SEPSIS
Gambar 1. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn,
2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta
dalam mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh
untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum
tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama
14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning kemerahan
karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna
ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung O2.
Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah
merah.Berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan dalam
peredaran darah untuk dibawa ke jaringan dan membawa karbon dioksida
dari jaringan tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin mengandung kira-kira 95%
Besi ( Fe ) dan berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen
menjadi Oksihemoglobin dan diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan
metabolisme.Disamping Oksigen, hemoglobin juga membawa
Karbondioksida dan dengan Karbon monooksida membentuk ikatan
Karbon Monoksihemoglobin (HbCO), juga berperan dalam keseimbangan
ph darah.
Sintesis hemoglobin terjadi selama proses Eritropoisis, pematangan
sel darah merah akan mempengaruhi fungsi hemoglobin. Proses
pembentukan sel darah merah ( Eritropoeisis) pada orang dewasa terjadi di
sumsum tulang seperti pada tulang tengkorak, vertebra, pelvis, sternum,
iga, dan epifis tulang-tulang panjang. Pada usia 0-3 bulan intrauterine
terjadi pada yolk sac, pada usia 3-6 bulan intrauterine terjadi pada hati dan
limpa. Dalam proses pembentukan sel darah merah membutuhkan bahan
zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin B6 ( piridoksin ), protein dan
faktor lain. Kekurangan salah satu unsur diatas akan mengakibatkan
penurunan produksi sel darah sehingga mengakibatkan Anemia yang
ditandai dengan Kadar hemoglobin yang rendah/kurang dari normal.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam
inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit berwarna
bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan
RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut,
dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus
melalui limpa ke pembuluh darah. Sel leukosit selain didalam pembuluh
darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan
penyakit disebabkan karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah
leukosit yang ada dalam darah akan meningkat.
c. Plasma darah
Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan
hampir 90% plasma darah terdiri dari :
1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
2) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain
yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).
3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah
dan juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)
2. Fisiologi Darah
Menurut Syaifuddin (2005) fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang
akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibodi/zat-zat anti
racun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
B. Definisi
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai macam
organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif, fungi, parasit,
dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi sepsis, dan
terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi
bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik syok (Norwitz,2010).
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen
atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses
inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini
digunakan di klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American
College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992
yang mendefinisikan sepsis, sindroma respon inflamasi sistemik (systemic
inflammatory response syndrome / SIRS), sepsis berat, dan syok/renjatan septik
(Chen et.al,2009).
Sepsis neonatorum adalah suatu gejala klinis dengan mikroorganisme positif
yang didapat dari spesimen steril seperti darah, cairan serebrospinal, dan urin yang
di ambil dengan cara steril pada satu bulan pertama kehidupan (Thaver D et al,
2009).
C. Epidemiologi
Sepsis adalah penyakit yang berkontribusi pada lebih dari 200.000 kematian
pertahun di Amerika Serikat. Insideni sepsis, sepsis berat dan syok septik meningkat
selama 20 tahun terakhir, dan jumlah kasus >700.000 per tahun (3 per 1000
penduduk). Sekitar dua pertiga kasus terjadi pada pasien dengan penyakit terdahulu.
Kejadian sepsis dan angka kematian meningkat pada penderita usia lanjut dan sudah
adanya komorbiditas sebelumnya. Meningkatnya insiden sepsis berat di Amerika
Serikat disebabkan oleh usia penduduk, meningkatnya pasien usia lanjut
menyebabkan meningkatnya pasien dengan penyakit kronis, dan juga akibat
berkembangnya sepsis pada pasien AIDS. Meluasnya penggunaan obat antimikroba,
obat imunosupresif, pemakaian kateter jangka panjang dan ventilasi mekanik juga
berperan. Infeksi bakteri invasif adalah penyebab kematian yang paling sering di
seluruh dunia, terutama pada kalangan anak-anak (Munford, 2008).
D. Etiologi
Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil
kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri gram
negatif dan gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi sepsis berat dan
sisanya jamur atau gabungan beberapa mikroorganisme. Pada pasien yang kultur
darahnya negatif, penyebab infeksi tersebut biasanya diperiksa dengan
menggunakan kultur lainnya atau pemeriksaan mikroskopis (Munford, 2008).
Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa infeksi dengan sumber lokasi saluran
pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling umum dari sepsis (Shapiro,
2010)
Pada Negara berkembang, E. coli, Klebsiella sp. dan S. aureus merupakan
patogen penyebab sepsis neonatorum awitan dini tersering, dimana S. aureus,
Streptococcus pneumonia dan Streptococcus pyogenes menjadi patogen penyebab
sepsis neonatorum awitan lambat tersering (Khan, 2012).
E. Manifestasi Klinis
1) Sepsis non spesifik : demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah,
malaise gelisah atau kebingungan.
2) Hipotensi, oliguria atau anuria, takipneu atau hipepne, hipotermia tanpa
sebab jelas, perdarahan
3) Tempat infeksi paling sering: Paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit,
jaringan lunak dan saraf pusat.
4) Syok sepsis
5) Tanda – tanda MODS dengan terjadinya komplikasi. ( SudoyoAru,dkk
2009).
F. Patofisiologi
Patofisiologi sepsis neonatorum merupakan interaksi respon komplek antara
mikroorganisme patogen dan keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada sepsis,
melibatkan beberapa komponen, yaitu: bakteri, sitokin, komplemen, sel netrofil, sel
endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan fibrinolisis
memegang peran penting dalam patofisiologi sepsis neonatorum. Meskipun
manifestasi klinisnya sama, proses molekular dan seluler untuk menimbulkan
respon sepsis neonatorum tergantung mikroorganisme penyebabnya, sedangkan
tahapan-tahapan pada respon sepsis neonatorum sama dan tidak tergantung
penyebab. Respon inflamasi terhadap bakteri gram negatif dimulai dengan
pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin dari dinding sel yang dilepaskan
pada saat lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun non spesifik (innate
immunity) yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. LPS terikat pada protein
pengikat LPS saat di sirkulasi. Kompleks ini mengikat reseptor CD4 makrofag dan
monosit yang bersirkulasi (Hapsari, 2009).
Organisme gram positif, jamur dan virus memulai respon inflamasi dengan
pelepasan eksotoksin/superantigen dan komponen antigen sel. Sitokin proinflamasi
primer yang diproduksi adalah tumor necrosis factor (TNF) α, interleukin (IL)1, 6,
8, 12 dan interferon (IFN). Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai kadar puncak 2 jam
setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat mempengaruhi fungsi organ secara
langsung atau tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan,
leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin, dan komplemen.
Mediator proinflamasi ini mengaktifasi berbagai tipe sel, memulai kaskade sepsis
dan menghasilkan kerusakan endotel (Nasution, 2008).
Imunoglobulin pertama yang dibentuk fetus sebagai respon infeksi bakteri
intrauterin adalah Ig M dan Ig A. Ig M dibentuk pada usia kehamilan 10 minggu
yang kadarnya rendah saat lahir dan meningkat saat terpapar infeksi selama
kehamilan. Peningkatan kadar Ig M merupakan indikasi adanya infeksi neonatus.
Ada 3 mekanisme terjadinya infeksi neonatus yaitu saat bayi dalam kandungan /
pranatal, saat persalinan/ intranatal, atau setelah lahir/ pascanatal. Paparan infeksi
pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderita penyakit tertentu, antara
lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes (infeksi TORCH), ditransmisikan secara hematogen melewati plasental ke
fetus (Nasution, 2008).
Infeksi transplasenta dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan. Infeksi
dapat menyebabkan aborsi spontan lahir mati, penyakit akut selama masa neonatal
atau infeksi persisten dengan sekuele. Infeksi bakteri lebih sering di dapat saat
intranatal atau pascanatal. Selama dalam kandungan ibu, janin terlindung dari
bakteri karena adanya cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan
amnion, janin berisiko menderita infeksi melalui amnionitis. Neonatus terinfeksi
saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion yang mengandung
lekosit maternal dan debris seluler mikroorganisme, yang berakibat pneumonia.
Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah atau dapat
pula saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina akan
menjalar ke atas sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin (infeksi
transmisi vertikal, paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan, proses persalinan
dimasukkan ke dalam kelompok infeksi paparan dini (early onset of neonatal sepsis)
dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam 3-7 hari pertama setelah lahir (Hapsari,
2009).
Infeksi yang terjadi setelah proses kelahiran biasanya berasal dari
lingkungan sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara pernapasan,
saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk sepsis semacam ini dikenal
dengan sepsis paparan lambat (late onset of neonatal sepsis). Selain perbedaan
dalam waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early onset dan late onset)
sering berbeda dalam jenis kuman penyebab infeksi. Walaupun demikian
patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari kedua bentuk sepsis tersebut tidak
banyak berbeda (Hapsari, 2009).
G. Pathway
Terlampir
H. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan
menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal
sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis)
(Anderson-Berry, 2014).
Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan infeksi perinatal yang
terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh
pada saat proses kelahiran atau in utero. Infeksi terjadi secara vertikal karena
penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran bayi.
Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3.5 kasus per 1.000 kelahiran
hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal (Depkes RI, 2008).
Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi disebabkan kuman yang
berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah 72 jam kelahiran. Proses infeksi
semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan termasuk
didalamnya infeksi karena kuman nasokomial (Aminullah, 2010).
I. Gejala Klinis
Gejala klinik neonatus sehat adalah tampak bugar, menangis keras, refleks
hisap bagus, napas spontan dan teratur, aktif dan gerakan simetris, dengan umur
kehamilan 37-42 minggu, berat lahir 2500-4000 gram dan tidak terdapat kelainan
bawaan berat/mayor (Arkhaesi, 2008).
Neonatus yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan
asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi
tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia,
hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai
kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan
saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar
high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan
kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula
memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi
(perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu
pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi)
(Depkes RI, 2008).
J. Komplikasi
L. Penatalaksanaan
Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi :
1. Nonfarmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan
melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.
2. Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan
vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg,
menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi
cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila
rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan
oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan vasopresin
dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa vasopresin dosis
rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan dengan
norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai
rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik
spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang
luas bakteri gram positif dan gram negative (atau jamur jika terindikasi
secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien
dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor
>24); bila dikombinasikan dengan terapi konvensional, dapat
menurunkan angka mortalitas.
3. Sepsis kronis
Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi dilanjutkan
minimal selama 2 minggu.
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tatalaksana sepsis
neonatorum, sedangkan dipihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan
waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam
melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat
peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Pemberian antibiotik pada kasus
tersangka sepsis neonatorum, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa
menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik
harus dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila
hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi secara
klinis baik, pemberian antibiotik harus dihentikan (Sitompul, 2010).
1. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini
Pada bayi dengan sepsis neonatorum awitan dini, terapi empirik harus
meliputi Streptococcus Group B, E. coli, dan Lysteria monocytogenes.
Kombinasi penisilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai
aktivitas antimokroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua
organisme penyebab sepsis neonatorum awitan dini. Kombinasi ini sangat
dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri (Sitompul, 2010).
2. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat
Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga dapat
digunakan untuk terapi awal sepsis neonatorum awitan lambat. Pada kasus
infeksi Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat anti staphylococcus
yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi
awal. Pemberian antibiotik harusnya disesuaikan dengan pola kuman yang ada
pada masing-masing unit perawatan neonatus (Sitompul, 2010).
3. Terapi Suportif (adjuvant)
Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ
atau lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi
respirasi, gangguan kardiovaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem
imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian
oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi suportif
ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang
dilaporkan dikepustakaan antara lain pemberian intravenous immunoglobulin
(IVIG), pemberian tranfusi dan komponen darah, granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF), inhibitor reseptor IL-1,
transfusi tukar (TT) dan lain-lain (Sitompul, 2010).
2) Tahap-Tahap Perkembangan
Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase
perkembangan.Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk
kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya.Sekalipun
perkembangan itu dibagi-bagi ke dalam masa-masa perkembangan, hal ini
dapat dipahami dalam hubungan keseluruhannya. Secara garis besar seorang
anak mengalami tiga tahap perkembangan penting, yaitu kemampuan
motorik, perkembangan fisik dan perkembangan mental.Kemampuan
motorik melibatkan keahlian motorik kasar, seperti menunjang berat tubuh di
atas kaki, dan keahlian motorik halus seperti gerakan halus yang dilakukan
oleh tangan dan jari. Pertumbuhan dan perkembangan fisik mengacu pada
perkembangan alat-atal indra. Perkembangan mental menyangkut
pembelajaran bahasa, ingatan, kesadaran umum, dan perkembagan
kecerdasan.( Menurut Toy Buzan,2006)
a Anak usia 0-7 tahun
Pada tahun pertama perkembangannya bayi masih sangat tergantung
pada lingkungannya,kemampuan yang dimiliki masih terbatas pada
gerak-gerak, menangis. Usia setahun secara berangsur dapat
mengucapkan kalimat satu kata, 300 kata dalam usia 2 tahun, sekitar
usia 4-5 tahun dapat menguasai bahasa ibu serta memiliki sifat
egosentris, dan usia 5 tahun baru tumbuh rasa sosialnya kemudian usia 7
tahun anak mulai tumbuh dorongan untuk belajar. Dalam membentuk
diri anak pada usia ini belajar sambil bermain karena dinilai sejalan
dengan tingakt perkembangan usia ini.
b Anak usia 7-14 tahun
Pada tahap ini perkembangan yang tampak adalah pada perkembangan
intelektual, perasaan, bahasa, minat, sosial, dan lainnya sehingga
rasullullah menyatakan bahwa bimbingan dititik beratkan pada
pembentukan disiplin dan moral.
c Anak usia 14-21 tahun
Pada usia ini anak mulai menginjak usia remaja yang memiliki rentang
masa dari usia 14/15 tahun hingga usia 21/22 tahun. Pada usia ini anak
berada pada masa transisi sehingga menyebabkan anak menjadi bengal,
perkataan-perkataan kasar menjadi perkataan harian sehingga dengan
sikap emosional ini mendorong anak untuk bersikap keras dan mereka
dihadapkan pada masa krisis kedua yaitu masa pancaroba yaitu masa
peralihan dari kanak-kanak ke masa pubertas. Dalam kaitannya dengan
kehidupan beragama, gejolak batin seperti itu akan menimbulkan
konflik.
3) Aspek-Aspek Perkembangan
Ada beberapa aspek perkembangan, yaitu;
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik sering dikaitkan dengan perkembangan motorik
sehingga dikenal dengan perkembangan fisik motorik. Tetapi, antaranya
keduanya terdapat berbeda. Perkembangan fisik lebih menunjukkan
kepada perubahan yang terjadi pada fisik secara keseluruhan atau tubuh
dan fisik sebagai bagian-bagian, misalnya anggota gerak (tangan, kaki)
yang semakin besar atau panjang. Perkembangan motorik merupakan
suatu penguasaan pola dan variasi gerak yang telah bisa dilakukan anak.
Perkembangan motorik sebagai gerakan yang terus bertambah atau
meningkat dari yang sederhana ke arah gerakan yang komplek.
Perkembangan motorik terdiri dari dua macam, yaitu perkembangan
motorik kasar dan motorik halus.
1) Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan bergerak
dengan menggunakan otot – otot tubuh khususnya otot besar
seperti otot di kaki dan tangan. Gerakan yang tergolong motorik
kasar, misalnya merayap, merangkak, berjalan, berlari, dan
melompat.
2) Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan dalam motorik halus adalah kemampuan
bergerak dengan menggunakan otot kecil, seperti yang ada di jari
untuk melakukan aktivitas, seperti mengambil benda kecil,
memegang sendok, membalikan halaman buku dan memegang
pensil atau krayon.
3) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah suatu proses pembentukan
kemampuan dan keterampilan menggunakan alat berpikir.
Perkembangan kognitif berkaitan dengan aktivitas berpikir,
membangun pemahaman dan pengetahuan, serta memecahkan
masalah.
4) Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa adalah suatu proses pembentukan
kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan ide, perasaan
dan sikap kepada orang lain. Perkembangan bahasa meliputi
mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.
5) Perkembangan Sosial – Emosi
Perkembangan Sosial – Emosional merupakan gabungan dari
perkembangan sosial dan emosi. Perkembangan adalah suatu proses
pembentukan kemampuan dan keterampilan untuk bersosialisasi.
Sedang perkembangan emosi berkaitan dengan kemampuan
memahami hal-hal yang berkaitan dengan perasaan-perasaan yang
ada pada diri sendiri, seperti perasaan senang ataupun sedih, apa
yang dapat ia lakukan, apa yang ingin ia lakukan, bagaimana ia
bereaksi terhadap hal-hal tertentu, hal-hal yang mana yang perlu
dihindari, dan hal-hal yang mana yang didekati, kemandirian dan
mengendalikan diri. Perkembangan sosial-emosional merupakan
proses pem-bentukan kemampuan dan keterampilan mengendalikan
diri dan berhubungan dengan orang lain.
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Keluhan utama pada sepsis neonatorum tidak khas seperti
pada kasus-kasus lain, tetapi biasanya didapatkan sebagian gejala dari
gejala yang biasa terjadi seperti malas minum, kuning, letalergi, dll.
b. Riwayat penyakit sekarang: perlu ditanyakan:
- Mulai kapan anak terlihat lemas lemas, kesadaran menurun, malas
minum, kuning?
- Apakah anak muntah? Berapa kali? Jumlah?
- Apakah anak panas? Mulai kapan?
- Apakah anak mencret?
- Apakah terdapat sesak nafas?
c. Riwayat penyakit dahulu : Apakah pernah mengalami infeksi sebelumnya?
d. Riwayat kehamilan: Penyakit yang pernah diderita ibu selama kehamilan,
terutama penyakit infeksi?
e. Riwayat keluarga: Apakah dalam keluarga ada anggota yang menderita
penyakit infeksi?
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: lemah, sulit menelan, kejang;
b. Kesadaran: normal
c. Vital sign: TD : normal
d. Nadi : normal (110-120 x/menit)
e. Suhu : Demam (Suhu >38 ºC) atau hipotermi (<36ºC)
f. Pernafasan : meningkat > 40 x/menit (bayi) normal 30-60x/menit)
g. Kepala dan leher:
Inspeksi: Simetris, dahi mengkerut
Kepala: Bentuk kepala mikro atau makrosepali, trauma persalinan, adanya
caput, kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung.
Rambut : Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna
Mata : Agak tertutup / tertutup,
Telinga : Kebersihan ,
Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe, Terdapat kaku
kuduk pada leher
h. Dada
Inspeksi : Simetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas
Perkusi : Jantung : Dullness
Paru : Sonor
Auskultasi : terdengar suara wheezing
i. Abdomen
Inspeksi : Flat / datar, terdapat tanda – tanda infeksi pada tali pusat (jika
infeksi melalui tali pusat), keadaan tali pusat dan jumlah pembuluh darah
(2 arteri dan 1 vena)
Palpasi : Teraba keras, kaku seperti papan
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar bising usus
j. Kulit
Turgor kurang, pucat, kebiruan
k. Genetalia
Tidak kelainan bentuk dan oedema, Apakah terdapat hipospandia,
epispadia, testis BAK pertama kali.
l. Ekstremitas
Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk,
Fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga bayi dapat
diangkat bagai sepotong kayu.
B. Diagnosa
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk mengabsorpsi nutrien
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
c. Risiko infeksi b.d pemajanan terhadap patogen
3. Indentifikasi pasien
Kriteria hasil : perlunya pemasangan alat
a. Mendemonst jalan nafas buatan
rasikan batuk efektif
4. Pasang mayo bila
dan suara nafas yang
perlu
bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea ( 5. Lakukan fisioterapi
mampu
dada jika perlu
mengeluarkansputum,
mampu bernafas 6. Keluarkan secret
dengan mudah, tidak dengan batuk atau suction
ada pursed lips)
7. Auskultasi suara
b. Menunjukka
nafas, catat adanya suara
n jalan nafas yang
tambahan
paten ( klien tidak
merasa tercekik, irama 8. Lakukan suction
nafas, frekuensi nafas
pada mayo
dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas 9. Berikan
abnormal) bronkodilator bila perlu
c. Tanda –
10. Berikan pelembab
tanda vital dalam
udara kassa basah NACL
rentang normal
lembab
( tekanan darah, nadi,
pernafasan, suhu) 11. Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan
Oxygen therapy
1. Bersihkan
mulut, hidung dan secret
trakea
2. Pertahankan
jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan
oksigenasi
4. Monitor aliran
oksigen
5. Pertahankan
posisi pasien
6. Observasi
adanya tanda – tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
1. Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya
fluktasi tekanan darah
3. Monitor VS
saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri
4. Auskultasi
TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD,
nadi dan RR sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor
kualitas dari nadi
7. Monitor
irama dn frekuensi
pernapasan
8. Monitor
suara paru
9. Monitor pola
nafas abnormal
10. Monitor
suhu, warna dan
kelembaban kulit
11. Monitor
sianosis perifer
12. Monitor
adanya chrushing triad
( tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi
penyebab dari perubahan
vital sign
3 Risiko infeksi b.d Noc : Infection Control
pemajanan terhadap Immune Status 1. Bersihkan lingkungan
patogen setelah dipakai pasien lain
Knowledge :
infection control 2. Pertahankan teknik isolasi
4. Instruksikan pada
pengunjung untuk mencuci
Kriteria hasil :
tangan saat berkunjung dan
a. Klien terbebas dari setelah berkunjung
tanda dan gejala meninggalkan pasien
infeksi
5. Gunakan sabun antimikroba
b. Mendeskripsikan untuk cuci tangan
proses penularan
penyakit, factor yang 6. Cuci tangan setiap sebelum
mempengaruhi dan sesudah tindakan
penularan serta keperawatan
penatalaksanaannya
7. Gunakan baju, sarung
c. Menunjukkan tangan sebagai alat pelindung
kemampuan untuk
8. Pertahankan lingkungan
mencegah timbulnya
aseptic selama pemasangan
infeksi
alat
d. Jumlah leukosit
dalam batas normal 9. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
e. Menunjukkan sesuai dengan petunjuk
perilaku hidup sehat umum
Infection Protection
2. Monitor hitung
granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Sering pengunjung
terhadap penyakit menular
6. Pertahankan teknik
isolasi k/p
7. Berikan perawatan
kuliat pada area epidema
2. Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan,
perencanaan mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.
3. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif
yaitu dilakukan terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah di capai.Dan
bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan
keparawatan yang telah dilakukan.Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi
kembali.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien sepsis sebagai berikut :
2) Kebutuhan nutrisi tubuh seimbang
Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi atau berkurang
3) Pola Napas efektif
Frekuensi nafas normal (30-50 x/mt)
Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
4) Tidak terjadi infeksi
klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
D. Daftar Pustaka
1. Aminullah A. 2008.Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Rudolph AM. 2006. Julien IEH, Colin DR. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 1
Edisi 2. Jakarta: EGC
6. Guntur H. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Ilmu Penyakit Dalam FKUI