Referat THT
Referat THT
DISUSUN OLEH:
1102012029
PEMBIMBING:
dr.Yozhita Sp.THT
Alhamdulillah segala puji penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat,
nikmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW pembawa
rahmat bagi seluruh alam, suri tauladan seluruh umat di dunia. Atas berkat rahmat dan
hidayah serta mengucapkan syukur kehadirat Ilahi Rabbi sehingga penulis dapat
Referat ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan kepaniteraan ilmu penyakit THT. Terwujudnya referat ini adalah berkat
bantuan dan dorongan semangat baik berupa bimbingan, dukungan dan do’a dari berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada: dr. Yhozita , Sp. THT sebagai pembimbing utama referat ini dan
Dalam menyelesaikan penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa referat ini masih
jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan baik dari segi
materi maupun dari bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala
kekhilafan, serta dengan tangan terbuka mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
2
BAB I
PENDAHULUAN
serebelum, sebagai akibat komplikasi otitis media supuratif yang lebih sering menjadi
penyebab dibandingkan otitis media akut. Abses otak otogenik ini dapat berakibat
Abses otak otogenik biasanya ditemukan pada otitis media supuratif kronik
(OMSK) tipe maligna. Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier)
menjalar ke struktur di sekitarnya. Komplikasi dapat terjadi pada fase akut dari suatu
infeksi seperti akibat otitis media akut atau akibat destruksi dari aktivitas kronik
media telah dikenal sejak zaman Morgagni (1682-1771'), seperti yang dikutip oleh
Levine dan De Souza. Morand (1768) melaporkan keberhasilan pada operasi abses
otak. Perkembangan tindakan operasi abses otak kemudian berkembang dengan pesat.
kasus dari 19 kasus abses otak dengan operasi. Dandy (1926) melaporkan
keberhasilan pengobatan abses otak dengan aspirasi melalui burr hole, dan eksisi
abses dilaporkan oleh Vincent tahun 1936 seperti yang dijelaskan oleh haines.3 Abses
otak dapat mengenai semua kelompok umur. Bayi dan anak-anak mempunyai
kekerapan lebih tinggi. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan, bahkan menurut
Browning dan Nunez Perbandingan antara laki - laki dan perempuan adalah 3 : 1.3,4,5
3
Abses otak dapat berbentuk multipel atau multilokuler. Banyak pengarang
yang melaporkan bahwa kebanyakan abses otak terletak pada serebrum (lobus
pemberian antibiotik parenteral diikuti dengan operasi untuk mengevakuasi abses dan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Abses serebri otogenik (ASO) adalah abses (terbentuknya nanah) otak akibat
komplikasi intrakranial (didalam tulang tengkorak) oleh penyakit otitis media kronik
tersering kedua setelah meningitis.1,2 Komplikasi ini serius karena dapat mengancam jiwa
atau menjadi kondisi yang mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan maksimal.
Hipocrates tahun 460 SM telah mencatat ada hubungan antara otore purulen (nanah di
patogenesisnya ASO merupakan proses supurasi fokal yang terjadi pada parenkim otak
Abses otak otogenik sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis dapat ditemukan
di serebelum, fosa cranial posterior atau di lobus temporal, di fosa cranial media. Keadaan
ini sering berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis, atau meningitis.
Abses otak biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoiditis
Komplikasi otitis media biasanya didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi
OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang
virulen. Hal ini terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati,
ialah mukosa kavum timpani yang mempu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, ada
dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh maka jaringan lunak
5
disekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan abses subperiosteal;
apabila infeksi mengarah ke dalam yaitu tulang temporal, akan menyebabkan paresis
n.fasialis atau labirinitis. Bila kearah cranial, akan menyebabkan abses ekstradural,
Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi
hematogen ). Sedangkan pada kasus yang kronis, terjadi melalui erosi tulang. Cara
lainnya ialah toksin masuk melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus
B. ETIOLOGI
yang sering ditemukan pada abses serebri. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit
Greek pada 21 pasien dengan abses serebri menunjukkan kuman pathogen yang sering
ditemukan adalah kuman gram negative anaerob seperti Bacteroides and Fusobacterlum
and aerobic Streptococcus yang diduga kuman ini bergantung dari dari mana asal abses
tersebut. Pada kolesteatoma merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman jenis
C. EPIDEMIOLOGI.
Pada era sebelum antibiotika, angka kejadian ASO sekitar 2.3% dari seluruh
komplikasi otits media kronik, namun pada era antibiotik dan perkembangan tehnik
operasi yang baik, kejadian komplikasi ASO ini berkurang manjadi 0.15 – 0.04%. Angka
kejadian ASO diperkirakan 1 per 10000 komplikasi intrakranial akibat otitis media, dan
rata-rata ditemukan 4-5 kasus pertahun dari laporan bagian bedah saraf di negara-negara
6
maju. Kejadian ASO didominasi oleh pria dengan perbandingan 2:1, dan terbanyak
Nepal dilaporkan komplikasi intrakranial otitis media kronik (OMSK) sebanyak 4,72%
dengan dominasi pria (79%) dibanding wanita selama kurun waktu tujuh tahun, dan ASO
menempati urutan pertama yaitu 48,8 % diikuti meningitis 27,27%,8 ini berbeda dengan
negara barat dimana meningitis menempati urutan pertama komplikasi intrakranial otitis
media kronik.9 Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang kejadian ASO ini, di
RSDK selama kurun waktu 2000 – 2006 dari data RM ditemukan 5 kasus ASO.
D. PATOGENESIS
ruang pneumatisasi tulang temporal dan mukosa yang berhubungan. Penting untuk
memahami bagian yang terinfeksi, jalan penyebaran penyakit dan karakteristik dari penyakit.
organisme yang spesifik dan keadaan host. Respon dari host yang penting dianggap menjadi
obstruksi untuk drainase dan aerasi dan destruksi dari struktur tulang dan selanjutya terbentuk
lingkungan yang anaerob.12 lnfeksi yang berasal dari rongga mastoid dapat menyebar ke
1. Melalui erosi pada tulang akibat proses infeksi akut maupun resorbsi oleh kolesteatom
b. Gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih
luas.
7
c. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak diantara focus
2. Penyebaran Hematogen.
intrakranial.
a. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi
c. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, tulang serta
mastoiditis hemoragika.
tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah
sembuh.
c. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang
1. Tahap invasi (initial encephalithis) yaitu abses di sub korteks akan menembus
ensefalitis
8
2. Tahap lokalisasi abses (tahap laten) yaitu terjadi fokal nekrosis dan pencairan
yang secara cepat akan menimbulkan abses, kemudian mikroglial dan elemen-
terdeteksi dalam 2 minggu dari onset absesnya dan dalam 5 - 6 minggu kapsul
terbentuk sempurna dengan tebal 2 mm, ketika kapsul terbentuk edema disekitar
3. Tahap pembesaran abses yaitu terjadi aktifitas lagi dalam asbes sehingga
4. Tahap terminasi (ruptur abses) yaitu abses mendesak dinding kapsul sehingga
terbentuk abses multilokuler atau pecah ke dalam sistem ventrikuler dan rongga
subarakhinoid
E. GEJALA KLINIS.
Gejala klinis ASO meliputi gejala lokal di lobus temporalis dan gejala serebritis.
o halusinasi akustik,
o gangguan penciuman,
9
o gangguan penglihatan seperti hemianopsia, neuropati saraf-saraf kranial mulai
lain ;
o ataksia,
o tremor,
o dismetria,
o hipotonia,
Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas
seperti malaise, perasaan mengantuk, somnolen atau gelisah yang menetap. Timbulnya nyeri
kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah yang proyektil serta
kenaikan suhu tubuh yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi
intracranial.
otak. Gejalanya malaise, sakit kepala, demam, menggigil, mual, muntah. Gejalanya
10
3. Stadium tiga/manifestasi dapat ditemukan papil edema, perubahan-perubahan psikis,
epilepsi dan ataksia pada abses yang meluas ke sereberal, dapat juga ditemukan
subarakhnoid, kejadian ini biasanya diikuii dengan penurunan keadaan krinik dan
pernafasan cheyne stokes (pernafasan yang lambat dan semakin cepat tanpa adanya
pola apneu).
Gejala abses serebelum biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal. Abses
serebelum dapat ditandai dengan ataksia, diddiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat
Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala lain yang menunjukkan adanya
toksisitas, berupa nyeri kepala, demam, muntah serta keadaan letargik. Selain itu sebagai
tanda yang nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta serangan kejang.
F. DIAGNOSIS
seringkali sulit ditegakkan terutama pada stadium dini.3,13 Adanya keluhan nyeri kepala
hebat disertai mual atau muntah, suhu tinggi, gangguan keseimbangan atau kaku kuduk pada
pasien OMSK merupakan tanda - tanda telah terjadinya komplikasi intrakranial. Penderita
tersebut harus dirawat dan diberikan antibiotika dosis tinggi secara intravena.
11
Gejala yang sering ditemukan pada keadaan sebelum terjadinya komplikasi intrakranial
1) otore persisten, biasanya sekret bau dan konsistensinya menjadi lebih kental.
2) Nyeri terus menerus pada telinga disertai perubahan kualitas pus yang biasanya
iritabilitas.
cairan serebrospinal.3
Kangsaranak dkk " dalam penelitiannya menjelaskan gejala dan tanda yang
1) meningkatnya otore,
3) demam,
4) sakit kepala
6) gangguan penglihatan.
dan tepat, maka dapat ditunjukkan letak dan perluasan abses serta apakah abses sudah
terbentuk atau belum. Gambaran abses otak pada tomografi komputer berupa pusat
hipodens yang berisi lekosit dan debris nekrotik, dikelilingi cincin penyangatan zat
kontras, disekitarnya tampak daerah hipodens akibat edema otak. .1,3 Pemeriksaan
12
MRI dapat dilakukan apabila diagnosis cenderung kearah abses otak atau serebritis
tetapi pada pemeriksaan tomografi komputer tidak dijumpai adanya abses atau
serebritis. Kelebihan pemeriksaan dengan MRI adalah gambaran lebih jelas antara
daerah yang edema dengan dengan jaringan otak disekelilingnya dan hal ini dapat
mendiagnosis adanya abses otak pada stadium lebih dini, gambaran MRI memberikan
periventrikuler.1
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi adanya abses otak ialah CT Scan, MRI,
Angiografi, radiologi. Pemeriksaan LCS mungkin akan memperlihatkan kadar protein yang
meninggi serta tekanan yang meningkat. Pemeriksaan paling akurat adalah melalui CT scan.
dimana tidak ditemukan enhancment pada pemberian kontras. Pada stadium awal
terbentuknya abses, mulai terdeteksi adanya ireguler enhancment pada tepi abses.
Pada abses yang nyata akan ditemukan enhancment berupa cincin yang merupakan
pikirkan kemungkinan lain adanya enhancment cincin ini selain abses yaitu metastasis tumor
otak, tumor-rumor otak primer (utamanya adalah astrositoma drajat 4), granuloma, hematom
H. PENGOBATAN.
13
Pengobatan abses otak ialah dengan antibiotika parenteral dosis tinggi ( protocol
terapi komplikasi intrakanial ), dengan tanpa operasi untuk melakukan drainase dari lesi.
Selain itu, pengobatan dengan antibiotika harus intensif. Mastoidektomi dilakukan untuk
membuang sumber infeksi, pada waktu keadaan umum lebih baik. Singkatnya, pengobatan
terdiri dari pemberian antibiotic dosis tinggi secepatnya, penatalaksanaan operasi infeksi
primer di mastoid pada saat yang optimum, bedah saraf bila perlu.
1. Antibiotik.
Pasien harus dirawat dan diberi Ab dosis secara IV. Dimullai dari ampisilin 4 x 200-
400 mg/kgBB/hari, Kloramfenikol 4 x 0,5-1 g/hari untuk orang dewasa atau 60-100
Ab diberikan disesuaikan dengan kemjuan klinis dan hasil biakan dari secret telinga
ataupun LCS. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lab, foto mastoid, dan CT Scan.
Jika CT Scan ada terlihat tanda abses, pasien segera dikonsul ke Bedah Saraf
atau kemudian.
operasi otak. Bila saat itu KU pasien buruk atau suhu tinggi, maka dilakukan
analgesia lokal.
Jika CT Scan tak terlihat ada abses dan KU pasien baik, maka segera
14
dilanjutkan sampai 2 minggu, lalu segera dilakukan mastoidektomi dengan
analgesia lokal.
2. Pembedahan
Pada ASO meliputi eksisi atau aspirasi melalui jalur temporal atau sub-oksipital
tergantung dari lokasinya yang kemudian diikuti oleh mastoidektomi. Saat ini
namun masih banyak juga para ahli bedah syaraf melakukan dua tahap
pembedahan.15 Saat ini eradikasi absesnya lebih dipilih melalui jalur kausa
primernya yaitu dari mastoid (trans mastoid approach) daripada melalui jalur
dalam memandu keberhasilan eradikasi ASO ini, sehingga aspirasi abses sudah mulai
I. PROGNOSIS
diagnosis, lokasi abses, lesi multipel atau multilokuler, adanya ruptur ventrikel (kematian
mencapai 80 - 100%), koma, etiologi oleh jamur, pemberian antibiotika yang tidak tepat,
juga dipengaruhi besar abses, umur dan ada tidaknya perluasan abses. sejak digunakan
15
tomografi komputer untuk diagnosis, angka kematian menurun 40,9% menjadi 4,3%.3
dan 30% - 55% , epilepsi atau fokus epilepsi terjadi 29% kasus dan tampak lebih sering
setelah evakuasi pus. Levine dan de souza ' juga melaporkan bahwa setelah reseksi abses
akan terjadi kejang, bahkan menurut wispeley 13 maupun Ludman 14 masing -masing
setelah keberhasilan terapi dari abses otak di lobus temporal pada 70% dan 35% dan 90%
penderita akan timbul kejang epilepsi dan dibutuhkan antikonvulsan. Penyembuhan abses
akan diikuti terjadinya kejang epilepsi pada 50% penderita dewasa dan biasanya serangan
pertama akan timbul 6 - 12 bulan setelah tindakan operasi' Penyembuhan pada anak di
sebenarnya hal ini dapat terjadi meskipun angka kejadiannya sangat kecil.14
memperkirakan sekirtar 8% abses otak terjadi rekurensi oleh karena kapsul abses yang
intrakranial sebesar 2% selama januari 1985 - Desember 1990 pada 268 penderita yang
intrakranial, angka rekurensi abses otak otogenik, sebesar 5%- 8% pada penderita yang
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Harris JP, Kim DW, Darrow DH. Complication of Chronic Otitis media
dalam surgery of the ear and the temporal bone. Second edition. Lippincott
2. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi Otitis media supuratif dalam
Buku ajar llmu kesehatan Telinga Hidung tenggorok Kepala leher. Edisi
2004
survey of clinical and experimental data. Med Sci monit. 1997;3(2). p.279-84
8. Chen PT et al. Otogenic brain abscess - a case report. Kaohsiung J Med Sci
17
9. Austin DF. Complication of ear disease in Ballenger JJ. Disease of the nose,
throath, ear, head and neck. 14fr edition. Lea and febinger. 2000. p. 1 139-46
12. Neely JG, Arts HA. lntratemporal and intracranial complication of otitis
13. Wispeley B, Dacey RG, scheld WM. Brain abscess. ln: lnfection of the
central nervous system. Scheld WM et al. Eds. Raven Press, New York 2008.
p. 457-86
15. Helmi. Otitis Media Supuratif kronik,ln : Otitis Media Supuratif Kronik
18
17. Signh B, Maharaj TJ. Radical mastoidectomy: its place in otitic
19