Anda di halaman 1dari 13

Perjanjian Bungaya 6.

Seluruh orang Portugis dan Inggris harus diusir dari


wilayah Makassar dan tidak boleh lagi diterima tinggal di
Perjanjian Bungaya (sering juga disebut Bongaya atau Bongaja) sini atau melakukan perdagangan. Tidak ada orang Eropa
adalah perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada tanggal 18 yang boleh masuk atau melakukan perdagangan di
November 1667 di Bungaya antara Kesultanan Gowa yang Makassar.
diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan pihak Hindia Belanda yang 7. Hanya Kompeni yang boleh bebas berdagang di Makassar.
diwakili oleh Laksamana Cornelis Speelman. Walaupun disebut Orang "India" atau "Moor" (Muslim India), Jawa, Melayu,
perjanjian perdamaian, isi sebenarnya adalah deklarasi kekalahan Aceh, atau Siam tidak boleh memasarkan kain dan barang-
Gowa dari VOC (Kompeni) serta pengesahan monopoli oleh VOC barang dari Tiongkok karena hanya Kompeni yang boleh
untuk perdagangan sejumlah barang di pelabuhan Makassar (yang melakukannya. Semua yang melanggar akan dihukum dan
dikuasai Gowan). barangnya akan disita oleh Kompeni.
8. Kompeni harus dibebaskan dari bea dan pajak impor
Isi perjanjian maupun ekspor.
9. Pemerintah dan rakyat Makassar tidak boleh berlayar ke
1. Perjanjian yang ditandatangani oleh Karaeng Popo, duta mana pun kecuali Bali, pantai Jawa, Jakarta, Banten,
pemerintah di Makassar (Gowa) dan Gubernur-Jendral, Jambi, Palembang, Johor, dan Kalimantan, dan harus
serta Dewan Hindia di Batavia pada tanggal 19 Agustus meminta surat izin dari Komandan Belanda di sini
1660, dan antara pemerintahan Makassar dan Jacob Cau (Makassar). Mereka yang berlayar tanpa surat izin akan
sebagai Komisioner Kompeni pada tanggal 2 Desember dianggap musuh dan diperlakukan sebagaimana musuh.
1660 harus diberlakukan. Tidak boleh ada kapal yang dikirim ke Bima, Solor, Timor,
2. Seluruh pejabat dan rakyat Kompeni berkebangsaan Eropa dan lainnya semua wilayah di timur Tanjung Lasso, di
yang baru-baru ini atau pada masa lalu melarikan diri dan utara atau timur Kalimantan atau pulau-pulau di
masih tinggal di sekitar Makassar harus segera dikirim sekitarnya. Mereka yang melanggar harus menebusnya
kepada Laksamana (Cornelis Speelman). dengan nyawa dan harta.
3. Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan barang-barang yang 10. Seluruh benteng di sepanjang pantai Makassar harus
masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di Selayar dihancurkan, yaitu: Barombong, Pa'nakkukang, Garassi,
dan Leeuwin di Don Duango, harus diserahkan kepada Mariso, Boro'boso. Hanya Sombaopu yang boleh tetap
Kompeni. berdiri untuk ditempati raja.
4. Mereka yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang 11. Benteng Ujung Pandang harus diserahkan kepada
Belanda di berbagai tempat harus diadili segera oleh Kompeni dalam keadaan baik, bersama dengan desa dan
Perwakilan Belanda dan mendapat hukuman setimpal. tanah yang menjadi wilayahnya.
5. Raja dan bangsawan Makassar harus membayar ganti rugi 12. Koin Belanda seperti yang digunakan di Batavia harus
dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat musim diberlakukan di Makassar.
berikut. 13. Raja dan para bangsawan harus mengirim ke Batavia uang
senilai 1.000 budak pria dan wanita, dengan perhitungan
2½ tael atau 40 mas emas Makassar per orang.

1
Setengahnya harus sudah terkirim pada bulan Juni dan tinggal dengan orang Bugis atau Turatea, atau sebaliknya,
sisanya paling lambat pada musim berikut. orang Bugis atau Turatea berharap tinggal dengan orang
14. Raja dan bangsawan Makassar tidak boleh lagi Makassar, boleh melakukannya dengan seizin penguasa
mencampuri urusan Bima dan wilayahnya. atau raja yang berwenang.
15. Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu harus diserahkan 23. Pemerintah Gowa harus menutup negerinya bagi semua
kepada Kompeni untuk dihukum. bangsa (kecuali Belanda). Mereka juga harus membantu
16. Mereka yang diambil dari Sultan Butung pada Kompeni melawan musuhnya di dalam dan sekitar
penyerangan terakhir Makassar harus dikembalikan. Bagi Makassar.
mereka yang telah meninggal atau tidak dapat 24. Persahabatan dan persekutuan harus terjalin antara para
dikembalikan, harus dibayar dengan kompensasi. raja dan bangsawan Makassar dengan Ternate, Tidore,
17. Bagi Sultan Ternate, semua orang yang telah diambil dari Bacan, Butung, Bugis (Bone), Soppeng, Luwu, Turatea,
Kepulauan Sula harus dikembalikan bersama dengan Layo, Bajing, Bima dan penguasa-penguasa lain yang pada
meriam dan senapan. Gowa harus melepaskan seluruh masa depan ingin turut dalam persekutuan ini.
keinginannya menguasai kepulauan Selayar dan Pansiano 25. Dalam setiap sengketa di antara para sekutu, Kapten
(Muna), seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado ke Belanda (yaitu, presiden atau gubernur Fort Rotterdam)
Pansiano, Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat harus diminta untuk menengahi. Jika salah satu pihak tidak
lainnya di pantai yang sama, dan negeri-negeri Mandar dan mengacuhkan mediasi ini, maka seluruh sekutu akan
Manado, yang dulunya adalah milik raja Ternate. mengambil tindakan yang setimpal.
18. Gowa harus menanggalkan seluruh kekuasaannya atas 26. Ketika perjanjian damai ini ditandatangani, disumpah dan
negeri-negeri Bugis dan Luwu. Raja tua Soppeng [La dibubuhi cap, para raja dan bangsawan Makassar harus
Ténribali] dan seluruh tanah serta rakyatnya harus mengirim dua penguasa pentingnya bersama Laksamana
dibebaskan, begitu pula penguasa Bugis lainnya yang ke Batavia untuk menyerahkan perjanjian ini kepada
masih ditawan di wilayah-wilayah Makassar, serta wanita Gubernur-Jendral dan Dewan Hindia. Jika perjanjian ini
dan anak-anak yang masih ditahan penguasa Gowa. disetujui, Gubernur-Jendral dapat menahan dua pangeran
19. Raja Layo, Bangkala dan seluruh Turatea serta Bajing dan penting sebagai sandera selama yang dia inginkan.
tanah-tanah mereka harus dilepaskan. 27. Lebih jauh tentang pasal 6, orang Inggris dan seluruh
20. Seluruh negeri yang ditaklukkan oleh Kompeni dan barang-barangnya yang ada di Makassar harus dibawa ke
sekutunya, dari Bulo-Bulo hingga Turatea, dan dari Batavia.
Turatea hingga Bungaya, harus tetap menjadi tanah milik 28. Lebih jauh tentang pasal 15, jika Raja Bima dan Karaeng
Kompeni sebagai hak penaklukan. Bontomarannu tidak ditemukan hidup atau mati dalam
21. Wajo, Bulo-Bulo dan Mandar harus ditinggalkan oleh sepuluh hari, maka putra dari kedua penguasa harus
pemerintah Gowa dan tidak lagi membantu mereka dengan ditahan.
tenaga manusia, senjata dan lainnya. 29. Pemerintah Gowa harus membayar ganti rugi sebesar
22. Seluruh laki-laki Bugis dan Turatea yang menikahi 250.000 rijksdaalders dalam lima musim berturut-turut,
perempuan Makassar, dapat terus bersama isteri mereka. baik dalam bentuk meriam, barang, emas, perak ataupun
Untuk selanjutnya, jika ada orang Makassar yang berharap permata.

2
30. Raja Makassar dan para bangsawannya, Laksamana Perundingan pembagian Kerajaan Mataram
sebagai wakil Kompeni, serta seluruh raja dan bangsawan
yang termasuk dalam persekutuan ini harus bersumpah, Menurut dokumen register harian N. Hartingh (Gubernur VOC
menandatangani dan membubuhi cap untuk perjanjian ini untuk Jawa Utara), pada tanggal 10 September 1754 N. Hartingh
atas nama Tuhan yang Suci pada hari Jumat, 18 November berangkat dari Semarang untuk menemui Pangeran
1667. Mangkubumi. Pertemuan dengan Pangeran Mangkubumi sendiri
baru pada 22 September 1754. Pada hari berikutnya diadakan
perundingan yang tertutup dan hanya dihadiri oleh sedikit orang.
Pangeran Mangkubumi didampingi oleh Pangeran Notokusumo
Perjanjian Giyanti dan Tumenggung Ronggo. Hartingh didampingi Breton, Kapten
Donkel, dan sekretaris Fockens. Sedangkan yang menjadi juru
Perjanjian Giyanti adalah kesepakatan antara VOC, pihak bahasa adalah Pendeta Bastani.
Mataram (diwakili oleh Sunan Pakubuwana III), dan kelompok
Pangeran Mangkubumi.Kelompok Pangeran Sambernyawa tidak Pembicaraan pertama mengenai pembagian Mataram. N. Hartingh
ikut dalam perjanjian ini.Pangeran Mangkubumi demi keuntungan menyatakan keberatan karena tidak mungkin ada dua buah
pribadi memutar haluan menyeberang dari kelompok pemberontak matahari. Mangkubumi menyatakan di Cirebon ada lebih dari satu
bergabung dengan kelompok pemegang legitimasi kekuasaan Sultan. Hartingh menawarkan Mataram sebelah timur. Usul ini
memerangi pemberontak yaitu Pangeran Sambernyawa. Perjanjian ditolak sang Pangeran. Perundingan berjalan kurang lancar karena
yang ditandatangani pada bulan 13 Februari 1755 ini secara de masih ada kecurigaan di antara mereka. Akhirnya setelah
facto dan de jure menandai berakhirnya Kerajaan Mataram yang bersumpah untuk tidak saling melanggar janji maka pembicaraan
sepenuhnya independen. Nama Giyanti diambil dari lokasi menjadi lancar. Kembali Gubernur VOC mengusulkan agar
penandatanganan perjanjian ini, yaitu di Desa Giyanti (ejaan Mangkubumi jangan menggunakan gelar Sunan, dan menentukan
Belanda, sekarang tempat itu berlokasi di Dukuh Kerten, Desa daerah mana saja yang akan dikuasai oleh beliau. Mangkubumi
Jantiharjo), di tenggara kota Karanganyar, Jawa Tengah. berkeberatan melepas gelar Sunan karena sejak 5 tahun lalu diakui
rakyat sebagai Sunan. (Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua: wilayah Sunan [Yang Dipertuan] atas kerajaan Mataram ketika Paku
di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan Buwono II wafat di daerah Kabanaran, bersamaan VOC melantik
sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Adipati Anom menjadi Paku Buwono III).
Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara
wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan Perundingan terpaksa dihentikan dan diteruskan keesokan harinya.
kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Pada 23 September 1754 akhirnya tercapai nota kesepahaman
Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta. Di bahwa Pangeran Mangkubumi akan memakai gelar Sultan dan
dalamnya juga terdapat klausul, bahwa pihak VOC dapat mendapatkan setengah Kerajaan. Daerah Pantai Utara Jawa
menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu jika (orang Jawa sering menyebutnya dengan daerah pesisiran) yang
diperlukan. telah diserahkan pada VOC (orang Jawa sering menyebut dengan
Kumpeni) tetap dikuasai VOC dan ganti rugi atas penguasaan

3
Pantura Jawa oleh VOC akan diberikan setengah bagiannya pada Pasal 4
Mangkubumi. Terakhir, Pangeran memperoleh setengah dari
pusaka-pusaka istana. Nota kesepahaman tersebut kemudian Sri Sultan tidak akan mengangkat/memberhentikan Pepatih Dalem
disampaikan pada Paku Buwono III. Pada 4 November tahun yang dan Bupati, sebelum mendapatkan persetujuan dari
sama, Paku Buwono III menyampaikan surat pada Gubernur Kumpeni.Pokok pokok pemikirannya itu Sultan tidak memiliki
Jenderal VOC Mossel atas persetujuan beliau tehadap hasil kuasa penuh terhadap berhenti atau berlanjutnya seorang patih
perundingan Gubernur Jawa Utara dan Mangkubumi. karena segala keputusan ada di tangan Dewan Hindia Belanda.

Berdasarkan perundingan 22-23 September 1754 dan surat Pasal 5


persetujuan Paku Buwono III maka pada 13 Februari 1755
ditandatangani 'Perjanjian di Giyanti yang kurang lebih poin- Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang selama dalam
poinnya, seperti dikemukakan Soedarisman Poerwokoesoemo, peperangan memihak Kumpeni.
sebagai berikut:
Pasal 6
Pasal 1
Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas pulau Madura dan
Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengku daerah-daerah pesisiran, yang telah diserahkan oleh Sri Sunan
Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Paku Buwono II kepada Kumpeni dalam Contract-nya pada
Panotogomo Kalifattullah di atas separo dari Kerajaan Mataram, tanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya Kumpeni akan memberi ganti
yang diberikan kepada beliau dengan hak turun temurun pada rugi kepada Sri Sultan 10.000 real tiap tahunnya.
warisnya, dalam hal ini Pangeran Adipati Anom Bendoro
Raden Mas Sundoro. Pasal 7

Pasal 2 Sri Sultan akan memberi bantuan pada Sri Sunan Paku Buwono III
sewaktu-waktu diperlukan.
Akan senantiasa diusahakan adanya kerjasama antara rakyat yang
berada dibawah kekuasaan Kumpeni dengan rakyat Kasultanan. Pasal 8

Pasal 3 Sri Sultan berjanji akan menjual kepada Kumpeni bahan-bahan


makanan dengan harga tertentu.
Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para Bupati mulai
melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan Pasal 9
sumpah setia pada Kumpeni di tangan Gubernur.Intinya seorang
patih dari dua kerajaan harus dikonsultasikan dengan Belanda Sultan berjanji akan mentaati segala macam perjanjian yang
sebelum kemudian Belanda menyetujuinya. pernah diadakan antara raja-raja Mataram terdahulu dengan

4
Kumpeni, khususnya perjanjian-perjanjian 1705, 1733, 1743, sebagai musuh bersama.Disini Perjanjian Giyanti terjadi
1746, 1749. bukannya tanpa sebab.Sebab yang utama adalah "penyeberangan
Pangeran Mangkubumi" dari memberontak menjadi sekutu VOC
Penutup dan Paku Buwono III.

Perjanjian ini dari pihak VOC ditanda tangani oleh N. Hartingh, Mengapa dan bagaimana Pangeran Mangkubumi yang telah lari
W. van Ossenberch, J.J. Steenmulder, C. Donkel, dan W. Fockens. dari Keraton dan menggabungkan diri dengan pemberontak tiba
" tiba kembali memerangi pemberontak? Dengan Perjanjian
Giyanti Pangeran Mangkubumi sudah bukan lagi sebagai pejabat
Perlu ditambahkan Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder/Chief of bawahan Paku Buwono III melainkan sebagai penguasa yang demi
Administration Officer) dengan persetujuan residen/gubernur alasan ketenteraman Kerajaan memainkan peran memerangi
adalah pemegang kekuasaan eksekutif sehari hari yang sebenarnya pemberontak.
(bukan di tangan Sultan).
Disini rupanya Sejarah ada yang disembunyikan dan ditutup
Badai belum berlalu tutupi. Pangeran Mangkubumi yang sebelum Perjanjian Giyanti
memusuhi VOC secara tiba tiba berbalik bahu membahu
Perjanjian Giyanti belum mengakhiri kerusuhan karena dalam memerangi pemberontak. Apa latar belakang yang mendasari
perjanian ini kelompok Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) sehingga terjadi persekutuan baru VOC, Paku Buwono III dan
tidak turut serta.Mengapa dalam perjanjian Giyanti ini Pangeran Pangeran Mangkubumi? Persekutuan Paku Buwono III dengan
Sambernyawa tidak turut serta? Para Pujangga Jawa dan VOC sudah bukan barang baru lagi karena keduanya bersekutu
Sejarahwan rupanya enggan untuk menulis persoalan detail sekitar untuk menumpas pemberontakan. Pangeran Mangkubumi
perjanjian ini atau paling tidak generasi muda diberi suatu merupakan persoalan tersendiri karena bersama Pangeran
informasi yang benar sebagai landasan membangun mentalitas Sambernyawa berada dalam posisi memberontak dan memusuhi
bangsa pentingnya persatuan. VOC.

Dalam Perjanjian Giyanti ini Pangeran Sambernyawa adalah Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Sambernyawa tidak kompak
rivalitas Pangeran Mangkubumi untuk menjadi penguasa nomer dalam menghadapi VOC.Kedua nya berselisih dan puncak
satu di Mataram.Perjanjian Giyanti merupakan persekongkolan perselisihan itu mengemuka dengan menyeberangnya Pangeran
untuk menghancurkan pemberontak.Berhubung pemberontak Mangkubumi ke pihak lawan ( VOC ).Penyeberangan itu
Mangkubumi sudah bertobat dan kembali bersama VOC dan Paku dilakukan karena kekuatan bersenjata Pangeran Mangkubumi
Buwono III bersekutu kembali untuk tujuan yang sama mengalami kekalahan yang sangat telak dan Pangeran
mematahkan dan menumpas pemberontakan. Mangkubumi tidak ingin kehilangan kekuasaannya atas kekuatan
bersenjatanya akibat kalah dengan Pangeran Sambernyawa.VOC
Pemberontak yang dimaksud dalam persekutuan dengan melihat bahwa Pangeran Mangkubumi tidak bakalan menyeberang
Perjanjian Giyanti adalah Pangeran Sambernyawa.Sebagai ke pihaknya kalau tidak mengalami kekalahan dalam perselisihan
pemimpin pemberontak Pangeran Sambernyawa dinyatakan itu.

5
Dengan bersama sama Kompeni atau VOC maka musuh Pangeran Hamengkubuwana I, Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said)
Mangkubumi bukan lagi VOC/kompeni/Belanda melainkan tetap melancarkan perlawanan.Dengan keberhasilan VOC menarik
musuhnya adalah Pangeran Sambernyawa sebagai musuh bersama Pangeran Mangkubumi kedalam kubunya maka perlawanan
( VOC/Kompeni/Belanda, Pakubuwono III, Pangeran Pangeran Sambernyawa menjadi menghadapi Pangeran
Mangkubumi). Mangkubumi,Sunan Paku Buwono III dan VOC.Pangeran
Sambernyawa tidak mau menyerah kepada salah satu dari
Sebelum secara bersama bahu membahu bertindak melenyapkan ketiganya atau semuanya.Ketika VOC menyarankan untuk
Pangeran Sambernyawadisini tampak dengan jelas bahwa menyerah kepada salah satu dari dua penguasa (Surakarta,
"pembagian Mataram menjadi Keraton Yogyakarta dan Keraton Yogyakarta) Pangeran Sambernyawa bahkan memberi tekanan
Surakarta" adalah Kesepakatan VOC dengan Pangeran kepada ketiganya supaya Mataram dibagi menjadi tiga
Mangkubumi yang digelar di Giyanti. kekuasaan.VOC ingin keluar dari kesulitan untuk mengamankan
kantong finansial dan menyelamatkan kehadirannya di Jawa,
sementara peperangan tidak menghasilkan pemenang yang unggul
atas empat kekuatan di Jawa.Gabungan tiga kekuatan ternyata
Perjanjian Salatiga belum mampu mengalahkan Pangeran Sambernyawa sedang
sebaliknya Pangeran Sambernyawa juga belum mampu
Perjanjian Salatiga adalah perjanjian bersejarah yang mengalahkan ketiganya bersama sama. Perjanjian Salatiga pada
ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1757 di Salatiga. Perjanjian 17 Maret 1757 di Salatiga adalah solusi dari keadaan untuk
ini adalah penyelesaian dari serentetan pecahnya konflik mengakhiri peperangan di Jawa.Dengan berat hati Hamengku
perebutan kekuasaan yang mengakhiri Kesultanan Mataram. Buwono I dan Paku Buwono III melepaskan beberapa wilayahnya
Dengan berat hati Hamengku Buwono I dan Paku Buwono III untuk Pangeran Sambernyawa.Ngawen di wilayah Yogyakarta
melepaskan beberapa wilayahnya untuk Raden Mas Said dan sebagian Surakarta menjadi kekuasaan Pangeran
(Pangeran Sambernyawa). Ngawen di wilayah Yogyakarta dan Sambernyawa.
sebagian Surakarta menjadi kekuasaan Pangeran Sambernyawa.
Pihak-pihak yang menandatangani perjanjian ini adalah Pangeran
Perjanjian ini ditandatangani oleh Raden Mas Said, Sunan Paku Sambernyawa, Kasunanan Surakarta, dan VOC, Kesultanan
Buwono III, VOC, dan Sultan Hamengku Buwono I di gedung Yogyakarta, diwakili oleh Patih Danureja, juga terlibat. Perjanjian
VOC yang sekarang digunakan sebagai kantor Walikota Kota ini memberi Pangeran Sambernyawa separuh wilayah Surakarta
Salatiga. (4000 karya, mencakup daerah yang sekarang adalah Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Karanganyar, eksklave di wilayah
Menuju Perjanjian Yogyakarta i Ngawen dan menjadi penguasa Kadipaten
Mangkunegaran dengan gelar Mangkunegara I. Penguasa wilayah
Di saat Pangeran Mangkubumi menempuh jalan perundingan Mangkunegaran tidak berhak menyandang gelar Sunan atau
damai dengan imbalan mendapat separuh bagian kekuasaan Sultan, dan hanya berhak atas gelar Pangeran Adipati.
Mataram melalui Perjanjian Giyanti dan menjadi Sultan

6
Lokasi penandatanganan perjanjian ini sekarang digunakan menemui dengan perasaan kecewa ketika dilapangan menemukan
sebagai kantor Walikota Kota Salatiga. fakta bahwa Mangkunegoro I memiliki 1.400 orang pasukan
bersenjata yang siaga.Dalam waktu yang yang singkat kekuatan
Sesudah Perjanjian Salatiga 1.400 orang bersenjata dapat dilipatkan dengan memanggil
pengikutnya menjadi 4.000 orang pasukan bersenjata.
Sunan Paku Buwono III wafat pada tahun 1788 dan penggantinya
adalah Sunan Paku Buwono IV, yang cakap dalam politik dan Tuntutan Mangkunegoro I juga diikuti dengan tuntutan berikutnya
piawai dalam intrik dan intimidasi. Dua tahun setelah wafatnya yaitu dikembalikannya GKR Bendoro isterinya kepada
Paku Buwono III, awal tahun 1790 Sunan Paku Buwono IV Mangkunegara I.Jika tuntutan ini tidak dipenuhi sebagai gantinya
melancarkan strategi politik yang agresif dengan memulai Mangkunegara I menuntut 4.000 cacah dari Yogyakarta.
memberi nama untuk saudaranya Arya mataram. Oleh Sunan Paku Mangkunegara I mulai memobilisasi pasukannya dan pertempuran
Buwono IV Arya Mataram dianugerahi nama Pangeran pertempuran kecil mulai terjadi. Wilayah Gunung Kidul menjadi
Mangkubumi. medan pertempuran.dalam mobilisasi dan pertempuran ini G.R.M.
Sulomo (calon Mangkunegara II sudah terlibat dan aktif dalam
Pemberian nama "Mangkubumi" menimbulkan protes Sultan pertempuran.
Hamengku Buwono I yang merasa kebakaran jenggot karena hak
nama Mangkubumi adalah miliknya sampai meninggal 7 Oktober 1790 Yan greeve mengintimidasi Sultan Hamengku
dunia.Sultan mengajukan protes kepada Kompeni yang ternyata Buwono I untuk memberikan 4.000 cacah tetapi Sultan menolak.
tidak membuahkan hasil karena Sunan tetap pada pendirian tidak Awal November 1790 tuntutan 4.000 cacah diganti dengan upeti
bakalan mencabut Nama Mangkubumi untuk saudaranya. Belanda kepada Mangkunegaran sebesar 4.000 real.

Jurus politik pertama Paku Buwono IV di lanjutkan dengan jurus Mangkunegaran Penyambung Roh Mataram
keduanya yaitu menolak hak suksesi Putra Mahkota Kasultanan
Yogyakarta.Suhu politik yang sudah memanas itu bertambah lagi Perjanjian Salatiga secara hakikat menandai berdirinya praja atau
dengan tuntutan Mangkunegara I yang melihat suatu peluang ada negeri Mangkunegaran dengan Raden Mas Said sebagai Pangeran
didepannya. Mangkunegara I menulis surat kepada Gubernur di otonom yang menguasai sebuah wilayah yang otonom pula.
Semarang Yan Greeve pada bulan Mei 1790 yang isinya Mangkunegaran yang didirikan oleh Pangeran Sambernyawa
Mangkunegara I Menagih janji Residen Surakarta Frederick adalah penyambung dari Mataram yang telah hilang akibat
Christoffeel van Straaldorf yang menjanjikan bahwa Jika perjanjian Giyanti 1755. Mataram yang telah bubar dengan traktat
Pangeran Mangkubumi yang menjadi Sultan Hamengku Buwono I Giyanti di bangun kembali melalui Negeri Mangkunegaran.
wafat maka Mangkunegara I berhak menduduki tahta Kasultanan Politik dan kebudayaan Mataram serta unsur unsur keprajuritan
Yogyakarta. dipertahankan dan dihidupkan dari generasi ke generasi.

VOC yang tidak ingin terseret kembali dalam pertikaian bersenjata


menjadi panik dan mulai memeriksa situasi lapangan militernya
dan ke tiga Kerajaan.Kompeni yang di wakili Yan Greeve

7
Abad baru Tahun 1800 an (Prolog) Generasi Ke 2 Pasca Pembagian Mataram

Sunan Paku Buwono III wafat tahun 1788, Sultan Hamengku Generasi ke dua para petinggi kerajaan paska pembagian Mataram
Buwono I wafat tahun 1792 dan Pangeran Mangkunegara I wafat memperlihatkan kepada khalayak tentang persiapan generasi
tahun 1795. Paku Buwono III di ganti Paku Buwono IV, Sultan pertama dalam mewariskan pemerintahan dan penyiapkan para
Hamengku Buwono I diganti Sultan Hamengu Buwono II dan penggantinya.Pada generasi ke dua ini Kasultanan Yogyakarta
Mangkunegara Idi ganti Mangkunegara II. Pembubaran VOC pada yang bertahta adalah Sultan Hamengku Buwono II,
tahun 1800 awal bulan menandai perubahan baru di bekas Mangkunegaran yang bertahta adalah Pangeran Mangkunegara II
Mataram.Kewenangan VOC diambil alih oleh Pemerintah dan Kasunanan Surakarta yang bertahta adalah Paku Buwono IV.
Belanda. Pada masa generasi ini Sunan Paku Buwono IV menjadi
aktor Politik yang sangat piawai sekaligus berbahaya bagi Hamengku Buwono II merupakan putera Hamengku Buwono I
Belanda.Jurus jurus politik yang ditampilkan begitu terampilnya setelah saudaranya RM.Entho yang menjadi Putera Mahkota
dan tidak gentar dengan gertak peperangan. meninggal dunia.Paku Buwono IV adalah putera Paku Buwono III
sedang Mangkunegara II adalah cucu Mangkunegara I. Pada
Kedatangan Daendels dan Raffles dimanfaatkan sedemikian rupa pemerintahan generasi ke dua ini Yogyakarta dibawah Hamengku
sehingga segala perjudian politik pada tahun 1800 an ini seakan Buwono II mengalami kemerosotan yang serius. Sultan ke dua
akan merupakan pematangan situasi untuk munculnya perang Yogyakarta ini mengalami naik turun tahta selama pergantian
Diponegoro. kekuasaan kolonial di Nusantara ini.

Paku Buwono IV berhasil memprovokasi Sultan Hamengku


Buwono II sehingga berkonfrontasi dengan Daendels dan Raffles
di kemudian hari.Di samping itu faktor Secadiningrat seorang
Kapiten Cina di Yogyakarta yang menjadi penasehat putera
mahkota (Calon Hamengku Buwono III) juga turut andil dalam
merunyamkan pemerintahan Hamengku Buwono II. Secadiningrat
membocorkan rencana rencana Sultan kepada pihak asing
terutama Inggris bahwa Kasultanan mempersenjatai diri untuk
kekuatan perang.

Yogyakarta di datangi Daendels dengan beribu pasukan.Sultan


Hamengku Buwono II diturunkan tahta dan di ganti Sultan Raja
(Hamengku Buwono III). Kasultan Yogyakarta sepeninggal
Hamengku Buwono Imengalami kesuraman yang tiada tara.Dari
Hamengku Buwono II sampai Hamengku Buwono VI Kasultanan
mengalami instabilitas serius.

8
Perundingan Linggarjati Jalannya perundingan

Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir,
Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan
Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van
mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator
ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dalam perundingan ini.
dan ditandatangani secara sah kedua negara pada 25 Maret 1947.
Hasil perundingan
Latar Belakang
Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi:
Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena
Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia menyebabkan 1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik
terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
contohnya Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris 2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat
menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik tanggal 1 Januari 1949.
dan militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, 3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara
diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk RIS.
berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal 4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam
karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Commonwealth /Persemakmuran Indonesia-Belanda
Jawa,Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia
Misi pendahuluan
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai
Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata.
Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah
bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan
perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan
Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946,
senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia
Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946. Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung
perundingan linggarjati.

9
Pelanggaran Perjanjian tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat
baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada Karawang dan Bekasi.
tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya
menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian Isi perjanjian
ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer
Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran 1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan
antara Indonesia dan Belanda. Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan
wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya
Perjanjian Renville di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur
Indonesia di Yogyakarta..
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan
Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas Pasca perjanjian
geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS
Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi
oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Wilayah Indonesia di Pulau Jawa (warna merah) pasca perjanjan
Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Renville.
Belgia.
Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus
Delegasi mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, dan pada
bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir
Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai
Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Delegasi Amerika laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar
Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham. Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut.
Gencatan senjata Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara
Belanda. Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta,
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda
sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara
ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus Indonesia telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul
terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus

10
1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu,  Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua
Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang
(NII).
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan
menghasilkan keputusan:

Perjanjian Roem-Roijen  Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh


dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948
Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van  Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah
Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya  Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan,
ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, dan kewajiban kepada Indonesia
Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi,
Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini Pasca perjanjian
adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai
kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke
Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga Yogyakarta, ibukota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli,
memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen dan
juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan
mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember
Republik Indonesia di Yogyakarta, dimana Sultan Hamengku 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan
Buwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli
(Yogyakarta adalah Republik Indonesia). 1949.

Kesepakatan Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia


dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus).
Hasil pertemuan ini adalah: Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua
masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua
 Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua Belanda.
aktivitas gerilya
 Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri
Konferensi Meja Bundar
 Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke
Yogyakarta

11
Konferensi Meja Bundar 1. Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas
Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan
pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui
Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949. Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang
merdeka dan berdaulat.
Latar belakang 2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan
itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah
kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian 3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja
mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah pada tanggal 30 Desember 1949.
ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian
Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi Meja Pembentukan RIS
Bundar.
Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara
Hasil konferensi dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai
Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat.
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah: Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi
berdaulat yang terdiri dari 16 negara yang memiliki persamaan
 Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian
barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia
Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda
ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah
karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa
keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2
menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari
serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan
dalam waktu satu tahun.[2][3][4][5]
 Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia,
dengan monarch Belanda sebagai kepala negara
 Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik
Indonesia Serikat

12
Perjanjian New York
Perjanjian New York adalah sebuah perjanjian yang diprakarsai
oleh Amerika Serikat pada 1962 untuk terjadinya pemindahan
kekuasaan atas Papua barat dari Belanda ke Indonesia.

Latar belakang

Perjanjian New York dilatarbelakangi oleh usaha Indonesia untuk


merebut daerah Papua bagian barat dari tangan Belanda. Pada
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag saat pengakuan
kedaulatan Indonesia oleh Belanda disebutkan bahwa masalah
Papua bagian barat akan diselesaikan dalam tempo satu tahun
sejak KMB. Namun sampai tahun 1961, tak terselesaikan.

Amerika Serikat yang takut bila Uni Soviet makin kuat campur
tangan dalam soal Papua bagian barat, mendesak Belanda untuk
mengadakan perundingan dengan Indonesia. Delegasi Indonesia
dipimpin oleh Adam Malik dan Belanda oleh Dr. van Roijen,
sedang E. Bunker dari Amerika Serikat menjadi perantaranya.

Tanggal 15 Agustus 1962 diperoleh Perjanjian New York yang


berisi penyerahan Papua bagian barat dari Belanda melalui United
Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Tanggal 1
Mei 1963 Papua bagian barat kembali ke Indonesia. Kedudukan
Papua bagian barat menjadi lebih pasti setelah diadakan Penentuan
Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969, rakyat Papua bagian
barat memilih tetap dalam lingkungan RI.

13

Anda mungkin juga menyukai