi Sumber Daya Guru dalam Kesiapsiagaan
Mengantisipasi Bencana........................................................................ 64
Tabel 3.4 Siswa Menurut Pengetahuan tentang Gempa Bumi.......................... 75
Tabel 4.1 Tugas Masing-Masing Kelompok Dalam Gugus Siaga Bencana.. 109
Tabel 4.2 Jenis Sarana dan Prasarana yang Diperlukan dalam
PengembanganSekolah Siaga Bencana ............................................ 112
ix
BAB I
Pendahuluan
Banyaknya korban jiwa dan orang hilang mencerminkan kurang
nya kesiapan dan antisipasi masyarakat dalam menghadapi ben-
cana alam. Gambaran ini mencerminkan kurangnya pengetahuan
dan minimnya informasi mengenai fenomena alam yang terjadi di
wilayah pesisir dan laut. Minimnya pengetahuan mengenai gempa
dan tsunami bukan hanya milik masyarakat awam dengan pendidikan
yang rendah saja, tetapi juga sebagian masyarakat kelas menengah
dan atas. Seorang guru sekolah dasar di Aceh mengatakan: “sebelum
nya saya tidak mengetahui apa itu gempa. Ketika terjadi gempa be-
sar, saya menganggap sesuatu yang tidak beres pada diri saya, saya
sempoyongan dan hampir jatuh, yang ada di pikiran saya saat itu
sakratul maut sedang menjemput saya” (Hidayati, 2007).
Pendidikan siaga bencana perlu segera dilakukan mengingat se-
bagian besar masyarakat Indonesia hidup di daerah rawan bencana.
Pengalaman di Aceh dan Nias dan kemudian diikuti serangkaian
gempa yang terjadi Aceh, Nias, Padang dan Mentawai akhir-akhir
ini telah menambah kepanikan masyarakat.
Komunitas sekolah merupakan salah satu pemangku kepen
tingan atau stakeholders yang sangat penting untuk meningkatkan ke
siapsiagaan dalam mengantisipasi bencana alam. Komunitas sekolah
adalah agent of change yang sangat potensial untuk menyebarluaskan
pengetahuan tentang fenomena gempa dan tsunami serta memoti-
vasi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
agar dapat mengurangi risiko bencana.
Berbagai inisiatif untuk meningkatkan pengetahuan dan kesiap-
siagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana mulai dilakukan
di Indonesia di berbagai tingkatan administrasi. Upaya ini melibat-
kan banyak lembaga dan institusi, baik di tingkat lokal dan nasional
maupun internasional. Namun hasil kajian Community Preparedness
atau disingkat Compress-LIPI (di bawah koordinasi Pusat Penelitian
Oseanografi-P2O LIPI) menggambarkan bahwa komunitas sekolah
di Kota Bengkulu, Kabupaten Aceh Besar, Serang, Cilacap, Sikka,
Pendahuluan|
2. Pentingnya Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah
dalam Mengantisipasi Bencana
Pendidikan kesiapsiagaan mengantisipasi bencana alam idealnya telah
diberikan sejak anak usia dini, terutama di wilayah yang rawan ben-
cana. Pendidikan ini dimanifestasikan sebagai program pendidikan
yang di design untuk menumbuhkan dan meningkatkan pengeta-
huan, pemahaman dan kepedulian komunitas sekolah (termasuk
institusi sekolah, guru dan siswa) mengenai kondisi alam sekitarnya
dan keterampilan untuk mengurangi risiko apabila terjadi bencana.
Permasalahan ini yang mendorong Compress-LIPI untuk mem-
fasilitasi pengembangan pendidikan kesiapsiagaan komunitas seko-
lah. Compress-LIPI telah melakukan kegiatan pendidikan di ber
bagai daerah, termasuk Banda Aceh, Bengkulu, Aceh Besar, Padang
Pariaman, Serang, Cilacap, Pangandaran, Yogyakarta, Maumere,
Biak, Manado dan Ternate. Compress-LIPI bekerjasama dengan
pemerintah Kota Bengkulu juga telah mengembangkan “Pilot Seko-
lah Siaga” di kota ini.
Seberapa jauh upaya peningkatan kesiapsiagaan komunitas seko-
lah dan seberapa efektif “pilot sekolah siaga” dan kegiatan-kegiatan
kesiapsiagaan berbasis sekolah telah dilaksanakan belum dapat di
ketahui, karena belum adanya kajian untuk mengetahui keberhasi-
lan dan efektivitas kegiatan kesiapsiagaan dan pilot sekolah siaga
tersebut. Selama ini upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat di-
laksanakan berdasarkan kepedulian, tujuan dan kemampuan dari in-
stitusi-institusi yang bersangkutan. Karena itu diperlukan kajian un-
tuk mengetahui apakah upaya-upaya yang dilakukan telah memenuhi
semua unsur yang diperlukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan
komunitas sekolah dan pengembangan “model sekolah siaga” yang
sesuai dan operasional untuk diimplementasikan di sekolah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji “model sekolah siaga”
yang sesuai dan efektif untuk mengantisipasi bencana alam, khusus-
Pendahuluan|
derajat. Survei komunitas sekolah dilakukan di dua Sekolah Dasar
(SDN 27 dan SDN 32) yang telah disurvei LIPI pada tahun 2006
dan 1 sekolah (SDN 57) yang menjadi Pilot Sekolah Siaga Bencana
yang dikembangkan LIPI tahun 2008. Responden dipilih dari siswa
kelas 5 dan 6 untuk kemudahan survei. Pengisian kuesioner dilaku-
kan di dalam kelas secara bersama-sama dengan bimbingan fasili-
tator/asisten yang telah mendapat pelatihan dari peneliti LIPI dan
peneliti. Pengisian kuesioner untuk guru dilakukan sendiri oleh res
ponden guru dengan bimbingan peneliti. Kuesioner untuk institusi
sekolah diisi oleh kepala sekolah atau yang mewakili yaitu wakil ke-
pala sekolah atau guru yang mengetahui data dan memahami kon-
disi sekolah.
Sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan wawancara terbuka
dengan informan kunci dan narasumber, dan observasi lapangan.
Wawancara terbuka dilakukan pada wakil-wakil stakeholders utama dan
pendukung di Kota Bengkulu. Stakeholders utama komunitas seko-
lah yaitu: kepala sekolah/wakil kepala sekolah, guru dan siswa serta
komite sekolah. Wawancara dengan pemerintah dilakukan dengan
Dinas Pendidikan Nasional Kota dan Provinsi Bengkulu, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota dan Provinsi Beng-
kulu, Kesbang Kota Bengkulu, dan Kepala Puskesmas. Wawancara
juga dilakukan dengan praktisi dan pemerhati pendidikan, termasuk
PMI, Pramuka, Dosen UNIB dan LSM yang bekerja sama dengan
Yayasan Katolik, dan motivator kesiapsiagaan bencana Bengkulu.
Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan lembaga internasional
yang bergerak di kesiapsiagaan sekolah di Provinsi Bengkulu, yaitu
German Red Cross.
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai pengetahuan
dan kesiapsiagaan komunitas sekolah, dan model sekolah siaga
dalam mengantisipasi bencana gempa bumi dan tsunami, kajian ini
juga melakukan Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discus-
sions atau FGD). FGD dilaksanakan dengan kelompok komunitas
3. Pembabakan Penulisan
Buku Sekolah Siaga Bencana: Pembelajaran dari Kota Bengkulu ini terdiri
dari lima bab. Bab pertama berisi latar belakang pentingnya pendi-
dikan kesiapsiagaan komunitas sekolah dalam mengantisipasi ben-
cana alam, khususnya gempa bumi dan tsunami. Bab ke dua meng-
gambarkan “pilot sekolah siaga” yang dikembangkan oleh community
preparedness atau Compress-LIPI, termasuk kegiatan, proses dan
mekanisme pelaksanaannya di sekolah dasar di Kota Bengkulu. Bab
selanjutnya menganalisis perubahan tingkat kesiapsiagaan komuni-
tas sekolah sebelum adanya kegiatan pendidikan dan pilot sekolah
siaga dan setelah adanya kegiatan tersebut. Analisis ini penting untuk
mengetahui efektivitas dari kegiatan pendidikan yang telah dilaku-
kan dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan sekolah siaga
bencana tersebut. Bab berikutnya membahas model sekolah siaga
bencana yang dikembangkan berdasarkan pembelajaran dari hasil
kegiatan pendidikan kesiapsiagaan dan pilot sekolah siaga bencana.
Bab terakhir merupakan penutup yang berisi rangkuman dan sintesis
dari model sekolah siaga bencana sebagai antisipasi dalam meng
hadapi bencana gempa dan tsunami.[]
Pendahuluan|
BAB II
Piloting Sekolah Siaga Bencana
di Kota Bengkulu
1. Pelatihan Motivator
Pelatihan motivator atau training of motivator (TOM) merupakan salah
satu media penyampaian pengetahuan kesiapsiagaan bencana yang
diberikan kepada siswa SMA atau sederajat. Motivator merupakan
salah satu bentuk kemitraan dalam kegiatan kesiapsiagaan ben-
cana berbasis sekolah yaitu dengan menjadikan beberapa siswa
dari SMA atau sederajat untuk menjadi agen penular kesiapsiagaan
menghadapi bencana khususnya gempa bumi dan tsunami di Kota
Bengkulu. Peserta yang dilatih kemudian menjadi motivator untuk
meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana kepada siswa
di sekolah, baik di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang
sederajat.
Kegiatan TOM tahun 2008 menitikberatkan pada pendamping
an dan pembekalan tentang kelembagaan dan pelaksanaan program-
program kesiapsiagaan Kota Bengkulu. Motivator juga dipersiapkan
untuk dapat mendampingi aktivitas yang dilakukan Compress-LIPI
di kota ini, termasuk dalam pengembangan piloting sekolah siaga
bencana. Kegiatan TOM tahun ini merupakan kegiatan yang ke dua,
karena itu tujuan spesifik training adalah:
» Memonitor motivator-motivator yang sudah terbentuk tahun
2007 di Kota Bengkulu.
» Membagi pengalaman tentang kegiatan pendidikan kesiapsiagaan
yang telah dilakukan motivator Kota Bengkulu.
» Meningkatkan kapasitas motivator tentang kesiapsiagaan meng
antisipasi bencana.
» Memberikan pemahaman tentang kelembagaan bagi keberlan-
jutan motivator Kota Bengkulu.
» Membahas program kesiapsiagaan yang akan dilakukan oleh
para motivator Kota Bengkulu.
Kegiatan Pelatihan
Pelatihan guru dilaksanakan selama dua hari yang diikuti oleh guru-
guru di Kota Bengkulu, mulai dari guru SD, guru SMP dan guru
SMA. Pelatihan hari pertama berfokus pada peningkatan pengeta-
huan dasar guru tentang peristiwa alam gempa bumi dan tsunami.
Peserta pelatihan mendapatkan materi gempa bumi dan tsunami di
Pengetahuan
Pengetahuan dan sikap merupakan parameter pertama kesiapsiagaan
yang menjadi dasar dalam setiap perilaku elemen sekolah melaku-
kan kesiapsiagaan terhadap bencana. Pengetahuan yang diberikan
pada hari pertama merupakan bekal awal guru untuk menyusun
dan mendiskusikan berbagai hal yang dapat dilakukan oleh sekolah
dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan. Untuk dapat mening-
katkan pengetahuan dan sikap dari guru dan siswa, sekolah dapat
melakukan pengintegrasian kesiapsiagaan bencana ke dalam kuriku
lum dengan mengidentifikasi standar-standar kompetensi yang ber-
hubungan dengan kesiapsiagaan. Materi kesiapsiagaan bencana juga
dapat diintegrasikan ke dalam materi pengembangan diri. Sekolah
juga perlu membuat ornamen sekolah seperti poster, spanduk,
leaflet atau lainnya. Ornamen sekolah lainnya yang dapat dibuat
oleh sekolah adalah peta evakuasi sekolah. Ornamen sekolah dibuat
dengan maksud agar setiap pesan yang berhubungan dengan kesiap-
siagaan bencana dapat terus dilihat oleh seluruh komponen sekolah,
sehingga setiap saat tetap terus waspada.
SDN 57
SDN 57 merupakan sekolah dasar yang sangat rentan, dikelilingi
oleh sungai yang bermuara ke pantai Pasar Bengkulu dan pada ba-
gian depan juga terdapat pantai. Keadaan ini menyulitkan untuk
evakuasi, salah satu alternatif untuk evakuasi jika terjadi tsunami
adalah melalui depan sekolah sejajar dengan pantai. Padahal jarak
menuju titik kumpul sekitar 500 meter. Selain itu, rasio jumlah guru
dengan siswa tidak sebanding, satu sekolah hanya memiliki delapan
guru untuk menjaga 250 siswa. Dilihat dari kondisi bangunan fisik
gedung, sekolah ini bangunan yang terbuat dari tembok ini rela-
tif kuat. Meja dan kursi dari kayu, sebagian menurut pengamatan
fasilitator sudah tidak kokoh, terutama untuk berlindung di bawah
meja jika terjadi gempa. Siswa kelas 5 dan 6 juga sudah tidak muat
untuk masuk ke kolong meja. SDN 57 sama sekali tidak memiliki
peralatan pendukung untuk penyelamatan dan pertolongan pertama
jika terjadi bencana. Hanya terdapat ruang UKS yang terbatas sekali
obat-obatannya.
SMAN 6
SMAN 6 Kota Bengkulu dipilih karena dekat dengan pantai, seki-
tar 200 meter di belakang sekolah. SMAN 6 berada agak tinggi dari
pantai, dan di belakang sekolah terhalang oleh gundukan atau bukit,
Matriks
Kegiatan Peningkatan Pengetahuan
dan Sikap terhadap Bencana SDN 57
Waktu Minggu
No. Uraian kegiatan
Bulan I II III IV
1 Penerimaan Siswa Baru Juli v
* Mengenal alam lingkungan
Agustus v
sekolah
* Sosialisasi dampak bencana pada September v
wali murid
2 Simulasi tanggap bencana (guru Oktober v
& siswa)
3 Outbond ke pantai Desember v v
4 Pelatihan tanggap darurat (PMI,
masyarakat sekitar, dan komponen Maret v
sekolah)
5 Pemulihan trauma April V
Mei V
Juni V
Kebijakan
Kebijakan menjadi parameter terpenting dalam mewujudkan kesiap
siagaan sekolah. Guru SDN 57 merekomendasikan beberapa hal
dan menyepakati beberapa kesepakatan. Ketika terjadi bencana di
sekolah, sekolah tidak akan memulangkan siswa sebelum ada yang
bertanggung jawab (orangtua) yang menjemput. Sekolah juga ber-
tanggung jawab atas keselamatan siswa selama berada di sekolah.
Selain itu, guru juga menyepakati untuk membina hubungan
dengan pihak terkait dalam memenuhi sumber daya yang tidak di-
miliki sekolah. Peserta merekomendasikan dikeluarkannya SK dari
| 31
Hasil kajian mengungkapkan bahwa komunitas sekolah di Kota
Bengkulu saat ini hampir siap dalam mengantisipasi bencana gempa
bumi dan tsunami. Keadaan ini digambarkan dari peningkatan nilai
indeks dari 47,6 tahun 2006 menjadi 58,8 tahun 2009. Peningkatan
nilai indeks ini juga berimplikasi pada peningkatan kategori tingkat
kesiapsiagaan dari kurang siap berubah menjadi hampir siap (lihat
Diagram 3.1).
Tingkat Kesiapsiagaan:
Sangat Siap : 80–100
Siap : 65–79
Hampir Siap : 55–64
Kurang Siap : 40–54
Belum Siap : < 40
Sumber: Kajian Model Sekolah Siaga Bencana, LIPI (2009)
Tingkat Kesiapsiagaan:
Sangat Siap : 80–100
Siap : 65–79
Hampir Siap : 55–64
Kurang Siap : 40–54
Belum Siap : <40
Sumber: Kajian Model Sekolah Siaga Bencana, LIPI (2009)
2. Kesiapsiagaan Sekolah
Tingkat Kesiapsiagaan Sekolah
Tingkat kesiapsiagaan institusi sekolah merupakan gabungan dari
empat parameter kesiapsiagaan yaitu kebijakan, rencana tanggap
darurat, peringatan bencana, dan kemampuan sekolah dalam me
mobilisasi sumber daya. Nilai kesiapsiagaan ini diperoleh dari per
hitungan hasil survei kesiapsiagaan di tiga Sekolah Dasar (SD) dan
satu Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Bengkulu, masing-masing
adalah SD Negeri 27, SD Negeri 32, SD Negeri 57 dan MI Al Islam.
Ketiga sekolah dasar dan satu madrasah tersebut terletak dekat de
ngan pantai.
Tingkat kesiapsiagaan institusi sekolah masih sangat rendah.
Kajian yang dilakukan pada tahun 2006 menghasilkan indeks kesiap
siagaan sebesar 20,8 poin yang berarti masuk ke dalam kategori be-
lum siap. Tiga tahun berikutnya, tahun 2009 indeks kesiapsiagaan
sekolah naik menjadi 40,8 poin berada pada kategori batas bawah
Diagram 3.3 Tingkat Kesiapsiagaan Sekolah Kota Bengkulu, 2006 dan 2009
80
70
60 52.3 56.2
43.8
50 42.5
40 27.5 33.3
24.9
30 20.8
15.8
20 13.1
10
0
Kebijakan Rencana P eringatan M o bilisasi Indeks
Tanggap B encana Sumber DayaKesiapsiagaan
Darurat
2006 2009
Catatan: Nilai indeks 80–90: Sangat siap, 65–79: Siap, 55–64: hampir siap,
40–54: kurang siap, <40: belum siap
Sumber: Kajian Model Sekolah Siaga Bencana, LIPI 2009
Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana
Alam, LIPI (2006).
Kebijakan
Parameter kebijakan merupakan acuan yang sangat penting untuk
meningkatkan kesiapsiagaan komunitas sekolah dalam mengantisi
pasi bencana alam. Parameter ini diukur dari keberadaan kebijak
an atau program pendidikan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
di Kota Bengkulu dan kebijakan atau program kesiapsiagaan di
sekolah.
Meskipun berada dalam wilayah yang sering dilanda gempa bumi,
tetapi Dinas Pendidikan Nasional (Dinas Diknas) Kota Bengkulu
belum mempunyai kebijakan dan/atau pedoman yang berkaitan
dengan pengelolaan bencana, termasuk kesiapsiagaan mengantisipasi
bencana gempa dan tsunami yang dilaksanakan di sekolah. Namun,
pejabat Diknas mengakui bahwa pendidikan kesiapsiagaan ini di-
perlukan dalam upaya mengantisipasi bencana gempa dan tsunami.
Sampai saat ini kebijakan yang akan dilakukan berkaitan dengan
kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah melakukan sosialisasi
tentang bencana gempa dan tsunami pada siswa melalui acara MOS
(Masa Orientasi Siswa). Kebijakan ini sifatnya masih imbauan ke-
pada pengelola sekolah untuk memberikan tambahan materi kesiap-
siagaan dalam acara MOS. Implementasi di lapangan sangat tergan-
tung pada para pengelola masing-masing sekolah.
Absennya kebijakan pendidikan kesiapsiagaan di tingkat kabu
paten juga berimbas pada kebijakan di tingkat sekolah. Sekolah-
sekolah juga belum mempunyai kebijakan pendidikan kesiapsiagaan,
karena pihak sekolah masih tergantung pada Dinas Diknas. Dari tiga
sekolah yang dikaji hanya satu sekolah yang telah mengupayakan
memberikan materi tentang gempa dan tsunami pada siswa. Materi
3. Kesiapsiagaan Guru
Guru idealnya mempunyai peran besar dalam meningkatkan kesiap
siagaan komunitas sekolah, karena itu tingkat kesiapsiagaan guru
Tingkat Kesiapsiagaan
Hasil kajian menginformasikan bahwa indeks kesiapsiagaan guru
mengalami peningkatan antara tahun 2006 dan 2009 (lihat diagram
3.4). Indeks kesiapsiagaan bervariasi dan berfluktuasi menurut para
meter, sebagian mengalami peningkatan dan sebagian lagi meng
alami penurunan.
Peningkatan terjadi pada parameter mobilisasi sumber daya
yang naik secara signifikan hampir tiga kali lipat, sehingga meng
ubah tingkat kesiapsiagaan parameter ini dari posisi yang paling
rendah yaitu belum siap menjadi kategori siap. Peningkatan yang
sangat tinggi ini erat kaitannya dengan kegiatan pelatihan guru yang
dilakukan oleh stakeholders kesiapsiagaan bencana, seperti LIPI dan
PMI yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Bengkulu, terutama
Satlak atau sekarang dikenal dengan Badan Penanggulangan Ben-
cana Daerah (BPBD Kota) dan Kesbang, dan Pemerintah Provinsi
Bengkulu, khususnya BPBD Provinsi.
Peningkatan indeks menurut diagram di atas juga terjadi pada
parameter pengetahuan, tetapi naiknya hanya sedikit 3,5 poin antara
tahun 2006 dan 2009. Peningkatan ini tidak mengubah tingkat ke-
siapsiagaan parameter ini, masih tetap pada kategori hampir siap.
Keadaan ini menginformasikan bahwa kegiatan pelatihan guru yang
Tingkat Kesiapsiagaan:
Sangat Siap : 80–100
Siap : 65–79
Hampir Siap : 55–64
Kurang Siap : 40–54
Belum Siap : <40
Sumber: Kajian Model Sekolah Siaga Bencana, LIPI 2009
Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi
Bencana Alam, LIPI (2006).
Bencana Alam
Gambaran tentang pengetahuan guru dimulai dari pengetahuan
tentang pengertian bencana alam. Diagram 3.5 menginformasikan
bahwa sebagian besar guru menjawab dengan benar yaitu kejadian
alam yang mengganggu kehidupan manusia. Guru yang menjawab
ini mengalami sedikit peningkatan antara tahun 2006 dan 2009.
Sebagian besar guru terutama pada tahun 2009 menjawab bencana
Tsunami
Berbeda dengan peningkatan pengetahuan tentang gempa, penge-
tahuan responden guru tentang tsunami mengalami fluktuasi (lihat
Diagram Tabel 3.2). Keadaan ini diketahui dari pengetahuan tentang
penyebab tsunami, meningkat hanya pada gunung meletus di bawah
laut. Sedangkan penyebab yang lain mengalami penurunan, seperti
gempa bumi di bawah laut dan longsoran di bawah laut. Padahal,
sebagian besar dari responden guru ini telah mengikuti training atau
workshop tentang kesiapsiagaan mengantisipasi bencana alam.
Tahun (%)
No. Uraian
2006 2009
1. Penyebab tsunami
Gempa bumi di bawah laut 96,7 95,7
Gunung meletus di bawah laut 73,3 100,0
Longsoran di bawah laut 76,7 69,6
Badai/puting beliung 13,3 8,7
2. Tanda-tanda/gejala tsunami
Gempa menyebabkan goyangan yang 53,3 82,6
kencang sehingga orang tidak bisa
berdiri
Air laut tiba-tiba surut 90,0 95,7
Gelombang besar di cakrawala 33,3 82,6
Bunyi yang keras seperti ledakan - 60,9
Sumber Informasi
Hasil kajian mengungkapkan bahwa informasi guru tentang kesiap
siagaan dalam mengantisipasi bencana terutama bersumber dari media
massa, khususnya radio dan televisi. Hal ini terjadi dalam tiga tahun
terakhir, meskipun mengalami penurunan, mungkin disebabkan
berkurangnya intensitas pemberitaan tentang bencana.
Sumber informasi yang mengalami kenaikan signifikan adalah
sosialisasi, seminar, dan pertemuan, lebih dari dua kali lipat dari 40%
pada tahun 2006 menjadi 91,3% tahun 2009. Peningkatan ini erat
kaitannya dengan kegiatan sosialisasi dan penyiapan kesiapsiagaan
Diagram 3.7 Sumber Informasi Guru tentang Kesiapsiagaan Mengantisipasi
Bencana
Rencana Penyelamatan
Kesiapsiagaan guru untuk merespons keadaan darurat digambar-
kan dari persiapan guru sebelum terjadi bencana dan tindakan yang
akan dilakukan apabila bencana terjadi pada jam belajar di sekolah.
Persiapan guru mencakup upaya untuk menyelamatkan diri sendiri,
siswa dan kelompok rentan di sekitar sekolah; dan untuk mengu-
rangi risiko bencana, seperti dokumen-dokumen penting.
Diagram 3.8 mengungkapkan persiapan guru untuk mengantisi
pasi bencana gempa dan tsunami masih terbatas, tetapi mengalami
peningkatan antara tahun 2006 dan 2009. Peningkatan yang cukup
menenangkan diri sendiri dan siswa apabila terjadi gempa, agar da
pat melakukan tindakan untuk menyelamatkan diri
Gambaran rencana tindakan yang akan dilakukan guru apabila
terjadi gempa bumi cukup menggembirakan. Gambaran ini meng
indikasikan kepedulian guru untuk mengurangi risiko bencana bagi
siswa ketika bencana terjadi pada saat jam sekolah. Kesiapsiagaan
guru akan tindakan yang akan dilakukan ini perlu terus ditumbuh
kembangkan, mengingat Kota Bengkulu merupakan kota yang rawan
terhadap bencana gempa bumi dan tsunami.
Namun, dari diagram di atas juga terungkap adanya ketidak-
konsistenan jawaban guru tentang tindakan yang akan dilakukan.
Hal ini diindikasikan oleh jawaban sebagian besar guru yang akan
lari menyelamatkan diri sendiri apabila terjadi gempa. Jumlah guru
Peringatan Bencana
Peringatan dini bencana sangat penting karena dengan peringatan
dini guru mempunyai waktu untuk membantu siswa menyelamat-
kan diri untuk mengurangi risiko bencana. Diagram 3.10. menginfor
masikan bahwa pengetahuan responden guru tentang peringatan dini
tsunami di sekolah masih terbatas. Gambaran ini diketahui dari seba-
gian besar responden belum mengetahui alat yang digunakan seko-
lah untuk memberikan peringatan akan terjadinya bencana. Sebagian
besar guru (60,9%) juga belum mengetahui tanda atau bunyi yang
menjadi tanda adanya peringatan akan terjadinya bencana di seko-
lah. Sebagian kecil guru yang mengetahui tanda atau bunyi perin-
gatan. Guru yang mengetahui tanda ini ternyata kebanyakan tidak
mengetahui perbedaan tanda atau bunyi untuk peringatan tsunami,
Diagram 3.10 Pengetahuan Guru tentang Alat dan Tanda, Peringatan dan
Pembatalan Peringatan serta Informasi Kondisi Aman, 2009
4. Kesiapsiagaan Siswa
Tingkat Kesiapsiagaan Siswa
Nilai tingkat kesiapsiagaan siswa ini diperoleh dari gabungan parame
ter pengetahuan, rencana tanggap darurat, peringatan bencana dan
mobilisasi sumber daya. Pada tahun 2006 nilai indeks kesiapsiagaan
siswa dari ketiga sekolah yang dikaji berada pada kategori hampir
siap dengan nilai 63. Tingkat kesiapsiagaan siswa ini meningkat
menjadi 69.5 pada tahun 2009 dan masuk ke dalam kategori siap.
Peningkatan indeks kesiapsiagaan siswa ini terutama bersumber dari
parameter mobilisasi sumber daya, pengetahuan dan rencana tang-
gap darurat. Mobilisasi sumber daya meningkat cukup signifikan
dari sekitar 50 menjadi 73,1 masuk ke dalam kategori siap. Tinggi
nya parameter mobilisasi sumber daya ini berkaitan dengan cukup
besarnya proporsi siswa yang telah mengikuti berbagai kegiatan
berkaitan dengan kesiapsiagaan seperti ceramah/pertemuan tentang
bencana, pertolongan pertama, dokter kecil, kepramukaan dan latih
an simulasi evakuasi. Data menunjukkan bahwa hampir 75% siswa
pernah mengikuti pertemuan/ceramah tentang bencana dan sekitar
54% pernah mengikuti latihan simulasi evakuasi (Diagram 3.12).
Parameter pengetahuan siswa tentang bencana cukup baik
dengan nilai 70,4 dan masuk kategori siap. Sebelumnya pada tahun
2006 nilainya sekitar 66, termasuk ke dalam kategori siap, namun
berada pada batas bawah. Secara umum sebagian besar siswa telah
mengetahui tentang fenomena alam dan bencana alam. Demiki-
an pula pengetahuan siswa tentang penyebab, ciri-ciri, akibat dan
tindakan yang perlu dilakukan apabila terjadi gempa dan tsunami
cukup baik. Kondisi ini kemungkinan terkait dengan cukup besarnya
akses siswa untuk mendapatkan informasi tentang bencana gempa
dan tsunami melalui media cetak dan elektronik. Di samping itu,
Indeks 69.5
Kesiapsiagaan 63
Peringatan 65.3
Bencana (PB) 38.8
70.4
Pengetahuan (P)
66.3
2006 2009 0 20 40 60 80
Catatan: Nilai indeks 80–90: Sangat siap, 65–79: Siap, 55–64: hampir siap,
40–54: kurang siap, <40: belum siap
Sumber: Kajian Model Sekolah Siaga Bencana, LIPI 2009
Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana
Alam, LIPI (2006).
Pengetahuan
Pengetahuan siswa tentang bencana merupakan faktor yang sangat
penting untuk mengkaji kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi
bencana. Pemahaman yang baik tentang hal-hal yang terkait dengan
bencana seperti karakteristik, penyebab, gejala-gejala dan tindakan
apa yang sebaiknya dilakukan bila terjadi bencana tentunya akan
sangat berpengaruh terhadap kesiapsiaagaan siswa dalam menganti
sipasi bencana. Pengetahuan murid dalam mengantisipasi bencana
antara lain tergambar dari pengetahuan dasar tentang bencana alam,
gempa bumi dan tsunami (penyebab, ciri-ciri dan tindakan yang per-
lu disiapkan dan dilakukan untuk mengurangi risiko bencana).
Bencana Alam
Parameter pengetahuan tentang bencana dalam studi ini difokus-
kan pada pemahaman siswa tentang apa yang dimaksud dengan
bencana alam dan kejadian alam apa saja yang dapat menimbulkan
bencana. Secara umum pengetahuan siswa tentang bencana masih
0 20 40 60 80 100
Pengeboran 13
minyak 16.8
15.8 2009
Tanah longsor
30.7 2006
86.4
Gunung Meletus 75.2
Pergeseran 84.2
kerak bumi 67.9
0 20 40 60 80 100
67.9
70
60
50
37.2
40 31.4
31.4
30 22.3
20 9.8
10
0
Ya Tidak Tidak Tahu
2006 2009
80 71.2
70
60 48.9
50 37.2
40
20.1
30
13.9
20 8.7
10
0
Ya Tidak Tidak Tahu
2006 2009
94
100
90
80
70
60 47.3
39.7
50 94
28.8 26.6
40
30
20 29.9 24.8
10 20.4
0
0
Krakatau Simelue 1907 Flores 1992 Aceh dan Pangandaran
1883 Nias 2004 Juli 2006
2006 2009
Badai/puting 15.2
beliung 29.9
Longsoran di 23.9
baw ah laut 21.2
0 20 40 60 80 100
2006 2009
hanya sekitar 77% dan meningkat menjadi hampir 97% pada tahun
2009. Pengetahuan tentang gempa kuat sehingga orang tidak bisa
berdiri merupakan salah satu tanda tsunami juga mengalami pening
katan. Pada tahun 2006 hanya sekitar 57% siswa yang menjawab
bahwa gempa kuat merupakan penyebab tsunami. Pada tahun 2009,
angkanya menjadi sekitar 78% (Diagram 3.20).
Tanda-tanda tsunami lainnya yang lebih dipahami oleh siswa ada
lah adanya gelombang besar di cakrawala. Pada tahun 2006, proporsi
responden yang menjawab bahwa gelombang besar di cakrawala
merupakan salah satu tanda tsunami jumlahnya hanya sekitar 22%
meningkat menjadi sekitar 66% pada tahun 2009.
Peningkatan pengetahuan siswa tentang tindakan jika terjadi
tsunami mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Jika pada
tahun 2006 masih ada siswa yang menjawab mendekati pantai dan
57.1
B u n yi yg k e r a s s e p e r t i l e d a k a n
0
66.3
G e l o m b a n g b e s a r d i c a k r a wa l a
22.6
96.2
A ir laut t iba-t iba s urut
76.6
G e m p a m e n ye b a b k a n g o ya n g a n 77.7
yg k e n c a n g / k e r a s s h g t d k b i s a
berdiri 56.9 2009
2006
Sumber: Kajian Model Sekolah Siaga Bencana, LIPI 2009
Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana
Alam, LIPI (2006).
100
100 88.3
90
80
2006
70
2009
60
50
40
30
20 4.4 7.4
10
0 0
0
Berlarimenjauh Mendekati pantai Tidak tahu
dari pantai
81.5
94.6 86.4 51.1
2009
32.8
94.2 91.2
71.5
2006
0
Menenangkan diri/tidak panik 62
94
Mengetahui tempat yang aman 73.7
0 20 40 60 80 100
100 92.9
90 82.1
78.1 77.4
80
70
56
60
50 43.1
38.6
40 2006
29.2
30 2009
20
10
0
Raport/Ijazah Tas/Kantong Surat-surat Barang-barang
berisi buku & penting lainnya kesayangan
keperluan
sekolah
80 73.4
70
50
40.1
34.3
40 32.1
30
20
10
0
P3K, Dokter Kecil Kepramukaan Latihan/simulasi Pertemuan/ceramah
evakuasi tentang bencana
2006 2009
Peringatan Bencana
Peringatan dini bencana sangat penting karena dengan peringatan
dini komunitas sekolah dapat segera menyelamatkan diri dari ben-
cana sehingga jatuhnya korban dapat diminimalkan. Komunitas
sekolah menerima peringatan dari dua sumber yaitu tradisional/ke-
sepakatan lokal dan sistem peringatan tsunami nasional.
100
90 74.5
80
59.2
70
60
50
40
30
20
10
0
Tradisional/Lokal Nasional TEWS
Tanda/informasi
41.8
keadaan sudah
aman setelah
terjadi tsunami
Pembatalan 31.5
peringatan
tsunami
10 30 50 70
Diagram: 3.28 Persentase Siswa Menurut Tindakan yang Akan Dilakukan Apa-
bila Terdapat Tanda-Tanda Tsunami
99.5 94.6
92.7
100 89.7
90
73.7
80 65
70
60
50
40
30
20
10
0
Menjauh pantai/lari ke Bergegas menuju Menenangkan diri/tdk
tempat yang tinggi tempat pengungsian panik
2006 2009
93
melalui proses belajar mengajar mata pelajaran wajib yang rele
van dan mata pelajaran muatan lokal (mulok), maupun melalui
pengembangan diri dalam kegiatan ekstra kurikuler.
Tingkat kesiapsiagaan kebijakan sekolah untuk mengantisipasi
bencana alam didasarkan pada indikator keberadaan kebijakan atau
program pendidikan kesiapsiagaan sekolah di tingkat Kota/Kabu-
paten dan di tingkat sekolah. Kebijakan sekolah pada dasarnya dapat
dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu:
» Peningkatan pengetahuan dan keterampilan komunitas sekolah
(guru dan siswa) untuk mengantisipasi bencana, termasuk
• Pengintegrasian materi kesiapsiagaan dalam pelajaran (wajib
dan muatan lokal yang relevan) dan kegiatan ekstrakurikuler;
• Pelaksanaan simulasi evakuasi secara reguler.
» Peningkatan kapasitas sekolah yang terdiri dari:
• Pembentukan organisasi pengelola kesiapsiagaan, seperti gu-
gus siaga bencana;
• Pengelolaan pemenuhan kebutuhan dasar komunitas sekolah,
termasuk back-up atau duplikasi dokumen-dokumen penting;
• Sarana dan prasarana kesiapsiagaan sekolah, seperti peralatan
untuk peringatan dini bencana, rencana untuk merespons
kondisi darurat, pertolongan pertama dan evakuasi;
• Peningkatan kualitas/ketahanan bangunan fisik sekolah;
• Pengalokasian dana untuk kegiatan kesiapsiagaan sekolah.
Tingkat Sekolah
Absennya kebijakan pendidikan kesiapsiagaan di tingkat Provinsi
Bengkulu dan Kota Bengkulu juga berimbas pada kebijakan di
tingkat sekolah. Sekolah-sekolah juga belum mempunyai kebijakan
pendidikan kesiapsiagaan, karena pihak sekolah masih tergantung
pada Dinas Diknas.
2. Materi Kesiapsiagaan
Pengetahuan tentang bencana dan tindakan yang perlu dilakukan
sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana sangat diperlukan dan
menjadi parameter utama untuk mengukur kesiapsiagaan dalam
mengantisipasi bencana. Pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana
ini idealnya tercantum dalam materi yang dipelajari siswa di sekolah.
Materi kesiapsiagaan pada dasarnya mencakup dua bagian, yaitu:
» Pengetahuan tentang fenomena alam dan bencana alam, khusus
nya gempa dan tsunami; dan pengetahuan tentang tindakan yang
harus dilakukan sebelum, saat dan setelah terjadi bencana.
» Keterampilan untuk merespons kondisi darurat agar dapat
mengurangi korban bencana
Penyelamatan Diri
Keterampilan menyelamatkan diri ketika terjadi bencana sangat di
perlukan dalam kesiapsiagaan mengantisipasi bencana. Bentuk ke
terampilan adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi diri
dan menyelamatkan diri ketika terjadi gempa dan tsunami. Penge-
tahuan tentang tindakan saja belum cukup tanpa dilengkapi dengan
keterampilan.
Tabel 4.2 Jenis Sarana dan Prasarana yang Diperlukan dalam Pengembangan-
Sekolah Siaga Bencana
Jenis Kegiatan Jenis Prasarana dan Sarana
• Peningkatan penge • Materi kesiapsiagaan menghadapi bencana seperti
tahuan dan keter- buku, alat peraga/permainan, poster, spanduk,
ampilan tentang papan siaga, stiker, kaset film dokumentasi tentang
bencana gempa dan tsunami
• Alat peraga/permainan, peralatan elektronika se
perti VCD, radio kaset, OHP, Komputer, in-Focus.
• Peringatan dini • Alat tanda bahaya: kentongan, lonceng, sirine.
• Alat komunikasi menerima berita dan menyebar
luaskan informasi: telp, hp, radio, HT, toa.
119
potensial untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang fenomena
gempa dan tsunami serta memotivasi masyarakat untuk meningkat-
kan kesiapsiagaan agar dapat mengurangi risiko bencana. Namun,
hasil kajian LIPI tahun 2006 menggambarkan bahwa komunitas
sekolah di Kota Bengkulu masih kurang siap dalam mengantisipasi
bencana gempa dan tsunami.
Permasalahan ini mendorong Community Preparedness atau Com-
press-LIPI memfasilitasi pengembangan pendidikan kesiapsiagaan
komunitas sekolah. Compress-LIPI melakukan pendidikan publik
di Kota Bengkulu pascagempa tahun 2007. Berbagai aktivitas di-
lakukan pada level sekolah, seperti pelatihan guru, pelatihan motiva-
tor, dan dukungan ilmu pengetahuan bagi siswa atau children science
support (CSS). Compress-LIPI tahun 2008 mengembangkan “Pilot
Sekolah Siaga Bencana” berdasarkan lima parameter kesiapsiagaan,
yaitu: pengetahuan, kebijakan, rencana tanggap darurat, peringatan
bencana, dan kemampuan memobilisasi sumber daya yang tersedia
pada komunitas sekolah.
“Pilot Sekolah Siaga” tingkat sekolah dasar ditetapkan di SDN
57 yang rentan terhadap tsunami karena letaknya dekat laut. Pro
ses pembentukan sekolah siaga bencana dilakukan dengan metode
pemaparan, diskusi, kerja kelompok, dan simulasi yang diikuti oleh
semua elemen sekolah (mulai dari kepala sekolah, guru, dan per-
wakilan siswa dari ekstra kurikuler). Metode ini dilakukan untuk
membedah bersama-sama apa yang dapat dilakukan oleh sekolah
dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan per parameter.
Untuk meningkatkan pengetahuan, peserta mencoba menginte
grasikan kesiapsiagaan sekolah ke dalam kurikulum/materi pelaja-
ran. Selain itu, sekolah juga merancang ornamen sekolah (poster,
spanduk), merancang acara tahunan sekolah, dan mendesain pelati-
han yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
sikap tentang kesiapsiagaan.
131
LIPI. 2008. Membangun Sekolah Siaga Bencana. Jakarta.
Natawijaya, D.H. 2005. Aceh–Gempa Andaman 28 Desember 2004. Paper
Dipresentasikan pada Pertemuan di BAPPENAS. Jakarta.
Palang Merah Indonesia (PMI). 2005. Konsep, Strategy dan Pendekatan
Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana: Kesiapsiagaan Masya
rakat Terhadap Bencana. Jakarta: PMI.
Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. 2007. Standard Operation Procedure:
Manajemen Bencana di Aceh Besar, Kota Jantho.
Permana, H. 2005. Pembelajaran dari Aceh: Pemahaman Bencana Geologi.
Paper Dipresentasikan pada Pertemuan di BAPPENAS. Jakarta.
UNESCO-LIPI. 2009. Cerita dari Maumere: Membangun Sekolah Siaga Bencana.
Jakarta.
Widayatun., Situmorang, A., Cahyadi, R., Antariksa, I.G.P. 2008. Kesiapsiagaan
Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Alam di Kabupaten Serang.
Jakarta: LIPI Press.
Widayatun., Hidayati, D., Situmorang, A., dan Ngadi. 2008. Kesiapsiagaan
Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Alam di Kabupaten Biak.
Jakarta: Laporan Penelitian.
132