Anda di halaman 1dari 8

A.

Epistimologi (Cara mendapatkan pengetahuan ya ng benar)


a. Sejarah pengetahuan
Kriteria kesamaan dan bukan perbedaan yang menjadi konsep dasar pada waktu
dulu. Semua menyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang.
Tidak terdapat jarak yang jelas antara objek yang satu dengan yang lain. Antara ujud
yang satu dengan yang lain. Konsep dasar ini baru mengalami perubahan
fundamental dengan berkembangnya Abad Penalaran (The Age of Reason) pada
pertengahan abad ke-17. Sebelum Charles Darwin menyusun teori evolusinya kita
menganggap semua makhluk adalah serupa yang diciptakan dalam waktu yang
sama.1
Jadi adalah wajar saja kalau dalam kurun waktu itu tidak terdapat pembedaan
antara berbagai pengetahuan. Pokoknya segala apa yang kita ketahui adalah
pengetahuan, apakah itu cara memburu gajah, cara mengobati sakit gigi,
menentukan kapan mulai bercocok tanam atau biografi para dewa kayangan.
Pokoknya semua adalah satu apakah itu objeknya, metodenya atau kegunaannya.
Dengan berkembangnya Abad Penalaran maka konsep dasar berubah dari
kesamaan kepada pembedaan. Mulailah terdapat pembedaan yang jelas antara
berbagai pengetahuan, yang mengakibatkan timbulnya spesialisasi pekerjaan dan
konsekuensinya mengubah struktur kemasyarakatan. Pohon pengetahuan mulai
dibeda-bedakan paling tidak berdasarkan apa yang diketahui, bagaimana cara
mengetahui dan untuk apa pengetahuan itu dipergunakan. Metode keilmuan adalah
jelas sangat berbeda dengan ngelmu yang merupakan paradigma dari Abad
Pertengahan. Demikian juga ilmu dapat dibedakan dari apa yang ditelaahnya serta
untuk apa ilmu itu dipergunakan.

b. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau
tak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan
bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tak ada, sebab
pengetahuan merupakan sumber jawaban atas berbagai pertanyaan yang muncul
dalam kehidupan. Apa yang harus kita lakukan sekiranya anal kita demam panas

1
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 2001),
101-102
dan menderita kejang ? Lagu nina bobo apa yang harus kita nyanyikan agar dia
tertidur nyenyak ? 2
Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu
yang diajukan. Oleh sebab itu agar kita dapat memanfaatkan segenap pengetahuan
kita secara maksimal maka harus kita ketahui jawaban apa saja yang mungkin bisa
diberikan oleh suatu pengetahuan tertentu. Atau dengan kata lain, perlu kita
ketahui kepada pengetahuan mana suatu pertanyaan tertentu harus kita ajukan.
Jadi pada hakikatnya kita mengharapkan jawaban yang benar, dan bukannya
sekedar jawaban yang bersifat sembarang saja. Lalu timbullah masalah,
bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar ? Masalah inilah yang
dalam kajian filsafati tersebut Epistimologi, dan landasan epistimologi ilmu
disebut metode ilmiah. Dengan kata lain, metode ilmiah adalah cara yang
dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Lalu apakah yang
disebut benar sedangkan dalam khasanah filsafat terdapat beberapa teori
kebenaran ?
Ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup
pengalaman kita. Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk
menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari dihadapi manusia.
Pengetahuan ilmiah, alias ilmu, dapat diibaratkan sebagai alat bagi manusia dalam
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya.

c. Sumber-Sumber Pengetahuan
Semua orang mengaku memiliki pengetahuan. Persoalannya dari mana
pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapaat. Dari situ timbul
pertanyaan bagaimana caranya kitaa memperoleh pengetahuan atau dari mana
sumber pengetahuan kita ? Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber
pengetahuan antara lain :
1. Empirisme
Kata ini berasal dari yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran
ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila
dikembalikan kepada kata yunaninya, pengyalaman yang dimaksud ialah
pengalaman inderawi. Dengan inderanya, manusia dapat mengatasi taraf

2
Ibid., 104
hubungan yang semata-mata fisik dan masuk ke dalam medan internatonal
walaupun masih sangat sederhana. Indera menghubungkan manusia dengan
hal-hal konkret material. Hal ini dapat dilihat bila kita memperhatikan
pertanyaan seperti: “Bagaimana orang mengetahui es itu dingin?” Seorang
empiris akan mengatakan, “karena saya merasakan hal itu atau karena seorang
ilmuwan telah merasakan seperti itu”. Dalam pernyataan tersebut ada tiga
unsur yang perlu, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek), dan
cara dia mengetahui bahwa es itu dingin. Bagaimana dia mengetahui es itu
dingin ? dengan menyentuh langsung lewat alat peraba.
2. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Akal selain
bekerja karena ada bahan dari indera, juga akal dapat menghasilkan
pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan inderawi sama sekali, jadi akal
dapat juga menghasilkan pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstrak.
3. Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman tertinggi
tetapi bersifat personal. Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia intuisi
merupakan kemampuan untuk mengetahui dan memahami sesuatu tanpa
dipikirkan atau dipelajari, bisikan hati. Ia juga mengatakan bahwa intuisi
adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan
yang nisbi.
4. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan Allah kepada manusia lewat
para nabi. Para nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa
bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan
mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta. Tuhan mensucikan jiwa mereka
dan diterangkan-Nya pula jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan
jalan wahyu.3

3
Bakhtiar Amsal. Filsafat Ilmu. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2012), 98-110.
d. Kriteria Kebenaran (Teori kebenaran)
1. Teori korespondensi
Teori korespondensi menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara
pikiran dan kenyataan teori. Adapun moto teori ini adalah “truth is fidelity to
objective reality” (kebenaran setia/tunduk pada realitas objektif). Implikasi
dari teori ini ialah hakikat pencarian kebenaran ilmiah, bermuara kepada usaha
yang sungguh-sungguh untuk mencari relasi yang senantiasa konsisten. Teori
ini erat hubungannya dengan kebenaran empirik.
2. Teori koherensi/konsistensi
Teori ini berpendapat bahwa suatu kebenaran adalah apabila ada koherensi
dari arti tidak kontradiktif pada saat bersamaan antara dua atau lebih logika.
Kebenaran terjadi jika ada kesesuaian antara pernyataan saat ini dan
pernyataan terdahulu. Sumber kebenaran menurut teori ini adalah logika
(manusia) yang secara inheren memiliki koherensi. Teori koheren bermuara
pada kebenaran logis.
3. Teori pragmatisme
Teori ini berpandangan bahwa kebenaran diukur dari kegunaan (utility), dapat
dikerjakan (workability), dan pengaruhnya memuaskan (satisfactory
consequences). Kebenaran mengacu pada sejauh manakah sesuatu itu
berfungsi dalam kehidupan manusia.
Bila menurut Ford kebenaran ilmiah berhubungan dengan asas korespondensi,
menurut Keraf dan Mikael (2011) menyatakan bahwa kebenaran ilmiah
mempunyai sekurang-kurangnya tiga sifat dasar, yaitu rasional logis, isi empiris,
dan dapat diterapkan (pragmatis). Suriasumantri (2003) menyatakan bahwa
kebenaran adalah pernyataan tidak ragu. Hanya ada dua asas yang digunakan
untuk berpikir secara ilmiah (kebenaran ilmiah) yaitu teori koherensi dan
korespondensi. Sementara pragmatisme digunakan untuk pengetahuan alam yang
berguna untuk menafsirkan gejala-gejala alam.4
Menurut Ford (2006), kebenaran atau truth dapat dibedakan atas 4 macam.
1. Kebenaran metafisik
Sesungguhnya kebenaran ini tidak bisa diuji kebenarannya (baik melalui
justifikasi maupun falsifikasi/kritik) berdasarkan norma eksternal seperti

4
Fachruddin Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. (Bogor: PT. Penerbit IPB Press. 2016), 45.
kesesuaian dengan alam, logika deduktif, atau standar-standar perilaku
profesional. Kebenaran metafisik merupakan kebenaran yang paling mendasar
dan puncak dari seluruh kebenaran (basic, ultimate truth) karena itu harus
diterima apa adanya (given for granted). Misalnya, kebenaran iman dan
doktrin-doktrin absolut agama.
2. Kebenaran etik
Kebenaran etik merujuk pada perangkat standar moral atau profesional tentang
perilaku yang pantas dilakukan. Seseorang dikatakan benar secara etik bila ia
berperilaku sesuai dengan standar perilaku itu. Sumber kebenaran etik bisa
berasal dari kebenaran metafisik atau dari norma sosial-budaya suatu
kelompok masyarakat atau komunitas profesi tertentu. Kebenaran ini ada yang
mutlak (memenuhi standar etika universal) dan ada pula yang relatif.
3. Kebenaran logika
Sesuatu dianggap benar apabila secara logik atau matematis konsisten dan
koheren dengan apa yang telah diakui sebagai benar atau sesuai dengan apa
yang benar menurut kepercayaan metafisik. Aksioma metafisik yang
menyatakan bahwa 1+1= 2 maka secara logika dapat dianggap benar. Namun
demikian, di dalam kebenaran ini juga tidak terlepas dari konsensus orang-
orang yang terlibat di dalamnya. Misalnya, 1+1 ≠ 3, karena secara konsensus
telah diterima demikian.
4. Kebenaran empirik
Kebenaran ini yang lazimnya dipercayai melandasi pekerjaan ilmuwan dalam
melakukan penelitian. Sesuai (kepercayaan asumsi, dalil, hipotesis, proposisi)
dianggap benar apabila konsisten dengan kenyataan alam, dalam arti dapat
diverifikasi, dijustifikasi, atau kritik.
Dari uraian tersebut, dalam kajian filsafat imu yang menjadi fokus utama
adalah kebenaran empirik. Kebenaran empirik sering disebut sebagai kebenaran
imiah. Namun, tentu saja dengan tidak mengesampingkan kebenaran lainnya.5

5
Ibid., 44.
e. Metode Ilmiah
Metode dan langkah-langkah berpikir ilmiah Berpikir ilmiah merupakan
proses berpikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis
berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada (Eman Sulaeman).
Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang didasarkan pada logika deduktif dan
induktif (Mumuh Mulyana Mubarak, SE).
Metode berpikir ilmiah tidak lepas dari fakta kejadian alam yang
kebenarannya selalu ada hubungannya dengan hasil uji eksperimental. Jika suatu
teori tidak bisa dibuktikan dengan uji eksperimental, dikatakan bahwa teori itu
tidak bisa diyakini kebenarannya karena tidak memenuhi kriteria sebagai sains
(Goldstein 1980).
a. Metode berpikir ilmiah Suatu pengetahuan ilmiah disebut sahih ketika kita
melakukan penyimpulan dengan benar pula. Kegiatan penyimpulan inilah
yang disebut logika. Dengan demikian, kita sudah mendapati hubungan antara
syarat berpikir ilmiah dan kegiatan penyimpulan. Keduanya sama-sama
memenuhi suatu pola pikir tertentu yang kita sebut logika. Logika diperoleh
dengan metode induksi dan deduksi.
1) Metode induksi
Metode induksi adalah suatu cara penganalisis ilmiah yang bergerak dari hal-
hal yang bersifat khusus (individu) menuju pada hal yang besifat umum
(universal). Jadi, cara induksi dimulai dari penelitian terhadap kenyataan
khusus satu demi satu, kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi, lalu
diakhiri dengan kesimpulan umum. Metode induksi ini memang paling banyak
digunakan oleh ilmu pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan alam yang
dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi, metode ini
berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat diuji kebenarannya. Contoh: Kita
tahu bahwa gajah memiliki mata, kambing juga memiliki mata, dan demikian
pula lalat memiliki mata. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan secara
induktif bahwa semua hewan memiliki mata.
2) Metode deduksi
Metode deduksi adalah kebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari
hal-hal yang bersifat khusus ke umum, metode deduksi sebaliknya yaitu
bergerak dari hal-hal yang bersifat umum (universal) kemudian ditetapkan hal-
hal yang bersifat khusus.
Pada umumnya, logika deduktif didapatkan melalui metode Sillogisme
yang dicetuskan oleh Filsuf Klasik, Aristoteles. Silogisme terdiri atas premis
mayor yang mencakup pernyataan umum, premis minor yang merupakan
pernyataan tentang hal yang lebih khusus, dan kesimpulan yang menjadi
penyimpul dari kedua penyataan sebelumnya. Dengan demikian, kebenaran
dalam silogisme atau logika deduktif ini didapatkan dari kesesuaian antara
kedua pernyataan (premis mayor dan minor) dan kesimpulannya. Contohnya
yang paling klasik: a) semua manusia bisa mati, b) Socrates adalah manusia,
dan c) jadi, Socrates bisa mati.
Contoh lain: Premis Mayor: Mahasiswa Psikologi menjadi anggota KMF
Fishum Premis Minor: Ardi mahasiswa Psikologi
Kesimpulan: Ardi menjadi anggota KMF Fishum
Premis Mayor: Beberapa mahasiswa Psikologi rajin masuk kuliah
Premis Minor: Ardi mahasiswa Psikologi
Kesimpulan: Ardi mahasiswa yang rajin masuk kuliah
Kebenaran dari dua contoh penarikan kesimpulan tersebut terdapat pada
kesesuaian antara kedua premis dan kesimpulannya. Pada contoh pertama,
premis mayor memuat penyataan yang lebih general, sedangkan premis minor
memuat kasus individual. Kesimpulan yang diambil adalah sahih karena kedua
kasus (general menuju ke individual) didapatkan dan pernyataan bahwa Ardi
adalah anggota KMF Fishum adalah tepat, menurut pernyataan dan
kesimpulan. Berbeda dengan silogisme kedua di mana premis mayor belum
dapat disebut memuat suatu karakter pernyataan yang general. Akibatnya,
premis minor meskipun memiliki kandungan kasus yang khusus, tetapi
kesimpulan yang diambil belum dapat disebut sahih menurut kesimpulannya
dan juga pernyataannya. Meskipun Ardi adalah mahasiswa Psikologi, Ardi
belum tentu termasuk mahasiswa yang rajin masuk kuliah. Apalagi disebutkan
dalam premis mayor bahwa tidak semua mahasiswa Psikologi rajin masuk
kuliah.6

6
Ibid Hal 55.
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam
beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah.
Kerangka berpikir ini terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:7
1. Perumusan masalah;
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis;
3. Perumusan hipotesis;
4. Pengujian hipotesis;
5. Penarikan kesimpulan.

f. Struktur pengetahuan
Terdapat Struktur pengetahuan ilmiah yang telah saya ringkas secara singkat di
dalam bukunya Jujun (2005) Filsafat Ilmu, yaitu:8
1. Asumsi
Asumsi adalahh sesuatu yang dianggap sudah benar, tetapi perlu didamapingi
dengan fakta empiris.
2. Hipotesa
Merupakan suatu perkiraan awal yang belum diuji. Biasanya hipotesa diambil
berdasarkan teori-teori umum yang mendukung.
3. Prinsip
Adalah suatu yang mendasari yang lain.
4. Teori
Adalah suatu penjelasan yang menjelaskan tentang sesuatu. Akan tetapi teori
masih dapat disangah.
5. Hukum
Adalah teori yang sudah tidak dapat disanggah lagi. Akan tetapi, apabila
terdapat suatu teori yang lebih umum daripada hukum tersebut, maka hukum
tersebut tidak benar lagi dan digantikan oleh teori yang baru tersebut.
6. Aksioma atau Postulat
Merupakan suatu pernyataan yang sudah tidak perlu dibuktikan lagi. Dianggap
sudah benar.

7
Jujun S, Op.Cit. 128.
8
Ibid. Hal 158.

Anda mungkin juga menyukai