Anda di halaman 1dari 11

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

HIPERBARIK OKSIGEN
HUBUNGAN TERAPI HBO TERHADAP PENYAKIT JANTUNG ISKEMIK

Pembimbing:
dr. Andika

Penyusun:
Jenifer Claudia Johannis 2016-84-007
Sally Neilvinda Poermara 2017-84-008
Rahmy Kubangun 2017-84-015

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................................... 1
Daftar Isi ............................................................................................................................... 2
Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 3
1.2 Tujuan Umum ........................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Khusus ......................................................................................................... 4
1.4 Rumusan Masalah .................................................................................................... 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka ........................................................................................................ 5
2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik ...................................................................................... 5
2.1.1 Pengertian ...................................................................................................... 5
2.1.2 Fisiologi Terapi Oksigen Hiperbarik .............................................................. 5
2.1.3 Efek Terapi HBO ............................................................................................ 5
2.1.4 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ............................................................... 6
2.1.5 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik .................................................... 7
2.1.6. Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik......................................................... 10
2.2 LDL ........................................................................................................................... 11
2.3 Hubungan Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap LDL .............................................. 12
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik


2.1.1 Pengertian
Terapi dengan pemberian oksigen 100% dengan tekanan tinggi (> 1ATA) di
dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT). Terapi ini telah digunakan untuk
menanggulangi berbagai macam penyakit, baik penyakit penyelaman maupun penyakit
non-penyelaman (Sahni. 2003).
Tekanan 1 atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda,
termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan dan berada
dalam keseimbangan (Rijadi. 2013).
2.1.2 Fisiologi Terapi Oksigen Hiperbarik
Tekanan parsial O2 arteri adalah 100 mm Hg, saturasi Hb adalah 95% dan 100 ml
darah membawa19 ml O2 yang berikatan dengan Hb dan0,32 ml dilarutkan dalam
plasma. Jikakonsentrasi O2 100%, O2 yang berikatan dengan Hbdapat meningkat
maksimal menjadi 20 ml ketika saturasi Hb 100% dan jumlah O2terlarut dalam plasma
bisa meningkat sampai 2.09 ml.Selama HBO selain saturasi Hb 100%, jumlah O2
meningkat menjadi 4,4 ml pada tekanan 2 ATA, menjadi 6,8 ml pada 3 ATA, yang
hampircukup untuk memasok kebutuhan oksigen keseluruhan dari banyak jaringantanpa
kontribusi dari oksigen terikat hemoglobin (Sahni. 2013).
2.1.3 Efek Terapi HBO
 Mekanis :
Mengurangi ukuran gelembung
 Hiperoksigenasi
1. Stimulasi imun
2. Neovaskularisasi
3. ↑ Fibroblas
4. ↑ Osteoklas
5. Bakterisidal
6. Mengurangi edema
Peningkatan tekanan oleh efek langsung mekanik mengurangi ukuran gelembung
dalam kondisi seperti emboli udara dan penyakit dekompresi. Hiperoksigenasi
menyebabkan stimulasi kekebalan dengan mengembalikan fungsi leukosit, meningkatkan
kemampuan fagositosis dan neutrofil untuk membunuh bakteri. HbO2 mempercepat
neovaskularisasi di daerah hipoksia oleh peningkatan aktivitas fibroblastik yang
selanjutnya mendorong pertumbuhan kapiler. HBO menyebabkan vasokonstriksi pada
jaringan normal. Iniadalah dasar dalammengurangi edema dan pembengkakan jaringan.
Dalam edema serebral, hal ini membantu untukmengurangi edema dan tetap menjaga
hiperoksia.Hal ini juga mengurangi kerja dari seldarah putih untuk dinding kapiler dan
bergunadalam kelainan otak akut dan cedera tulang belakang.Terapi HBO adalah
bakterisida untukorganisme anaerob seperti Clostridi welchii,dan juga menghambat
pertumbuhan bakteriaerobik pada tekanan lebih besar dari 1,3ATA. HBO pada 2,5 ATA
mengurangi paruhkarboksihemoglobin 4-5 jam dan merupakan terapi pilihanpada
karbonmonoksida (CO), penarikan asapdan keracunan sianida akut
2.1.4 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
 Kondisi akut (di mana terapi HBO harus diberikan awal dan dikombinasikan dengan
pengobatan konvensional) :
1. Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan, luka bermasalah, cangkok kulit
yang mengalami reaksi penolakan
2. Crush injury, sindrom kompartemen dan penyakit iskemi traumatik akut yang
lain
3. Gangrene gas / infeksi clostridial
4. Infeksi jaringan lunak yang necrotizing (jaringan subkutan, otot, fascia)
5. Luka pada kulit akibat suhu (air panas, tersetrum)
6. Kehilangan darah yang luar biasa (anemia)
7. Abses intrakranial
8. Encephalopathy Post-anoxic
9. Luka bakar
10. Tuli mendadak
11. Iskemik patologis pada mata
12. Emboli udara atau gas *
13. Decompression sickness *
14. Keracunan gas karbon monoksida dan menghirup asap *
Nb: * Kuratif / lini utama dari pengobatan
 Kondisi kronis :
1. Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan / luka bermasalah (diabetes / vena
dll)
2. Radiasi yang menyebabkan kerusakan jaringan
3. Cangkok kulit dan penutup (yang mengalami reaksi penolakan/rejection)
4. Osteomielitis kronis
2.1.5 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik(Rijadi. 2013)
a. Kontraindikasi absolut:
1. Pneumothorax
Kontraindikasi absolut adalah pneumothorax yang belum dirawat, kecuali
bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah
untuk mengatasi pneumothorax tersebut
2. Keganasan
Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa keganasan yang belum
diobati atau keganasan metastasik dapat menjadi lebih buruk pada pemakaian
oksigen hiperbarik untuk pengobatan dan termasuk kontraindikasi absolut
kecuali pada keadaan-keadaan luar biasa. Namun penelitian-penelitian yang
dikerjakan akhir-akhir ini menunjukan bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih
cepat dalam suasana oksigen hiperbarik, biasanya secara bersama –sama juga
menerima terapi radiasi atau kemoterapi.
3. Kehamilan
Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena tekanan parsial oksigen
yang tinggi nerhubungan dengan penutupan patent ductus arteriosus sehingga
pada bati prematur secara teori dapat terjadi fibroplasia retrolental. Namun
penelitian yang kemudian dikerjakan menunjukan bahwa komplikasi ini tidak
terjadi.
b. Kontraindikasi relatif
1. ISPA
Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat ditolong
dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral
2. Sinusitis kronis
Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan
miringotomi bilateral.
3. Penyakit kejang
Menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi oksigen.
Bilamana perlu penderita dapat diberikan anti-konvulsan sebelumnya.
4. Emfisema dengan retensi CO2
Ada kemungkinan bahwa penambahan oksigen lebih dari normal akan
menyebabkan penderita secara spontan berhenti bernafas akibat rangsangan
hipoksik. Pada penderita dengan penyakit paru yang disertai retensi CO2,
terapi oksigen hiperbarik dapat dikerjakan bila penderita diintubasi atau
memakai ventilator.
5. Panas tinggi yang tidak terkontrol
Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen. Kemungkinan ini
dapat diperkecil dengan pemberian obat antipiretik juga dapat dengan
pemberian anti konvulsan.
6. Riwayat penumothorax spontan
Penderita yang mengalami pneumothorax spontan dalam RUBT tunggal
akan menimbulkan masalah tetapi di dalam RUBT kamar ganda dapat
dilakukan pertolongan-pertolongan yang memadai. Sebab itu bagi penderita
yang mempunyai riwayat pneumothorax spontan harus dilakukan persiapan-
persiapan untuk mengatasi hal tersebut.
7. Riwayat operasi dada
Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang timbul saat
dekompresi. Setiap operasi dada harus diteliti kasus demi kasus untuk
menentukan langkah-langkah yang harus diambil. Tetapi jelas dekompresi
harus dilakukan secara lambat.
8. Riwayat operasi telinga
Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau topangan plastik di
dalam telinga setelah stapedoktomi, mungkin suatu kontraindikasi pemakaian
oksigen hiperbarik sebab perubahan tekanan dapat mengganggu implan
terseut konsultasi dengan spesialis THT perlu dilakukan.
9. Kerusakan paru asimptomatis yang nampak secara radiologis
Memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat. Menurut
pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak menimbulkan
masalah
10. Infeksi virus
Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus akan lebih hebat
bila binatang tersebut diberi oksigen hiperbarik. Dengan alasan ini dianjurkan
agar penderita yang terkena salesma (common cold) menunda pengobatan
dengan oksigen hiperbarik sampai gejala akut menghilang apabila tidak
memerlukan pengobaran sehera dengan oksigen hiperbarik
11. Spherosis kongenital
Pada keadaan ini butir-butir eritrosit sangat fragil dan pemberian oksigen
hiperbarik dapat diikuti dengan hemolisis yang berat. Bila memang
pengobatan hiperbarik mutlak diperlukan, keadaan ini tidak boleh jadi
penghalang sehingga harus dipersiapkan langkah-langkah yang perlu untuk
mengatasi komplikasi yang mungkin timbul.
12. Riwayat neuritis optik
Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis optik terjadinya kebutaan
dihubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik. Namun kasus yang terjadi
sangat sedikit. Tetapi jika ada penderita dengan riwayat neuritis optik
diperkirakan mengalami gangguan penglihatan yang berhubungan dengan
retina, bagaimanapun kecilnya pemberian oksigen hiperbarik harus segera
dihentikan dan perlu konsultasi dengan ahli mata.
2.1.6 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik (Sahni. 2013)
Ketika digunakan dalam protokol standar tekanan yang tidak melebihi 3 ATA
(300 kPa) dan panjang pengobatan kurang dari 120 menit, terapi oksigen hiperbarik
aman. Efek samping yang paling umum adalah :
1. Barotrauma telinga
Sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk menyamakan tekanan di kedua sisi
membran timpani akibat tuba eustachius tertutup . Barotrauma telinga tengah dan
sinus dapat dicegah dengan teknik ekuilisasi, dan otitis media dapat dicegah dengan
pseudoephidrine. Barotrauma telinga dalam sangat jarang, tapi jika membran timpani
ruptur dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen, tinnitus dan vertigo.
2. Barotrauma paru
Pneumotoraks dan emboli udara lebih berbahaya pada terapi ini. komplikasi akibat
robek di pembuluh darah paru karena perubahan tekanan tapi jarang terjadi.
3. Barotrauma dental
Menyebabkan nyeri pada gigi yang berlubang akibat penekanan saraf.
4. Toksisitas oksigen
Toksisitas oksigen dapat dicegah dengan bernafas selama lima menit udara biasa di
ruang udara bertekanan tinggi untuk setiap 30 menit oksigen . Hal ini memungkinkan
antioksidan untuk menetralisir radikal oksigen bebas yang terbentuk selama terapi.
5. Gangguan neurologis
Meningkatkan potensi terjadinya kejang akibat tingginya kadar O2.
6. Fibroplasia retrolental
Tekanan parsial oksigen yang tinggi nerhubungan dengan penutupan patent ductus
arteriosus sehingga pada bati prematur secara teori dapat terjadi fibroplasia
retrolental.
7. Katarak.
Komplikasi ini jarang terjadi. Menyebabkan pandangan berkabut.
8. Transientmiopia reversibel
Meskipun jarang namun dapat terjadi setelah terapi HBO berkepanjangan yang
menyebabkan perubahan bentuk/deformitas dari lensa.
2.2 LDL
LDL adalah lipoprotein pengangkut kolesterol yang akan membawa sebagian
kolesterol ke hepar serta beberapa jaringan yang memiliki reseptor LDL yaitu Apo B-100
E, sedangkan sebagian kolesterol lainnya akan mengalami oksidasi dan diterima oleh
reseptor scavenger – A (SR-A) pada makrofag untuk menjadi foam cell (Purwanti, 2012).
DIkarenakan oleh hal tersebut, LDL disebut memiliki efek aterogenik karena mudah
melekat pada pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang lambat laun
mengeras membentuk plaque dan menyumbat pembuluh darah.
Reseptor LDL dapat ditemukan pada permukaan sel di cekungan yang
diselubungi oleh protein yang disebut clathrin di sisi sitosolik membran sel. Reseptor
glikoprotein menembus membran dengan bagian yang mengikat B-100 terletak di ujung
terminal amino. Setelah menempel, LDL diserap melalui endositosis. Kemudian,
apoprotein dan kolesteril ester akan mengalami hidrolisis dalam lisosom, lalu kolesterol
akan ditranslokasikan untuk masuk ke dalam sel. Reseptornya kemudian akan di daur
ulang pada permukaan sel. Masuknya kolesterol ini akan menghambat HMG-CoA sintase,
HMG-CoA reduktase dan juga sintesis daripada kolesterol. Selain daripada itu, masuknya
kolesterol akan menstimulasi aktivitas dari ACAT (acyl-CoA cholesterol acytransferase)
dan mengatur sintesis dari reseptor LDL itu sendiri. Oleh karena itu, jumlah reseptor
LDL pada permukaan sel diregulasi sendiri oleh kebutuhan kolesterol untuk membentuk
membran, hormon steroid ataupun sintesis asam empedu. Apolipoprotein B-100 dan
apolipoprotein E memiliki afinitas yang tinggi sebagai reseptor LDL. Reseptor-reseptor
tersebut dapat tersaturasi pada keadaan tertentu.
Peningkatan kadar LDL di dalam darah akan mengakibatkan metabolisme
kolesterol terganggu sehingga terjadi pembentukan lapisan lemak atau dikenal pula
dengan sebutan fatty streak. Lapisan lemak ini awalnya tipis, namun lama kelamaan akan
terjadi proses proliferatif sehingga terbentuk kerak berserat atau fibrous plaque. Bila sel
endotel pembuluh darah arteri dibawahnya terkoyak maka trombosit akan menempel
pada dinding arteri yang rusak. Interaksi antara trombosit dengan sel endotel yang rusak
akan merangsang proliferasi jaringan ikat pada dinding arteri yang disebut
atherosclerotic plaque atau ateroma. Atherosclerotic plaque ini akan tumbuh terus secara
progresif selama bertahun-tahun dan akhirnya dapat menghambat aliran darah.
2.3 Hubungan Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap LDL

Dalam beberapa studi yang telah dilakukan terhadap hewan coba, terapi oksigen
hiperbarik tidak memiliki efek yang bermakna terhadap kadar lipoprotein dalam plasma.
Tidak ditemukan perbedaan yang cukup mencolok antara kelompok hewan coba yang
diberikan terapi oksigen hiperbarik dan kelompok hewan coba yang tidak diberikan
apapun. Namun meskipun demikian, dapat ditemukan dampak yang signifikan terhadap
jumlah lipid yang teroksidasi dalam darah hewan coba.

Lipid yang teroksidasi merupakan jenis lipid yang akan di uptake oleh makrofag
dalam pembuluh darah dan nantinya akan membentuk suatu macrophag-foam cell. Foam
cell yang menumpuk terus-menerus, lambat laun akan membentuk suatu fatty streak yang
dapat menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya aterosklerotik.

Dengan menggunakan terapi oksigen 100% bertekanan tinggi secara berulang,


resiko terjadinya aterosklerotik dapat diturunkan secara cukup drastis. Hal ini disebabkan
karena terapi HBO dapat mencegah penurunan aktivitas paraoxonase. Paraoxonase
inimerupakan suatu enzim yang berperan sebagai agen anti inflammatory serta dapat
berguna sebagai proteksi terhadap kerusakan oksidatif pada sel dan lipoprotein. Sejumlah
studi menemukan bahwa paraoxonase sangatlah penting dalam detoksifikasi lipid
peroksida untuk mencegah pembentukan lipid yang teroksidasi seperti dien yang
terkonjugasi, triene yang terkonjugasi, serta substansi reaktif dari asam thiobarbiturat.

Terapi hiperbarik oksigen dapat meningkatkan konsentrasi serum glutathione dan


menginduksi ekspresi sejumlah enzim antioksidan didalam jaringan, salah satu contoh
enzim tersebut adalah heme oxygenase yang dapat menghambat pembentukan
aterosklerosis.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Waili, N. S., et al 2005, Hyperbaric Oxygen Therapy in Stroke, Brain Trauma and Neurologic
Disease
Bahaudin, Aziz 2008, Profil Lemak Darah dan Respon Fisiologis Tikus Putih yang Diberi Pakan
Gulai Daging Domba dengan Penambahan Jeroan, Skripsi, Institut Pertanian
BogorGuyton, A.C & Hall, E.C., 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, EGC,
Jakarta
Kudchodkar, Bhalchandra J., Wilson, Judy, Lacko, Andras 2000, Hyperbaric Oxygen Reduces
the Progression and Accelerates the Regression of Atherosclerotic in Rabbits, viewed on 1
September 2014. (http://atvb.ahajournals.org/content/20/6/1637.full)
Longo, D.L. et al, 2012, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 18th edition volume 1, The
McGraw-Hill Companies, United States of America
Murray, Robert K, Granner, Daryl K, Rodwell, Victor W 2006, Biokimia Harper, Edisi 27,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rijadi, R, 2013, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, LAKESLA, Surabaya
Sahni, T, 2003, Hyperbaric Oxygen Therapy : Current Trends and Applications, viewed on 31
August 2014-09-02
(http://www.japi.org/march2003/R-Hyperbaric%20Oxygen%20Therapy%20Current.pdf)

Anda mungkin juga menyukai