DAN NEONATAL
DOSEN PEMBIMBING
RACHMAWATI, M.Kes
DISUSUN OLEH:
PRODI D4 KEBIDANAN
JURUSAN KEBIDANAN
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas
berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini ialah sebagai salah satu bahan kajian pelajaran
ginekologi yang harus ditempuh oleh mahasiswa/mahasiswi.
Tim penulis
2|Page
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………..……………………………………………....1
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan....................................................................................................13
B. Saran...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor
ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus. Perdarahan
masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di samping
preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Perdarahan dalam bidang obstetri dapat dibagi
menjadi perdarahan pada kehamilan muda (kurang dari 22 minggu), perdarahan pada
kehamilan lanjut dan persalinan, dan perdarahan pasca persalinan.
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.
Rupture uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya
yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua.
Robekan pada uterus dapat di temukan untuk sebagian besar pada bagian bawah
uterus.
Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan
tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas hal itu di namakan
kolpaporeksis. Apabila pada rupture uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut
robek, hal itu di namakan rupture uteri kompleta, jika tidak rupture uteri inkompleta.
Pinggir rupture biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang, membujur atau
miring dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Ada kemungkinan pula terdapat robekan
dinding pada kandung kemih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal?
2. Apa Pengertian Ruptur Uteri?
3. Apa Saja Klasifikasi Ruptur Uteri?
4|Page
4. Bagaimana Etiologi Ruptur Uteri?
5. Bagaimana Tanda dan Gejala Ruptur Uteri?
6. Bagaimana Patofisiologi Ruptur Uteri?
7. Bagaimana Komplikasi Ruptur Uteri?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Ruptur Uteri?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
2. Untuk Mengetahui Pengertian Ruptur Uteri.
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi Ruptur Uteri.
4. Untuk Mengetahui Etiologi Ruptur Uteri.
5. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala Ruptur Uteri.
6. Untuk Mengetahui Patofisiologi Ruptur Uteri.
7. Untuk Mengetahui Komplikasi Ruptur Uteri.
8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Ruptur Uteri.
5|Page
BAB II
PEMBAHASAN
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya. Kegawatdaruratan dapat
didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara
tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan
jiwa/ nyawa.
B. Ruptur Uteri.
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.
6|Page
Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode
antenatal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke tiga
persalinan.
7|Page
b. Rupture Uteri Inkompleta: robekan otot rahim tanpa ikut robekan
peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke
lig latum.
4. Menurut etiologinya:
a. Rupture Uteri Spontan
(1) Karena dinding rahim yang lemah dan cacat: bekas seksio
sesarea, bekas miomektomia, bekas perforasi ketika kuretase,
bekas histerorafia, bekas manual plasenta, penyakit pada
rahim, serta gamelli dan hidramnion.
(2) Karena peregangan yang luar biasa pada rahim: panggul
sempit atau kelainan bentuk panggul, Janin besar, kelainan
congenital dari janin, kelainan letak janin, malposisi kepala,
tumor pada jalan lahir, rigid serviks, grandemultipara, dan
pimpinan partus salah.
8|Page
5. Peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM,
hidroposfetalis, post maturitas, dan grandemultipara.
9|Page
F. Patofisiologi Ruptur Uteri.
1. Rupture Uteri Spontan.
Rupture Uteri ini terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tanpa
parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan
dengan baik karena ada halangan, misalnya: panggul sempit, hidrosefalus,
janin yang letak lintang, dll.
Rupture uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh,
kecelakaan. Robekan ini yang bisa terjadi pada setiap kehamilan, tetapi hal ini
jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari
luar.
Diantara parut-parut luka bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah
seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan rupture uteri daripada parut
bekas seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen
bawah rahim yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang pada masa
nifas dpaat sembuh dengan baik, sehingga parut lebih kuat. Rupture uteri pada
bekas parut seksio sesarea klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua
sebelum persalinan dimulai, sedangkan peristiwa tersebut pada parut bekas
seksio sesarea profunda umunya terjadi waktu persalinan. Rupture uteri pasca
seksia sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti yang telah diuraikan
10 | P a g e
pada penjelasan sebelumnya, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak
menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara
mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk
akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah rupture uteri. Pada peristiwa ini
ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian
berkmupul di ligamentum dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal
di dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementara itu penderita
merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteri
besar terbuka, anemia, dan syok. Maka, janin dalam uterus akan meninggal.
11 | P a g e
3. Hubungi bank darah untuk kebutuhan transfuse darah cito, perkirakan jumlah
unit dan plasma beku segar yang diperlukan.
4. Pasangkan oksigen.
5. Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera (laparatomi dan
histerektomi)
6. Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahan
oksitosin dalam cairan intravena.
Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya dalah melakukan laparatomi
dengan tindakan jenis operasi:
1. Histerektomi baik total maupun sub total.
2. Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu dijahit sebaik-baiknya.
3. Konsevatif, hanya dengan temponade dan pemberian antibiotic yang cukup.
12 | P a g e
PENDOKUMENTASIAN DENGAN METODE SOAP DALAM ASUHAN KEBIDANAN PADA
IBU KALA I DENGAN RUPTUR UTERI
Hari/Tanggal :
Waktu Pengkajian :
Tempat Pengkajian :
Nama Pengkaji :
SUBYEKTIF :
1. Nyeri hebat, pada abdomen bawah saat kontraksi
2. Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi)
3. Nyeri berkurang saat tidak ada kontraksi
4. Riwayat SC/miomektomi/perforasi ketika kuretase/histerorafia/manual plasenta
5. Postmaturitas
6. Grandemultipara
7. Penderita DM
OBYEKTIF :
1. Keadaan umum : lemah dan tampak cemas, ketakutan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Pemeriksaan TTV :
TD : menurun (Normal :100/60-140/90 mmHg)
N : meningkat, lemah, tidak teratur(Normal : 60-100x/menit)
R : meningkat/sesak, tidak teratur, dangkal (Normal : 20-24x/menit)
S : meningkat (normal : 36,5-37,5 C)
4. Pemeriksaan Fisik :
a. Pemeriksaan Kepala
Muka pucat(N: tdk pucat), konjungtiva anemis(N: ananemis), bibir kering dan
pucat(N: lembap dan kemerahan)
b. Pemeriksaan abdomen
Ada luka bekas operasi, nyeri tekan (+) (N : tdk ada nyeri tekan)
Palpasi : bagian janin mudah dipalpasi, gerakan janin dapat menjadi kuat kemudian
turun hingga tidak ada gerakan. Teraba Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl
13 | P a g e
yang tinggi, mendekati pusat dan naik uterus(N: tdk teraba), Kontraksi rahim kuat dan
terus-menerus (N: teratur, ada jeda utk ibu relaksasi)
Auskultasi: DJJ lemah/hilang
c. Pemeriksaan Genitalia :Saat PD terdapat tanda-tanda persalinan kala II (vulva dan
anus membuka, perineum menonjol, tekanan pada anus) pengeluaran pervaginam
lendir bercampur darah, portio tidak teraba, ketuban jernih. Kepala janin yang tadinya
sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai
keluarnya darah pervaginam yang agak banyak.
Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas
dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak.
Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau
jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan
bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar
maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga
dapat diraba fundus uteri.
Saat dikateterisasi terdapat Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada
kandung kemih
Pemeriksaan Ekstremitas : simetris, akral dingin
5. Data penunjang : Hb rendah
ANALISA :
Ny..... Usia.... tahun G...P...A..... hamil...... minggu, Janin Tunggal Hidup IntraUterin
Presentasi Kepala dengan ruptur uteri.
PELAKSANAAN :
1. Menyampaikan hasil pemeriksaan (bahwa ada penyulit yang menyertai,
menjelaskan kemungkinan untuk ditranfusi darah, dan dilakukan operasi).
2. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin.
3. Memberi dukungan psikologis pada ibu.
4. Memberi oksigen pada ibu.
5. Memberi cairan Ringer Laktat 28 tetes/menit.
6. Memberikan antibiotic ampicilin 2 gr melalui IV.
7. Segera merujuk ibu dengan membawa BAKSOKUDA (Bidan, Alat, keluarga, Surat
(dokumentasi), Obat, Kenderaan, Uang, Donor darah)
14 | P a g e
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyabab ruptur uteri yaitu disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik. Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika,
antibiotika, dsb.
B. Saran
Tidak ada kata sempurna yang pantas untuk segala hal di dunia, begitu juga
dengan makalah yang telah kami susun, oleh karena itu bagi pihak terkait kami
mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Amiin.
15 | P a g e
Daftar Pustaka
16 | P a g e
PERTANYAAN
1. YURISKA VERINA : apa etiologi rpture uteri pada ibu hamil ?
JAWAB :
a. Bayi besar
b. Riwayat sc
c. Gameli
d. Hidramnion
e. Uteri tipis
2. ESI MOTHI : apa yang dimaksud dengan ruptur uteri simptoma klinik?
JAWAB :
Ruptur utera simptoma klinik adalah klasifikasi ruptur uteri dilihat dari gejala klinis,
yaitu ruptur uteri imminena (PENGERTIAN Ruptura uteri imminens (kerobekan rahim
mengancam) adalah suatu keadaan dimana rahim telah menunjukan tanda yang jelas
akan mengalami ruptura, yakni dijumpai lingkaran retraksi Bandl yang semakin tinggi
melewati batas pertengahan antara simfisis pubis dengan pusat) dan ruptur uteri
sebenanya (lanjutan ruptur uteri imminens kerika ruptur uterri benar-benar terjadi)
17 | P a g e