Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Bagi Kehidupan Manusia
Air merupakan bahan alam yang diperlukan untuk kehidupan manusia,
hewan dan tanaman yaitu sebagai media pengangkutan zat-zat makanan, juga
merupakan sumber energi serta berbagai keperluan lainnya (Arsyad, 1989).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang menyebutkan
bahwa kebutuhan air ratarata secara wajar adalah 60 l/orang/hari untuk segala
keperluannya. Kebutuhan akan air bersih dari tahun ke tahun diperkirakan terus
meningkat. Menurut Suripin (2002),pada tahun 2000 dengan jumlah penduduk
dunia sebesar 6,121 milyar diperlukan air bersih sebanyak 367 km3per hari, maka
pada tahun 2025 diperlukan air bersih sebanyak 492 km3 per hari, dan pada tahun
2100 diperlukan air bersih sebanyak 611 km3per hari. Masalah utama yang
dihadapi berkaitan dengan sumber daya air adalah kuantitas air yang sudah tidak
mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk
keperluan domestik yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Kegiatan industri,
domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, termasuk
penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan
bahaya bagi mahluk hidup yang bergantung pada sumber daya air (Effendi, 2003).
Kebutuhan air bagi manusia :
1. Kebutuhan Air Irigasi (Qirigasi)
Kebutuhan air irigasi sebagian besar dicukupi dari air permukaan.
Kebutuhan air irigasi dipengaruhi berbagai faktor seperti klimatologi,
kondisi tanah, koefisien tanaman, pola tanam, pasokan air yang
diberikan, luas daerah irigasi, efisiensi irigasi, penggunaan kembali air
drainase untuk irigasi, sistem penggolongan, jadwal tanam dan lain-lain.
2. Kebutuhan Air Domestik (Qdomestik)
Kebutuhan air penduduk dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang
ada di daerah tersebut (Tabel 2). Faktor utama menentukan kebutuhan
air penduduk adalah dengan mengetahui jumlah dan pertumbuhan
penduduk. Untuk hal tersebut perlu dilakukan analisis untuk
memperkirakan jumlah penduduk pada beberapa tahun mendatang.
Adapun cara perhitungan tersebut adalah menggunakan Pertumbuhan
Geometri (Geometric Rate of Growth):
Pn = P0 . (1 + r)n
dengan:
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke n
P0 = Jumlah penduduk pada awal tahun
r = Angka pertumbuhan penduduk (%)
n = Interval waktu (tahun)
3. Kebutuhan Air Peternakan (Qpeternakan)
Kebutuhan air peternakan dihitung berdasarkan jumlah dan jenis ternak
yang ada di daerah tersebut dengan tingkat kebutuhan air masing-masing jenis
ternak. Faktor utama menentukan kebutuhan air peternakan adalah dengan
mengetahui jumlah dan laju pertumbuhan ternak. Untuk hal tersebut perlu
dilakukan analisis untuk memperkirakan jumlah ternak pada beberapa tahun
mendatang.
4. Kebutuhan Air Perikanan (Qperikanan) Kebutuhan air perikanaan
dihitung berdasarkan luas kolam/tambak yang ada di daerah tersebut dengan
standar kebutuhan air perikanan. Faktor utama menentukan kebutuhan air
perikanan adalah dengan mengetahui laju pertumbuhan luas kolam/tambak.
5. Kebutuhan Air Industri (Qindustri) Untuk wilayah yang tidak diperoleh
data penggunaan lahan industri, kebutuhan air industri dihitung dengan
menggunakan persamaan linear. Standar yang digunakan adalah dari Direktorat
Teknik Penyehatan, Dirjen Cipta Karya DPU yaitu kebutuhan air untuk industri
diambil sekitar 10% dari konsumsi air domestik (Bambang Triatmodjo, 2008:323).
2.2 Debit Air untuk Daerah Aliran Sungai
Debit adalah volume air yang mengalir per satuan waktu. Waktu konsentrasi adalah
waktu yang diperlukan limpasan air hujan dari titik terjauh menuju titik kontrol
yang ditinjau. Pengukur kecepatan aliran air dapat dijadikan sebagai sebuah alat
untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan
potensi sumber daya air permukaan yang ada. Keberadaan sumber air yang bersih
dan sehat merupakan salah satu permasalahan terbesar saat ini. Sedangkan air yang
tersedia tidak selalu sejalan kebutuhannya menurut
tempat, waktu dan mutunya. Keadaan ini sering mengakibatkan timbulnya masalah
karena tidak seimbangnya ketersediaan dan kebutuhan air pada tempat dan waktu
tertentu (Putri dan Saptomo, 2013). Menurut Mudiyarso dan Kurnianto, 2007 dalam
Handayani dan Indrajaya, (2011) menyatakan bahwa peranan vegetasi hutan sangat
tergantung kondisi iklim setempat. Hutan memang tidak menambah debit sungai,
tetapi justru menguranginya. Namun hutan dapat mengatur fluktuasi aliran sungai
karena peranan hutan dalam mengatur limpasan dan infiltrasi. Peran hutan terhadap
tata air dan hasil air dapat dilihat lebih jelas dalam konteks DAS (Daerah Aliran
Sungai).
Debit adalah volume per satuan waktu. Waktu konsentrasi adalah waktu
yang diperlukan limpasan air hujan dari titik terjauh menuju titik kontrol yang
ditinjau (Barid dan Yakob, 2007). Debit aliran merupakan satuan untuk mendekati
nilai-nilai hidrologis proses yang terjadi di lapangan. Kemampuan pengukuran
debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air di suatu
wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan
mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya
air permukaan yang ada (Finawan dan Mardiyanto, 2011). Perhitungan debit air
untuk mengetahui kapasitas DAS wilayah kawasan terutama kawasan utama untuk
melakukan analisis sistem drainase pada saluran drainase primer dan sekunder
(Wismarini, 2011).
2.3 Pencemaran Air Pada Sungai
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup,
zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Kualitas air sungai dipengaruhi
oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan sedangkan kualitas
pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia yang ada
di dalamnya (Wiwoho, 2005). Pengaruh penggunaan lahan pada masalah air
terlihat pada penggunaan lahan antara lain permukiman, perdagangan/jasa atau
industri di sekitar lokasi sumber air, sehingga segala aktivitas dan perubahan
yang terjadi di kawasan tersebut memberi dampak pengaruh pada sumber air
melalui jaringan aliran drainase baik alam maupun buatan yang menghubungkan
antara kawasan tersebut dengan sumber air baku, dengan dipengaruhi oleh
kondisi alam dan lingkungan antara lain bentuk topografi, kepadatan bangunan,
jumlah penduduknya, kegiatan penduduknya dan jenis tanahnya (Sugiarto,
2005).

2.4 Ekologi Sungai

Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik
dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta
pengembangan untuk menekan masalah yang timbul sebagai akibat dari perubahan
global yang disebabkan manusia (Forman, 1996). Sungai terdiri dari bagian-bagian
yang berperan penting secara ekologis. Maryono (2003) menyatakan bahwa
sempadan sungai sering juga disebut dengan bantaran sungai namun sebenarnya
ada sedikit perbedaan, karena bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang
tergenangi air saat banjir (flood plain).
Bantaran sungai bisa juga disebut bantaran banjir, sedangkan sempa dan
sungai adalah daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai
(sliding) yang mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis, dan lebar keamanan yang
diperlukan terkait dengan letak sungai (misal areal permukiman dan non
permukiman). Sempadan sungai (terutama di daerah bantaran banjir) merupakan
daerah ekologi dan sekaligus hidrolis sungai yang sangat penting. Sempadan sungai
tidak dapat dipisahkan dengan badan sungai nya (alur sungai) karena secara hidrolis
dan ekologis merupakan satu kesatuan. Secara hidrolis sempadan sungai
merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi memberikan kemungkinan
luapan air banjir ke samping kanan kiri sungai sehingga kecepatan air ke hilir dapat
dikurangi.
Sempa dan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya terdapat
mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Proses inflow outflow
tersebut merupakan proses konservasi hidrolis sungai dan air tanah pada umumnya.
Secara ekologis sempadan sungai merupakan habitat dimana komponen ekologi
sungai berkembang. Jika sistem ekologi dan hidrolis sempadan sungai ini
terganggu, misalnya dengan adanya bangunan di atasnya, maka fungsi ekologis dan
hidrolis yang sangat vital tersebut akan rusak.
Ekosistem sungai merupakan bagian dari ekosistem perairan mengalir.
Ekosistem perairan mengalir ini bervariasi ukurannya mulai dari sungai yang
memiliki debit aliran sangat besar (seperti Sungai Amazon dengan debit aliran rata-
rata 93.000 45 m 3 /detik) hingga sungai dengan debit sangat kecil (beraliran
tenang). Berdasarkan panjangnya, sungai bervariasi mulai dari anak-anak sungai
dipegunungan hingga sungai-sungai yang besar. Kondisi sungai seperti di atas
merupakan faktor-faktor abiotik dari ekosistem perairan mengalir yang akan
memberikan respon terhadap komunitas biotiknya (Basmi, 1999).
Sungai mentransportasikan bahan-bahan yang tererosi (terlarut maupun
tersuspensi) dalam jumlah yang sangat besar dari lahan bagian atas menuju dataran
yang lebih rendah dan akhirnya bermuara di lautan (Wetzel, 2001). Sungai dicirikan
oleh arus yang searah dan relatif kencang. Kecepatan arus berkisar antara 0,1 - 1,0
m/detik. Kecepatan arus ini sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase.
Sungai merupakan tempat terjadi pencampuran massa air secara
menyeluruh sehingga pada sungai tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air
seperti pada perairan tergenang (lentik). Kecepatan arus atau pergerakan air, jenis
sedimen dasar, erosi dan sedimentasi merupakan empat hal yang paling berperan
dalam ekosistem perairan mengalir dan dalam pengklasifikasian perairan mengalir
(Effendi, 2003).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Air


Pencemaran air dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mukono
(2006) beberapa faktor yang mempengaruhi pencemaran air, meliputi:
1. Mikroorganisme
Salah satu indikator bahwa air tercemar adalah adanya mikroorganisme
patogen dan non patogen didalamnnya. Danau atau sungai yang terkontaminasi/
tercemar mempunyai spesis mikroorganisme yang berlainan dari air yang
bersih. Air yang tercemar umumnya mempunyai kadar bahan organik yang
tinggi sehingga pada umumnya banyak mengandung mikroorganisme
heterotropik yang akan menggunakan bahan organik tersebut untuk
metabolisme, misalnya bakteri coliform.
2. Curah Hujan
Curah hujan disuatu daerah akan menentukan volume dari badan air dalam
rangka mempertahankan efek pencemaran terhadapa setiap bahan buangan
didalamnya (deluting effects). Curah hujan yang cukup tinggi sepanjang musim
dapat lebih mengencerkan (mendispresikan) air yang tercemar.
3. Kecepatan Aliran air (Stream Flow)
Bila suatu badan air memiliki aliran yang cepat, maka keadaan itu dapat
memperkecil kemungkinan timbulnya pencemaran air karena bahan polutan
dalam air akan lebih cepat terdispersi.
4. Kualitas Tanah
Kualitas tanah (pasir atau lempung) juga mempengaruhi pencemaran air, ini
berkaitan dengan pencemaran tanah yang terjadi di dekat sumber air. Beberapa
sumber pencemaran tanah dapat berupa bahan beracun seperti pestisida,
herbisida, logam berat dan sejenisnya serta penimbunan sampah secara besar-
besaran.
2.6 Karakteristik Pencemar
Jika dilihat dari karakternya zat pencemar air dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu: karakteristik fisika, kimia dan biologi.
1. Karakteristik fisik
Menurut Effendi (2003), air yang dikatakan tercemar dapat dilihat dari
beberapa aspek karakteristik fisik yaitu:
a. Suhu : Secara umum, kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan
aktifitas biologi sehingga akan membentuk O2 lebih banyak lagi. Kenaikan
suhu perairan secara alamiah biasanya disebabkan oleh aktifitas penebangan
vegetasi disekitar sumber air tersebut, sehingga menyebabkan banyaknya
cahaya matahari yang masuk mempengaruhi akuifer yang ada secara
langsung atau tidak langsung.

b. Kekeruhan : Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan


organik dan anorganik, kekeruhan juga dapat mewakili warna. Sedang dari
segi estetika kekeruhan air dihubungkan dengan kemungkinan hadirnya
pencemaran melalui buangan dan warna air tergantung pada warna air yang
memasuki badan air. Kekeruhan dengan kadar semua jenis zat suspensi
tidak dapat dihubungkan secara langsung, karena tergantung pada ukuran
dan bentuk butiran.
c. Bau dan rasa : Air yang baik idealnya tidak berbau dan tidak berasa. Bau air
dapat ditimbulkan oleh pembusukan zat organik seperti bakteri serta
kemungkinan akibat tidak langsung terutama sistim sanitasi, sedangkan rasa
asin disebabkan adanya garam-garam tertentu larut dalam air, dan rasa asam
diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.

d. Warna : Dalam proses pengolahan air warna merupakan salah satu


parameter fisika yang digunakan sebagai persyaratan kualitas air baik untuk
air bersih maupun untuk air minum. Perinsip yang berlaku dalam penentuan
parameter warna adalah memisahkan terlebih dahulu zat atau bahan-bahan
yang terlarut yang menyebabkan kekeruhan.

2. Karakteristik Kimia
Karakteristik kimia dapat diketahui melalui pengujian secara kimia dan
tidak dapat diamati secara langsung seperti karakteristik fisik yang langsung dapat
diketahui seperti bau dan warna air.Menurut Mestati (2007) karakteristik kimia
untuk kualitas air meliputi:
a. Derajat Keasaman (pH air) : Penting dalam proses penjernihan air karena
keasaman air pada umumnya disebabkan gas oksida yang larut dalam air
terutama karbondioksida. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari
pada penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH yang lebih
kecil 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan tetapi dapat menyebabkan beberapa
senyawa kimia berubah menjadi racun yang sangat menggangu kesehatan.
b. Kesadahan : Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di
dalam air, umumnya Ion Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dalam bentuk
garam karbonat. Air sadah juga merupakan air yang memiliki kadar mineral
yang tinggi. Air dengan kesadahan yang tinggi memerlukan sabun lebih
banyak sebelum terbentuk busa.

Anda mungkin juga menyukai