Anda di halaman 1dari 3

Batu-bata

Gambar 1. Reruntuhan Bangunan Kota Jericho


sumber: http://hidabroot.org/

Mungkin banyak yang mengira jika batu-bata ditemukan dan dikembangkan saat masa-masa
modern. Padahal keberadaan batu-bata sebagai material bangunan telah dikenal sejak 8000
SM oleh bangsa Mesopotamia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya batu-bata sebagai
material pada reruntuhan bangunan-bangunan di pemukiman kuno di kota Jericho. Pada masa
–masa tersebut, bata dikembangkan sebagai alternatif material menggantikan batu karena lebih
ringan, murah, dan mudah dibentuk. Karena keunggulannya, teknologi dalam membuat batu
bata terus dikembangkan. Dari yang awalnya hanya memanfaatkan tanah liat yang dibentuk
manual lalu dikeringkan dibawah sinar matarahari, hingga menggunakan metode cetakan
dengan mesin dan pembakaran dalam tungku. Pengembangan dari pembuatan batu bata terus
berlangsung dan pengetahuannya menyebar hingga ke berbagai belahan dunia. Di indonesia
sendiri, batu bata sebenarnya telah dikenal sejak jaman kerajaan majapahit, Namun
penggunaannya makin meningkat dan luas saat masa kolonial.

Kehadiran batu bata dalam dunia konstruksi membangun bukan hanya sebagai material untuk
dirakit. Lebih jauh lagi, pengetahuan yang hadir bukan hanya sekedar pengetahuan
mengkonstruksi bata, namun juga mendorong berkembangnya seni mengkonstruksi bata atau
lebih dikenal dengan tektonika bata.

Konstruksi bata pada dasarnya berupa kegiatan menyusun yang berupa pelapisan dan
penjejeran hingga didapat lempengan masif berupa tembok. Pada konstruksi, tumpukan-
tumpukan dari bata seringkali tersusun atas warna yang berbeda beda, ada yang terbakar
hingga berwarna terlalu gelap, ada pula yang berwarna cerah. Lapisan demi lapisan ini
menghasilkan rona warna yang muncul secara alami, acak namun khas. Hal ini merupakan
contoh sederhana dari tektonika.
Gambar 2. Pengkonstruksian bata
sumber: http://gluedideas.com

Pengetahuan konstruksi bata yang bayak berkembang di indonesia merupakan konstruksi bata
yang berasal dari Eropa. Dalam ilustrasi konstruksi bata Eropa (gambar 2), pasangan bata yang
disusun diatas lubang tembok (rollag) dan berbeda dengan tembok disekitarnya sesungguhnya
hadir karena masalah struktur, namun pada penyelesaiannya tidak hanya mempertimbangkan
masalah struktur melainkan soal estetikanya pula, sehingga hadirlah susunan seperti pada
gambar sebagai hubungan antara keduanya. Disini, tektonika hadir sebagai bagian dari
konstruksi. Dengan keahlian artistik dari perancang, solusi-solusi struktur tersebut dapat
dijadikan perwajahan bangunan maupun aksen. Penggubahan bangunan bukan hanya sekedar
merakit, namun juga memiliki sisi artistik yang hadir bersamaan didalamnya.

Gambar 3. Penjorokan pada candi


sumber: http:// http://media.rooang.com

Tektonika bata juga ditemukan pada arsitektur bali, Bebadungan. Hal yang perlu dipahami
dalam tektonika ini adalah dalam tektonika bebadungan kemampuan konstruksi bukan lagi
menjadi hal yang paling utama, karena sudah menjadi kewajiban untuk ditangani. Hal yang
menjadi perhatian adalah upaya yang diperlukan untuk menghadirkan variasi konstruksi
sehingga tampilannya menjadi indah dan mempesona.

Salah satu teknik yang dikenal dalam Bebadungan adalah teknik penjorokan. Kesadaran akan
komposisi yang sangat baik dibutuhkan pada teknik penjorokan. Batu-bata disusun seakan
menindih lempeng lainnya, membuat kesan terdapat pelapisan bertumpuk, menghadirkan
variasi kedalaman yang terlihat seperti pahatan relief pada kejauahan. Teknik ini
memungkinkan pengurangan bagian batubata yang harus dibuang pada seperti yang dilakukan
pada teknik pemahatan. Energi tukang dapat direduksi karena tidak perlu memahat dan
material pun dapat dikurangi. Tektonika bebadungan memanipulasi tembok bata agar tidak lagi
polos dan rata dengan cita rasa artistik dari perancangnya.

Penerapan konstruksi yang melibatkan tektonika bata menghasilkan konstruksi bata yang lebih
dari sekedar konstruksi material namun juga memiliki keindahan yang terbentuk dari material itu
sendiri. Tektonika bata yang hadir membuat pekerjaan sebidang tembok bata tidak hanya
semata-mata sebagai kerja dari teknologi konstruksi, tetapi juga sebuah bentuk apresiasi
kepada pekerjaan tukang yang mengkonstruksi bata, yang mewujudkan cita rasa artistik dari
perancang. Tektonika bata memperlihatkan sebuah bentuk kepercayaandan penghargaan yang
diberikan oleh perancang kepada tukang akan kepiawaiannya dalam menyusun bata. Sebuah
bentuk kerjasama yang hadir pada porsinya masing-masing untuk menghadirkan sesuatu yang
menawan.

Sumber:

Brick Architecture. The History of Bricks and Brickmakin. https://brickarchitecture.com/about-


brick/why-brick/the-history-of-bricks-brickmaking (diakses 8 September 2017)

Prijotomo, Josef. 2010. Tektonika Bebadungan di Arsitektur Bali. Jurnal NALARs Volume 9
Nomor 2 hal. 83-102

Reporter: LS

Note: ka, judulnya gatau. Heheeee sama minta tolong dibenerin kalo ada yg kurang.

Anda mungkin juga menyukai