Anda di halaman 1dari 8

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT THURSINA

NOMOR : .../RSTHUR/UND­DIR/IX/2015
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN
DIREKTUR RUMAH SAKIT THURSINA

Menimbang :
a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit Thursina, maka
diperlukan penyelenggaraan pelayanan bermutu tinggi yang sesuai di rumah sakit;
b. Bahwa untuk menyediakan pelayanan yang baik di rumah sakit diperlukan
perencanaan dan koordinasi oleh setiap disiplin klinis yang terlibat dalam pelayanan;
c. Bahwa untuk mencapai tujuan pada butir (a) dan (b), perlu ditetapkan melalui Surat
Peraturan Direktur.

Mengingat :
1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
3. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek
Kedokteran;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : Peraturan Direktur Rumah Sakit Thursina tentang kebijakan pelayanan
pasien;

KEDUA : Peraturan tentang kebijakan pelayanan pasien Rumah Sakit Thursina


diberlakukan secara konsisten;

KETIGA : Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pelayanan pasien Rumah Sakit


Thursina dilaksanakan oleh Manajemen Rumah Sakit;

KEEMPAT : Peraturan ini berlaku sejak ditetapkan dan apabila dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Duri, September 2015


Direktur,

dr. Resfaldi Putra


NIK 0212002
Lampiran
Peraturan Direktur Rumah Sakit Thursina
Nomor : .../RSTHUR/UND-DIR/IX/2015
Tanggal : September 2015

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN RS THURSINA

1. Para pimpinan rumah sakit bersepakat untuk memberikan proses pelayanan yang
seragam. Setiap pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit ( dokter, perawat, bidan,
apoteker, dan praktisi kesehatan lain) memberikan pelayanan yang bersifat dasar bagi
pelayanan pasien meliputi perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap pasien,
pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien, modifikasi asuhan pasien bila
perlu, penuntasan asuhan pasien dan perencanaan tindak lanjut. Pasien dengan masalah
kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat kualitas asuhan yang
sama di rumah sakit. Secara khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien
yang sama pada berbagai unit kerja, dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang
menghasilkan pelayanan yang seragam. Sebagai tambahan, pimpinan harus menjamin
bahwa rumah sakit menyediakan tingkat kualitas asuhan yang sama setiap hari dalam
seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan dan prosedur memandu pemberian pelayanan
yang seragam sesuai dengan undang-undang dan peraturan terkait yang membentuk
proses pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif.
2. Pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit memberikan asuhan pelayanan yang
seragam bagi semua pasien. Asuhan pasien yang seragam meliputi akses untuk asuhan
dan pengobatan yang memadai, tidak tergantung atas kemampuan pasien untuk
membayar atau sumber pembiayaan, akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai
yang diberikan oleh praktisi yang kompeten tidak tergantung hari-hari tertentu atau
waktu tertentu, ketepatan mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pasien, tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien sama
(misalnya pelayanan anestesia) di seluruh rumah sakit, pasien dengan kebutuhan asuhan
keperawatan yang sama menerima asuhan keperawatan yag setingkat di seluruh rumah
sakit.
3. Proses asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi pelayanan
kesehatan dan dapat melibatkan berbagai unit kerja dan pelayanan. Rencana dan
pelaksanaan pelayanan diintegrasikan dan dikoordinasikan diantara berbagai unit kerja,
departemen dan pelayanan terkait untuk menghasilkan proses asuhan yang efisien,
penggunaan sumber daya manusia dan sumber daya lain yang lebih efektif dan hasil
asuhan pasien yang lebih baik.
4. Rekam medis pasien memfasilitasi dan menggambarkan integrasi dan koordinasi asuhan.
Khususnya, setiap catatan observasi dan pengobatan praktisi pelayanan. Setiap hasil atau
kesimpulan rapat dari tim asuhan atau diskusi lain tentang kolaborasi dicatat dalam
rekam medis pasien.
5. Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung jawab pelayanan
(DPJP), perawat, ahli gizi dan petugas kerohanian dalam waktu 24 jam sesudah pasien
masuk rawat inap.
6. Perencanaan yang teliti diperlukan untuk proses asuhan agar mendapat hasil yang
optimal. Pasien dan keluarga diikut sertakan dalam proses perencanaan. Rencana asuhan
pasien dilakukan individual berdasarkan data asesmen awal pasien dan asesmen ulang
periodik untuk menetapkan dan menyusun prioritas pengobatan, prosedur, asuhan
keperawatan dan asuhan lain untuk memenuhi kebutuhan pasien. Setelah staf
mendapatkan data asesmen awal pasien, rencana asuhan dicatat dalam rekam medis
dalam bentuk kemajuan terukur pencapaian sasaran. Kemajuan yang diantisipasi dicatat
atau direvisi sesuai kebutuhan berdasarkan hasil asesmen ulang atas pasien oleh praktisi
pelayanan kesehatan. Rencana asuhan untuk tiap pasien direview dan diverifikasi oleh
DPJP dengan mencatat kemajuannya. Rencana asuhan dikembangkan dalam waktu 24
jam setelah pasien diterima di rawat inap. Asuhan yang diberikan kepada setiap pasien
dicatat dalam rekam medis pasien oleh pemberi pelayanan.
7. Pemberian perintah tertulis pada lembar catatan terintegrasi dalam rekam medis pasien.
Perintah tertulis harus dilakukan pada pelayanan pemberian obat, tindakan medis,
konsultasi medis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan diagnostik imaging, pelayanan
keperawatan, dan terapi nutrisi. Perintah harus tertulis bila diperlukan dan harus
mengikuti kebijakan yang berlaku di Rumah Sakit Thursina. Pada kasus kegawat
daruratan dimana penulisan perintah dapat menghambat petugas dalam memberikan
pertolongan kepada pasien, maka petugas dapat menuliskan perintah setelah menolong
kegawat daruratan pasien. Petugas yang menuliskan perintah tertulis adalah DPJP atau
dokter bangsal yang telah mendapat surat pendelegasian wewenang tersebut. Perintah
tertulis harus mencantumkan tanggal perintah dibuat dan membubuhkan tanda tangan
pemberi perintah.
8. Permintaan pemeriksaan diagnostik imaging dan laboratorium klinis harus menyertakan
indikasi klinis dan alasan pemeriksaan yang rasional agar mendapatkan interpretasi yang
diperlukan oleh DPJP untuk merencanakan asuhan pelayanan pasien selanjutnya.
9. Petugas yang berwenang menuliskan perintah pemeriksaan diagnostik imaging dan
laboratorium klinis adalah DPJP. Dokter jaga dapat memberikan perintah pemeriksaan
diagnostik imaging dan laboratorium klinis apabila ditemukan indikasi kegawatan pada
pasien, namun setelah tindakan dilakukan petugas harus melaporkan ke DPJP.
10. Permintaan tertulis mengenai pemeriksaan diagnostik imaging dan laboratorium klinis
tertulis di lokasi yang seragam di rekam medis pasien untuk membantu terlaksananya
perintah tersebut. Perintah tertulis membantu staf untuk mengerti kekhususan perintah,
kapan harus dilaksanakan dan siapa yang harus melaksanakan. Perintah dapat ditulis
pada suatu lembar perintah yang kemudian dimasukkan ke rekam medis pasien secara
periodik atau pada waktu pemulangan pasien.
11. Tindakan diagnostik dan tindakan lain yang sudah dilakukan harus ditulis dalam rekam
medis pasien. Tindakan tersebut termasuk endoskopi, kateterisasi jantung serta tindakan
invasif lain dan tindakan diagnostik non invasif dan prosedur terapi. Hasil tindakan
diagnostik dan tindakan lain yang sudah dilakukan harus dicatat dalam rekam medis
pasien untuk membantu staf dalam memberikan asuhan pasien.
12. Asuhan dan proses pengobatan merupakan siklus terusan dari asesmen ulang,
perencanaan dan pemberian asuhan, dan asesmen hasil. Pasien dan keluarga diberi
informasi tentang hasil asuhan dan pengobatan yang telah dilakukan oleh staf. Untuk
melengkapi siklus informasi dengan pasien, pasien dan keluarga juga perlu diberitahu
tentang hasil asuhan dan pengobatan termasuk informasi tentang hasil asuhan dan
pengobatan yang tidak diharapkan.
13. Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai variasi
kebutuhan pelayanan kesehatan. Pimpinan rumah sakit mengidentifikasikan pasien dan
pelayanan risiko tinggi meliputi pelayanan kasus emergensi, resusitasi, penanganan,
penggunaan dan pemberian darah dan komponen darah, penggunaan peralatan bantuan
hidup dasar atau pasien yang koma, pelayanan pasien dengan penyakit menular dan
pasien yang daya tahannya direndahkan, pasien yang menggunakan alat penghalang
(restraint) dan asuhan pasien yang diberi penghalang, asuhan pasien usia lanjut, cacat,
anak-anak dan populasi yang berisiko disiksa, pelayanan pasien yang mendapat
kemoterapi atau terapi risiko tinggi. Pimpinan rumah sakit mengembangkan kebijakan
dan prosedur yang dapat dilaksanakan dan diterapkan di Rumah Sakit Thursina.
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk memahami
pasien tersebut dan pelayanannya serta memberi respon yang cermat, kompeten dan
dengan cara yang seragam.
14. Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari
suatu prosedur atau rencana asuhan. Bila ada risiko tersebut, maka dapat dicegah dengan
cara melakukan pelatihan staf. Seluruh staf sudah dilatih dan menggunakan kebijakan
dan prosedur untuk mengarahkan asuhan.
15. Pelaksanaan asuhan pasien gawat darurat diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang
sesuai. Kebijakan dan prosedur harus dibuat secara khusus untuk kelompok pasien yang
berisiko atau pelayanan yang berisiko tinggi, agar tepat dan efektif dalam mengurangi
risiko terkait. Pasien menerima asuhan yang konsisten dengan kebijakan dan prosedur.
Setiap pasien emergensi harus dilakukan asesmen sistem sirkulasi, pernafasan dan jalan
nafas untuk memastikan kebutuhan tindakan resusitasi.
16. Tata laksana pelayanan resusitasi yang seragam diseluruh rumah sakit diarahkan oleh
kebijakan dan prosedur yang sesuai. Pelayanan resusitasi diberikan kepada pasien yang
sesuai indikasi dan dilakukan oleh petugas yang kompeten sesuai dengan kebijakan dan
prosedur. Resusitasi tidak dilakukan jika ada penolakan dari pasien atau keluarga pasien
setelah diberikan informed consent.
17. Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan tranfusi darah atau produk darah bagi pasien
yang membutuhkan. Penanganan, penggunaan dan pemberian darah dan produk darah
diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai. Darah dan produk darah diberikan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur. Tindakan medis pemberian darah dan atau
komponennya dilaksanakan oleh dokter yang memiliki kompetensi atau kewenangan
sesuai peraturan perundangan. Tindakan medis pemberian darah dan atau komponennya
dapat didelegasikan kepada perawat dan bidan yang sudah memiliki kemampuan dan
keterampilan dalam pelayanan tersebut dengan pengawasan dari dokter. Perawatan
tranfusi diberikan secara legal pada kasus : perdarahan hebat, penyakit-penyakit darah,
malnutrisi. Darah donor harus berupa darah sehat dan cocok (dapat diterima) dengan
darah pasien.
18. Penggunaan alat penghalang (restraint) diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang
sesuai dengan rumah sakit. Pelayanan pasien yang menggunakan penghalang (restraint)
dikelola melalui intervensi pasien risiko jatuh. Alat pengikat (restraint) hanya boleh
digunakan pada pasien yang tidak kooperatif atau pasien risiko jatuh tinggi yang dirawat
pada tempat tidur tanpa pengaman. Pasien dengan alat penghalang menerima asuhan
sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku di rumah sakit.
19. Asuhan pelayanan pasien yang rentan, lanjut usia dengan ketergantungan bantuan
diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai dengan rumah sakit serta dilakukan
dengan melibatkan keluarga dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Life). Begitu juga
dengan pasien yang rentan, lanjut usia yang tidak mandiri juga menerima asuhan sesuai
kebijakan dan prosedur yang berlaku di rumah sakit.
20. Asuhan pelayanan pasien anak, anak dengan ketergantungan bantuan dan populasi
pasien dengan risiko kekerasan harus diidentifikasi dan asuhannya diarahkan oleh
kebijakan dan prosedur yang berlaku di rumah sakit. Asuhan pelayanan ini dilakukan
dengan melibatkan keluarga dalam pemenuhan ADL dengan pengawasan intensif dari
petugas agar anak-anak, anak dengan ketergantungan bantuan dan populasi pasien yang
teridentifikasi dengan risiko kekerasan dapat menerima asuhan sesuai dengan kebijakan
dan prosedur yang ada di rumah sakit.
21. Semua bayi dengan ikterus neonatorum dan kadar bilirubin indirek lebih tinggi dari batas
tertentu dilakukan fototerapi
22. Setiap bayi yang beresiko tinggi dan atau mengalami gangguan termoregulasi harus
dirawat dengan incubator bayi
23. Setiap bayi infeksius yang dirawat di kamar bayi harus ditempatkan pada ruang
pengawasan ketat. Untuk bayi non infeksius harus ditempatkan pada ruang pengawasan
sedang.
24. Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler/rutin yang
memadai bagi kondisi kesehatan dan proses pemulihan pasien.
25. Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan makanan dan
dicatat di formulir konsultasi gizi rawat inap.
26. Pasien berpartisipasi dalam perencanaan dan seleksi makanan, dan keluarga pasien
dapat, bila sesuai, berpartisipasi dalam menyediakan makanan, konsisten dengan budaya,
agama dan tradisi dan praktek lain. Berdasarkan asesmen kebutuhan pasien dan rencana
asuhan, DPJP atau pemberi pelayanan lainnya yang kompeten memesan makanan atau
nutrien lain yang sesuai bagi pasien. Pemesanan diet gizi didasarkan atas status gizi dan
kebutuhan pasien.
27. Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan kondisi dan
pelayanannya.
28. Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien, mereka diberikan
edukasi tentang pembatasan diet pasien, makanan yang dilarang/ kontra indikasi dengan
kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat dengan
makanan.
29. Penyiapan makanan, penyimpanan dan distribusi harus dimonitor untuk memastikan
keamanan dan sesuai dengan undang-undang, peraturan dan praktek terkini yang dapat
diterima. Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi resiko kontaminasi
dan pembusukan. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
30. Makanan didistribusikan kepada pasien secara tepat waktu sesuai yang telah ditetapkan.
Begitu juga untuk memenuhi permintaan khusus dari pasien seperti jenis makanan
tertentu, ahli gizi harus tetap menyesuaikan sesuai dengan kondisi kesehatan pasien serta
melakukan konfirmasi kepada DPJP terkait permintaan dari pasien tersebut. Bila perlu,
pasien dan keluarga di re-edukasi dalam pemberian terapi gizi.
31. Praktek pelaksanaan pelayanan gizi harus memenuhi peraturan dan perundangan yang
berlaku.
32. Pada asesmen awal, pasien diperiksa untuk mengidentifikasi adanya risiko nutrisi. Pasien
ini akan dikonsulkan ke ahli gizi untuk asesmen lebih lanjut. Pasien dengan resiko nutrisi
mendapat terapi nutrisi dan ada proses yang menyeluruh untuk merencanakan,
memberikan serta memonitor terapi nutrisi. Respon pasien terhadap terapi nutrisi
dimonitor dan dicatat direkam medisnya. Dokter, perawat dan ahli gizi serta keluarga
pasien bekerjasama merencanakan dan memberikan terapi gizi.
33. Rasa nyeri merupakan pengalaman umum seorang pasien. Nyeri yang tidak teratasi
mengakibatkan efek tidak diharapkan secara fisik dan psikologis. Hak pasien untuk
mendapatkan asesmen dan pengelolaan nyeri dihargai dan dibantu. Berdasarkan lingkup
pelayanan yang diberikan pada pasien, rumah sakit mempunyai prosedur untuk
mengidentifikasi pasien yang kesakitan. Pasien yang kesakitan mendapat asuhan sesuai
pedoman manajemen rasa nyeri. Asesmen dan manajemen rasa nyeri meliputi
identifikasi pasien yang kesakitan pada waktu asesmen awal dan asesmen ulang, pasien
yang kesakitan mendapat asuhan sesuai pedoman manajemen nyeri. Berdasarkan lingkup
pelayanan yang diberikan, rumah sakit menjalankan proses untuk berkomunikasi dan
mendidik pasien dan keluarga tentang rasa nyeri dan gejalanya dalam konteks pribadi,
budaya dan kepercayaan agama masing-masing. Rumah sakit juga menjalankan proses
untuk mendidik staf rumah sakit yang terkait tentang rasa nyeri secara berkala.
34. Semua pasien yang dilayani di rumah sakit dilakukan pengkajian nyeri. Pengkajian nyeri
dilakukan oleh staf medis dan paramedik yang kompeten dengan menggunakan
instrumen yang sesuai dengan umur dan tingkat kesadaran pasien. Pengkajian ulang
nyeri dilakukan setiap pengkajian tanda vital pasien dan pada pasien yang mengeluh
nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun) atau sesuai jenis dan onset
masing-masing jenis obat, pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum
transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
35. Pengelolaan nyeri pasien dilakukan oleh staf medis dan paramedik yang kompeten.
Pengelolaan nyeri diberikan dalam bentuk terapi farmakologis, terapi non farmakologis
serta pemberian edukasi tentang nyeri kepada pasien dan keluarga.
36. Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk dilayani
dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf medis harus memahami
kebutuhan pasien yang unik pada akhir kehidupan. Oleh karena itu, Rumah Sakit
memberikan pelayanan tahap terminal sesuai dengan kebutuhan pasien yang akan
meninggal serta kualitas asuhan akhir kehidupan dievaluasi oleh staf medis dan keluarga
pasien. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek
asuhan selama stadium akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit
seperti pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan
keluarga, penyampaian isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ, menghormati
nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya dan mengikutsertakan pasien dan
keluarganya dalam semua aspek pelayanan serta memberi respon pada masalah-masalah
psikologis, emosional, spiritual dan budaya dari pasien dan keluarganya.
37. Rumah Sakit memastikan pemberian asuhan yang tepat bagi mereka yang kesakitan atau
dalam proses kematian. Pasien dalam fase terminal diberikan motivasi dan bimbingan
spiritual secara islami untuk meningkatkan kenyamanan dan kehormatannya. Selain itu,
diberikan pula intervensi untuk mengurangi rasa nyeri dan gejala primer atau sekunder,
dan mencegah gejala-gejala dan komplikasi sejauh yang dapat diupayakan. Asuhan yang
diberikan mengikutsertakan pasien dan keluarga meliputi aspek psikososial, emosional
dan kebutuhan spritual pasien dan keluarga dalam hal menghadapi kematian dan
kesedihan. Intervensi yang ditujukan kepada pasien dan keluarga didasarkan pada
agama/ kepercayaan dan budaya. Pasien dan keluarga terlibat dalam mengambil
keputusan terhadap asuhan.

Duri, September 2015


Direktur,

dr. Resfaldi Putra


NIK 0212002

Anda mungkin juga menyukai