Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Longsoran merupakan suatu bencana alam yang sering terjadi pada lereng

baik itu lereng alami maupun buatan. Kebanyakan longsor tejadi pada saat

tekanan air tanah meningkat yang mengakibatkan penurunan kuat geser tanah

(c), dan sudut geser dalam (α) sehingga menyebabkan terjadinnya

kelongsoran. Pada saat merancang suatu tambang terbuka maka dilakukan

suatu analisis terhadap kestabilan lereng yang terjadi karena proses

penimbunan atau penggalian sehingga dapat memberikan keamanan pada

rancangan tersebut.

Stabilitas dari suatu lereng biasanya menjadi masalah yang membutuhkan

perhatian yang lebih bagi kelangsungan operasi penambangan setiap harinya.

Lereng yang tidak stabil sangatlah berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya,

oleh sebab itu analisis kestabilan lereng sangat diperlukan. Ukuran kestabilan

lereng dapat diketahui dengan menghitung nilai faktor keamanan. Lereng

adalah suatu bidang di permukaan tanah yang menghubungkan permukaan

tanah yang lebih tinggi dengan permukaan tanah yang rendah. Lereng

umunya terbentuk baik secara alami maupun dibuat oleh manusia.

Kestabilan suatu lereng dikontrol oleh kondisi geologi daerah setempat,

bentuk keseluruhan lereng, kondisi air tanah dan juga teknik penggalian

dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk

situasi penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk memberikan

1
2

aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai

suatu lereng agar dapat dipastikan lereng tersebut disebut aman atau stabil.

Apabila kestabilan dari suatu jenjang dalam operasi penambangan

meragukan, maka kestabilannya harus dimulai berdasarkan struktur geologi,

kondisi air tanah dan faktor pengontrol lainnya yang terjadi pada suatu lereng.

Satu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng batuan

adalah faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya

penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya penggerak yang

menyebabkan terjadinya longsor. Kelongsoran berbahaya bagi pekerja dan

dapat mengakibatkan kerusakan alat-alat berat, hilangnya waktu kerja,

produksi terhenti dan target tidak tercapai (kerugian perusahaan).

Pengetahuan kestabilan lereng atau disebut juga kemantapan lereng perlu

diketahui oleh para pekerja lapangan dalam kegiatan penambangan.

Pengetahuan kestabilan lereng ini diperlukan untuk menjaga supaya kegiatan

penambangan berlangsung sesuai dengan yang diharapkan.

1.2 Rumusan Masalah

1) Faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan lereng ?

2) Bagaimana pengaruh pemotongan/penggalian atau penambangan terhadap

kestabilan massa batuan yang membentuk lereng ?

3) Bagaimana cara menganalisis kestabilan lereng dengan metode fellenius?

4) Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi bahaya kelongsoran ?


3

1.3 Tujuan Makalah

1) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng

2) Menjelaskan pengaruh pemotongan/penggalian atau penambangan

terhadap kestabilan massa batuan yang membentuk lereng

3) Untuk mengetahui cara analisis kestabilan lereng dengan metode fellenius

4) Untuk mencari solusi yang tepat untuk mengatasi bahaya kelongsoran.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah pada makalah ini dibatasi pada analisis kestabilan lereng

pada daerah rawan longsor dengan metode fellenius serta mencari solusi yang

tepat untuk mengatasi bahaya longsor.


4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kestabilan Lereng

Pengetahuan kestabilan lereng diperlukan untuk menjaga supaya kegiatan

penambangan berlangsung sesuai dengan yang diharapkan. Lereng dapat

terjadi secara alami maupun sengaja dibuat oleh manusia dengan tujuan

tertentu. Longsoran merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi

pada lereng- lereng alami maupun buatan. Kelongsoran lereng kebanyakan

terjadi pada saat musim hujan. Itu terjadi akibat peningkatan tekanan air pori

pada lereng. Hal ini berakibat pada terjadinya penurunan kuat geser tanah (c)

dan sudut geser dalam (υ) yang selanjutnya menyebabkan kelongsoran.

Analisis stabilitas lereng mempunyai peran yang sangat penting pada

perencanaan penambangan. Lereng yang tidak stabil sangatlah berbahaya

terhadap lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu analisis stabilitas lereng sangat

diperlukan. Ukuran kestabilan lereng diketahui dengan menghitung besarnya

faktor keamanan. Umumnya stabil atau tidaknya suatu lereng tergantung dari

beberapa faktor, antara lain:

1) Geometri Lereng

Geometri lereng meliputi bentukan lereng, baik tinggi lereng dan

besar sudut lereng. Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat

mempengaruhi kestabilannya. Semakin besar kemiringan dan ketinggian

suatu lereng, maka kestabilan semakin berkurang. Hal ini disebabkan

karena makin tinggi lereng, maka makin besar perubahan tegangan (stress)

4
5

yang dapat menyebabkan konsentrasi tegangan pada kaki lereng serta

dengan makin besarnya geometri, maka ketersingkapan struktur pun akan

makin besaryang menyebabkan terjadinya kelongsoran blok batuan.

Tegangan (stress) yang terkonsentrasi pada suatu area yang sempit

akan melampaui kekuatan batuan, sehingga batuan akan pecah dan

memprovokasi kelongsoran. Tegangan yang hadir pada lereng ini

disebabkkan karena adanya perubahan beban (hilangnya beban) diatas dan

disamping bidang lereng. Pada beberapa daerah dimana tektonik stress

hadir atau adanya stress residu horisontal, maka pengaruh geometri ini

akan makin besar.

2) Struktur Batuan

Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan lereng adalah

bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut

merupakan bidang-bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai

tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor. Jika

orientasi umum bidang-bidang lemah tersebut searah dengan arah lereng

dan kemiringan bidang lemah lebih landai dari kemiringan bidang lereng.

Maka struktur tersebut mempunyai pengaruh langsung yang lebih besar

terhadap stabilitas lereng, sebaliknya jika arah dan kemiringan bidang

lereng berlawanan maka struktur bidang lemah tersebut mempunyai

pengaruh langsung yang lebih kecil terhadap stabilitas lereng.

Struktur geologi mempunyai kemantapan lereng adalah adanya bidang

ketidakmenerusan. Hal yang paling penting dalam bidang


6

ketidakmenerusan adalah adanya pengaruh tekanan air yang berbeda pada

saat rekahan ditarik. Selain adanya rembesan air pada bidang

ketidakmenerusan tersebut, rekahan tarik juga akan terisi oleh material

pengisi yang dapat memisahkan dua sisi batuan, batuan tersebut akan

memiliki kuat geser yang kecil untuk menahan potensi longsoran. Kondisi

bidang lemah dan penyebaran perlu diketahui untuk menentukan arah dan

jenis longsoran yang terjadi pada massa batuan tersebut. Bila jenis

longsoran diketahui, maka lebih mudah untuk menentukan geometri yang

mantap dengan melakukan analisa kestabilan lereng.

3) Kandungan Air Tanah

Kandungan air tanah sebagai moisture tanah pada lereng yang

bersangkutan akan memberikan tambahan beban yang besar pada lereng.

Selain itu juga, kondisi material yang jenuh dengan air tanah akan

mengalami penurunan kekuatan geser akibat adanya tekanan air pori di

dalam tubuh material tersebut. Penambahan air tanah pada pori-pori tanah

atau batuan akan memperbesar beban dan pada akhirnya menimbulkan

gaya penggerak yang dapat mengakibatkan terjadinya longsor.

Kondisi air tanah yang dimaksud disini adalah ketinggian level air

tanah yang berada di bawah permukaan lereng. Pengaruh air tanah

terhadap kestabilan lereng yaitu adanya tekanan ke atas dari air pada

bidang – bidang lemah yang secara efektif mengurangi kekuatan geser dan

mempercepat proses pelapukan dari batuan.


7

4) Berat Beban Yang Ditanggung Oleh Lereng

Pada suatu lereng yang menanggung beban massa, semakin berat

beban yang ditanggung lereng maka semakin besar potensi lereng untuk

mengalami pergerakan. (Bowles, 1989)

5) Bidang Lemah

Kekuatan massa batuan merupakan gabungan dari kekuatan batuan

utuh, kondisi air tanah dan kondisi/posisi/geometri serta frekwensi bidang

diskontinyu. Jika batuan utuh makin kuat serta bidang lemah makin sedikit

dan makin kuat, maka massa batuan akan makin kuat. Selain itu pula

adanya kehadiran bidang lemah yang cukup lebar/panjang harus

diperhitungkan secara tersendiri karena akan menjadi faktor penentu

kelongsoran. Kondisi bidang lemah yang harus diperhitungkan yaitu :

a) Lebar bidang lemah; makin lebar jarak antar sisi-sisi bidang lemah,

maka batuan akan makin lemah

b) Kondisi pelapukan sisi-sisi batuan bidang lemah; makin lapuk sisi-sisi

batuan bidang lemah maka bidang lemah tersebut akan makin lemah

c) Jenis pengisi bidang lemah; jika pengisi kuarsa maka bidang lemah

akan makin kuat, sebaliknya jika pengisi adalah lempung maka bidang

lemah akan makin lemah

d) Orientasi bidang lemah; bidang lemah yang berisiko longsor adalah

bidang lemah yang searah dan lebih landai dari kemiringan lereng

e) Kekasaran bidang lemah, makin kasar maka bidang lemah akan makin

kuat
8

6) Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan

a. Sifat fisik batuan terdiri dari: Bobot isi asli (natural density), bobot isi

kering (dry density), bobot isi (saturated density), berat jenis semu

(apparent specific gravity), berat jenis sejati (true specific gravity),

kadar air asli (natural water content), saturated water content

(absorption) ,derajat kejenuhan, porositas dan void ratio

b. Uji Sifat Mekanik

Uji kuat tekan (unconfiend compression strength/ucs), uji triaksial, dan

uji geser langsung

7) Gaya Dari Luar

Gaya – gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi)

kestabilan suatu lereng adalah getaran yang diakibatkan oleh gempa,

peledakan di dekat lereng dan pemakaian alat – alat mekanis yang berat.

Getaran menyebabkan berpindahnya suatu massa dalam frekwensi tertentu

yang mengakibatkan timbulnya gaya dorong pada suatu blok batuan.

2.2 Pengaruh Penggalian Pada Kestabilan Lereng

Sebagian besar penambangan saat ini dilakukan secara open pit, sehingga

permasalahan kestabilan lereng sering dikaitkan dengan metoda

penambangan ini. Karena kegiatan utama penambangan tambang terbuka

adalah penggalian dengan cara memotong massa batuan yang mana hasil

penggalian ini adalah terbentuknya lereng yang merupakan sisi-sisi dari

sebuah lubang tambang. Dengan adanya penggalian, maka akan terjadi


9

ketidakseimbangan baik berupa perubahan arah dan besarnya stress serta

kehilangan penyanggaan dari suatu blok batuan.

Pada beberapa tambang skala kecil - sedang lereng tunggal yang

terbentuk hanya mempunyai dimensi tinggi 5 meter hingga 10 meter dengan

tinggi lereng keseluruhan sekitar 100 meter, sedangkan pada tambang besar,

lereng tunggal yang terbentuk dapat mencapai 10 meter hingga 20 meter

dengan tinggi lereng keseluruhan lebih tinggi dari 200 meter.

Akibat penggalian pada massa batuan ini maka akan terjadi

ketidakseimbangan pada lereng yang terbentuk. Ketidakseimbangan tersebut

dapat disebabkan akibat :

a) Perubahan tegangan pada sisi lereng yang terbentuk, yang disebabkan

hilangnya beban pada sisi lain massa batuan akibat pemotongan. Kondisi

ini akan menyebabkan terkonsentrasinya tegangan pada suatu daerah

sempit sehingga akan menyebabkan terlampauinya kekuatan massa

batuan oleh tegangan yang terjadi, yang pada akhirnya batuan yang

bersangkutan akan pecah/failure. Ketidaksetimbangan akibat perubahan

tegangan dapat dilihat seperti pada gambar 1.

Konsentrasi tegangan

Gambar 1. Ketidakseimbangan akibat perubahan tegangan


10

b) Hilangnya penyanggaan pada suatu blok batuan yang disebabkan

terpotongnya massa batuan yang sebelumnya menyangga blok batuan

tersebut. Dengan adanya penggalian, maka ketersingkapan bidang lemah

akan makin besar yang menyebabkan makin besarnya kemungkinan

suatu blok batuan kehilangan penyanggaan.

Kedua ketidakseimbangan ini dapat saling sinergi sehingga menyebabkan

makin berisikonya kegiatan pemotongan/penggalian massa batuan ini, hal ini

terjadi karena massa batuan bukanlah suatu massa yang solid tetapi

merupakan massa yang terpotong–potong oleh bidang–bidang lemah (bidang

diskontinyu). Akibat penggalian akan menyebabkan perubahan tegangan dan

hilangnya penyanggaan pada blok batuan akan terjadi bersamaan, bahkan

perubahan tegangan tersebut dapat menyebabkan makin melemahnya kuat

geser bidang diskontinyu.

Pada kegiatan tambang dimana semakin tinggi lereng tunggal (individual

slope) dan terutama makin tingginya lereng keseluruhan (overall slope), maka

risiko kelongsoran akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena makin tinggi

lereng, maka perubahan tegangan akan semakin besar dan bidang lemah yang

tersingkap/terpotong akan makin banyak. Pada lereng tanah, ketidakstabilan

lereng lebih banyak disebabkan oleh perubahan tegangan akibat penghilangan

beban pada sisi lereng yang lain. Perubahan tegangan ini menyebabkan

bergesernya suatu blok tanah dimana kuat gesernya akan dilampaui yang

pada akhirnya akan longsor.


11

Pada penggalian awal, umumnya material yang digali adalah tanah.

Karakteristik mekanis tanah yang lemah menyebabkan tanah mudah longsor,

tetapi karena tanah ini merupakan massa yang kontinyu, maka mudah untuk

menganalisa keruntuhan/kelongsorannya. Tetapi jika penggalian dilakukan

lebih dalam, maka akan ditemukan suatu zona campuran antara tanah dengan

boulder batuan. Pada zona ini seringkali terjadi kelongsoran yang tidak

terduga, karena selain karakteristik mekanis material pada zona ini sangat

beragam, juga reaksi terhadap penggalian beragam. Kondisi

ketidakseragaman ini sering terjadi jika zona batuan solid cukup keras.

Beberapa jenis kelongsoran pada tambang terbuka yaitu :

a) Pada zona tanah kelongsoran yang terjadi dapat berupa :

 jatuhan/fall

 kelongsoran sirkuler

 kelongsoran translasi

 kombinasi

b) Sedangkan pada zona batuan kelongsoran yang terjadi dapat berupa 2

jenis; Kelongsoran pada batuan utuh yaitu :

 kelongsoran geser/shear failure

 kelongsoran lendutan/bending failure

 plane sliding

 wedge sliding

 buckling failure

 toppling
12

Supaya penggalian dapat dilakukan secara aman dan mengantisipasi

adanya kelongsoran, maka dalam perencanaan tambang perlu diidentifikasi

jenis kelongsoran yang akan terjadi serta lokasinya. Data untuk

mengidentifikasi jenis dan lokasi kelongsoran didapat setelah tambang dibuka

dan lereng dibuat. Identifikasi jenis dan lokasi kelongsoran ini dibuat

berdasarkan pemetaan bidang lemah, dimana hasilnya dianalisa secara

stereografis. Selain itu tanda-tanda gangguan alam yang dapat mempengaruhi

ketidakstabilan harus diidentifikasi. Identifikasi kemungkinan kelongsoran ini

akan membantu perencana dan operasional tambang untuk menghindari

pemotongan/penggalian yang dapat menyebabkan kelongsoran, ataupun jika

harus dilakukan maka antisipasi yang tepat dapat dilakukan.

Identifikasi dalam memperhitungkan kemungkinan kelongsoran, biasanya

dilakukan jika penambangan sudah mencapai material batuan. Hal ini

dilakukan karena penambangan sudah dalam sehingga jika terjadi

kelongsoran, maka kerugian lebih lanjut dapat dicegah. Identifikasi

kemungkinan kelongsoran ini dapat berupa perhitungan yang sudah cukup

detail, jika ditemukan adanya bidang diskontinyu yang dominan, atau

merupakan perhitungan awal melalui analisa stereografis jika tidak ditemukan

bidang diskontinyu yang dominan.

2.3 Analisis Kestabilan Lereng Dengan Metode Fellenius

Metode Fellenius (Ordinary Method of Slice) diperkenalkan pertama oleh

Fellenius (1927,1936) berdasarkan bahwa gaya memiliki sudut kemiringan


13

paralel dengan dasar irisan FK dihitung dengan keseimbangan momen.

Fellenius mengemukakan metodenya dengan menyatakan asumsi bahwa

keruntuhan terjadi melalui rotasi dari suatu blok tanah pada permukaan

longsor berbentuk lingkaran (sirkuler) dengan titik O sebagai titik pusat

rotasi. Metode ini juga menganggap bahwa gaya normal P bekerja ditengah-

tengah slice. Diasumsikan juga bahwa resultan gaya-gaya antar irisan pada

tiap irisan adalah sama dengan nol, atau dengan kata lain bahwa resultan

gaya-gaya antar irisan diabaikan. Jadi total asumsi yang dibuat oleh metode

ini adalah:

 Posisi gaya normal P terletak di tengah alas irisan : n

 Resultan gaya antar irisan sama dengan nol : n – 1 dan Total : 2n – 1

Dengan anggapan-anggapan ini maka dapat diuji persamaan keseimbangan

momen untuk seluruh irisan terhadap titik pusat rotasi dan diperoleh suatu

nilai faktor keamanan. Lereng dengan busur lingkaran bidang longsor dapat

dilihat seperti gambar 2.

Gambar 2. Lereng dengan busur lingkaran bidang longsor


14

Pada Gambar 2. diperlihatkan suatu lereng dengan sistem irisan untuk

berat sendiri massa tanah (W) serta analisis komponen gaya-gaya yang timbul

dari berat massa tanah tersebut, yang terdiri dari gayagaya antar irisan yang

bekerja di samping kanan irisan (Er dan Xt). Pada bagian alas irisan, gaya

berat (W) diuraikan menjadi gaya reaksi normal Pw yang bekerja tegak lurus

alas irisan dan gaya tangensial Tw yang bekerja sejajar irisan. Besarnya

lengan gaya (W) adalah x = R sin α, dimana R adalah jari-jari lingkaran

longsor dan sudut α adalah sudut pada titik O yang dibentuk antara garis

vertikal dengan jari-jari lingkaran longsor.

Dengan menggunakan prinsip dasar serta asumsi-asumsi yang telah

dikemukakan di atas, maka selanjutnya dapat diuraikan analisis Faktor

Keamanannya sebagai berikut:

Kriteria Keruntuhan Mohr–Coulomb:

s = c’ + σ’ tan Ø’ (1)

dengan: s = Kuat geser tanah

c’ = Kohesi tanah efektif

σ’ = Tegangan normal efektif

Ø’ = sudut geser dalam tanah efektif

Tegangan Normal Efektif dinyatakan sebagai:

σ’ = σ - u (2)

dengan: σ = Tegangan normal total

u = Tekanan air pori

Tegangan normal total pada bidang longsor dinyatakan dengan (σ) .


15

Substitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (1) menghasilkan :

s = c’ + (σ – u) tan Ø’ (4)

dan substitusi persamaan (2) pada persamaan (4) menghasilkan :

s = c’ + ( – u ) tan Ø (5)

Agar lereng menjadi stabil maka gaya-gaya yang diperlukan untuk

mengakibatkan longsor haruslah lebih kecil dari pada gaya-gaya yang ada

sehingga faktor keamanan akan menjadi lebih besar atau sama dengan satu.

Dengan kata lain:

FK > 1,5 menunjukkan lereng stabil

FK = 1,5 kemungkinan lereng tidak stabil

FK < 1,5 menunjukkan lereng tidak stabil

Dan tegangan geser dilambangkan dengan τ sehingga untuk mencari gaya

geser yang diperlukan adalah: S = τ . l . 1 (6)

Komponen gaya normal (Pw) yang bekerja pada pusat alas irisan akibat berat

sendiri tanah (W) adalah: Pw = W . cos α (7)

Komponen gaya tangensial (Tw) akibat berat massa tanah adalah:

Tw = W . sin α (8)

Selanjutnya dengan menguji kesetimbangan momen dari seluruh irisan

terhadap titik pusat rotasi yaitu titik O maka diperoleh suatu bentuk

persamaan: ∑M=0 (9)

∑ W . lw - ∑ Tw . R = 0 (10)

dengan: lw = x = R. sin α
16

Nilai Faktor Keamanan ini adalah sama dengan perbandingan antara seluruh

komponen momen penahan longsor dengan momen penyebab longsor untuk

seluruh irisan yang dapat dinyatakan sebagai FMw.

Program komputer dalam analisis kestabilan lereng akan dilakukan

perhitungan yang cukup panjang dan berulang-ulang, sehingga apabila

dilakukan perhitungan secara manual akan membutuhkan waktu yang cukup

lama; maka untuk memudahkan perhitungan tersebut digunakan alat bantu

berupa komputer. Program komputer dibuat dengan menggunakan Slide 6.

Slide 6 adalah suatu program stabilitas lereng 2 dimensi untuk menganalisis

stabilitas lereng yang berbentuk lingkaran atau bukan lingkaran pada lereng

tanah atau lereng berbatu. Slide menganalisis stabilitas lereng menggunakan

metode irisan vertikal keseimbangan batas. Bidang longsor dapat dianalisa

atau dicari dengan metode yang dapat digunakan untuk menentukan bidang

longsor kritis untuk sebuah lereng.

2.4 Solusi Mengatasi Kestabilan Lereng

Ada beberapa cara untuk menstabilkan lereng yang berpotensi terjadi

kelongsoran. Pada prinsipnya ada dua cara yang dapat digunakan untuk

menstabilkan suatu lereng, yaitu:

1) Memperkecil gaya penggerak atau momen penyebab longsor.

Gaya atau momen penyebab longsor dapat diperkecil dengan cara merubah

bentuk lereng, yaitu dengan cara:

a. Merubah lereng lebih datar atau memperkecil sudut kemiringan


17

b. Memperkecil ketinggian lereng

c. Merubah lereng menjadi lereng bertingkat (multi slope)

2) Memperbesar gaya lawan atau momen penahan longsor.

Gaya lawan atau momen penahan longosr dapat diperbesar dengan

beberapa cara yaitu:

a. Menggunakan counter weight yaitu tanah timbunan pada kaki lereng.

Cara ini mudah dilaksanakan asalkan terdapat tempat dikaki lereng

untuk tanah timbunan tersebut.

b. Dengan mengurangi air pori di dalam lereng

c. Dengan cara mekanis yaitu dengan memasang tiang pancang atau

tembok penahan tanah.

Selain itu ada tindakan penanganan yang dapat dilakukan untuk

kelongsoran telah yang terjadi :

1) Perbaikan Geometri Lereng

Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh atau menciptakan geomteri

lereng yang aman. Perbaikan geometri lereng dapat dilakukan dengan:

 Mengurangi tinggi lereng, dengan membagi satu lereng yang

terlalu tinggi menjadi beberapa lereng yang lebih pendek atau

dengan memotong bagian atas lereng.

 Mengurangi sudut kemiringan sehingga lebih landai


18

2) Penanganan Air permukaan dan Air Tanah

 Penanganan Air Permukaan

a) Untuk penanganan air permukaan pada lereng dapat dilakukan

dengan membuat saluran permukaan. Pembuatan saluran air ini

berfungsi agar tidak terjadi genangan air di permukaan lereng pada

saat musim hujan dan juga berfungsi untuk mencegah terjadinya

erosi di permukaan lereng.

b) Membuat saluran permukaan yang dibuat pada bagian luar dari

lereng dan mengelilingi daerah lereng, sehingga dapat mencegah

masuknya air permukaan yang dating dari airhujan dan dari lokasi

yang lebih tinggi dari lereng tersebut.

 Penanganan Air Tanah

Penurunan muka airtanah dilakukan guna mengurangi atau

menghilangkan gaya nilai air dan meningkatkan kuat geser material

lereng. Penurunan muka airtanah dilakukan secara horizontal dengan

cara pemasangan pipa – pipa penirisan dengan panjang tertentu pada

permukaan lereng baik dengan pemompaan maupun tanpa

pemompaan sehingga akan menurunkan permukaan airtanah.

3) Stabilisasi dengan menggunakan vegetasi

Penggunaan vegetasi atau tanaman untuk menjaga stabilitas lereng

dan pengontrolan erosi air. Dengan adanya tanaman pada lereng akan

meningkatkan faktor keamanan, karena adanya beban tambahan dan gaya

tarik akar yang ditimbulkan oleh tanaman. Peningkatan faktor keamanan


19

yang terjadi berkisar antara 20% - 25% Jenis – jenis tanaman yang dapat

digunakan untuk menjaga stabilitas lereng dan pengontrolan erosi antara

lain rumput – rumputan, alang – alang palawija, kacang – kacangan, semak

– semak dan lainnya. Aka tetapi dalam pelaksanaannya tergantung dengan

kondisi lapangan. Faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis

tanaman ini berdasarkan iklim dan cara penanaman.

4) Pemantauan lereng

Kegiatan pemantauan lereng secara berkala perlu dilakukan untuk

mengetahui adanya gerakan tanah yang mungkin terjadi baik yang tampak

di permukaan maupun yang tidak nampak di permukaan, dengan demikian

apabila terjadi gejala ketidakstabilan dapat segera dilakukan upaya

pencegahan.

5) Saluran air

Saluran air yang berada di area Pit Utara kurang maksimal dalam

mengalirkan air limpasan ketika hujan dating ataupun mengalirkan air

permukaan. Sehingga, air akan selalu tertampung dalam saluran air

tersebut yang membuat jenuh tanah sehingga potensi longsor terjadi.

Untuk menghindari kecelakaan karena tidak amannya sebuah lereng perlu

dilakukan pemeriksaan secara berkala kondisi lereng. Pada perusahaan

tambang tersebut. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah :

1) Pada setiap potongan baru harus dipetakan dan diidentifikasi bidang

bidang lemah yang ada


20

2) Curigai jika ada tumpukan batu disekitar toe, hal ini mengindikasikan

adanya jatuhan dari atas

3) Potong setiap batu menggantung

4) Tangani setiap adanya rekahan tarik pada crest

5) Tangani jika ada batuan yang akan jatuh dari berm

6) Drain setiap adanya rembesan air

7) Pelihara drainase supaya tidak ada air yang tergenang

8) Curigai setiap retakan mendatar pada muka lereng, hal ini dapat

mengindikasikan adanya buckling

9) Identifikasi adanya retakan tarik diluar batas pit limit

10) Inspeksi khusus setiap setelah hujan


21

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan pada makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :

1) Umumnya stabil atau tidaknya suatu lereng tergantung dari beberapa

faktor, antara lain: geometi lereng, struktur batuan, kandungan air tanah,

berat beban yang ditanggung oleh lereng, bidang lemah, sifat fisik dan

mekanik batuan serta gaya-gaya dari luar.

2) Penggalian massa batuan menyebabkan berubahnya arah tegangan (stress)

sehingga terjadi konsentrasi tegangan pada kaki lereng. Konsentrasi

tegangan pada kaki lereng akan menyebabkan ketidakseimbangan.

Penggalian pun akan menyebabkan tersingkapnya bidang lemah batuan

sehingga akan menyebabkan terjadinya kelongsoran pada blok batuan.

3) Analisi kestabilan lereng dengan metode fellenius berdasarkan bahwa gaya

memiliki sudut kemiringan paralel dengan dasar irisan FK dihitung dengan

keseimbangan momen. Keruntuhan terjadi melalui rotasi dari suatu blok

tanah pada permukaan longsor berbentuk lingkaran (sirkuler) dengan titik

O sebagai titik pusat rotasi. Metode ini juga menganggap bahwa gaya

normal P bekerja ditengah-tengah slice.

3) Pada prinsipnya ada dua cara yang dapat digunakan untuk menstabilkan

suatu lereng, yaitu memperkecil gaya penggerak atau momen penyebab

longsor dan memperbesar gaya lawan atau momen penahan longsor.

21
22

3.2 Saran

Analisis stabilitas lereng mempunyai peran yang sangat penting pada

perencanaan penambangan. Lereng yang tidak stabil sangatlah berbahaya

terhadap lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu analisis stabilitas lereng sangat

diperlukan. Kita perlu mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi

kestabilan lereng dan mencari solusi untuk mencegah dan menghindari

terjadinya kelongsoran.
23

Daftar Pusataka

Anderson, M.G., Richard K.S., 1987. Slope Stability, Geotechnical Engineering


and Geomorphology, John Wiley and Sons.
Gian Paolo Giani , (1992), Rock Slope Stability Analysis, Tehnical University Of
Turin, A.A. Balkema, Roterdam, 1–6.
Hoek, E. and Bray, J. W., 1981. “Rock Slope Engineering” 3rd Ed, The
Institution of Mining and Metallurgy: London.
Made Astawa Rai, Dr. Ir dan Anung Dri Prasetya, Ir, 1998. “Kemantapan Lereng
Batuan”, Kursus Pengawas Tambang.
Weerasinghe, K.M, H.V.M.P. Abeywickrema., J.S.M Fowze, L. Samarakoon,
2002. Use of A Deterministic Slope Stability Predicting Tool For
Landslide Vulnerability Assessment in Ratnapura Area, Sri Lanka.
NBRO’s Paper. SriLanka.

Anda mungkin juga menyukai