Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

MENTAL MECHANISM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Referat


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa

Disusun oleh:
Akbar Taufik
I4061162042

Pembimbing:
Mayor CKM (K) dr. Lollytha C. Simanjuntak, Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMKIT TK. II 03.05.01 DUSTIRA CIMAHI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Referat dengan judul:

Mental Mechanism

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa

Telah Disetujui,
Cimahi, Maret 2019

Pembimbing, Disusun oleh,

Mayor CKM (K) dr. Lollytha C. Simanjuntak, Sp. KJ Akbar Taufik


I4061162042
BAB I
PENDAHULUAN

Saat seseorang menghadapi suatu kondisi yang berdampak kepada


keseimbangan mentalnya berupa konflik, masalah atau trauma tertetu dan ia tidak
mampu menyesuaikan diri atau menyelesaikan secara langsung kondisi tersebut,
maka pada akhirnya ia akan menunjukkan reaksi pertahanan atau pelarian diri atas
kondisi tersebut tanpa mencapai tujuan sebenarnya. Pembangunan mental seperti
penggambaran diatas disebut sebagai mekanisme mental (mental mechanism).1
Istilah mental mechanism, mental dynamism dan mental defense digunakan
dapat ditukar-tukar dalam pemakaiannya namun tetap memiliki pengertian yang
sama khususnya di bidang psikiatri saat membahas tentang cara yang digunakan
individu untuk menyelesaikan konflik mentalnya. Konfik-konflik dan rasa frustasi
yang ditimbulkan tersebut dapat mengancam keseimbangan psikologis individu,
tetapi setiap individu dilengakapi dengan kemampuan mental untuk melindunginya
dari ancaman psikologis seperti halnya raga jasmani yang dilengkapi dengan
kekuatan untuk melawan ancaman fisiologis dan distress.2
Pada umumnya individu tidak menyadari adanya mekanisme mental dan
fungsinya ataupun tidak ingin dirinya terlalu berpikir tentang cara kerja dari
mekanisme tersebut. Walaupun demikian, mekanisme mental ini secara objektif
ditemukan pada setiap individu yang sehat. Mekanisme mental mengurangi syok
atas kegagalan dan mempertahankan keseimbangan dan keteraturan internal. Jika
mekanisme mental tidak dimiliki oleh individu, ia akan menyesuaikan diri dengan
setiap kondisi yang dihadapinya sendiri ataupun sebaliknya akan menjadikan
dirinya terganggu secara mental. Sehingga mekanisme mental berada di antara
kondisi mental yang sehat dan sakit, mengingat keberadaan mekanisme mental ini
pada individu yang sehat tidak mengakibatkan adanya kerusakan/trauma.
Setiap manusia menggunakan mekanisme mental untuk mengurangi kecemasan
yang dirasakan sewaktu stres dan tegang, seperti halnya tubuh yang memiliki
pertahanan fisiologis yang melawan penyakit, seperti aksi leukosit, sehingga
individu tersebut memiliki pertahanan mental yang membantu penyelesaian konflik
mental. Mekanisme mental akan membantu dalam menyelesaikan suatu konflik dan
mengurangi atau meredakan tensi dan kecemasan yang ditimbulkan. Saat
mekanisme ini gagal untuk menyelesaikan konflik emosional, mekanisme
pertahanan individu dapat berubah menjadi patologis sehingga menarik perhatian
dan memerlukan pengobatan serta perawatan di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Defense/Mental Mechanism


Arti luas : semua cara penanggulangan masalah, baik yang rasional
maupun irasional, yang sadar maupun tidak sadar, yang realistic
maupun yang fantastic.
Arti sempit : mekanisme yang dipakai oleh ego untuk menyingkirkan
ansietas dan yang mengandung potensi pathogen yaitu
mekanisme yang berlangsung dengan pemindahan ke fantasi dan
pengolahan fantasi itu dilakukan dengan berbagai cara, yang
tidak disadari dan tidak rasional.

Menurut Sigmund Freud, mekanisme pertahanan ego bersumber dari bawah


sadar yang digunakan ego untuk mengurangi konflik antara dunia internal
seseorang dengan realitas eksternal. Freud menggunakan istilah mekanisme
pertahanan ego untuk menunjukkan proses tidak sadar yang melindungi individu
dari kecemasan pemutarbalikkan kenyataan.
Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya.
Mekanisme pertahanan ego hanya mengubah cara individu mempersepsi atau
memikirkan masalah itu. Dalam istilah psikoanalitik yang dikemukankan Freud,
istilah mekanisme pertahanan ego cenderung dikonotasikan negatif. Mekanisme ini
dianggap maladaptif dan patologis. Namun setelah berkembangnya ego
psychology, konsepsi mengenai mekanisme pertahanan ego telah berubah. Menurut
teori ini, ego defense merupakan mekanisme psikis yang kita perlukan untuk adaptif
dengan relaitas eksternal. Bila individu menggunakan mekanisme pertahanan
sesuai dengan tahapan perkembangannya, maka dikatakan individu tersebut
menggunakan mekanisme perthanan yang matang. Bila individu menggunakan
mekanisme pertahanan yang tidak efektif dan tidak sesuai dengan tahapan
perkembangannya, dikatakan individu tersebut menggunakan mekanisme
pertahanan yang tidak matang.
2.2 Mekanisme dan Respon Stres
Hidup menyebabkan banyak kecemasan dan kekhawatiran serta
menggambarkan pertukaran energi yang konstan dan dinamis antara masyarakat
dan lingkungan. Manusia terlahir berproses untuk mempertahankan dan
mengembalikan homeostasis saat kondisi penuh stress. Kondisi stress ditentukan
oleh sumber daya, mekanisme coping dan respon terhadap tekanan internal dan
eksternal.
Kompleksitas proses adaptasi berasal dari integrasi antara factor neurobiologis,
psikologis dan social budaya yang memungkinkan seseorang untuk mengubah dan
meminimalisasi efek trauma dari stress. Adapun penjelasan mengenai factor-faktor
yang mendukung proses adaptasi stress adalah sebagai berikut ini:
 Faktor neurobiologis meliputi tahapan perkembangan, status nutrisi, faktor
genetik, dan proses yang mempengaruhi temperamental, respon imun terhadap
stress dan aktivasi neuroendokrin dan berkontribusi terhadap berbagai
penyakit seperti gangguan mood dan penyakit skizofrenia.
 Factor psikologis meliputi kematangan emosional, fungsi ego, kemampuan
coping, ketahanan dan penilaian terhadap stressor. Karena seseorang terus
berkembang sepanjang hidupnya, maka terjadi pula berubahan terhadap
kemampuan beradaptasi yang dipengaruhi oleh factor psikologis.
 Faktor sosial budaya meliputi sistem dukungan sosial dan hubungan
interpersonal. Faktor-faktor ini menentukan status, peran, norma sosial, ritual
dan sistem kepercayaan.
Stress adalah bagian mendasar dari kehidupan sehari-hari dan dihadapi
sepanjang hidup. Interaksi sehari-hari dengan tekanan internal dan eksternal yang
berkontribusi terhadap stress pada manusia, yang secara konstan berubah dan
beradaptasi terhadap lingkungan. Kondisi yang penuh stress tersebut secara normal
membuat seseorang menjadi tidak berdaya dan kehilangan control yang
mengaktifkan respon fisiologis dan psikososial. Respon-respon ini adalah
komponen utama dari coping. Ketidakmampuan mengatasi stressor internal dan
eksternal meningkatkan perasaan tidak berdaya dan kerentanan terhadap penyakit
atau kematian.
Secara umum, stress merujuk kepada stimulus (stressor) atau kondisi yang
menimbulkan distress. Stress diartikan sebagai kondisi yang diakibatkan dari
ketidakefektifan perilaku coping yang gagal memobilisasi sumber daya dan
mempertahankan homeostasis. Sedangkan coping berasal dari kata latin colpus,
yang berarti mengubah. Coping adalah suatu upaya untuk mengurangi ketegangan
dengan meminimalisasi, menggantikan dan menyelesaikan rasa tidak nyaman
seperti cemas, amarah, frustasi dan rasa bersalah. Hardiness, berasal dari kata
Prancis “hard” yang berarti memperkuat dan merujuk kepada karakter diri yang
memungkinkan seseorang mempertahankan kesehatannya dan mengatasi kondisi
yang penuh stress. Kualitas yang dapat mempertahankan karakter diri ini terkait
dengan peningkatan kemampuan adaptasi (fit dan mampu memobilisasi sumber
daya dan mempertahanan keseimbangan) dan mediasi antara stress dan penyakit.
Sehat adalah kondisi bahagia rohani dan sehat jasmani, atau diartikan sebagai
sehat secara jasmani, psikologis dan sosial. Sehat juga berarti terhindar dari
penderitaan, penyakit dan disabilitas serta memiliki kualitas hidup yang baik.
Kesehatan mental merujuk kepada kemampuan seseorang untuk merespon secara
adaptif terhadap stressor dari luar dan dalam. Hans Selye (1976) diknal sebagai
ilmuwan biologi yang telah membuat kontribusi besar untuk mendefinisikan
kesehatan mental melalui penjelasannya mengenai adaptasi terhadap kondisi stress.
Ia percaya bahwa stress mengancam kesehatan saat pola coping dan adaptif tidak
mampu untuk mengendalikan kondisi tersebut. Ia menyimpulkan bahwa respon
stress terjadi saat seseorang menghadapi kondisi stress yang menetap.
Selye mendefinisikan stress sebagai respon non-spesifik tubuh terhadap
adanya tekanan. Meskipun bermacam-maca, bentuk stressor mulai dari panas dan
dingan serta stressor psikologis yaitu kegagalan, kesuksesan dan suatu tantangan
baru, hal tersebut tetap menimbulkan respon stress biologis yang sama. Kondisi
tidak adanya stress adalah kematian menurut Selye.
Untuk mengatasi adanya peningkatan tekanan, tubuh merespon dengan suatu
cara tertentu yang tetap sama, dengan perubahan biokimiawi yang identik. Respon
ini dikenal dengan istilah “General Adaptation Syndrome” dan secara umum
disebut respon “fight or flight”, menunjukkan manifestasi dari stress tubuh. GAS
berkembang ke dalam tiga tahapan sebagai berikut:
 Alarm Reaction
Tubuh mulai merespon dan menyesuaikan diri terhadap stressor. Resistensi
tubuh melemah dan sepenuhnya menghilang jika stressor cukup kuat. Dimana hal
tersebut mengakibatkan mobilisasi pertahanan tubuh dan respon protektif melawan
stressor; ketika sistem saraf otonom bereaksi terhadap stress, adrenalin dan kortison
dalam jumlah besar diaktifkan dan mempersipkan seseorang untuk “fight or flight”.
 Tahapan Resistensi
Tubuh terus menurus bertahan terhadap stressor dan tidak adana lagi bukti dari
tanda-tanda reaksi awal. Tingkat resistensi seseorang lebih tinggi daripada
biasanya. Respon adaptif berusaha untuk mengurangi kerusakan dari stressor
dengan membatasi efek dan resistensi yang ditimbulkannya.
 Tahap kelelahan
Kemampuan tubuh untuk menahan stressor atau energi adaptasi menjadi
berkurang dengan semakin lamanya papara dari stressor yang sama. Tanda dari
reaksi awal kembali tetapi tidak dapat kembali seperti kondisi awal, dan seseorang
pada akhirnya akan meninggal dunia. Tahapan ini berkembang setelah upaya tubuh
untuk beradaptasi telah gagal. Kemudian stressor dapat melebihi reservoir adaptif
jika intervensi yang dilakukan untuk mengurangi stress tidak berhasil.
Menurut Selye, stressor yang merusak seperti cemas, frustasi, insecurity, dan
tanpa tujuan dapat mengakibatkan penyakit fisik dan emosional seperti migrain,
sakit kepala, ulkus peptikum, infark miokard, hipertensi, bunuh diri, penyakit
mental dan penderitaan tanpa harapan.
Caplan (1961) percaya bahwa faktor paling penting yang memprediksi
kesehatan mental adalah fungsi ego. Ego diartikan sebagai mekanisme personalitas
utama yang memediasi antara seseorang dan lingkungan. Meninger (1936)
menggambarkan ego sebagai pelindung dari keseimbangan vital “dimana
mengenali, menerima, menyimpan, membedakan dan mengarahkan impuls”.
Fungsi ego merujuk kepada kemampuan mendasar untuk beradaptasi terhadap
tekanan stress dari luar dan dalam lingkungan. Fondasinya berawal dari awal
hubungan yang signifikan, yang menciptakan hubungan saling percaya dan penuh
makna. Fungsi ego berkembang dari waktu ke waktu dan berbeda pada setiap
struktur personalitas dan tahap perkembangan.
Fenomena stress dan cemas saling terait satu sama lain. Stress menghasilkan
ketegangan yang besar sehingga mengakibatkan konflik di dalam diri atau
kecemasan. Respon terhadap kondisi penuh stress terutama dimediasi oleh factor
biologis, tetapi factor psikososial berdampak terhadap persepsi dan besarnya
stressor. Lebih lanjut, kemampuan coping, faktor budaya, dan fungsi ego
mempengaruhi reaksi terhadap stress.

2.3 Penggunaan Ego Sebagai Mekanisme Pertahanan


Energi Id akan meningkat karena rangsangan sehingga menimbulkan
ketegangan atau pengalaman yang tidak menyenangkan dan menguasai ego agar
bertindak secara konkrit dalam memenuhi rangsangan tersebut sesegera mungkin.
Di sisi lain super ego berusaha untuk menentang dan menguasai ego agar tidak
memenuhi hasrat dari id karena tidak sesuai dengan konsep ideal. Dorongan Id yang
primitive tersebut bersifat laten pada alam bawah sadar sehingga tidak akan
mengendor selama tidak memiliki objek pemuas. Pada taraf-taraf tertentu dorongan
ini bisa menjadi destruktif dengan penyimpangan-penyimpangan perilaku.
Ego berada di tengah-tengah antara kebutuhan biologis dan norma. Ketika
terjadi konflik ego menjadi terjepit dan terancam. Perasaan ini disebut kecemasan,
sebagai tanda bagi ego bahwa sedang berada dalam bahaya dan berusaha untuk
terus bertahan
Ketiga jenis kecemasan tersebut diantaranya:
 Kecemasan realistic, contohnya melihat ular berbisa di hadapan
 Kecemasan moral, ancaman yang dating dari dunia super ego yang telah
terinternalisasi. Contohnya rasa malu, rasa takut mendapat sanksi dan rasa
berdosa
 Kecemasan neurotic, perasaan takut yang muncul karena pangaruh dari Id.
Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan Id dan
super ego, namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha
mempertahankan diri. Secara tidak sadar, seseorang akan bertahan dengan cara
memblokir seluruh dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat
diterima dan tidak terlalu mengancam. Cara inilah yang disebut dengan mekanisme
pertahanan diri atau mekansime pertahanan ego.
2.4 Fungsi dan Penerapan Mekanisme Pertahanan/Mental
Mekanisme pertahanan/mental diartikan sebagai proses proteksi diri secara
tidak sadar untuk melindungi ego dari perasaan yang sangat kuat atau pengaruh
impuls. Mekanisme pertahanan bekerja di luar kesadaran agar melindungi
seseorang dari rasa tidak berharga/berguna dan lemah. Strategi adaptasi seperti ini
digunakan pada lingkungan social yang rumit dan seringkali mengancam, dan
secara teratur digunakan seseorang untuk melindung harga dirinya. Hal ini menjadi
masalah saat strategi ini digunakan secara berlebihan atau secara tidak tepat.
Mekanisme pertahanan digunakan sebagai pertahanan diri dalam menghadapi
realitas eksterna yang penuh tantangan. Jika realitas eksterna menuntut terlalu
banyak, melebihi kapasitas diri untuk mengatasinya, maka kepribadian akan
mengaktifkan defense mechanism. Begitu pula sebaliknya, bila hasrat dan dorongan
dari dalam diri terlalu kuat, dan bila dorongan itu akan mengancam keharmonisan
relasi individu dengan realitas eksternal, maka defense mechanism akan diaktifkan
untuk meredamnya.

2.5 Klasifikasi Mekanisme Mental/Pertahanan


Mekanisme mental terdiri dari tujuh tingkatan berbeda. Tingkatan pertama dari
mekanisme pertahanan hanyalah satu-satunya mekanisme yang tidak bersifat
disungsional. Mekanisme pertahanan tingkat pertama menunjukkan cara yang
sesuai pada individu ketika menghadapi kondisi stress, dapat menghadapinya
tanpa mengacaukan realita yang ada. Semua tingkatan lainnya menunjukkan
disregulasi antara kondisi kondisi stress dan cara menghadapi kondisi tersebut.
Setiap pertambahan tingkatan menunjukkan peningkatan disregulasi. Sehingga,
tingkat kedua hanya bersifat sedikit disfungsi tetapi tingkat ketujuh hampir
bersifat psikotik sempurna dalam interpretasi terhadap kondisi stress. Semakin
tinggi tingkat disregulasi, lebih signifikan juga mekanisme pertahanan akan
mengganggu kemampuan terapis untuk menghadapi pasien secara efektif akibat
disregulasi interpretasi realitas dari pasien. Adapun tingkatan mekanisme
mental dapat diuraikan sebagai berikut di bawah ini:
1. Tingkat adaptasi tinggi
Tingkat fungsi defensif yang menghasilkan adaptasi optimal dalam mengatasi
stressor. Jenis mekanisme defensif ini biasanya memaksimalkan kepuasan serta
memungkinkan kesadaran penuh akan perasaan, ide, dan konsekuensinya. Hal ini
juga mendorong keseimbangan antarmotif yang saling bertentangan. Contoh jenis
mekanisme defensif yang merupakan karakteristik tingkat ini adalah:
a. Afiliasi
b. Pasien mampu untuk meminta bantuan dan dukungan dari orang lain.
Seseorang mampu untuk membagi masalah tanpa membuat orang lain
bertanggung jawab secara langsung.
c. Altruisme
Menggunakan kepuasan yang membangun dan secara insting untuk
melayani sesama dengan menangguhkan kebutuhan atau kepentingan
pribadi.
d. Antisipasi
Secara realistis merencanakan atau mengantisipasi keadaan yang tidak
nyaman dalam diri
e. Humor
Melalui humor, seseorang dapat mengubah penghayatan akan suatu
peristiwa yang tidak menyenangkan menjadi menyenangkan. Humor juga
dapat berfungsi menyalurkan agresivitas tanpa bersifat destruktif. Misalnya:
menertawakan diri sendiri ketika apa yang dikehendaki tidak tercapai.
f. Assertion
Mengurangi efek yang menyenangkan dari perasaan tertentu karena adanya
elemen moral yang terkait dengan perasaan tersebut.
g. Sublimation
Merubah tujuan dari apa yang diinginkan oleh impuls menjadi tujuan yang
lebih diterima. Contoh : seorang guru yang tidak senang untuk mengajar
mencoba bekerja lebih keras lagi untuk mendapatkan penghargaan sebagai
guru teladan.
Sublimasi adalah mekanisme yang mengubah atau mentrasformasikan
dorongan - dorongan primitif, baik dorongan seksual dan agresi, menjadi
dorongan yang sesuai dengan norma dan budaya yang berlaku di realitas
eksternal. Misalnya: dorongan seksual diubah menjadi dorongan kreatif untuk
menghasilkan karya seni; dorongan agresi diubah menjadi daya juang untuk
mencapai suatu tujuan.
Mekanisme dimana suatu tujuan yang tidak mungkin diungkapkan secara
normal diganti dengan sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat.
Sublimasi bersifat konstruktif dengan cara engganti sesuatu dengan kegiatan
aman yang lebih bisa diterima. Sublimasi berfungsi untuk mengurangi stress
dan kecemasan dan juga menghilangkan tegangan dari dorongan-dorongan
yang terhambat.
Subtitusi perilaku yang dapat diterima secara sosial untuk
menggantikan impuls atau dorongan agresif atau seksua yang tidak dapat
diterima secara sosial. Hal ini menyalurkan impuls yang tidak dapat diterima
secara sosial menjadi aktivitas yang dapat diterima secara sosial. Hal ini juga
sebagai bentuk normal dalam menghadapi perasaan atau pikiran yang tidak
diharapkan dengan menjaganya dalam konteks yang dapat diterima.
Sebagai contoh: seseorang yang berhenti merokok menghisap
permen saat keinginan merokok muncul kembali. Wanita yang tidak mampu
memiliki atau membesarkan anak memulai bekerja di sekolah. Lelaki muda
yang mengatasi agresinya dengan bermain sepakbola.
Sublimasi adalah penyaluran kembali dorongan atau impuls yang
secara personal atau sosial tidak dapat diterima (agresifitas, amarah,
dorongan seksual) menjadi aktivitas yang lebih diterima dan membangun.
Mekanisme ini mengarahkan kecenderungan primitif atau tidak dapat
diterima menjadi tujuan yang membangun secara sosial. Hal ini juga
mengubah energi yang tidak dapat diterima menjadi capaian yang disetujui
oleh masyarakat. Sebagai contoh seseorang yang meiliki sifat agresif mampu
mentransfer energi terkait dengan impuls agresifnya menjadi seorang pemain
bintang di lini belakang sepakbola tim SMA-nya.
h. Suppression
Keputusan yang dibuat secara sadar atau setengah sadar untuk menunda
perhatian terhadap impuls atau konflik. Supresi merupakan satu - satunya
mekanisme pertahanan ego yang dilakukan secara sadar. Supresi merupakan
upaya peredaman kembali suatu dorongan libidinal (dorongan Id) yang
berpotensi konflik dengan realitas eksternal. Peredaman dorongan ini
dianggap telah melalui suatu pertimbangan rasional. Contoh: salah seorang
teman Anto menyinggung dan membangkitkan amarah dan dorongan
agresinya. Namun, Anto meredam kembali dorongan untuk bertindak agresi
secara impulsif karena akan mengakibatkan dampak yang serius pada relasi
saya dengannya. Kemudian, Anto memilih untuk mengungkapkan perasaan
secara asertif di waktu yang lebih tepat.
Kontrol yang dilakukan secara sadar dan sengaja terhadap pikiran-pikiran
atau impuls-impuls yang tidak dapat diterima aau tidak diinginkan.
Bertujuan untuk meredakan tegangan hidup, menyingkirkan persepsi yang
membingungkan, mencegah menumpuknya kesedihan dan kecemasan.
Penggunaan berlebihan dapat mengakibatkan disorganisasi tingkah laku
seperti tics dan kecemasan kronis.
Eklusi yang disengaja/dikehendaki terhadap materi yang disadari. Hal ini
adalah upaya sadar atau tidak sadar untuk tetap menjaga materi yang
mengancam di luar kesadaran ataupun secara sengaja melupakan ide dan
pikiran yang tidak diharapkan atau menyakitkan.
Sebagai contoh: korban pemerkosaan berupaya melupakan kejadian dan
gagal melaporkan kasusnya kepada pihak berwajib. Kegagalan untuk
mengingat kejadian masa anak yang berpengaruh seperti kematian nenek.
Supresi terjadi saat kecemasan tertentu menghasilkan pikiran dan perasaan
yang secara sadar dieksklusikan dari pertimbangan. Seseorang memutuskan
untuk melupakan atau tidak mengkhawatirkan sesuatu hingga keesokan
harinya dengan supresi.

2. Tingkat inhibisi mental (pembentukan kompromi)


Fungsi defensif pada tingkat ini menjauhkan ide, perasaan, memori, harapan
atau rasa takut yang berpotensi menimbulkan kecemasan dari kesadaran. Contonya
adalah:
a. Pemindahan/displacement
Merubah emosi dari satu ide ke ide lainnya yang menggambarkan hal asli
dalam beberapa aspek, namun yang kurang membangkitkan penderitaan.
Contoh : Seorang istri yang sangat membenci suaminya dapat membunuh
anaknya yang masih bayi.
Displacement dilakukan dengan cara mengganti objek yang menjadi sasaran
kemarahan. Misal: seseorang sangat marah terhadap atasannya karena
penghinaan yang dilakukan sang atasan. Namun, karena tidak mungkin
melampiaskan ke marahannya, dia mengalihkan dorongan tersebut kepada
orang lain. Misalnya kepada bawahannya yang mungkin hanya melakukan
kesalahan kecil.
b. Disosiasi
Secara sementara dan drastis merubah karakter seseorang untuk menghindari
penderitaan emosional. Dengan cara ini, konflik diselesaikan dengan
merusak integrasi dari kesadaran, ingatan, atau persepsi dari dunia internal
dan eksternal.
Contoh : Setelah putus dari pacarnya, kepribadian seseorang dapat berubah
secara drastis dari pendiam menjadi seorang yang sangat ramah.
c. Intelektualisasi
Menggunakan proses intelektual untuk menghindari ekspresi atau
pengalaman afektif.
Contoh: memfokuskan diri pada fakta-fakta suatu penyakit daripada
menerima kondisinya
Mekanisme ini terlalu menonjolkan aspek inteleknya secara berlebihan.
Tujuannya untuk mengkompensasi bagian kepribadian lain yang kurang.
Contoh: seorang yang kurang terampil menjalin relasi sosial yang hangat
dengan orang lain, memperlihatkan upaya yang terlalu besar untuk
menonjolkan kepintarannya.
d. Isolasi afek
Isolasi merupakan suatu cara untuk meredam suatu aspek yang dianggap
paling berbahaya. Akibatnya, kepribadian menghayati pengalaman tersebut
secara parsial tidak utuh. Seorang yang harmonis dengan realitas eksternal
dapat menghayati pengalaman hidupnya secara utuh. Keutuhan itu dapat
dilihat dari aspek kognitif (pikiran), afektif (perasaan) dan konatif (tingkah
laku). Misalnya: ketika seorang mendapat bonus gaji, orang tersebut akan
memikirkan hal - hal yang menyenangkan. Perasaan akan gembira dan
wajahnya berseri- seri pada hari itu. Pada orang yang melakukan isolasi,
contoh: seseorang yang tidak sanggup menerima kenyataan bahwa orang
yang paling dikasihinya meninggal tidak merasa sedih dan tidak
menunjukkan kesedihan. Yang ada hanyalah perasaan hampa. Sesungguhnya
kesedihan yang dialami orang tersebut sangat besar, lebih besar dari yang
sanggup ditanggungnya sehingga ia memendamnya. Hal ini tidak sehat
karena akan mengganggu kepribadian di masa yang akan datang.
Membagi atau memisahkan sebuah ide dari afek yang mengikutinya namun
hal itu direpresi. Isolasi sosial mengacu pada tidak adanya hubungan dari
obyek.
Contoh : Seorang pelajar jurusan biologi mengorbankan hewan lab tanpa
ragu untuk memikirkan mengenai eksistensi, kualitas kehidupan, atau
keadaan emosional hewan lab tersebut.
e. Pembentukan reaksi
Merubah impuls yang tidak dapat diterima menjadi kebalikannya.
Contoh : Seorang dengan hasrat seksual yang besar dapat menjadi menjadi
aktivis yang menentang pornografi.
Reaksi formasi merupakan suatu upaya melakukan hal yang sebaliknya untuk
melawan suatu dorongan internal yang dapat menimbulkan konflik. Contoh:
seorang yang memiliki hasrat seksual yang tinggi berlaku seolah-olah dia
sangat membenci segala sesuatu yang berbau seks.
f. Represi
Membuang atau menahan kesadaran dari sebuah ide atau perasaan.
Contoh : seorang pelajar yang iri dengan saingannya mencoba untuk tidak
memasukkan keinginan untuk membunuh rival tersebut ke alam sadarnya.
g. Menghancurkan/Undoing
Undoing adalah upaya simbolik untuk membatalkan suatu impuls yang telah
terwujud menjadi tingkah laku. Hal ini biasanya dilakukan dengan
melakukan ritual tertentu. Contoh: seseorang tidak dapat menahan diri untuk
melakukan masturbasi. Kemudian dia menyesal dan melakukan upaya untuk
membersihkan pelanggaran yang dia lakukan dengan suatu ritual, misalnya
mandi dan mencuci tangan. Hal ini akan berulang kali dilakukannya bila dia
mengulang perbuatan masturbasi.

3. Tingkat perusakan citra minor


Tingkat ini ditandai oleh distorsi terhadap citra diri, tubuh atau hal lain yang
mungkin dilakukan untuk mengatur harga diri. Contonya adalah:
a. Devaluasi
Sesorang menerima kualitas negatif dengan sangat berlebihan terhadap
dirinya atau orang lain.
b. Idealisasi
Mekanisme ini dilakukan untuk mempertahankan harga diri mendasarnya
(basic self-esteem) ketika mengalami ancaman. Hal ini dilakukan dengan
mengidealisasikan orang lain dan kemudian mengembangkan kesatuan
dengan orang tersebut. Orang yang diidealisasikan akan dipandang
sepenuhnya memiliki nilai - nilai positif dan tidak memiliki nilai - nilai
negatif sama sekali. Fantasi kesatuan dengan orang tersebut akan membantu
menambal harga diri yang terluka. Contoh: seseorang perempuan yang
semasa kecilnya tidak pernah mendapat kasih sayang dari orangtua,
kemudian mengidealisasikan suaminya. Suaminya dianggap sangat
sempurna walaupun kenyataannya sangat kontras dengan idealisasinya
tersebut.
c. Omnipotence
Arti omnipotence adalah maha kuasa. Orang yang menggunakan mekanisme
ini menganggap dirinya maha kuasa dan mampu melakukan apapun juga,
tidak takut atau kuatir pada apapun juga. Mekanisme ini biasanya dilakukan
oleh bayi pada fase oral.
4. Tingkat pengingkaran
Tingkat ini ditandai oleh dijauhkannya stresor, impuls, ide, afek, atau tanggung
jawab yang tak menyenangkan atau tidak dapat diterima dari kesadaran dengan atau
tanpa menyalahkan kausa eksternal. Contonya adalah:
a. Denial
Denial merupakan suatu mekanisme dengan menyangkal bahwa suatu
peristiwa sungguh-sungguh terjadi. Hal ini dilakukan karena tidak sang gup
menerima kenyataan tersebut.
Menghindari kesadaran dari kenyataan pahit dengan menghilangkan data itu
sendiri. Denial menghilangkan realitas eksternal.
Contoh : Seorang pasien dengan diagnosis penyakit kanker dapat menolak
untuk mempercayai diagnosis.
b. Projection
Melihat dan bereaksi terhadap impuls dari dalam diri yang tidak dapat
diterima seperti halnya mereka berada dari luar diri mereka sendiri.
Contoh : seorang pelajar yang mendapatkan nilai jelek menyalahkan dosen
dan menganggap bahwa dirinya adalah korban dari kesalahan dosen tersebut.
Proyeksi merupakan mekanisme di mana seseorang secara psikis menolak
dan mengeluarkan bagian diri yang tidak dikehendakinya. Bagian yang tidak
dikehendaki ini tampil pada orang lain. Orang yang melakukan proyeksi
tidak dapat mengenali tampilan yang dilihatnya pada orang lain sebagai
bagian dari dirinya. Contoh: seseorang yang tidak mengenal hasrat seksual
yang bergejolak dalam dirinya akan melihat kebanyakan orang lain berpikir
dan bertingkah laku porno.
c. Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah upaya mendistorsikan persepsinya akan suatu realitas.
Pikiran akan memberikan alasan-alasan yang kelihatannya masuk akal. Hal
ini dilakukan agar suatu kenyataan yang semula berbahaya dan dapat
mengguncang kepribadiannya, menjadi lebih mudah diterima.
Misalnya: bagi seorang yang self-esteem nya rapuh, penolakan cinta dari
lawan jenis akan mengguncang kepribadiannya. Orang yang bersangkutan
kemudian melakukan rasionalisasi dengan mendistorsikan kenyataan. Dia
beranggapan bahwa lawan jenis tersebut menolaknya karena merasa tidak
layak untuk menjadi kekasihnya.
Memberikan penjelasan rasional dalam usaha untuk membenarkan perilaku,
keyakinan, atau tingkah laku yang tidak dapat diterima.
Contoh : seseorang yang menyetir dalam keadaan mengantuk dan hampir
menyebabkan kecelakaan dengan terlambat menginjak rem mangatakan
bahwa ia sebenarnya tidak mengantuk dan hanya ingin mengejutkan teman-
temannya.

5. Tingkat perusakan citra mayor


Tingkat ini ditandai oleh distorsi besar-besaran atau salah menghubungkan
citra diri atau orang lain. Contonya adalah:
a. Autistic fantasy
Seseorang menjadikan mimpi/khayalan secara berlebihan sebagai pengganti
hubungan manusia, aksi yang lebih efektif, atau penyelesaian masalah.
b. Projective Identification
Defense mechanism ini jarang ditemui pada kepribadian yang cukup matang.
Mekanisme ini akan lebih sering ditemukan dalam kepribadian yang sangat
terganggu, misalnya pada pasien skizofrenia.
c. Splitting
mekanisme yang dilakukan bayi untuk memudahkannya menangani berbagai
pengalaman yang dialaminya. Splitting membagi suatu objek atau
pengalaman menjadi dua, yakni baik dan buruk. Mekanisme ini tidak mampu
melihat daerah abu-abu di antaranya. Secara primitif, hal yang
menyenangkan akan dihayati baik sedangkan yang tidak menyenangkan
akan dihayati tidak baik. Semakin tumbuh dan kepribadian semakin matang,
splitting jarang dilakukan. Mekanisme pertahanan ini biasanya dilakukan
oleh orang dengan gangguan mental yang berat.

6. Tingkat aksi
Tingkat ini ditandai denganfungsi defensi yang mengatasi stresor internal
maupun eksternal dengan tindakan atau penarikan. Contonya adalah:
a. Acting out
Pengekspresian langsung atas sebuah impuls atau keinginan yang tidak
disadari untuk menghindari kesadaran akan efek yang ditimbulkan. Acting
out mencakup impuls yang terjadi untuk menghindari ketegangan yang dapat
terjadi dari penundaan ekspresi.
Contoh: Seorang pelajar marah-marah di kelas karena nilai yang
didapatkannya buruk.
b. Apathetic Withdrawal
Seseorang menarik upaya untuk mengatasi kondisi stress atau emosional
internal ataupun eksternalnya serta menyerah atas kondisinya.
c. Help Rejection
Seseorang membuat permintaan bantuan berulang kemudian menolak
bantuan saat bantuan tersebut ditawarkan.
d. Passive aggresive behaviour
Mengungkapkan agresivitas kepada orang lain dengan pasif, masokis, dan
melawan diri sendiri. Manifestasi dari gejala ini seperti kegagalan,
penundaan, dan penyakit yang lebih mempengaruhi orang lain dibandingkan
diri sendiri. Contoh: seorang anak dengan sengaja menelantarkan prestasi
akademisnya untuk memancing amarah orang tuanya.

7. Tingkat disregulasi defensif


Tingkat ini ditandai oleh kegagalan regulasi defensif untuk menampung reaksi
individu terhadap stresor, yang mengakibatkan adanya jurang yang nyata dengan
dengan realitas objektif. fungsi defensi yang mengatasi stresor internal maupun
eksternal dengan tindakan atau penarikan. Contonya adalah:
a. Delusional projection
Seseorang menggunakan proyeksi dengan komponen tambahan kepercayaan
bahwa kondisi yang diproyeksikan adalah bagian dari realitas objektif saat
faktanya mengatakan tidak.
b. Psychotic denial
Seseorang menggunakan bantahan/penolakan dengan komponen tambahan
kepercayaan bahwa kondisi yang dibantah tersebut dapat dibuktikan salah.
c. Psychotic distortion
Pembentukan kembali realita secara kasar untuk memenuhi kebutuhan dalam
diri seperti keyakinan megalomania yang tidak realistik atau halusinasi.
BAB III
KESIMPULAN

Defense mechanism adalah respon seorang individu dalam


menghadapi stressor ataupun kecemasan dalam kehidupan sehari-hari yang
berbeda-beda pada tiap orang. Untuk memahami mengenai hal ini, terlebih
dulu kita perlu mempelajari mengenai dasar teori topografik dan terori
struktural agar pemahaman mengenai defense mechanism akan lebih jelas.
Pembagiaan defense mechanims dibagi menurut klasifikasi mature,
immature, neurotik, dan narsistik-psikotik. Sebagai seorang dokter, sangat
penting untuk mengenal tiap jenis defense mechanism yang dipakai oleh
pasien kita untuk mengatasi kecemasannya serta dapat merencanakan terapi
secara lebih efektif.

.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan and Sadock’s Comprehensive
Textbook of Psychiatry. 11th ed. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia.
2015.

2. Elvira SD, Hadisukanto G, ed. Buku Ajar Psikiatri. Ed 2. Indonesia: Badan


Penerbit FKUI; 2013

3. Rusdi M, Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ III dan DSM
V. Bagian Kedokteran Unika Atmajaya. Jakarta. 2013.

4. World Health Organization. Manual of the international statistical classifi


cation of disease and related health problems, 10th revision (ICD-10). Geneva:
World Health Organization; 2000.

Anda mungkin juga menyukai