Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

CAISSON DISEASE

Disusun oleh:
Sally Neilvinda Poermara
(2017-84-008)

Konsulen
dr. Laura Huwae, Sp.S, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas kasih dan anugerahanya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat

dengan judul Caisson disease. Penulisan referat ini merupakan salah satu syarat

kelulusan pada kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Dr. M.

Haulussy Ambon.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Laura Huwae, Sp.S, M.Kes

selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan referat

ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini

disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran

yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di

masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi kita

semua.

Ambon, April 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ..................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6
CAISSON DISEASE ........................................................................... 6
1. Definisi...................................................................................... 6
2. Epidemiologi ............................................................................. 7
3. Etiologi...................................................................................... 9
4. Faktor Risiko............................................................................. 9
5. Patofisiologi .............................................................................. 9
6. Manifestasi Klinis dan Diagnosis .......................................... 14
7. Penatalaksaan .......................................................................... 16
8. Komplikasi .............................................................................. 20
9. Prognosis ................................................................................ 20
BAB III
KESIMPULAN ............................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Menyelam merupakan olahraga yang meningkat popularitasnya beberapa

tahun terakhir ini. Menyelam juga mempunyai peranan penting pada beberapa

bidang lainnya seperti dalam bidang militer, industri dan penelitian. Banyak para

nelayan atau penyelam mengeluh perasaan tidak enak, keram-keram pada kaki

bahkan sampai kelumpuhan dan kematian. Para nelayan tidak menyadari bahwa

semua keluhan itu adalah sebagai komplikasi penyelaman yang mereka lakukan

yang di sebut dengan Penyakit Decompresi atau Caisson Disease (CD). Penyakit

Decompresi atau Caisson Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan

oleh pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut

dalam darah/jaringan akibat penurunan tekanan sekitar. 1

Caisson disease (CD) atau decompression sickness adalah suatu penyakit

atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh penurunan tekanan dengan cepat

disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-

gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-

paru dapat mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary

Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat


(2)
mengakibatkan adanya emboli udara di arteri. Caisson disease diklasifikasikan

menjadi dua tipe. Tipe I yang lebih ringan, tidak mengancam nyawa, dan ditandai

dengan rasa nyeri pada persendian dan otot-otot serta pembengkakan pada

limfonodus. Caisson disease tipe II merupakan masalah serius dan dapat

4
menyebabkan kematian. Manifestasinya bisa berupa gangguan respirasi, sirkulasi,

dan biasanya gangguan nervus perifer dan / atau gangguan susunan saraf pusat. 2

Berdasarkan data di Amerika Serikat, dilaporkan kematian akibat

penyelaman pada wisata penyelam sebanyak 1 kematian per 6.250 penyelam tiap

tahun, olah raga menyelam 1 kematian per 5.000 penyelam tiap tahun. Sedangkan

yang mengalami penyakit dekompresi di Amerika untuk penyelam militer 1 kasus

per 3.770 penyelam, wisata menyelam 1 kasus per 2.900 penyelam dan penyelam

komersial 1 kasus per 280 penyelam tiap tahunnya. 1

The Divers Alert Network (DAN) melaporkan sejak tahun 1980 rata-rata

setiap tahun terjadi kematian 90 penyelam dan antara 900 sampai 1.000 penyelam

melakukan terapi rekompresi. Sedangkan menurut Perhimpunan Kesehatan

Hiperbarik Indonesia (PKHI, 2000) didunia 5-6 orang dari tiap 100.000 orang

mati akibat tenggelam setiap tahunnya. 1

Di Amerika Serikat kasus kecelakaan akibat penyelaman diperkirakan 3

sampai 4 kasus setiap 10.000 penyelam, rata-rata setiap tahunnya adalah 1.000

kasus. Sedangkan di regional Asia-Pacific berkisar antara 500-600 kasus tidak

termasuk Jepang. Depkes (2004) dalam penelitiannya di 10 propinsi terhadap

gangguan kesehatan akibat penyelaman, memberikan gambaran tentang penyakit

yang dialami penyelam. Dari 204 responden, yang menderita penyakit tuli sebesar

39,7%, kelumpuhan kaki 13,2%, kehilangan kesadaran 3,9% dan berkurangnya

penglihatan 14,7%. 1

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Caisson disease disebut juga Bends, Compressed air illness, Diver,s palsy,

dysbarism dan aeroembolism. Tetapi istilah itu sudah jarang digunakan. Pertama

kali penyakit ini ditemukan oleh Triger pada tahun 1841, yang melihat adanya

gejala-gejala nyeri pada tungkai dan kejang otot yang diderita pekerja tambang

batubara. Pada tahun 1878, Paul Bert menemukan bahwa gelembung-gelembung

gas yang ada di jaringan adalah nitrogen. Bertahun-tahun lamanya orang

beranggapan bahwa terbentuknya gelembung gas adalah penyebab semua gejala

caisson disease sampai akhirnya pada tahun 1937, Swindle dan End menemukan

bahwa ada juga perubahan-perubahan biokimia karena trauma akibat

pengembangan gelembung-gelembung gas yang menyebabkan aglutinasi eritrosit

dan agregasi trombosit. Hukum fisika yang berhubungan dengan penyakit ini

adalah Hukum Henry yang berbunyi “banyaknya gas yang terlarut didalam cairan

adalah sebanding dengan tekanan gas di atas cairan tersebut”. 1,2

Caisson disease (CD) atau decompression sickness adalah suatu penyakit

atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh penurunan tekanan dengan cepat

disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-

gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-

paru dapat mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary

Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat

mengakibatkan adanya emboli udara di arteri. Caisson disease diklasifikasikan

6
menjadi dua tipe. Tipe I yang lebih ringan, tidak mengancam nyawa, dan ditandai

dengan rasa nyeri pada persendian dan otot-otot serta pembengkakan pada

limfonodus. Caisson disease tipe II merupakan masalah serius dan dapat

menyebabkan kematian. Manifestasinya bisa berupa gangguan respirasi, sirkulasi,

dan biasanya gangguan nervus perifer dan / atau gangguan susunan saraf pusat.3,4,5

II. Epidemiologi

Caisson disease (CD) atau penyakit dekompresi tidak hanya

menyerang penyelam namun dapat pula terjadi pada pilot angkatan udara selama

melakukan pendakian cepat pada sebuah ruangan yang tidak bertekanan. Sekitar

900 kasus Caisson disease dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat.

Kebanyakan kecelakaan terjadi pada penyelam yang kurang berpengalaman. 6,7

Data dari berbagai sumber melaporkan kematian akibat penyelaman pada

wisata penyelam sebanyak 1 kematian per 6.250 penyelam tiap tahun, olah raga

menyelam 1 kematian per 5.000 penyelam tiap tahun. Sedangkan yang mengalami

penyakit dekompresi di Amerika untuk penyelam militer 1 kasus per 3.770

penyelam, wisata menyelam 1 kasus per 2.900 penyelam dan penyelam komersial

1 kasus per 280 penyelam tiap tahunnya.2,6

The Divers Alert Network (DAN) melaporkan sejak tahun 1980 rata-rata

setiap tahun terjadi kematian 90 penyelam dan antara 900 sampai 1.000 penyelam

melakukan terapi rekompresi. Sedangkan menurut Perhimpunan Kesehatan

Hiperbarik Indonesia (PKHI, 2000) didunia 5-6 orang dari tiap 100.000 orang

mati akibat tenggelam setiap tahunnya. 2,6

7
Di Amerika Serikat kasus kecelakaan akibat penyelaman diperkirakan 3

sampai 4 kasus setiap 10.000 penyelam, rata-rata setiap tahunnya adalah 1.000

kasus. Sedangkan di regional Asia-Pacific berkisar antara 500-600 kasus tidak

termasuk Jepang. Depkes (2004) dalam penelitiannya di 10 propinsi terhadap

gangguan kesehatan akibat penyelaman, memberikan gambaran tentang penyakit

yang dialami penyelam. Dari 204 responden, yang menderita penyakit tuli sebesar

39,7%, kelumpuhan kaki 13,2%, kehilangan kesadaran 3,9% dan berkurangnya

penglihatan 14,7%.2,6

Penelitian yang dilakukan oleh Hagberg & Ornhagen (2003) tentang

insiden dan faktor risiko gejala penyakit dekompresi pada penyelam dan

instruktur pria dan wanita menunjukkan bahwa: penyelam dan instruktur laki-laki

mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi 1,48 kali dibanding dengan

penyelam dan instruktur perempuan, penyelam dan instruktur berusia 18-24 tahun

mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 1,34 kali dibanding

penyelam dan instruktur yang berusia lebih dari 24 tahun, penyelam dan istruktur

yang mengkonsumsi alkohol mempunyai faktor risiko terkena penyakit

dekompresi sebesar 1,56 kali dibanding dengan penyelam dan instruktur yang

tidak mengkonsumsi alkohol, penyelam dan instruktur yang kelebihan berat badan

(BMI ≥ 25) mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 0,74

kali dibanding dengan penyelam dan instruktur dengan berat badan normal (BMI

< 25). 2,3

8
III. Etiologi

Penyakit dekompresi biasanya diakibatkan oleh pembentukan gelembung

gas, yang dapat menyebar ke seluruh tubuh, yang menyebabkan berbagai macam

gangguan. Suatu gelembung gas yang terbentuk di punggung atau persendian

dapat menyebabkan nyeri terlokalisir (the bends). Gelembung gas pada jaringan

medulla spinalis atau pada nervus perifer dapat menyebabkan paraestesia,

neuropraxia, atau paralisis. Sementara gelembung gas yang terbentuk pada system

sirkulasi dapat mengakibatkan emboli gas pada pulmonal atau serebrum.

Beberapa macam gas bersifat lebih mudah larut dalam lemak. Nitrogen misalnya,

2,8
5 kali lebih larut dalam lemak daripada dalam air.

IV. Faktor Risiko

Wanita memiliki risiko yang lebih besar karena memiliki lebih banyak

lemak dalam tubuhnya. Caisson disease juga terjadi di daerah ketinggian, orang-

orang yang menyelam di danau suatu gunung atau menggabungkan menyelam

kemudian melakukan penerbangan. Faktor lain adalah umur, cedera sebelumnya,

konsumsi alcohol dan patent foramen ovale.

V. Patofisiologi 3,5,8

Otopsi pada manusia dan binatang dalam kasus caisson disease yang berat

menunjukkan adanya gelembung-gelembung gas dalam pembuluh darah dan

jaringan ekstravaskuler. Timbulnya gelembung-gelembung gas tadi berhubungan

dengan timbulnya peristiwa supersaturasi gas dalam darah ataupun jaringan tubuh

pada waktu proses penurunan tekanan di sekitar tubuh (dekompresi).

9
Kondisi supersaturasi gas dalam darah dan jaringan sampai suatu batas

tertentu masih dapat ditoleransi, dalam arti masih memberi kesempatan gas untuk

berdifusi keluar dari jaringan dan larut dalam darah, kemudian ke alveoli paru dan

diekhshalasi keluar tubuh. Setelah melewati suatu batas kritis tertentu

(supersaturation critique), kondisi supersaturasi akan menyebabkan gas lepas

lebih cepat dari jaringan atau darah dalam bentuk tidak larut, yaitu berupa

gelombang gas. Gelembung-gelembung gas ada yang terbentuk dalam darah

(intravaskuler), jaringan (ekstravaskuler), dan dalam sel (intraseluler).

Dengan adanya fenomena seperti di atas, maka ada korelasi antara jumlah

gelembung gas yang terbentuk dengan kemungkinan timbulnya atau berat

ringannya penyakit dekompresi. Gelembung gas ekstravaskuler menimbulkan

distorsi jaringan dan kemungkinan kerusakan sel-sel di sekitarnya. Ini bisa

mengakibatkan gejala-gejala neurologis maupun gejala nyeri periartikuler.

Terbentuknya gelembung gas ekstravaskuler secara teoritis karena aliran darah

vena di jaringan tersebut yang relative lambat sehingga menghambat kecepatan

eliminasi gas dari jaringan.

Gelembung-gelembung gas intravaskuler akan menimbulkan 2 akibat,

yaitu :

1. Akibat langsung atau akibat mekanis sumbatan menimbulkan iskemia atau

kerusakan jaringan sampai infark jaringan,

2. Akibat tidak langsung atau akibat sekunder dari adanya gelembung gas dalam

darah (dikenal dengan secondary blood bubble interface reactions)

bertanggung jawab atas terjadinya fenomena hipoksia seluler pada penyakit

dekompresi.

10
Ada dua macam gelembung gas intravaskuler, yaitu :

1. Gelembung yang stationer,

2. Gelembung yang ikut sirkulasi.

Gelembung gas intravaskuler yang stationer selain menimbulkan efek

sumbatan juga menimbulkan gangguan lewat proses biokimia dan bisa

menimbulkan gejala nyeri periartikuler maupun gejala-gejala neurologis

perifer. Gelembung gas intravaskuler yang yang ikut sirkulasi bila tidak banyak

jumlahnya akan difiltrasi lewat paru (silent bubbles). Bila jumlahnya banyak

akan menimbulkan sumbatan pada sirkulasi pulmoner dan akhirnya masuk ke

dalam system arterial lewat shunt di paru.

Gelembung gas yang masuk ke sistem arterial akan menimbulkan

gangguan perfusi mikrovaskuler organ-organ, yang selanjutnya mengakibatkan

terjadinya iskemia local, kerusakan jaringan dan infark. Kelainan ini bisa

memberi gejala neurologis, kardiovaskuler dan nyeri. Gelembung gas

intravaskuler menimbulkan agregasi trombosit pada permukaan antara

gelembung gas dan plasma, yang diikuti serangkaian proses reaksi biokimia

yang kompleks berupa pelepasan zat-zat seperti katekolamin, SMAF (Smooth

Muscle Activating Factor), ACTH dan faktor-faktor humoral lain.

Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh rangkaian proses biokimia

yang terjadi pada penyakit dekompresi adalah :

1. Terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler dengan akibat :

a. Hemokonsentrasi dan hipovolemia

b. Udema paru

2. Statis pada kapiler-kapiler karena adanya hemokonsentrasi

11
3. Hiperkoagulasi dalam darah

4. Gangguan difusi gas-gas dalam alveoli

Semua perubahan diatas pada dasarnya akan menjurus pada timbulnya

hipoksia seluler pada penyakit dekompresi. Jaringan tubuh manusia sangat

heterogen dihubungkan dengan masalah kemampuan menyerap atau melepaskan

gas nitrogen, ada jaringan yang cepat dan ada yang lambat dalam mencapai

saturasi (kejenuhan) nitrogen tergantung pada factor kecepatan aliran darah ke

jaringan dan daya larutan nitrogen dalam jaringan.

Darah adalah cairan tubuh yang tercepat menerima dan melepaskan

nitrogen. Darah menerima nitrogen dari paru dan mencapai kejenuhan nitrogen

dalam waktu beberapa menit. Otak termasuk dalam jaringan yang cepat karena

mempunyai banyak suplai darah. Tulang rawan pada permukaan sendi

mempunyai suplai darah yang kurang, sehingga memerlukan waktu lebih lama

(sampai beberapa jam) untuk mencapai kejenuhan nitrogen. Nitrogen mempunyai

daya larut yang baik dalam jaringan lemak, sehingga jaringan lemak bisa

melarutkan nitrogen lebih banyak daripada jaringan-jaringan lainnya.

Konsep jaringan cepat dan lambat penting untuk memahami bentuk-

bentuk klinis penyakit dekompresi yang mungkin timbul. Penyelaman singkat dan

dalam akan menghasilkan pembebanan nitrogen yang tinggi pada jaringan-

jaringan cepat, tetapi tidak cukup waktu untuk pembebanan tinggi pada jaringan-

jaringan lambat. Dekompresi yang inadekuat memungkinkan pembentukan

gelembung nitrogen didalam darah yang bisa mengakibatkan gangguan

pernapasan (chokes) atau gejala neurologis.

12
Penyelaman yang relatif dangkal tapi lama akan memberikan pembebanan

nitrogen yang kurang lebih sama antara jaringan cepat dan jaringan yang lebih

lambat. Perbedaan tekanan yang tidak terlampau besar antara kedalaman dan

permukaan menyebabkan darah lebih mampu mentolerir kelebihan nitrogen

tersebut, karena darah sebagai jaringan cepat bisa mengeliminasi nitrogen lebih

cepat lewat alveoli paru sedangkan jaringan lambat tidak bisa. Penyelaman seperti

ini cenderung menimbulkan nyeri pada persendian (bends), karena sendi adalah

jaringan lambat dan tidak dapat melepas nitrogen dengan cepat lewat darah.

Bila seseorang menggunakan udara bertekanan tinggi sebagai media

pernapasan untuk menyelam, maka semakin dalam dan semakin lama ia

menyelam akan semakin banyak gas yang larut dan ditimbun dalam jaringan

tubuh. Sesuai hukum Henry, volume gas yang larut dalam suatu cairan sebanding

dengan tekanan gas di atas cairan itu. Karena oksigen (O2) dikonsumsi

dalam jaringan tubuh, maka yang tinggal adalah Nitrogen (N2) yang merupakan

gas inert (tidak aktif). Seperti kita ketahui tekanan udara di permukaan laut adalah

1 Atmosfer Absolut (ATA) dan setiap kedalaman 10 meter maka tekanan akan

bertambah 1 ATA. Jadi bila 1 liter N2 terlarut didalam tubuh seseorang penyelam

pada permukaan, maka pada kedalaman 20 meter (3 ATA) ia akan menyerap 3

liter N2. N2 yang berlebihan ini akan didistribusikan oleh darah ke dalam jaringan-

jaringan sesuai dengan kecepatan aliran darah ke jaringan tersebut serta daya

gabung jaringan terhadap N2. Jaringan lemak mempunyai daya gabung N2 yang

tinggi dan melarutkan banyak N2 daripada jaringan yang lainnya. Ketika penyelam

naik ke permukaan dan tekanan gas turun, terjadi kebalikan dari proses yang

memenuhi tubuh dengan N2. Tekanan parsial N2 yang rendah dalam paru-paru

13
selama naik menyebabkan darah melepaskan N2 ke dalam paru-paru. Proses ini

berlangsung beberapa jam karena jaringan lambat melepaskan N2 dengan

perlahan-lahan, dan tubuh memerlukan 24 jam atau lebih untuk menghilangkan

semua N2 yang berlebihan. Jika dekompresi berlangsung terlalu cepat, maka N2

tidak dapat meninggalkan jaringan dengan cepat dan teratur seperti yang

dilukiskan diatas. Tekanan yang tiba-tiba menurun tidak cukup untuk

mempertahankan kelarutan gas sehingga timbul gelembung, seperti fenomena

yang kita lihat bila tutup botol bir dibuka dengan tiba-tiba.

Gambar 1. Mekanisme timbulnya gejala pada decompression syndrome5

14
VI. Manifestasi Klinis dan Diagnosis (5)

Gejala klnis timbul saat dekompresi atau dipermukaan (paling lama 24 jam

setelah menyelam). Mula-mula rasa kaku kemudian rasa nyeri, kekuatan otot

menurun, bengkak kemerahan Peau d’orange, banyak pada penyelam ulung dan

singkat, anggota atas 2-3x lebih banyak dari bawah, ⅓ kasus pada bahu kemudian

siku, pergelangan tangan, tangan, sendi paha, lutut dan kaki, asimetri, kasus

ringan, tidak rekompresi, nyeri hilang 3-7 hari.

Tipe I

CD tipe I ditandai dengan satu atau beberapa dari gejala berikut :

1) Rasa nyeri ringan yang menetap setelah 10 menit onset (niggles),

2) Pruritus, atau “skin bends” yang menyebabkan rasa gatal atau terbakar pada

kulit, dan

3) Ruam pada kulit yang biasanya beraneka warna atau menyerupai marmer atau

papular, atau ruam yang menyerupai plak. Pada kasus tertentu yang jarang

menyerupai kulit jeruk.

Tipe II

Caisson disease tipe II ditandai oleh :

1) Gejala gangguan pada paru,

2) Syok hipovolemik, atau

3) Gangguan pada sistem saraf. Dari kasus yang dilaporkan hanya ada sekitar

30% yang disertai dengan keluhan nyeri. Tanda dan gejalanya bervariasi

karena kompleksnya susunan saraf pusat dan perifer. Onset gejala biasanya

segera atau hingga 36 jam.

15
Diagnosis caisson disease dapat ditegakkan melalui pertanyaan anamnesa

mengenai riwayat menyelam penderita sebelumnya (dalam waktu 24 jam terakhir)

dan dari pemeriksaan fisis, didapatkan gejala-gejala caisson disease.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk menentukan

diagnosis caisson disease adalah :

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah rutin

Pada pasien yang datang gejala neurologik yang persisten dalam beberapa

minggu setelah cedera bisa didapatkan hematokrit (Hct) sebanyak 48%

atau lebih.

b. Analisis gas darah

Menentukan alveolar-arterial gradient pada pasien dengan suspek emboli.

c. Creatinine Phosphokinase (CPK)

Peningkatan CPK menunjukkan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh

mikroemboli.

2. Pemeriksaan radiologi (mis: Radiografi, USG Doppler, foto thoraks)

3. Elektrokardiogram (EKG)

VII. Penatalaksanaan 9,10,11

Untuk penatalaksanaan pada pasien Caisson Disease, pertama-tama yang

harus dilakukan adalah mempertahankan jalan napas dengan menjamin ventilasi

dan mencapai sirkulasi. Pasien harus ditempatkan dalam posisi terlentang.

Langkah-langkah penatalaksanaan lainnya meliputi :

16
a) Pemberian oksigen 100% 15 liter / menit dengan menggunakan masker

reservoir. Namun perlu diperhatikan pemberian oksigen 100% hanya dapat

ditoleransi hingga 12 jam karena dapat menyebabkan toksisitas oksigen paru.

b) Pemberian cairan untuk mempertahankan output urin yang baik. Cairan yang

diberikan lebih dari 0.5ml/kg/hari. Hemokonsentrasi yang terkait dengan

Caisson Disease adalah hasil dari peningkatan permeabilitas pembuluh darah

yang dimediasi oleh kerusakan endotel. Cairan dapat diberikan secara oral

atau diberikan secara intravena berupa NaCl 0.9% atau kristaloid / koloid

untuk mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul setelah penyelaman (diuresis

perendaman menyebabkan penyelam kehilangan 250-500 cc cairan per jam)

atau pergeseran cairan yang dihasilkan dari DCS.

c) Pemberian steroid deksametason 10 sampai 20 mg secara intravena, kemudian

dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam.

d) Diazepam ( 5-10 mg ) jika pasien mengalami pusing, ketidakstabilan dan

gangguan visual terkait dengan kerusakan labirin (vestibular) pada telinga

bagian dalam.

e) Dilantin (Fenitoin) diberikan IV 50 mg / menit selama 10 menit untuk 500 mg

pertama dan kemudian 100 mg setiap 30 menit setelahnya untuk memantau

konsentrasi darah yang dipertahankan 10 sampai 20 mcg / mL. Jika lebih dari

25 mcg / mL beracun. Beberapa orang memberikan aspirin 600 mg sebagai

anti-platelet.

f) DCS dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan dalam jaringan sehingga

antikoagulan tidak boleh digunakan secara rutin dalam pengobatan DCS. Satu

pengecualian untuk aturan ini adalah kasus kelemahan ekstremitas bawah.

17
Heparin molekul berat rendah (LMWH) harus digunakan untuk semua pasien

dengan ketidakmampuan berjalan pada setiap tingkat kelumpuhan ekstremitas

bawah yang disebabkan oleh DCS neurologis. Enoxaparin 30 mg atau setara

diberikan secara subkutan setiap 12 jam, dimana harus dimulai sesegera

mungkin setelah cedera untuk mengurangi risiko trombosis vena dalam (DVT)

dan emboli paru pada pasien lumpuh.

g) Terapi in-air recompression dalam ruang hiperbarik.

Gambar 1. Hiperbaric Chamber10

18
Gambar 2. Ruangan didalam Hiperbaric Chamber10

Gambar 3. Aktivitas Pasien didalam Hiperbaric Chamber10

19
VIII. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat Caisson Disease adalah

kelumpuhan, nekrosis miokard, dan cedera iskemik lainnya mungkin terjadi

apabila tidak segera dilakukan recompression. 10

IX. Prognosis

Prognosis yang baik jika para petugas kesehatan bisa mengenali gejala

yang timbul sejak awal, diagnosis yang tepat, dan pengobatan yang adekuat.

Tingkat keberhasilan dari terapi dan pengobatan lebih dari 75-85% dapat dicapai.
11

20
BAB III
KESIMPULAN

Caisson disease (CD) atau decompression sickness adalah suatu penyakit

atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh penurunan tekanan dengan cepat

disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-

gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-

paru dapat mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary

Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat

mengakibatkan adanya emboli udara di arteri. Caisson disease diklasifikasikan

menjadi dua tipe, yaitu tipe I dan tipe II.

Dalam penetalaksanaanya dasar dari pengobatan caisson disease adalah

rekompressi untuk memperkecil gelembung-gelembung gas yang berada didalam

jaringan. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, kadang-kadang dibutuhkan

obat-obat tambahan yang tujuannya untuk menanggulangi perubahan-perubahan

sekunder atau kerusakan lanjut akibat dari gelembung nitrogen dalam pembuluh

darah dan jaringan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Eric, Mowat. The Bends-Decompression syndromes. 2012. (Available from :


http://www.emedicinehealth.com/decompression_syndromes_the_bends/articl
e_em.htm, Cited on : September 5th ,2013).
2. Noltkamper, Daniel. Scuba Diving : Barotrauma and Decompression
Sickness. 2012. (Available from :
http://www.emedicinehealth.com/barotraumadecompression_sickness/article_
em.htm, Cited on : September 5th ,2013).
3. Goetz, C.G. Decompression sickness. In : Textbook of Clinical Neurology,
3rd Ed. USA : Saunders; 2007.
4. Rijadi, R.M. Penyakit Dekompresi. In : Ilmu Kesehatan Penyelaman dan
Hiperbarik. Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL. P: 89-103.
5. Alfred B. Decompression Sickness (Caisson Diasease; The Bends). The Merk
Manual. 2009.
6. David A, Simon R. Clinical Neurology.8th Edition. McGrawHills Company.
2010:220-230.
7. Bahar, Azhari. Penyakit Dekompresi. Slide Kuliah: Sistem
Neuropsikiatri.2009.3.
8. Ambalavanan N, Carlo WA, Shankaran S, Bann C. Predicting Outcomes of
Diagnosed With Hyperbaric-Ischemic. 2006;118:2084-93.
9. Ropper A, Samuels M. Principles of Neurology. 9th Edition. McGrawHills
Company. 2009:1208-1209.
10. Bennett M. Handbook of Diving and Hyperbaric Medicine, The Price of
Wales Hospital. October. 2007: 2-7.
11. McPhee S, Papadakis M. Current Medical Diagnosis and Treatment.
McGrawHills Company. 2010:183-186.

22

Anda mungkin juga menyukai