Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329625105

KONSEP PENGELOLAAN KAWASAN LEMBAH GIRITIONTRO DAN KARST


GUNUNGSEWU

Conference Paper · November 2011

CITATIONS READS

0 27

1 author:

Eko Haryono
Universitas Gadjah Mada
64 PUBLICATIONS   108 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Carbon Cycle in Karst View project

Paleohidrogrphy and speleogenesis in Wonosari Basin View project

All content following this page was uploaded by Eko Haryono on 13 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional dan PIT IGI XIV, Singaraja, 11-12 November 2011 618

KONSEP PENGELOLAAN KAWASAN LEMBAH


GIRITIONTRO DAN KARST GUNUNGSEWU
Eko Haryono
Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM

Kemungkinan Lembah Giritontro pada khususnya dan Kawasan Karst


Gunungsewu pada umumnya akan dijadikan kawasan perlindungan alam telah
diwacanakan oleh berbagai pihak. Bebarapa bentuk perlindungan yang pernah
diusulkan antara lain adalah taman nasional (Anonim, 2002), taman lansekap
(Haryono, 2001), dan warisan dunia (Anonim, 2001). Sebagai suatu kawasan yang
peka terhadap kerusakan lingkungan dan terus mendapatkan tekanan penduduk,
Lembah Giritontro dan kawasan Karst Gunungsewu pada umumnya memang mutlak
memerlukan upaya-upaya konservasi atau perlindungan, sehingga pemanfaatan yang
ada diharapkan dapat menjamin kelestarian sumberdaya yang ada di dalamnya.
Pentingnya konservasi atau perlindungan karst telah disadari masyarakat
internasional sejak diketahui bahwa karst merupakan kawasan yang sangat peka
terhadap kerusakan lingkungan. Kesadaraan tersebut secara formal ditunjukkan
dengan diterbitkan buku Guideline for Cave and Karst Protection oleh World
Commission on Protected Area (WCPA) pada tahun 1997. Walaupun agak terlambat,
kesadaran tentang konservasi karst di Indonesia juga telah mewarnai kebijakan
Pemerintah Pusat, yaitu dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral No 1456 K/20/MEM/2000. Secara politis, kesadaran ini juga
ditunjukkan dengan dicanangkannya Kawasan Karst Gunungsewu sebagai kawasan
konservasi dalam program 100 hari presiden Susilo Bmbambang Yudoyono.
Keputusan-keputusan Menteri ESDM tentang penetapan kawasan karst juga telah
diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum tentang kawasan karst di Pulau
Jawa.
Terkait dengan upaya konservasi tersebut, tulisan ini berusaha memaparkan
serba singkat bebarapa konsep tentang pengelolaan Kawasan yang dilindungai.
Uraian akan dimulai dengan konsep dan prinsip geokonservasi, dilanjutkan dengan
kategori perlindungan alam dan budaya serta penerapannya di kawasan karst. Pada
bagian akhir, makalah ini akan menguraikan bagaimana rekomendasi pengelolaan
Lembah Giritontro khususnya dan Kawasan Gunungsewu pada umumnya.
Konsep dan Prinsip Geokonservasi

Geokonservasi merupakan pendekatan untuk pengelolaan/konservasi


geodiversitas dalam hal nilai intrinsik, ekologis, dan nilai warisan (heritage value).
Seminar Nasional dan PIT IGI XIV, Singaraja, 11-12 November 2011 619

Tujuan dari geokonservasi dalam hal ini adalah untuk a) memelihara geodiversitas
dan b) memelihara keberlangsungan proses alamiah. Geodiversitas dalam hal ini
diartikan sebagai keragaman geologi (bedrock), geomorfologi (landform) dan tanah,
assemblages, sistem, dan proses (Sharples, 1997 dalam Anonim, 1998). Terdapat dua
kelompok besar obyek yang pada umumnya menjadi obyek geokonservasi, yaitu 1)
relict atau fosil dari batuan, bentuklahan, atau tanah yang terbentuk oleh proses masa
lalu yang tidak aktif lagi dan 2) obyek dari batuan, bentuklahan, atau tanah yang
proses perkembangannya masih berlangsung.
Nilai intrinsik atau existence value adalah pentingnya suatu singkapan batuan,
benktuklahan, dan tanah dalam mewakili suatu tipe batuan, bentuklahan, atau tanah.
Kepentingan ini tidak terkait dengan kepentingan pemanfaatan oleh manusia, dengan
kata lain nilai intrisik bukanlah merupakan antropocentric judgment. Nilai ekologis
atau sering disebut dengan nilai proses alamiah adalah kepentingan obyek yang
dikonservasi dalam menjaga keberlangsungan sistem dan proses ekologis. Dengan
kata lain nilai ekologis diartikan sebagai kepentingan dalam hal menjaga
keberlangsungan proses geologi, geomorfologi, dan pedologi, tetapi juga menjaga
keberlangsungan proses biologis yang tergantung pada ketiga sistem fisik tersebut.
Heritage value atau nilai antroposentrik merupakan manfaat langsung dari batuan,
bentuklahan, tanah untuk manusia (Anonim, 1998) . Manfaat tersebut antara lain
adalah dalam hal:
a. menyediakan bukti-bukti ilmiah dari proses masa lalu atau kehidupan di
bumi,
b. tempat untuk penelitian dan pendidikan,
c. tempat untuk rekreasi dan wisata, dan
d. tempat umtuk aktivitas spiritual.
Penetapan nilai suatu obyek untuk tujuan geokonservasi haruslah didasarkan
pada kriteria yang jelas. Walaupun kriteria penetapan tidaklah baku, namun
penilaian/penetapan paling tidak harus mempertimbangkan dua hal sebagai berikut:
a. kepentingan obyek dalam mewakili obyek geologi, geomorfologi, atau tanah
hasil proses masa lalu maupun masa kini, dan
b. sumbangan obyek dalam memberikan watak wilayah sekitarnya (Rosergren
dan Petersen, 1989)
Penilain kepentingan suatu obyek untuk dikonservasi dalam hal ini dapat dililai
melalui pertimbangan sebagai berikut (Anonim, 1998).
Kepentingan Tinggi, bila suatu obyek merupakan contoh terbaik dari suatu tipe
batuan, bentuklahan, atau tanah dalam suatu georegion dan atau memerlukan
upaya perlidungan yang mendesak agar dapat menjamin keberlangsungan
proses ekologi yang ada.
Seminar Nasional dan PIT IGI XIV, Singaraja, 11-12 November 2011 620

Kepentingan Sedang, merupakan contoh dari suatu tipe batuan, bentuklahan, atau
tanah dalam suatu georegion tetapi kualitasnya termasuk kategori menengah
dibandingkan dengan obyek yang sama ditempat lain dan atau upaya
perlindungan tidak begitu mutlak diperlukan.
Kepentingan Rendah, contoh yang kurang baik dari suatu tipe batuan, bentuklahan,
tanah dalam suatu georegion dan atau tidak penting dalam keberadaannya
dalam menjaga keberlangsungan proses ekologi yang ada.
Kepentingan Tidak Diketahui bila tidak diketahui atau tidak terdapat data atau contoh
lain dari suatu obyek yang dinilai untuk diperbandingan dalam suatu
georegion.

Kategori Perlidungan Alam dan Budaya, Penerapannya di Kawasan Karst


Kawasan perlindungan (protected area), menurut hasil rumusan Kongres IV
mengenai taman nasional dan kawasan perlindungan tahun 1992, didefinisikan
sebagai
An area of land/or sea especially dedicated to the protection and
maintenance of biological diversity, and of natural and associated cultural
resources, and managed throug legal of other effective means.
Adapun tujuan dari pengelolaan kawasan perlindungan adalah untuk kepentingan 1)
penelitian ilmiah, 2) perlindungan hutan, 3) preservasi spesies and keanekaragaman
genetik, 4) pemeliharaan jasa lingkungan, 5) perlindungan fenomena alam dan
budaya, 6) wisata dan rekreasi, 7) pendidikan, 8) penggunaan berkelanjutan dari
sumberdaya di ekosistem alami, dan 9) pemeliharaan atribut budaya dan tradisi
(IUCN, 1994). Adapun kategori kawasan perlindungan dibedakan menjadi:

I . Perlindungan mutlak (contoh Strict Nature Reserve/Wildernes Area),


II. Konservasi ekosistem dan rekreasi (contoh Taman Nasional),
III. Konservasi fenomena alam (contoh Monumen Alam),
IV. Konservasi melalu pengelolaan aktif (contoh Kawasan pengelolaan
habitat/spesies),
V. Konservasi bentang darat dan bentang laut (contoh Kawasan Perlindungan
Bentang Darat/Bentang Laut),
VI.Penggunaan berkelanjutan dari ekosistem alami (contoh Managed Resource
Protected Area). Secara singkat tujuan pengelolaan setiap kategori kawasan
perlindungan ditunnjukkan pada Tabel 1.
Seminar Nasional dan PIT IGI XIV, Singaraja, 11-12 November 2011 621

Tabel 1. Matrik dari Tujuan Pengelolaan setiap Kategori Kawasan Perlindungan


Tujuan Pengelolaan Ia Ib II III IV V VI
Penelitian ilmiah 1 3 3 3 3 3 3
Perlindungan hutan 2 1 2 3 3 - 2
Preservasi species and keanekaragaman 1 2 1 1 1 2 1
genetik
Pemeliharaan jasa lingkungan 2 1 1 - 1 2 1
Perlindungan fenomena alam dan budaya - - 2 1 3 1 3
Wisata dan rekreasi - 2 1 1 3 1 3
Pendidikan - - 2 2 2 2 3
Penggunaan berkelanjutan dari sumberdaya di - 3 3 - 2 2 1
ekosistem alami
Pemeliharaan atribut budaya dan tradisi - - - - - 1 2
Sumber: IUCN, 1994
Ket : 1) Tujuan utama, 2) Tujuan sekunder, 3) Tujuan yang berpotensi diaplikasikan
-) Tidak dapat diterapkan

Kategori ini merupakan revisi dari katergori sebelumnya yang dikenal dengan
Sistem 1978 dengan jumlah kategori 10. Kategori I hingga V pada sistem yang baru
sama dengan Sistem 1978, sedangkan Kategori VI merupakan tambahan. Adapun
kategori yang dihilangkan adalah Katergori VI-VIII, yiatu Cagar Sumberdaya, Cagar
Budaya, dan Kawasan Pengelolaan Manfaat Ganda. Kategori IX dan X dari sistem
1978 yang berupa Cagar Biosfer dan Taman Warisan Dunia masih digunakan tetapi
digunakan sebagai daftar (list) kawasan perlindungan yang ditetapkan oleh
UNESCO. Daftar ini dapan mencakup ke enam kaategori yang ada.
Kawasan perlindungan khusus di Indonesia diatur dalam Keputusan Presiden
RI No 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Kawasan lindung
menurut Kepres 32 Tahun 1990 adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian linkungkungan hidup yang mencakup sumber alam,
sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan kawasan lindung diartikan sebagai upaya
penetapan, pelestarian, dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung. Pengelolaan
kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan
hidup. Adapan sasaran pengelolaan kawasan lindung adalah: 1) meningkatkan fungsi
lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya
bangsa; 2) mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem, dan
Seminar Nasional dan PIT IGI XIV, Singaraja, 11-12 November 2011 622

keunikan alam. Kategori kawasan lindung menurut Kepres 32 tahun 1990 dirangkum
dalam Tabel 2.
Penetapan kawasan karst sebagai kawasan perlindungan telah banyak
dilakukan di banyak negara. Namun dalam banyak kasus, perlindungan yang ada
tidak dimaksudkan secara lansung untuk perlindungan karst, tetapi lebih ditekankan
untuk perlindungan sumberdaya hayati yang ada di atasnya. Kategori yang
digunakan sebagian besar adalah taman nasional. Hal ini dapat dimengerti mengingat
pengetahuan tentang perlindungan kawasan karst baru diketahui belakangan, jauh
setelah kesadaran tentang konservasi sumberdaya hayati. Kasus semacam ini juga
terjadi di Indonesia, seperti Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi-
Jawa Timur. Beberpa kawasan karst yang ditetapkan sebagai taman nasional di
antaranya adalah Taman Nasional Bohol-Pilipina, Taman Nasional Gunung Mulu-
Malasya, Taman Nasional Kalk Alpen- Austria, Taman Nasional Mamooth Cave-
Amerika Serikat, Taman Nasional Chiquibul-Belize, dan Taman Nasional Agtelek-
Hungaria (Day, 2000; Urich dkk, 2001; http://whc.unesco.org/en)
Waluapun menggunakan kategori taman nasional, sebagian besar pengelolaan
di taman-taman nasioanal yang tersebut di atas saat ini juga dimaksudkan untuk
perlindungan bentang darat, seperti gua, ngarai karst, tinggalan budaya yang ada di
dalamnya. Katergori lain yang biasanya diterapakan untuk perlindungan karst adalah
perlindungan yang dimaksudkan khusus untuk perlindungan bentang darat. Contoh
untuk kateogri ini adalah Monumen Nasional Moon Cave (Belize), dan Museum
Waitomo (New Zeland).
Beberapa kawasan perlindungan tersebut, seperti Taman Nasional Gunung
Mulu (Malasya), Tanaman Nasional Halong Bay (Vietnam), Taman Nasional
Aggtelek (Hongaria-Slowakia), Taman Nasional Mamooth Cave (AS), Choranche
Caves (Prancis) bahkan telah ditetapkan sebagai warisan dunia (Gauchon dkk, 2006,
whc.unesco.org/en). Taman Nasional Gunung Mulu ditetapkan sebagai warisan duni
pada Tahun 2000. Kawasan ini mempunyai nilai kepentingan dalam hal keaneka-
ragaman hayati yang melimpah dan fenomena karst yang spektakuler. Justifikasi
yang digunakan adalah keterdapatan gua karst yang terkonsentrasi di Formasi
Melinau yang mempunyai kondisi geomorfologi dan struktural yang dapat digunakan
dalam memahami sejarah bumi. Gua-gua di Mulu sangat penting dalam hal
menampilkan kenamapakan klasik dari kondisi geomorfologi bawah tanah yang
terbentuk selama 1,5 juta tahun. Doline runtuhan dapat dijumpai di Gunungmulu.
Seminar Nasional dan PIT IGI XIV, Singaraja, 11-12 November 2011 623

Tabel 2. Kategori Kawasan Lindung di Indonesia yang Diatur dalam Kepres 32 Tahun 1990
Kategori Kawasan Lindung Macam Kawasan Kriteria
Lindung
Kawasan yang memberikan Kawasan Hutan Lindung a. Kawasan Hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175,
perlindungan kawasan dan/atau;
bawahannya b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih dan/atau
c. Kawasan Hutan yang mempunyai ketinggian diatas permukaan laut 2.000 meter atau lebih
Kawasan Bergambut Tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat dibagian hulu sungai dan rawa
Kawasan Resapan Air kawasan dengan curah hujan yang tinggi, struktur tanah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu
meresapkan air hujan secara besar-besaran
Kawasan Perlindungan Sempadan Pantai Daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100
setempat meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat
Sempadan Sungai a. Sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang
berada diluar pemukiman.
b. Untuk sungai di kawasan pemukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun
jalan inspeksi antara 10 - 15 meter.
Kawasan Sekitar Bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 - 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat
Danau/Waduk.
Kawasan Sekitar Mata Air sekurang-kurangnya dengan jarijari 200 meter di sekitar mata air
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Suaka Alam Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan plasma
Cagar Budaya nutfah dan daerah pengungsian satwa
Kwasan Suaka Alam Laut Kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang
dan perairan lainya mempunyai ciri khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem
Kawasan Pantan Berhutan Kawasan dengan jarak minimal 130 kali nilai ratarata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan
Bakau diukur dari garis air surut terendah kearah darat.
Taman Nasional, Taman Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tunbuhan dan satwa yang beragam, memiliki arsitektur
Hutan Raya dan Taman bentang alam yang baik dan memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata.
Wisata Alam
Kawasan Cagar Budaya Tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan
dan Ilmu Pengetahuan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Kawasan Rawan Bencana Kawasan yang diidetifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung
Alam berapi, gempa bumi, dan tanah longsor.
Seminar Nasional dan PIT IGI XIV, Singaraja, 11-12 November 2011 624

TN Gunung Mulu dengan ngarai-ngarai yang dalam, sungai, pegunungan dengan


hutan tropis menampilkan pemandangan yang spektakuler. TN Gunung Mulu juga
merupakan tempat untuk mempelajari teori tentang evolusi fauna gua. Gunung Mulu
merupakan habitat alami dari keanekaragaman satwa baik di atas maupun di bawah
tanah, mempunyai jenis spesies endemis yang melimpah, termasuk di dalamnya adalah
menjadi lokasi terkaya spesies palm.
TN Halong Bay ditetapkan sebagai warisan dunia pada tahun 1994. Kriteria yang
digunakan untuk penetapannya adalah keindahan panorama bukit-bukit menara karst di
perairan Teluk Tonkin dan sebagai contoh dari fenomena geomorfologi dan fisiografi
berserta proses-proses geologi yang ada. Taman Nasional Aggtelek di Hungaria dan
Slowakia ditetapkan sebagai warisan dunia sejak tahun 1995. Fenomena utama yang ada
di TN Aggletek adalah gua dengan segala ornamen yang ada di dalamnya. Wilayah
perlindungan meliputi 712 gua yang berada di iklim sedang. TN Mamooth Cave (AS)
ditetapkan sebagai warisan dunia sejak tahun 1981. Obyek utama yang berada di
Mamooth Cave adalah jaringan gua yang diketahui sebagai jaringan gua terluas di
Amerika Serikat. Jaringan gua yang telah disurvei mencapai panjang 560 km dan
dianggap sebagai contoh dari bentuklahan formasi batugamping. Kawasan karst
Mamooth Cave juga merupakan habitat dari satwa yang terancam dari kepunahan.

Rekomendasi Pengelolaan Lembah Giritontro Khususnya


dan Kawasan Gunungsewu
Kategori Pengelolaan
Pengelolaan Lembah Giritontro haruslah menjadi satu kesatuan dalam kerangka
pengelolaan Kawasan Karst Gunungsewu. Pengelolaan dalam hal ini harus dalam satu
kerangka yang mengacu pada salah satu kategori atau beberapa kategori secara bersama-
sama yang telah diatur dalam Kepres 32 tahun 1990 atau kategory yang ditetapkan oleh
IUCN (1994). Dengan demikian arah dan tujuan pengelolaan akan lebih jelas dan
efektit. Sebelum didaftarkan menjadi warisan dunia beberapa bagian dari kawasan Karst
Gunungsewu termasuk di dalamnya Lembah Giritontro harus ditetapkan sebagai satu
kategori tersebut di atas. Dokumen rencana pengelolaan dan kelembagaannya juga harus
disusun terlebih dahulu. Tanpa didahului oleh upaya tersebut menjadi sangat mustahil
dapat didaftarkan menjadi warisan dunia.
Pilihan kategori dalam hal ini harus sesuai dengan karakteristik Kawasan Karst
Gunungsewu dan tujuan pengelolaannya. Fenomena yang dapat diangkat sebagai
unggulan di Karst Gunungsewu meliputi : bentuklahan dan proses pembentukannya,
stratigrafi, dan arkeologi. Bentuklahan karst Gunungsewu mempunyai tingkat
Seminar Nasional dan PIT IGI XIV, Singaraja, 11-12 November 2011 625

kepentingan tinggi untuk dikonservasi karena morfologi bukit karst Gunungsewu


merupakan pewakil dari tipe karst tropis dan sudah dikenal secara internasional sebagai
Tipe Gunungsewu. Bentuklahan tersebut merupakan hasil proses geologi.geomorfologi
tyang telah berlansung selama lebih kurang dua juta tahun. Fisiografi yang ada juga
dapat digunakan sebagai obyek atau rekaman sejarah pembentukan bumi sejak Jaman
Miosen (65 juta tahun). Karst Gunungsewu secara arkeologis juga mempunyai
kepentingan yang tinggi karena kawasan ini pernah menjadi hunian manusia purba.
Bahkan kawasan ini telah memberikan kontribusi yang penting dalam teori-teori
arkeologi kawasan Asia Tenggara (Yuwono, 2006, Komunikasi Personal). Dengan
demikian tujuan pengelolaan yang sesuai untuk Kawasan Karst Gunungsewu adalah
1) penelitian ilmiah,
2) pemeliharaan jasa lingkungan,
3) perlindungan fenomena alam dan budaya,
4) wisata dan rekreasi,
5) pendidikan,
6) penggunaan berkelanjutan dari sumberdaya di ekosistem alami, dan
7) pemeliharaan atribut budaya dan tradisi

Mengacu pada tujuan tersebut maka alternatif kateogri yang dapat ditetapkan adalah:
Kategori III. Konservasi fenomena alam (Monumen Alam), atau
Kategori V. Kawasan Perlindungan Bentang Darat.

Lokasi Kawasan Perlindungan


Lokasi kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan perlindungan haruslah
jelas. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah seluruh kawasan Karst
Gunungsewu akan dijadikan kawasan perlindungan seluruhnya atau hanya sebagian
kawasan saja? Jika sebagian kawasan, bagian kawasan manakah yang harus dijadikan
kawasan perlindungan/konservasi? Mempertimbangkan luasnya kawasan Karst
Gunungsewu, pemanfaatan yang ada, dan banyaknya penduduk yang tinggal di
dalamnya, memilih hanya sebagian kawasan kemungkinan akan menjadi pilihan terbaik.
Lokasi yang dapat dinominasikan menjadi kawasan perlindungan adalah:
1. Kawasan di sepanjang lembah Sungai Baksoko dan kompleks Gua Tabuan,
Terus, hingga Gua Gong, Luweng Jaran, dan Luweng Ombo. Fenemena yang
menonjol di kawasan ini adalah tinggalan Budaya Pacitanian (Simanjutak, 2002)
Seminar Nasional dan PIT IGI XIV, Singaraja, 11-12 November 2011 626

dan gua beserta ornamennya. Secara administrasi kawasan ini berada di


Kabupaten Pacitan.
2. Lembah Giritontro. Fenomena yang ditonjolkan di kawasan ini adalah
geomorfologi dan geologi. Sebagian kawasan ini berada di Kabupaten Wonogiri.
3. Kawasan Bedoyo dan sekitarnya. Fenomena yang menonjol di lokasi ini adalah
bukit-bukit yang dapat digunakan sebagai wakil yang paling ideal dari tipe
Gunungsewu, kawasan ini juga menjadi daerah tangkapan air sungai bawah
tanah Bribin. Kawasan ini berada di Kabupaten Gunungkidul.
4. Kawasan Mulo hingga Kalisuci, Jomblang, dan Grubug. Fenomena yang
menonjol dalam kawasan ini adalah sungai bawah tanah, lembah buta, dan sistem
perguaan. Kawasan ini berada di Kabupaten Gunungkidul

Rekomendasi Rencana Tindak


Agar kawasan Karst Gunungsewu umunya dan Lembah Giritontro khusunya
dapat menjadi warisan dunia tidak hanya sekedar wacana, maka perlu segera dilakukan
tindakan nyata. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah sebagari berikut:
1. Menggali aspirasi semua stake holders terutama masyarakat yang tinggal di
rencana kawasan yang akan dipilih. Upaya ini penting untuk dilakukan agar
lokasi rencana kawasan perlindungan di masa mendatang tidak banyak
menimbulkan konflik, sebaliknya diharapkan peran serta masyarakat dapat lebih
aktif dalam pengelolaan.
2. Penetapan kawasan perlindungan, pemetaan, dan inventarisasi tingkat detil. Hal
ini penting dilakukan agar dapat disusun rencana pengelolaan yang sesuai dengan
karakteristik dan permasalahan yang ada di rencana kawasan perlindungan.
3. Penyusunan rencana pengelolaan. Rencana pengelolaan mutlak diperlukan agar
dalam melakukan perlindungan atau konservasi dapat terarah.
4. Pembentukan kelembangaan dan peraturan. kelembagaan dalam hal ini dapat
baru atau penguatan lembaga yang ada dengan pelibatan stake holders. Peraturan
diperlukan untuk mendapatkan tentang kepastian hukum, sedangkan
kelembagaan mutlak diperlukan sebagai pelaksana rencana pengelolaan.
5. Apabila keempat hal tersebut dapat dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah
mendaftarkan kawasan perlindungan di Karst Gunungsewu menjadi warisan
dunia.
Seminar Nasional dan PIT IGI XIV, Singaraja, 11-12 November 2011 627

Daftar Pustaka
Anonim, 1998, Concepts and Principles of Geoconservation, Park and Wildlife Service, Tasmania
Anonim, 2001, Report for 2001 Cave and Karst Protection Meeting, Mulu-Sarawak.
Anonim, 2002, Rencana Detil Tata Ruang Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul, Bappeda GK-Fak.
Geografi UGM, Yogyakarta
Day M., 1996, Conservation of Karst in Belize, Journal of Cave and Karst Studies 58(2):139-144.
Gauchon C., Ployon E., Delannoy J.J., Hacquard S., Hobleas F., Jaillety T., Dan Perrette V., 2006, The
Concepts Of Heritage And Heritage Resource Applied To Karsts: Protecting The Choranche
Caves (Vercors, France), Acta Carsologica, 35/2, 37–46.
Haryono, 2001, Konservasi Kawasan Karst, Seminar Pemberdayaan Sumberdaya Wilayah Kabupaten dan
Kota untuk Pengembangan Ekonomi Kerakyakatan dalam Memasuki Otonomi Daerah
dalam Rangka Dies Natalis Fakultas Geografi UGM, Fakultas Geografi, Yogykarta.
IUCN, 1994, Guidline for Protected Area Management Categories, CNPPA with the assitance of WCMC,
IUCN, gland, Switzerland and Cambride, UK
MacKinon J, Makinon K., Child G., Thorsel J., 1993, Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah
Tropika, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Rosengren, N.J., dan Petersen, J.A., 1989, Heritage values and the geological and geomorphological
significance of the Australian Alpine Zone, dalam Good, R. (ed), The Scientific Significance
of The Australian Alps, 187-204.
Simanjutak T., 2002, Gunungsewu in Prehistoric Times, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Urich P., Day M.J., Lynagh F., 2001, Policy and Practice in Karst Landscape Protection: Bohon, the
Philippines, The Geographical Journal, 167(4), 305-323
WCPA, 1997, Guideline for Cave and Karst Protection, The World Conservation Union.
World Heritage Committee, Operational Guideline for The Implementation ot The World Heritage
Convention, UNESCO

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai