PENDAHULUAN
stratum korneum kulit, dan tidak mengalami penetrasi kedalam jaringan.1 Biasanya
tinea ini terjadi pada bagian wajah yang bukan area tempat tumbuhnya janggut.2
Agen penyebab tinea fasialis sangat beragam tergantung dari daerah geografis.
Microsporum canis.3
Microsporum canis merupakan fungi zoofilik, dan fungi ini paling sering
natural host untuk jenis fungi ini, infeksi yang terjadi pada manusia disebabkan
publikasikan, hanya beberapa seri tinea fasialis yang dilaporkan.2 Di Italia, Spanyol,
Swiss, dan Yunani, spesies zoophilic microsporum canis dan bentuk granular dari
Trichopyton mentagrophytes var. granulare adalah agen yang paling sering diisolasi,
dalam banyak kasus yang berkaitan dengan kontak yang sering dengan hewan. 2
Epidemiologi dari tinea fasialis ini sendiri sangat jarang terjadi. Tinea fasialis
bisa terjadi pada semua kelompok umur dengan puncaknya terjadi saat masih anak-
anak dan usia antara 20 dan 40 tahun. Bisa ditemukan pada semua negara, tetapi lebih
1
Dermatofit mensintesis keratinase yang memungkinkan jamur tersebut untuk
menginvasi Stratum corneum dari epidermis.4 Dan bisa mencerna keratin dan
morfologi anular dari tinea akibat respon host melawan penyebaran dermatofit yang
diikuti oleh reduksi atau pembersihan elemen fungi dalam plak, dan banyak kasus
merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit
(polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada
bagian tengah.5 gambaran khassnya bisa berupa lesi yang mulai sebagai eritematosa,
plak bersisik yang mungkin cepat memburuk, diikuti penyembuhan pada bagian
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditanyakan pada pasien tentang riwayat
perjalanan terakhir. Pasien yang terinfeksi bisa memiliki beragam gejala, kadang bisa
inflamasi, peninggian kulit, krusta, papul, vesikel, dan bulla, terutama bagian tepinya,
azol, dan terbinafine dipakai sekali atau dua kali sehari selama 2-4 minggu tetapi jika
2
pegobatannya tidak berhasil. Atau untuk lesi ekstensif, antifungal oral bisa diberikan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Tinea merupakan infeksi jamur, yang dimana dimaksud disini adalah yang
yang tidak berambut (glabrous skin) pada bagian wajah, termasuk bibir dan pipi. Pada
anak dan wanita. Pada pria, kondisi ini dikenal sebagai tinea barbae ketika infeksi
gambaran luas serta berbagai macam gambaran klinis dari eritema, patch, indurasi,
B. Etiologi
Agen penyebab tinea fasialis sangat beragam tergantung dari daerah geografis.
Microsporum canis.3
4
Microsporum canis merupakan fungi zoofilik, dan fungi ini paling sering
natural host untuk jenis fungi ini, infeksi yang terjadi pada manusia disebabkan
penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada
termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu, Microsporum,
gambaran plak anular eritematous, pustul dan krusta. Gambaran batas inflamasi
infeksi dan menunjukan gambaran klinis yang beragam.4 Berikut adalah klasifikasi
a) Antropofilik
Spesies ini terbatas pada manusia sebagai host dan melakukan transmisi
melalui kontak langsung. Kulit atau rambut yang terinfeksi akan tersimpan pada
pakaian, sisir, topi, kaus kaki, dan handuk yang juga berfungsi sebagai tempat
5
penampung. Tidak seperti infeksi geofilik dan zoofilik yang sporadis, infeksi
manusia sebagai host, dan dengan demikian menimbulkan respon host yang ringan
b) zoofilik
kelinci, babi guinea, burung, kuda, dan hewan ternak lain merupakan sumber utama
infeksi. Transmisi mungkin terjadi melalui kontak langsung dengan hewan atau
secara tidak langsung melalui bulu hewan yang terinfeksi. Area yang terekspos
seperti kulit kepala, janggut, wajah, dan lengan bisa menjadi tempat terjadinya
infeksi. Microsporum canis sering melakukan transmisi ke manusia dari anjing dan
kucing, sementara babi guinea dan kelinci lebih sering menginfeksi manusia dengan
c) Geofilik
yang paling umum yang di kultur dari manusia. Ada potensi untuk penyebaran
epidemi karena virulensi jenis geofilik yang lebih tinggi serta kemampuan untuk
membentuk spora yang bertahan lama bisa berada pada selimut atau alat perawatan
6
Gambar 2: Trichophyton.4 Gambar 3: Microsporum.4
C. Epidemiologi
Epidemiologi dari tinea fasialis ini sendiri sangat jarang terjadi. Tinea fasialis
bisa terjadi pada semua kelompok umur dengan puncaknya terjadi saat masih anak-
anak dan usia antara 20 dan 40 tahun. Bisa ditemukan pada semua negara, tetapi lebih
Prevalensi terjadiya tinea fasialis masih tetap konstan selama beberapa tahun
Sedangkan di Indonesia sendiri tidak diketahui secara pasti prevalensi terjadinya tinea
fasialis dan dugaan etiologi karena kurangnya sumber informasi terbaru yang bisa
didapatkan.1
yang lain terbatas pada beberapa daerah saja. Seperti T. concentricum yang
menyebabkan tinea imbricata, endemik di daerah Pasifik selatan dan Amerika selatan.
7
T. rubrum endemik di negara Asia tenggara, Afrika barat, dan Australia tetapi
Infeksi dermatofitosis bisa didapat dari tiga sumber: lebih umumnya dari
orang lain biasanya melalui fomit, dari hewan peliharaan seperti anak anjing atau
D. Patogenesis
menginvasi stratum korneum dari epidermis.3 Dan bisa mencerna keratin dan
menimbulkan respon inflamasi dengan derajat yang beragam. Ringworm klasik atau
morfologi anular dari tinea akibat respon host melawan penyebaran dermatofit yang
diikuti oleh reduksi atau pembersihan elemen fungi dalam plak, dan banyak kasus
8
Trauma dan maserasi dapat membantu penetrasi dermatofit untuk masuk ke
kulit. Invasi elemen jamur yang mulai tumbuh selanjutnya dicapai melalui sekresi
protease spesifik, lipase dan seramidase, produk pencernaan yang juga berfungsi
sebagai nutrisi jamur. Menarik manan, yang merupakan komponen dinding sel jamur,
dimediasi sel.6
reaksi inflamasi yang lebih parah daripada jamur antropofilik.3 Faktor host yang
iktiosis, penyakit kolagen vaskular. Faktor lokal yang mendukung infeksi seperti:
E. Gambaran klinis
infeksi, respon imun host, spesies fungi. Dermatofita (misalnya, T. rubrum) yang
memulai sedikit respon inflamasi lebih mungkin untuk menyebabkan infeksi kronis.
respons inflamasi yang cepat dan resolusi spontan. Pada beberapa individu, infeksi
awalnya dapat muncul sebagai patch oval soliter atau multipel dengan batas yang
jelas atau sebagai sisik yang tidak jelas. Granuloma Majocchi berevolusi menjadi
9
papulopustul perifolikuler dan nodul dengan atau tanpa eritema dan sisik. Sebuah
plak dapat menunjukkan gambaran keloidal. Nodul sering berkelompok, tetapi dapat
juga dalam bentuk tunggal, dan tidak mengeluarkan eksudat bila ditekan.7
(polimorfik).
Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian
tengah.7
Gambaran khasnya bisa berupa lesi yang mulai sebagai eritematosa, plak
Inflamasi bisa menyebabkan krusta, papul, vesikel, dan bula, khususnya pada
bagian tepi.5
F. Diagnosis
10
Infeksi fungi pada wajah kadang bisa misdiagnosis. Cincin anular tipikal
biasanya kurang, dan lesinya sangat sensitif cahaya.9 Penegakkan diagnosis dari tinea
fasialis pada umumnya hampir sama dengan tinea lainnya apabila dilihat dari
a) Anamnesis
Perlu ditanyakan pada pasien tentang riwayat kontak dengan hewan peliharaan
terinfeksi bisa memiliki beragam gejala, kadang bisa asimptomatis. Pruritus, plak
anular memberikan gambaran simptomatis. Pasien juga kadang bisa merasakan rasa
terbakar. Pasien yang mengidap HIV atau imunokompromais bisa mengalami pruritus
b) Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan lesi yang biasanya bersifat pruritus,
berwarna merah muda, eritematous, atau bersisik, dan anular dengan tepi yang sedikit
lebih tinggi, dan tampak central healing.10 Dan apabila terdapat inflamasi, maka akan
tampak gambaran seperti, peninggian kulit, krusta, papul, vesikel, dan bulla.4
11
Gambar 6: gambaran klinis pasien dengan tinea fasialis
c) Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui lebih jelas apakah penyebabnya adalah jamur, maka perlu
kerokan lalu diletakan di kaca objek dan kemudian di tetesi KOH, di fiksasi
Gambar 7: gambaran septa, struktur seperti tube (hifa atau mycelia) dan gambaran spora. 7
12
Kultur fungal
Spesimen diambil dari lesi kulit, sel keratinosit dan rambut kemudian
diletakan pada tempat khusus kultur jamur pada media agar glukosa Sabouraud.
G. Diagnosa Banding
a. Dermatitis kontak
menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak, yaitu dermatitis
kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Dermatitis iritan merupakan reaksi
peradangan kulit non imunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa
dermis seperti pruritus, eritema dan vesikulasi, sedangkan bentuk kronisnya yaitu
13
Gambar 8: Dermatitis kontak pada anak.
b. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada daerah sentral wajah (yang
hidung, pipi, dagu, kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan
pergelangan tangan atau kaki. Lesi umumnya simetris. Gejala utamanya adalah
telangiektasis adalah persisten pada setiap episode dan merupakan gejala khas
rosasea.6
Gambar: Rosasea
H. Terapi
macam obat topikal oral. Pada pasien dengan sistem imun yang baik, penggunaan
obat topikal biasanya efektif untuk kasus tinea pada daerah yang tidak berambut.
14
Obat antifungal oral mungkin dibutuhkan pada kasus yang lebih parah, atau jika
a) Terapi topikal
Terapi topikal dianjurkan dilakukan dua kali sehari. Berbagai macam agen
topikal dapat digunakan, seperti krim, gel, losion, dan shampo. Obat antifungal
econazole, oxiconazole, tioconazole, dan lain-lain. Terbinafin dan naftifin yang hadir
sebagai golongan allylamin dikenal sebagai obat dengan efikasi yang tinggi dalam
melawan dermatofit. Selain itu, amorolfine dan butenafin adalah antifungal populer
metabolisme oleh enzim sitokrom P-450 sehingga dapat terjadi interaksi dengan
berbagai obat lain yang mengalami metabolisme oleh kelompok enzim yang sama
obat lain. 6
15
b) Terapi sistemik
Untuk tinea yang terkena pada daerah berambut biasanya memakai terapi
sistemik. Lima agen sistemik utama yang bisa dipakai adalah terbinafin, itrakonazole,
jarang sekali memberikan efek pada kulit seperti SSJ, dan kemungkinan interaksi
dalam bentuk bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang
dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kgBB. Diberikan 1-2
kali sehari, lama pengobatan tergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan
azol, dan terbinafine dipakai sekali atau dua kali sehari selama 2-4 minggu tetapi jika
pegobatannya tidak berhasil. Atau untuk lesi ekstensif, antifungal oral bisa diberikan
16
Efek griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah
sefalgia, dizziness dan insomnia. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan
traktus digestivus ialah nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut juga bersifat
Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang
obat tersebut sebanyak 200 mg/hari selama 10 hari- 2 minggu pada pagi hari setelah
griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg-250 mg sehari bergantung pada
berat badan. Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10% penderita, yang
diare, konstipasi, umumnya ringan. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan
setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat
pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3-7% kasus. Interaksi obat
17
I. Pencegahan
manusia. Peliharaan yang terinfeksi harus diobati, dan semua peralatan rumah tangga
yang diduga terinfeksi harus dibersihkan dan di desinfeksi sesegera mungkin. Kontak
dengan hewan harus dibatasi, penggunaan sarung tangan dan pakaian pelindung harus
Agar tidak terjadi kekambuhan penyakit, pasien disarankan untuk menjaga atau
J. Prognosis
Infeksi kronis sangat resisten terhadap pengobatan, akan tetapi prognosis cukup
baik bila diagnosis dibuat tepat dan pengobatan tidak dilaksanakan secara bijaksana.6
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Kieliger S., Glatz M., Cozzio A., Bosshard PP. Tinea capitis and tinea faciei
2014;29:1524-1529
2. Borges A., Brasileiro A., Galhardas C., Apetato M. Tinea faciei in a central
Katz SI., Gilcherst BA., Paller AS., Leffell DJ., Wolff K. Fitzppatrick’s
2016;7(1);78-80
6. Menaldi SLS., Bramono K., Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
7. Ely J. Rosenfeld S., Stone MS. Diagnosis and management of Tine infections.
19
8. Dev T., Saginatham H., Sethuraman G. Tinea Faciei: challanges in the
9. Wolff K., Johnson RA., Suurmond D. Color atlas & synopsis clinical
Companies. 2007
in Animal Biologics.2013;1-13
20