Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

1. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah
dan pola dari stimulasi yang mendekat yang diprakarsai secara internal atau eksternal
disertai dengan suatu pengurangan berlebihan-lebihan, distorsi atau kelainan berespon
terhadap setiap stimulus (Townsend, 1998). Halusinasi merupakan persepsi sensori yang
salah atau pengalaman persepsi sensori yang tidak terjadi dalam realitas (Videbeck, 2008).
Halusinasi merupakan pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca-indera
seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsinal, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998). Halusinasi merupakan suatu persepsi
yang salah tanpa dijumpai dengan adanya rangsangan dari luar (Yosep, 2007). Berdasarkan
pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi merupakan persepsi klien melalui panca
indera tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. Rentang Respons Neurobiologis
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan
dengan fungsi neurobiologis. Perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukkan
adanya halusinasi disajikan dalam table berikut :
Dari bagan diatas bisa dilihat rentang respon neurobiologis bahwa respon adaptif sampai
maladaptif yaitu:
1. Respon adaptif
a) Pikiran logis
pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.
b) Persepsi akurat
Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman
Kemantapan perasaan jiwa sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
d) Perilaku sesuai
Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut diwujudkan dalam
bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
e) Hubungan sosial
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat.
2. Respon transisi
a) Pikiran kadang menyimpang
Kegagalan dalam mengambil kesimpulan.
b) Ilusi
Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
c) Reaksi emosi berlebihan atau berkurang
Emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d) Perilaku aneh atau tak lazim
Perilaku aneh yang tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak
kenal orang lain.
e) Menarik diri
Perilaku menghindar dari orang lain.
3. Respon maladaptif
a) Gangguan pikiran atau waham
Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walau tidak diyakini oleh orang lain
dan bertentangan dengan realita sosial.
b) Halusinasi
Persepsi yang salah terhadap rangsang.
c) Ketidakmampuan untuk kontrol emosi
Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,
kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.
d) Ketidakteraturan perilaku
Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan.
e) Isolasi sosial
Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang
negatif dan mengancam (Stuart, 2007).
C. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi padaklien dengan gangguan
jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaandelirium, demensia dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaanalkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga
terjadi denganepilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga
dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yangmeliputi anti depresi,
anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat
membuat terjadinya halusinasisama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang
mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau
adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara
spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis ,
psikologis , socialbudaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis ,
pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
D. Tanda Dan Gejala
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata yang cepat.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Menarik diri dari orang lain.
6. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
7. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
E. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptive meliputi :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi
ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari.
2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. Menarik diri (Stuart, 2007)
F. Pengkajian
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik belum diketahui, namun banyak faktor
yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, social budaya,dan stressor
pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah dan mekanisme koping.
1. Faktor predisposisi :
Beberapa faktor predisposisi yang berkonstribusi pada respon munculnya neorobiologi
seperti halusinasi antara lain :
a).Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologi
yang maladptif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian – penelitian yang
berikut :
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan Skizoprenia. Lesi pada daerah frontal, temporal berhubungan dengan
perilaku psikotik. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan atrofi
otak.
2) Beberapa zat kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan
hal-hal berikut :
a) Dopamin neurotransmiter yang berlebihan.
b) Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmiter lain, terutama serotonin.
c) Masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin.
3) Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi
menunjukkan peran genetik pada skizofrenia. Kembar identik yang dibesarkan secara
terpisah mempunyai angka kejadian skizofrenia yang lebih tinggi dari pada pasangan
saudara sekandung yang tidak identik. Penelitian terbaru memfokuskan pada pemetaan gen
dalam keluarga dengan insiden skizofrenia yang lebih tinggi pada keturunan pertama
dibandingkan dengan populasi secara umum.
 Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologis yang maladaptif belum didukung
oleh penelitian. Teori psikologis terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyabab
gangguan ini. Sehingga kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional
menurun.
 Sosial budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain,
tetapi tidak diyakini sebagai penyabab utama gangguan jiwa (Stuart, 2007).
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
 Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
 Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis maladaptif yang berhubungan
dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu (Stuart, 2007).
1. Menurut Videbeck (2008) berdasarkan jenis dan karakteristik halusinasi antara lain :
 Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah suara
orang berbicara kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak
suara ; dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran
merupakan jenis halusinasi yang sering terjadi. Halusinasi perintah adalah suara-suara yang
menyuruh klien untuk mengambil tindakan, sering kali membahayakan diri sendiri atau
orang lain dan dianggap berbahaya.
 Halusinasi penglihatan dapat mencakup melihat bayangan yang sebenarnya tidak
ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal, atau mungkin sesuatu
yang bentuknya rusak, misalnya melihat monster padahal yang dilihat adalah perawat.
 Halusinasi Penciuman meliputi mencium aroma atau bau padahal tidak ada. Bau
tersebut dapat berupa bau tertentu seperti urina atau feses, atau bau yang sifatnya lebih
umum, misalnya bau busuk atau bau tidak sedap.
 Halusinasi pengecap mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan
bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam
atau pahit.
 Halusinasi peraba (taktil) mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang menjalar
keseluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap dikulit.
 Halusinasi kinestetik terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi
gerakan tubuh. Gerakan tubuh kadang kala yang tidak lazim, misalnya melayang keatas
tanah.
 Halusinasi kenestetik meliputi laporan klien bahwa ia merasakan fungsi tubuh yang
biasanya tidak dapat dideteksi. Contohnya yaitu sensasi pembentukan urine atau impuls
yang ditransmisikan ke otak
4. Tingkat intensitas halusinasi ( Stuart & SundeeTahapn, 1998 ) :

1. a) Tahap I : Menyenangkan – Ansietas tingkat sedang.
1). Tingkat : Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan.
2). Karakteristik
Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa
bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk
mengurangi ansietas, individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialami tersebut
dapat dikendalikan jika ansietasnya bisa diatasi ( Non Psikotik ).
3). Perilaku klien
a) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
b) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
c) Gerakan mata yang cepat.
d) Respon verbal yang lamban.
e) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
b) Tahap II : Menyalahkan – Ansietas tingkat berat.
1). Tingkat : Secara umum halusinasi menjijikkan.
2). Karakteristik
Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai
merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber
yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya, dan
menarik diri dari orang lain ( Non Psikotik ).
3). Perilaku klien
a) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas, missal peningkatan
tanda – tanda vital.
b) Penyempitan kemampuan konsentrasi.
c) Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dengan realita
c) Tahap III : Mengendalikan – Ansietas tingkat berat
1). Tingkat Pengalaman sensori menjadi penguasa
2). Karakteristik
Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan
membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu
mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir (Psikotik ).
3). Perilaku klien
a) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada
menolaknya.
b) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
c) Rentang perhatian hanya beberapa menit.
d) Gejala fisik dari ansietas berat ( berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti
petunjuk ).
d) Tahap IV : Menaklukkan – Ansietas tingkat panik
1). Tingkat Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
2). Karakteristik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi
bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik
( Psikotik ).
3). Perilaku klien
a) Perilaku menyerang seperti panik.
b) Potensial melakukan bunuh diri.
c) Amuk, agitasi, menarik diri, dan katatonik.
d) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
G. Masalah Keperawatan
Adapun masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan sensori
persepsi halusinasi pendengaran antara lain :
1. Gangguan sensori/persepsi : Halusinasi pendengaran (Keliat, 2006).
2. Isolasi sosial : Menarik diri (Keliat, 2006).
3. Defisit perawatan diri : Mandi/kebersihan berhubungan dengan ketidakmampuan
dalam merawat diri
4. Perubahan proses pikir : Waham berhubungan dengan harga diri rendah kronis
5. Koping individu tidak efektif
H. Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan sensori/persepsi : Halusinasi pendengaran (Keliat, 2006).
2. Isolasi sosial : Menarik diri (Keliat, 2006).
3. Defisit perawatan diri : Mandi/kebersihan berhubungan dengan ketidakmampuan
dalam merawat diri
4. Perubahan proses pikir : Waham berhubungan dengan harga diri rendah kronis
5. Koping individu tidak efektif
I. PERENCANAAN TINDAKAN

1. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri


Tujuan Umum : Klien mampu mengontrol halusinasinya
Tujuan Khusus :
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengenal prilaku menarik dirinya, misalnya menyebutkan perilaku menarik
diri
3. Klien mampu mengadakan hubungan/sosialisasi dengan orang lain : perawat atau klien
lain secara bertahap
4. Klien dapat menggunakan keluarga dalam mengembangkan kemampuan berhubungan
dengan orang lain
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat dan mau berjabat tangan. Dengan perawat mau menyebutkan nama, mau
memanggil nama perawat dan mau duduk bersama
2. Klien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri
3. Klien mau berhubungan dengan orang lain
4. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap dengan
keluarga
Intervensi :
– Bina hubungan saling percaya
– Buat kontrak dengan klien
– Lakukan perkenalan
– Panggil nama kesukaan
– Ajak klien bercakap-cakap dengan ramah
– Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda tandanya serta beri
kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab klien tidak mau
bergaul/menarik diri
1. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang mungkin
jadi penyebab
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan
3. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan
4. Perlahan-lahan serta klien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-tahap yang
ditentukan
5. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai
6. Anjurkan klien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari Berhubungan
7. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan klien mengisi Waktunya
8. Motivasi klien dalam mengikuti aktivitas ruangan
9. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan
10. Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan Keluarga
11. Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan cara
keluarga menghadapi
12. Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi
13. Anjurkan anggota keluarga secara rutin menengok klien minimal sekali seminggu
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
Tujuan Khusus :
Klien dapat :
1. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2. Menilai kemampuan diri yang dapat dipergunakan
3. Klien mampu mengevaluasi diri
4. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik untuk dirinya
5. Klien mampu bertanggung jawab dalam tindakan
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat menyebut minimal 2 aspek positip dari segi fisik
2. Klien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
3. Klien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan
4. Klien mampu memulai mengevaluasi diri
5. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan kemampuan yang ada
pada dirinya
6. Klien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencanan
Intervensi :
1. Dorong klien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada dirinya dari segi fisik
2. Diskusikan dengan klien tentang harapan-harapannya
3. Diskusikan dengan klien keterampilannya yang menonjol selama di rumah dan di
rumah sakit
4. Berikan pujian
5. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh klien
6. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh klien
7. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi klien
8. Bersama klien identifikasi stressor dan bagaimana penialian klien terhadap stressor
9. Jelaskan bahwa keyakinan klien terhadap stressor mempengaruhi pikiran dan
perilakunya
10. Bersama klien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak Realistic
11. Bersama klien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki
12. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok
13. Diskusikan koping adaptif dan maladaptive
14. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptive
15. Bantu klien untuk mengerti bahwa hanya klien yang dapat merubah dirinya bukan
orang lain
16. Dorong klien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri (bukan perawat)
17. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan/tujuannya
18. Bantu klien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang Diharapkan
19. Dorong klien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang sesuai potensi
yang ada pada dirinya
20. Beri kesempatan kepada klien untuk sukses
21. Bantu klien mendapatkan bantuan yang diperlukan
22. Libatkan klien dalam kegiatan kelompok
23. Tingkatkan perbedaan diri pada klien didalam keluarga sebagai individu yang unik
24. Beri waktu yang cukup untuk proses berubah
25. Beri dukungan dan reinforcement positip untuk membantu mempertahankan
kemajuan yang sudah dimiliki klien
3. Defisit perawatan diri : Mandi / kebersihan diri berhubungan dengan ketidak
mampuan dalam merawat diri
Tujuan Umum : Klien mampu melaksanakan perawatan diri dengan baik
sehingga penampilan diri adekuat
Tujuan Khusus :
Klien mampu :
1. Menjelaskan arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri
2. Mengidentifikasi kebersihan dirinya
3. Menjelasakan cara-cara membersihkan dirinya
4. Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat
5. Melakukan perawatan diri secara mandiri
6. Memberdayakan sistem pendukung untuk meningkatkan perawatan diri
Kriteria Evaluasi :
Klien mampu :
1. Menyebutkan arti kebersihan diri
2. Menyebutkan tujuan kebersihan diri (untuk memelihara kesehatan tubuh dan badan
terasa segar/nyaman)
3. Menyebutkan tanda-tanda kebersihan diri : kulit tidak ada daki dan tidak berbau, rambut
tidak ada ketombe, kutu, tidak ada bau dan tersisir rapi, kuku pendek dan bersih, mulut/gigi
tidak bau, genitalia tidak gatal dan mata tidak ada kotoran
4. Menilai keadaan kebersihan dirinya
5. Menyebutkan cara-cara membersihkan diri dari rambut sampai kaki
6. Mendemonstrasikan cara membersihkan diri secara benar dengan bantuan perawat
7. Melakukan perawatan diri secara mandiri dengan benar dan tersusun jadwal kegiatan
untuk kebersihan diri
8. Keluarga mampu menyebutkan cara meningkatkan kebersihan diri klien dan keluarga
dapat membantu/terlibat aktif dalam memelihara kebersihan diri
Intervensi :
1. Dorong klien untuk menyebutkan arti, tujuan dan tanda-tanda kebersihan diri
2. Diskusikan tentang arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri
3. Dengarkan keluahan klien dengan penuh perhatian dan empati
4. Berikan pujian apabila klien menyebutkan secara benar
5. Bantu klien menilai kebersihan dirinya
6. Berikan pujian atas kemampuan klien menilai dirinya
7. Dorong klien menyebutkan alat-alat dan cara membersihkan diri
8. Diskusikan tentang alat-alat dan cara membersihkan diri
9. Menjelasakan cara-cara membersihkan diri
10. Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat
11. Demonstrasikan pada klien cara-cara membersihkan diri
12. Bimbing klien mendemonstrasikan kembali cara-cara membersihkan Diri
13. Dorong klien membersihkan diri sendiri dengan bantuan
14. Melakukan perawatan diri secara mandiri
15. Berikan kesempatan klien untuk membersihkan diri sendiri secara bertahap sesuai
dengan kemampuan
16. Dorong klien mengungkapkan manfaat yang dirasakan setelah membersihkan diri
17. Beri penguatan positif atas perawatan klien
18. Bimbing klien membuat jadwal kegiatan untuk membersihkan diri
19. Bimbing klien membersihkan diri sesuai jadwal secara mandiri
20. Monitor kemampuan klien membersihkan diri sesuai jadwal
21. Diskusikan dengan keluarga tentang ketidakmampuan klien dalam merawat diri
22. Diskusikan cara membantu klien membersihkan diri
23. Libatkan keluarga dalam perawatan kebersihan diri klien
24. Menyediakan alat-alat
25. Membantu klien membersihkan diri
26. Memonitor pelaksanaan jadwal
27. Beri pujian
4. Perubahan proses pikir : Waham somatis berhubungan dengan harga diri
rendah kronis
Tujuan Umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat memperluas kesadaran diri
2. Klien dapat menyelidiki dirinya
3. Klien dapat mengevaluasi dirinya
4. Klien dapat membuat rencana yang realistis
5. Klien mendapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya
Kriteria hasil :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk
mencapai keberhasilan
3. Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya
setelah 1 kali pertemuan
4. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali pertemuan
5. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali pertemuan
6. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan
7. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali pertemuan
8. Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda harga diri rendah :
– Mengatakan diri tidak berharga
– Tidak berguna dan tidak mampu
– Pesimis
– Menarik diri dari realita
9. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien dengan harga diri rendah secara
tepat setelah 2 kali pertemuan
Intervensi :
1. Diskusikai dengan klien kelebihan yang dimiliknya
2. Diskusikan kelemahan yang dimilik klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan
dan kekurangan
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki
5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki
6. Beritahukan klien bahwa ada hikmah dibalik kekurangan yang dimiliki
7. Diskusikan dengan klien ideal dirinya : Apa harapan selama di RS, rencana klien
setelah pulang dan apa citacita yang ingin dicapai
8. Beri kesempatan klien untuk berhasil
9. Beri reinforcement positip terhadap keberhasilan yang telah dicapai
10. Bantu klien mengidentifikasikan kegiatan atau keinginan yang berhasil dicapai
11. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut
12. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab-sebaba kegagalan
13. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasi
14. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk
mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang
15. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapai
16. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien
17. Bantu klien memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya
18. Beri kesempatan kepada klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih
19. Tunjukkan keterampilan atau keberhasilan yang telah dicapai klien
20. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok
21. Beri reinforcement postif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok
22. Diskusikan dengan keluarga tanda-tanda harga diri rendah
23. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai kemampuan tiap
anggota keluarga
24. Diskusikan dengan keluarga cara berespons terhadap klien dengan harga diri rendah
seperti menghargai klien, tidak mengejek, tidak menjauhi
25. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien
26. Anjurkan keluarga untuk menerima klien apa adanya
27. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga
5. Koping individu tak efektif berhubungan dengan rendah diri
Tujuan Umum : Klien dapat mendemonstrasikan lebih banyak penggunaan keterampilan
koping adaptif yang dibuktikan oleh adanya kesesuaian antara interaksi dan keinginan untuk
berpartisipasi dalam masyarakat
Tujuan Khusus :
1. Pasien akan mengembangkan rasa percaya kepada 1 orang perawat dalam 1 minggu
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat menilai situasi realistis dan tidak melakukan tindakan proyeksi perasaannya
dalam lingkungan tersebut
2. Klien dapat mengakui dan mengklarifikasi kemungkinan salah interpretasi terhadap
prilaku dan perkataan orang lain
3. Klien dapat berinteraksi secara kooperatif
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya
2. Hindari kontak fisik
3. Motivasi klien untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya dan perawat menghindari
sikap penolakan terhadap perasaan marah pasien
4. Jangan berikan kegiatan yang bersifat kompetitif
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Halusinasi


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
DS :
1. Keluarga mengatakan di rumah Tn H marah-marah, membanting barang dan
meludahi anggota keluarga
2. Keluarga juga mengatakan dua bulan yang lalu klien baru saja bercerai dengan
istrinya dan anak klien dibawa oleh pihak istri dan satu bulan yang lalu klien juga baru di
PHK oleh perusahaan karena sejak bercerai klien jarang masuk ke kantor
3. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang mengatakan dirinya lelaki yang
gagal- tidak berharga dan tidak berguna. Suara-suara itu juga menyuruh pasien untuk
membanting semua barang yang ada dirumah karena barang-barang tersebut ada setannya
DO :
1. Klien tampak mengeluarkan kata-kata kotor
2. Sejak kejadian itu klien tampak lebih banyak menyendiri dikamar, tidak mau keluar
kamar, tidak memperhatikan kebersihan diri dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain
3. Klien tampak kotor, berbau dan rambut acak-acakan
2. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi auditori
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

1. 1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
1. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan POLTEKKES JAKARTA III yang akan
merawat bapak Nama Saya Naura Azzahra, senang dipanggil Naura. Nama bapak siapa?
Bapak Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering bapak dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara
itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga,
melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba
lagi! Ya bagus bapak sudah bisa”
TERMINASI:
Evaluasi subjektif :
”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?”
Evaluasi objektif :
Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut !
Rencana tindak lanjut :
bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara
masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien).
Kontrak :
Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara
dengan cara yang kedua? Jam berapa ?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita
akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap


dengan orang lain
ORIENTASI :
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya
Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di
mana? Di sini saja?
KERJA :
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja
cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya
begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada
orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang
dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya,
begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”
TERMINASI :
Evaluasi subjektif :
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak
pelajari untuk mencegah suara-suara itu?
Evaluasi objektif :
Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi.
Rencana tindak lanjut :
Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa
latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu
muncul!
Kontrak :
Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu
melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di
mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”
SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan
aktivitas terjadwal

ORIENTASI:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ?
Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah
halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di
ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
KERJA:
“Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali
kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus
sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara
tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada
kegiatan.
TERMINASI:
Evaluasi subjektif :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
suara-suara?
Evaluasi objektif :
Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara.
Bagus sekali.
Rencana tindak lanjut :
Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!
(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh
aktivitas dari pagi sampai malam)
Kontrak :
Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik
serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya!
Sampai jumpa.”
SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
ORIENTASI :
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal kegiatannya
sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20 menit
sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?”
KERJA :
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak
minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam
7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang
putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan
yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang.
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan
dengan dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan
ke keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat
lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan
keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada
waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya
bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10
gelas per hari”.
TERMINASI :
Evaluasi subjektif :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara
yang kita latih untuk mencegah suara-suara?
Evaluasi objektif :
Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar).
Rencana tindak lanjut :
Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada
waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah.
Kontrak :
Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara
mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00.
sampai jumpa.”
1. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga
Tujuan:
1. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di
rumah
2. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
Tindakan Keperawatan :
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan
pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di rawat di rumah sakit
sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien
tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah).Keluarga yang mendukung pasien secara
konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara
optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh
bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan
pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang
efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di rumah.
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat
pasien halusinasi.
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung di hadapan pasien
4) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan pasien
SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat
pasien halusinasi.
ORIENTASI :
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya naura perawat yang merawat Bapak”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa pendapat Ibu tentang Bapak?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak alami dan bantuan apa yang
Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama waktu Ibu?
Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA :
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak Apa yang Ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar atau melihat
sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu
tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu tidak
ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa cara
untuk membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara lain:
Pertama, dihadapan Bapak, jangan membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan
saja Ibu percaya bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau melihat bayangan,
tetapi Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan Bapak melamun dan sendiri, karena kalau melamun halusinasi akan
muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga
seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih Bapak
untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Ibu pantau pelaksanaannya, ya dan
berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu Bapak minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa
konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih Bapak untuk minum obat
secara teratur. Jadi Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang
orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan. Diminum
3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP
gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya HP
gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu
diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi Bapak dengan
cara menepuk punggung Bapak. Kemudian suruhlah Bapak menghardik suara tersebut.
Bapak sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Bapak. Sambil menepuk punggung Bapak,
katakan: bapak, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang diajarkan perawat bila suara-
suara itu datang? Ya..Usir suara itu, bapak Tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu
”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, pak”
”Sekarang coba Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”
TERMINASI :
Evaluasi subjektif :
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan halusinasi
Bapak?”
Evaluasi objektif :
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”
”Bagus sekali Bu.
Rencana tindak lanjut :
Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktekkan cara memutus
halusinasi langsung dihadapan Bapak?”
Kontrak :
”Jam berapa kita bertemu?”dimana kita mau bertemu ?”
Baik, sampai Jumpa. Selamat pagi

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan


pasien
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi langsung dihadapan pasien.
ORIENTASI :
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini?”
”Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Bapak yang sedang
mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan cara
memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak”.
”mari kita datangi bapak”
KERJA :
”Selamat pagi pak” ”pak, istri bapak sangat ingin membantu bapak mengendalikan suara-
suara yang sering bapak dengar. Untuk itu pagi ini istri bapak datang untuk
mempraktekkan cara memutus suara-suara yang bapak dengar. pak nanti kalau sedang
dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka Ibu akan mengingatkan
seperti ini” ”Sekarang, coba ibu peragakan cara memutus halusinasi yang sedang bapak
alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung bapak lalu suruh bapak
mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut” (saudara
mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana
pak? Senang dibantu Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian bapak. (Pasien
memperlihatkan dan dorong istri/keluarga memberikan pujian) Baiklah, sekarang saya dan
istri bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk
melakukan terminasi dengan keluarga
TERMINASI :
Evaluasi subjektif :
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung
dihadapan Bapak?”
Evaluasi objektif :
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu bila Bapak
mengalami halusinas”.
Rencana tindak lanjut :
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal kegiatan
harian Bapak.
Kontrak :
Jam berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di sini ya. Sampai jumpa.”
SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan
ORIENTASI :
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita kemarin dan sekarang ketemu untuk
membicarakan jadual bapak selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal bapak di rumah? Mari kita duduk di ruang tamu!”
“Berapa lama Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”
KERJA :
“Ini jadwal kegiatan bapak yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan. Coba Ibu lihat
mungkinkah dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan mengingatkan?” Bu
jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum
obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh bapak
selama di rumah.Misalnya kalau bapak terus menerus mendengar suara-suara yang
mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain.
Jika hal ini terjadi segera bawa kerumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan ulang dan di
berikan tindakan”
TERMINASI :
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara merawat bapak
Bagus(jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini jadwalnya. Sampai jumpa”
DAFTAR PUSTAKA

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa. Teori dan
Tindakan Keperawatan Jiwa, Jakarta, 2000
Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC,
Jakarta, 1995
Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1987
Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, Jakarta, 1998

Anda mungkin juga menyukai