Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

DISUSUN OLEH
NAMA : HENDRA ADHI NUGRAHA
NIM : P27220016026

D III KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

1. DEFINISI
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar
Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam
otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam
beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang
terganggu.(Harsono,1996, hal 67).
Stroke adalah disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak
yang terganggu (WHO, 1989).
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke
adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah
gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh
darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan
aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
Stroke Non Hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu
perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan
menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke
trombotik (Wanhari, 2008).
2. ETIOLOGI

Penyebab-penyebabnya antara lain:

a. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )


Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
disekitarnya.Keadaan yang dapat menyebabkan thrombosis cerebral:
a) Atherosklerosis/arterioskerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya ketentuan atau elastisitas pembuluh darah.
b) Hypercoagulasi pada polysitemia adalah darah bertambah kental, peningkatan
viskositas hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c) Arteritis (radang pada arteri).

b. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )


Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh darah,lemak
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik.

c. Haemortologi
Perdarahan intrakranial atau intra serebral termasuk perdarahan dalam ruang sub
arachnoid/kedalam jaringan otak sendiri. Ini terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pengerasan dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan sehingga terjadi infark otak, oedema dan mungkin hemiasi otak.

d. Hypoksia Umum
a) Hipertensi yang parah
b) Cardiac pulmonary arrest
c) CO turun akibat aritmia

e. Hypoksia setempat
a) Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub aradinoid
b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migran.

f. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)


(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

3. FAKTOR RESIKO

a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium,
penyakit jantung kongestif)
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
f. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
g. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen
tinggi)
h. Penyalahgunaan obat ( kokain)
i. Konsumsi alkohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

4. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit
stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh,
hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat
pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang
jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat,
tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu
tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu
muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu.Gejala-gejala itu antara lain
bersifat:
a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri
dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan
bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
b. Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible iskhemik neurologik defisit
(RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang dissebut
progressing stroke atau stroke inevolution
d. Sudah menetap/permanen
(Harsono,1996, hal 67)

5. PATOFISIOLOGI
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada
stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang
terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering
terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak
melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah
dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan
perubahan-perubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran
darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan
darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area
dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik
berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal
yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan
terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah
arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.

6. PATHWAY

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit
stroke adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat
pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.

8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral
dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak
dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan
curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5
hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
thrombus dan embolisasi.

10. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


a. Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

 kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.


 mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot ).

Data Obyektif:

 Perubahan tingkat kesadaran.


 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan
umum.
 Gangguan penglihatan.

b. Sirkulasi

Data Subyektif:
 Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data Obyektif:

 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

c. Integritas ego

Data Subyektif:

 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan


Data Obyektif:

 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
 kesulitan berekspresi diri

d. Eliminasi

Data Subyektif:

 Inkontinensia, anuria
 distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus
paralitik )

e. Makan/ minum

Data Subyektif:

 Nafsu makan hilang


 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:

 Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )


 Obesitas ( faktor resiko )

f. Sensori neural

Data Subyektif:

 Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )


 nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
 Penglihatan berkurang
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka
ipsilateral ( sisi yang sama )
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data Obyektif:

 Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku
(seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
 Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
 Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan
berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral

g. Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif:
 Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:

 Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

h. Respirasi

Data Subyektif:

 Perokok ( factor resiko )

i. Keamanan

Data Obyektif:

 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan


 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri
j. Interaksi social

Data Obyektif:

 Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi


(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

11. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi,
perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.

Kriteria hasil :

 Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor
 Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
 Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan

Intervensi :

 Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma /
penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK
 Monitor dan catat status neurologist secara teratur
 Monitor tanda tanda vital
 Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0
 Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang
pandang / persepsi lapang pandang
 Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan
fungsi
 Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral .
 Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai
indikasi
Kolaborasi

 Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi


 Berikan medikasi sesuai indikasi :
 Antifibrolitik, missal aminocaproic acid ( amicar )
 Antihipertensi
 Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
 Manitol

b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi


lendir

Kriteria hasil:

 Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas


 Ekspansi dada simetris
 Bunyi napas bersih saat auskultasi
 Tidak terdapat tanda distress pernapasan
 GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:

 Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi


 Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan
pengeluaran sekresi yang optimal
 Penghisapan sekresi
 Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
 Berikan oksigenasi sesuai advis
 Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi

c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Kriteria hasil:

 RR 18-20 x permenit
 Ekspansi dada normal
Intervensi :

 Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.


 Auskultasi bunyi nafas.
 Pantau penurunan bunyi nafas.
 Pastikan kepatenan O2 binasal
 Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
 Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
 Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan

d. Ketidakmampuan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuscular, ketidakmampuan dalam


persespi kognitif
Kriteria hasil :

 Tidak ada kontraktur, foot drop.


 Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari bagian
tubuh
 Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana permulaanya
 Terpeliharanya integritas kulit
Intervensi

Mandiri

 Rubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring )


 Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas
 Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat selama
periode paralysisi flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral
 Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi
 Bantu meningkatkan keseimbangan duduk
 Bantu memanipulasi untuk mempengaruhi warna kulit edema atau menormalkan
sirkulasi
 Awasi bagian kulit diatas tonjolan tulang

Kolaborasi

 konsul kebagian fisioterapi


 Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik
 Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi

e. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler,


kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih.
Kriteria hasil :

 Pasien mampu memahami problem komunikasi


 Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
 Menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi

Mandiri
 Bantu menentukan derajat disfungsi
 Bedakan antara afasia denga disartria
 Sediakan bel khusus jika diperlukan
 Sediakan metode komunikasi alternatif
 Antisipasi dan sediakan kebutuhan paien
 Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
 Bicara dengan nada normal
Kolaborasi :

 Konsul dengan ahli terapi wicara

f. Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan (


trauma / penurunan neurology), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi
disebabkan oleh kecemasan)
Kriteria hasil :

 Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada level biasanya.
 Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat
 Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi
Intervensi

Mandiri

 Kaji patologi kondisi individual


 Evaluasi penurunan visual
 Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh
 Sederhanakan lingkungan
 Bantu pemahaman sensori
 Beri stimulasi terhadap sisa sisa rasa sentuhan
 Lindungi psien dari temperature yang ekstrem
 Pertahankan kontak mata saat berhubungan
 Validasi persepsi pasien
g. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuro muskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol /koordinasi otot
Kriteria hasil:

 Melakukan aktivitas perwatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri


 Mengidentifikasi sumber pribadi /komunitas dalam memberikan bantuan sesuai
kebutuhan
 Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kenutuhan perawatan
diri

Intervensi:

 Kaji kemampuan dantingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 1-4) untuk


melakukan kebutuhan ssehari-hari
 Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasiensendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan
 Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk
menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan.
 Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikanpada kebiasaan pola
nornal tersebut. Kadar makanan yang berserat,anjurkan untuk minum banyak dan
tingkatkan aktivitas.
 Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau
keberhasilannya.
Kolaborasi;

 Berikan supositoria dan pelunak feses


 Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/okupasi

h. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi


lendir
Kriteria hasil:

 Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas


 Ekspansi dada simetris
 Bunyi napas bersih saaatauskultasi
 Tidak terdapat tanda distress pernapasan
 GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:

 Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi


 Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan
memmberikan pengeluaran sekresi yang optimal
 Penghisapan sekresi
 Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
 Berikan oksigenasi sesuai advis
 Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi

i. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d reflek menelan turun,hilang rasa ujung lidah
Kriteria evaluasi:

 Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi specifik untukmerangsang nafsu makan


 BB stabil
 Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat
Intervensi;

 Pantau masukan makanan setiap hari


 Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
 Dorong pasien untukmkan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai program
 Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu manis,berlemak
dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
 Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah
Kolaborasi:

 Pemberian anti emetikdengan jadwal reguler


 Vitamin A,D,E dan B6
 Rujuk ahli diit
 Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 293-305)

DAFTAR PUSTAKA

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996
Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan
Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC ,2002
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3, Jakarta, EGC,
2000
Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996
Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans.
Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah
EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, (2000). Buku saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa. Edisi 8.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai