Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL

DAN NEONATAL

ASUHAN KEGAWATDARURATAN IBU BERSALIN KALA I DENGAN


RUPTUR UTERI

DOSEN PEMBIMBING
RACHMAWATI, M.Kes

DISUSUN OLEH:

1. CATHARINA HERMANUS PUTRI


2. DWI DIANA OKTARI
3. NENY KARTINI

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI D4 KEBIDANAN

JURUSAN KEBIDANAN

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas
berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini ialah sebagai salah satu bahan kajian pelajaran
ginekologi yang harus ditempuh oleh mahasiswa/mahasiswi.

Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,


dukungan, serta do’a dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkanlah didalam kesempatan ini
penulis menghaturkan terima kasih dengan penuh rasa hormat serta dengan segala ketulusan
hati kepada Bunda Rachmawati dan teman-teman semua yang telah senantiasa mendukung
kami. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah bagi keikhlasan
dan ketulusan atas dukungannya. Kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan masukan baik saran maupun kritik yang
kiranya dapat membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat khususnya bagi kita semua.

Bengkulu, Februari 2019

Tim penulis

2|Page
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………..……………………………………………....1
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang .............................................................................................4


B. Perumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal...................................6


B. Pengertian Ruptur Uteri…..............................................................................6
C. Klasifikasi Ruptur Uteri…..............................................................................7
D. Etiologi Ruptur Uteri .....................................................................................8
E. Tanda dan Gejala Ruptur Uteri.......................................................................9
F. Patofisiologi Ruptur Uteri…..........................................................................10
G. Komplikasi Ruptur Uteri...............................................................................11
H. Penatalaksanaan Ruptur Uteri…………………...........................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................13
B. Saran...............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

3|Page
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor
ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus. Perdarahan
masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di samping
preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Perdarahan dalam bidang obstetri dapat dibagi
menjadi perdarahan pada kehamilan muda (kurang dari 22 minggu), perdarahan pada
kehamilan lanjut dan persalinan, dan perdarahan pasca persalinan.

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.

Rupture uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya
yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua.
Robekan pada uterus dapat di temukan untuk sebagian besar pada bagian bawah
uterus.

Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan
tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas hal itu di namakan
kolpaporeksis. Apabila pada rupture uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut
robek, hal itu di namakan rupture uteri kompleta, jika tidak rupture uteri inkompleta.
Pinggir rupture biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang, membujur atau
miring dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Ada kemungkinan pula terdapat robekan
dinding pada kandung kemih.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal?
2. Apa Pengertian Ruptur Uteri?
3. Apa Saja Klasifikasi Ruptur Uteri?

4|Page
4. Bagaimana Etiologi Ruptur Uteri?
5. Bagaimana Tanda dan Gejala Ruptur Uteri?
6. Bagaimana Patofisiologi Ruptur Uteri?
7. Bagaimana Komplikasi Ruptur Uteri?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Ruptur Uteri?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
2. Untuk Mengetahui Pengertian Ruptur Uteri.
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi Ruptur Uteri.
4. Untuk Mengetahui Etiologi Ruptur Uteri.
5. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala Ruptur Uteri.
6. Untuk Mengetahui Patofisiologi Ruptur Uteri.
7. Untuk Mengetahui Komplikasi Ruptur Uteri.
8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Ruptur Uteri.

5|Page
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.

Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya. Kegawatdaruratan dapat
didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara
tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan
jiwa/ nyawa.

Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa


yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran.
Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam
keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999). Kasus
gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan
berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu
janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)

Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan


manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari)
membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi
patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu.

B. Ruptur Uteri.

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.

6|Page
Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode
antenatal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke tiga
persalinan.

Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding Rahim akibat


dilampauinya daya regang miometrium uteri.

C. Klasifikasi Ruptur Uteri.

Rupture Uteri dapat dibagi menurut beberapa cara, yaitu:

1. Menurut waktu terjadinya:


a. Rupture Uteri Gravidarum: waktu sedang hamil dan sering terjadi
pada bagian korpus uteri.
b. Rupture Uteri Durante Partum: waktu melahirkan dan paling sering
terjadi.
2. Menurut lokasi terjadinya:
a. Korpus Uteri: biasnya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi seperti seksio sesaria klasik (corporal) dan
miemoktomi.
b. Segmen Bawah Rahim (SBR): biasanya terjadi pada partus yang sulit
dan lama tidak maju (macet), SBR tambah lama tambah meregang
dan menipis hingga akhirnya terjadilah rupture uteri sebenarnya
c. Serviks Uteri: biasanya terjadi ketika melakukan ekstraksi
forsipal/versi dan ekstraksi sedang ketika pembukaan belum lengkap
d. Kolpoporeksis: robekan-robekan di antara serviks dan vagina.
3. Menurut robekan peritoneum:
a. Rupture Uteri Kompleta: robekan pada dinding uterus berikut
peritoneumnya (perimetrium), dalam hal ini terjadi hubungan
langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis.

7|Page
b. Rupture Uteri Inkompleta: robekan otot rahim tanpa ikut robekan
peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke
lig latum.
4. Menurut etiologinya:
a. Rupture Uteri Spontan

(1) Karena dinding rahim yang lemah dan cacat: bekas seksio
sesarea, bekas miomektomia, bekas perforasi ketika kuretase,
bekas histerorafia, bekas manual plasenta, penyakit pada
rahim, serta gamelli dan hidramnion.
(2) Karena peregangan yang luar biasa pada rahim: panggul
sempit atau kelainan bentuk panggul, Janin besar, kelainan
congenital dari janin, kelainan letak janin, malposisi kepala,
tumor pada jalan lahir, rigid serviks, grandemultipara, dan
pimpinan partus salah.

b. Rupture Uteri Violenta

Karena tindakan trauma lainnya, seperti: ekstraksi forsipal, versi dan


ekstraksi ketika pembukaan belum lengkap, embriotomi, Braxton
hicks version, manual plasenta, kuretase, trauma tumpul dan tajam
dari luar, serta pemberian piton tanpa indikasi.

5. Menurut simtoma klinik:


a. Rupture Uteri Imminens (membakat=mengancam)
b. Rupture Uteri Sebenarnya

D. Etiologi Ruptur Uteri.


1. Riwayat pembedahan terhadap fundus uteri atau korpus uteri.
2. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan lama.
3. Presentasi abnormal (terutama terjadi penipisan pada segmen bawah rahim).
4. Dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC, miomektomi,
perforasi ketika kuretase, histerorafia, dan pelepasan plasenta secara manual.

8|Page
5. Peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM,
hidroposfetalis, post maturitas, dan grandemultipara.

E. Tanda dan Gejala Ruptur Uteri.


1. Nyeri tajam, pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.
2. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
3. Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
4. Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah
menurun dan nafas pendek ( sesak )
5. Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
6. Bagian janin lebih mudah dipalpasi
7. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada
gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
8. Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin
( janin seperti berada diluar uterus ).
9. Kemungkinan terjadi muntah
10. Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
11. Nyeri berat pada suprapubis
12. Kontraksi uterus hipotonik
13. Perkembangan persalinan menurun
14. Perasaan ingin pingsan
15. Hematuri ( kadang-kadang kencing darah ) karena kandung kencing teregang
atau tertekan
16. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi
mungkin tidak dirasakan
17. DJJ mungkin akan hilang karena anak mengalami hipoksia, yang disebabkan
kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan

9|Page
F. Patofisiologi Ruptur Uteri.
1. Rupture Uteri Spontan.

Rupture Uteri ini terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tanpa
parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan
dengan baik karena ada halangan, misalnya: panggul sempit, hidrosefalus,
janin yang letak lintang, dll.

Sehingga segmen bawah rahim semakin lama semakin meregang


hingga regangan melampaui batas kekuatan jaringan miometrium, maka
terjadilah rupture uteri.

Pada persalinan yang kurang lancer, dukun-dukun biasanya melakukan


tekanan keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat
menambah tekanan pada segmen bawah rahim yang sudah regang dan
menyebabkan terjadinya rupture uteri. Pemberian oksitosin dalam dosisi yang
terllau tinggi/indikasi yang tidak tepat bisa menyebabkan rupture uteri.

2. Rupture Uteri Traumatic.

Rupture uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh,
kecelakaan. Robekan ini yang bisa terjadi pada setiap kehamilan, tetapi hal ini
jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari
luar.

3. Rupture Uteri Pada Luka Bekas Parut.

Diantara parut-parut luka bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah
seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan rupture uteri daripada parut
bekas seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen
bawah rahim yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang pada masa
nifas dpaat sembuh dengan baik, sehingga parut lebih kuat. Rupture uteri pada
bekas parut seksio sesarea klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua
sebelum persalinan dimulai, sedangkan peristiwa tersebut pada parut bekas
seksio sesarea profunda umunya terjadi waktu persalinan. Rupture uteri pasca
seksia sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti yang telah diuraikan

10 | P a g e
pada penjelasan sebelumnya, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak
menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara
mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk
akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah rupture uteri. Pada peristiwa ini
ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian
berkmupul di ligamentum dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal
di dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementara itu penderita
merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteri
besar terbuka, anemia, dan syok. Maka, janin dalam uterus akan meninggal.

G. Komplikasi Ruptur Uteri.


1. Perdarahan.
2. Syok hipovolemik.
3. Infeksi.
4. Kematian ibu dan bayi.

H. Penatalaksanaan Ruptur Uteri.


Penanganan ruptura uteri memerlukan tindakan spesialistis dan hanya mungkin
dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas transfusi darah. Sikap bidan kalau menerima
kiriman penderita dengan ruptura uteri di pedesaan adalah melakukan observasi saat
menolong persalinan sehingga dapat melakukan rujukan bila terjadi ruptura uteri
mengancam atau membakat. Oleh karena itu, kerja sama dengan dokter puskesmas
atau dokter keluarga sangat penting.
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian cairan infuse dan transfuse darah, kardiotinika,
antibiotika, dsb. Pada keadaan gawat darurat bisa dilakukan management sebagai
berikut:
1. Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anastesi, dan staff kamar operasi.
2. Buat dua jalur infuse inravena dengan intra kateter no.16: satu oleh larutan
elektrolit, misalnya ringer laktat dan yang lain oleh tranfusi darah (jaga agar
jalur ini tetap terbuka dengan mengalirkan saline normal, sampai darah
didapatkan).

11 | P a g e
3. Hubungi bank darah untuk kebutuhan transfuse darah cito, perkirakan jumlah
unit dan plasma beku segar yang diperlukan.
4. Pasangkan oksigen.
5. Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera (laparatomi dan
histerektomi)
6. Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahan
oksitosin dalam cairan intravena.

Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya dalah melakukan laparatomi
dengan tindakan jenis operasi:
1. Histerektomi baik total maupun sub total.
2. Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu dijahit sebaik-baiknya.
3. Konsevatif, hanya dengan temponade dan pemberian antibiotic yang cukup.

Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya:


1. Keadaan umum penderita.
2. Jenis rupture uteri.
3. Jenis luka robekan.
4. Tempat luka: serviks, korpus, segmen bawah rahim.
5. Perdarahan dari luka: sedikit atau banyak.
6. Umur dan jumlah anak hidup.
7. Kemampuan dan keterampilan penolong

12 | P a g e
PENDOKUMENTASIAN DENGAN METODE SOAP DALAM ASUHAN KEBIDANAN PADA
IBU KALA I DENGAN RUPTUR UTERI

Hari/Tanggal :
Waktu Pengkajian :
Tempat Pengkajian :
Nama Pengkaji :
SUBYEKTIF :
1. Nyeri hebat, pada abdomen bawah saat kontraksi
2. Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi)
3. Nyeri berkurang saat tidak ada kontraksi
4. Riwayat SC/miomektomi/perforasi ketika kuretase/histerorafia/manual plasenta
5. Postmaturitas
6. Grandemultipara
7. Penderita DM

OBYEKTIF :
1. Keadaan umum : lemah dan tampak cemas, ketakutan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Pemeriksaan TTV :
TD : menurun (Normal :100/60-140/90 mmHg)
N : meningkat, lemah, tidak teratur(Normal : 60-100x/menit)
R : meningkat/sesak, tidak teratur, dangkal (Normal : 20-24x/menit)
S : meningkat (normal : 36,5-37,5 C)

4. Pemeriksaan Fisik :
a. Pemeriksaan Kepala
Muka pucat(N: tdk pucat), konjungtiva anemis(N: ananemis), bibir kering dan
pucat(N: lembap dan kemerahan)
b. Pemeriksaan abdomen
Ada luka bekas operasi, nyeri tekan (+) (N : tdk ada nyeri tekan)
Palpasi : bagian janin mudah dipalpasi, gerakan janin dapat menjadi kuat kemudian
turun hingga tidak ada gerakan. Teraba Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl

13 | P a g e
yang tinggi, mendekati pusat dan naik uterus(N: tdk teraba), Kontraksi rahim kuat dan
terus-menerus (N: teratur, ada jeda utk ibu relaksasi)
Auskultasi: DJJ lemah/hilang
c. Pemeriksaan Genitalia :Saat PD terdapat tanda-tanda persalinan kala II (vulva dan
anus membuka, perineum menonjol, tekanan pada anus) pengeluaran pervaginam
lendir bercampur darah, portio tidak teraba, ketuban jernih. Kepala janin yang tadinya
sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai
keluarnya darah pervaginam yang agak banyak.
Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas
dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak.
Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau
jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan
bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar
maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga
dapat diraba fundus uteri.
Saat dikateterisasi terdapat Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada
kandung kemih
Pemeriksaan Ekstremitas : simetris, akral dingin
5. Data penunjang : Hb rendah

ANALISA :
Ny..... Usia.... tahun G...P...A..... hamil...... minggu, Janin Tunggal Hidup IntraUterin
Presentasi Kepala dengan ruptur uteri.

PELAKSANAAN :
1. Menyampaikan hasil pemeriksaan (bahwa ada penyulit yang menyertai,
menjelaskan kemungkinan untuk ditranfusi darah, dan dilakukan operasi).
2. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin.
3. Memberi dukungan psikologis pada ibu.
4. Memberi oksigen pada ibu.
5. Memberi cairan Ringer Laktat 28 tetes/menit.
6. Memberikan antibiotic ampicilin 2 gr melalui IV.
7. Segera merujuk ibu dengan membawa BAKSOKUDA (Bidan, Alat, keluarga, Surat
(dokumentasi), Obat, Kenderaan, Uang, Donor darah)

14 | P a g e
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat


dilampauinya daya regang myometrium. Ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau
bersalin merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwa ibu dan janinnya.
Kematian ibu dan bayinya karena ruptur uteri masih tinggi terutama dinegara
berkembang.

Penyabab ruptur uteri yaitu disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik. Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika,
antibiotika, dsb.

Terjadinya ruptur uteri dapat di cegah dengan prenatal care, pimpinan


persalinan yang baik dan tepat, kecepatan untuk merujuk dan penyediaan darah bagi
ibu ruptur uteri.

B. Saran

Tidak ada kata sempurna yang pantas untuk segala hal di dunia, begitu juga

dengan makalah yang telah kami susun, oleh karena itu bagi pihak terkait kami

mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan dan semoga makalah ini dapat

bermanfaat. Amiin.

15 | P a g e
Daftar Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002


Prawiroharjo, sarwono: Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka, 1976
Llewellyn-jones derek: Dasar-dasar Ilmu Kebidanan dan Kandungan, E/6: Jakarta.
Hipokrates,1998
http://nissa-uchil.blogspot.com/2015/11/gadar-maternitas-ruptur-uteri.html

16 | P a g e
PERTANYAAN
1. YURISKA VERINA : apa etiologi rpture uteri pada ibu hamil ?
JAWAB :
a. Bayi besar
b. Riwayat sc
c. Gameli
d. Hidramnion
e. Uteri tipis
2. ESI MOTHI : apa yang dimaksud dengan ruptur uteri simptoma klinik?
JAWAB :
Ruptur utera simptoma klinik adalah klasifikasi ruptur uteri dilihat dari gejala klinis,
yaitu ruptur uteri imminena (PENGERTIAN Ruptura uteri imminens (kerobekan rahim
mengancam) adalah suatu keadaan dimana rahim telah menunjukan tanda yang jelas
akan mengalami ruptura, yakni dijumpai lingkaran retraksi Bandl yang semakin tinggi
melewati batas pertengahan antara simfisis pubis dengan pusat) dan ruptur uteri
sebenanya (lanjutan ruptur uteri imminens kerika ruptur uterri benar-benar terjadi)

17 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai