Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN ANAK

RUANG ANAK
ASMA BRONKIAL

DISUSUN OLEH :

Devi Kharismawati

18NS248

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA BANJARMASIN
2018
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang
ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada
diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-
paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paruparu kiri mempunyai dua
lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru
terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit
terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan
kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2011)
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi
menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput
yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput
yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga
yang disebut kavum pleura (Guyton, 2008).

Gambar 1. Anatomi Paru


Sumber: Guyton, 2008
Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah menurut Guyton (2008) sebagai berikut:
a. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus
paranasal, dan faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan alveolus paru. Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua
proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari
atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari
dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar
dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas
jaringan paru.
Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu
1) Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
2) Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis
internus

Gambar 2. Otot Pernafasan Saat Inspirasi dan Ekspirasi


Sumber: Guyton, 2008
2. Fisiologi
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-
paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung
paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen
dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada
lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis.
Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia
surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis
(Sherwood, 2011).

Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi


menjadi empat mekanisme dasar menurut Sherwood (2011), yaitu:
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli
dan atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel
d. Pengaturan ventilasi
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi
pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma
menutup dalam, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan
tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernafas merupakan dasar
yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam dan volume
udara bertambah (Syaifuddin, 2009).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan
volume intratoraks. Selama bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira
2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi
menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih
mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit
negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil
menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru
dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang
menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru
(Syaifuddin, 2009).
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi
(Syaifuddin, 2009).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari
alveol ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke
tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas
dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke
jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Guyton,
2008).
B. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran
udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan, penyempitan ini bersifat sementara (Saheb, 2011).

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya menurut Purnomo (2008) asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik) : Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu
binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik
seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik) : Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti
udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

D. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronchial menurut Lewis et al (2011) sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi
Genetik: Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit
alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan,
logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi
lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

E. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya (Supriyanto, 2008).
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-
faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat (Supriyanto, 2008)..
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest (Supriyanto, 2008).
F. MANIFESTASI KLINIK
Tanda gejala menurut Brunner & Suddarth (2013) biasanya pada penderita
yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat
serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi
( wheezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di
dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.Pada serangan
asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain :
silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan
pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

G. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul menurut Brunner & Suddarth (2013)
adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk pasien asama menurut Brunner
& Suddarth (2013) yaitu:
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder
sel-sel cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma
atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan
yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran
yang bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan
tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada
seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi
atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru,
yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan
VES atau terjadinya relatif ST depresi.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik menurut Supriyanto (2008) sebagai
berikut :
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada
tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntungannya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis
20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
Konsep asuhan keperawatan menurut Brunner & Suddarth (2013) sebagai
berikut :
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
c. Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara
dingin
1) Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
2) Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan.
3) Kaji riwayat pekerjaan pasien.
d. Riwayat keluarga: riwayat keturunan
e. Status mental : lemas, takut, gelisah
f. Pernapasan
1) Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan.
2) Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
3) Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
4) Adanya bunyi napas mengi.
5) Adanya batuk berulang.
g. Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus.
b. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperwatan menurut NANDA (2015) sebagai berikut:

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI (NIC)
(NOC)
1 Bersihan jalan nafas tidak Respiratory status : Airway NIC :
efektif berhubungan dengan patency Airway Management
peningkatan produksi mukus Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas,
keperawatan selama 1 x 1 jam, guanakan teknik chin
pasien mampu dengan kriteria lift atau jaw thrust bila
hasil : perlu
1. Mendemonstrasikan batuk 2. Posisikan pasien untuk
efektif dan suara nafas yang memaksimalkan
bersih, tidak ada sianosis dan ventilasi
dyspneu (mampu 3. Identifikasi pasien
mengeluarkan sputum, mampu perlunya pemasangan
bernafas dengan mudah, tidak alat jalan nafas buatan
ada pursed lips) 4. Pasang mayo bila perlu
2. Menunjukkan jalan nafas yang 5. Lakukan fisioterapi
paten (klien tidak merasa dada jika perlu
tercekik, irama nafas, frekuensi 6. Keluarkan sekret
pernafasan dalam rentang dengan batuk atau
normal, tidak ada suara nafas suction
abnormal) 7. Auskultasi suara nafas,
3. Mampu mengidentifikasikan catat adanya suara
dan mencegah factor yang tambahan
dapat menghambat jalan nafas 8. Lakukan suction pada
mayo
9. Berikan bronkodilator
bila perlu
10. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
11. Monitor respirasi dan
status O2
2 Pola Nafas tidak efektif Respiratory status : Ventilation NIC :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen
penyempitan bronkus keperawatan selama 1 x 1 jam, 1. Bersihkan mul
pasien mampu dengan Kriteria hidung dan sec
Hasil : trakea
1. Mendemonstrasikan batuk 2. Pertahankan jal
efektif dan suara nafas yang nafas yang paten
bersih, tidak ada sianosis dan 3. Atur peralat
dyspneu (mampu oksigenasi
mengeluarkan sputum, mampu 4. Monitor aliran oksigen
bernafas dengan mudah, tidak 5. Pertahankan pos
ada pursed lips) pasien
2. Menunjukkan jalan nafas yang 6. Observasi adan
paten (klien tidak merasa tanda tan
tercekik, irama nafas, frekuensi hipoventilasi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah,
nadi, pernafasan)
3 Intoleransi aktivitas Activity tolerance NIC :
berhubungan dengan batuk Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy
persisten dan keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Bantu klien unt
ketidakseimbangan antara pasien mampu dengan Kriteria mengidentifikasi
suplai oksigen dengan Hasil : aktivitas yang mam
kebutuhan tubuh. 1. Berpartisipasi dalam aktivitas dilakukan
fisik tanpa disertai 2. Bantu untuk mem
peningkatan tekanan darah, aktivitas konsist
nadi dan RR yang sesuai deng
2. Mampu melakukan aktivitas kemampuan fis
sehari hari (ADLs) secara psikologi dan social
mandiri 3. Bantu unt
3. Tidak ada kelemahan mengidentifikasi d
4. Status sirkulasi baik mendapatkan sumb
yang diperlukan unt
aktivitas ya
diinginkan
4. Bantu unt
mendapatkan a
bantuan aktivit
seperti kursi roda, kre
5. Bantu unt
mengidentifikasi
aktivitas disukai
6. Bantu pasien unt
mengembangkan
motivasi diri d
penguatan
4 Kurang pengetahuan Knowlwdge : disease process NIC :
berhubungan dengan faktor- Knowledge : health Behavior Teaching : disease
faktor pencetus asma. Setelah dilakukan tindakan Process
keperawatan selama 1 x 20 menit, 1. Berikan penilai
pasien mampu dengan Kriteria tentang tingk
Hasil : pengetahuan pasi
1. Pasien dan keluarga tentang pros
menyatakan pemahaman penyakit yang spesifi
tentang penyakit, kondisi, 2. Jelaskan patofisiolo
prognosis dan program dari penyakit d
pengobatan bagaimana hal
2. Pasien dan keluarga mampu berhubungan deng
melaksanakan prosedur yang anatomi dan fisiolo
dijelaskan secara benar dengan cara ya
3. Pasien dan keluarga mampu tepat.
menjelaskan kembali apa yang 3. Gambarkan tanda d
dijelaskan perawat/tim gejala yang bia
kesehatan lainnya muncul pada penyak
dengan cara yang tep
4. Gambarkan pros
penyakit, dengan ca
yang tepat
5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan ca
yang tepat
6. Sediakan informa
pada pasien tenta
kondisi, dengan ca
yang tepat
7. Diskusikan perubah
gaya hidup ya
mungkin diperluk
untuk menceg
komplikasi di ma
yang akan datang d
atau pros
pengontrolan penyak
8. Diskusikan pilih
terapi at
penanganan
9. Instruksikan pasi
mengenai tanda d
gejala unt
melaporkan pa
pemberi perawat
kesehatan, deng
cara yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8. Jakart:
EGC
Guyton and Hall. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran ed. 11. Jakarta: EGC
Heather T, Herdman, Shigemi Kamitsuru. 2015. NANDA Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Lewis, Sharon L et al. 2011. Medical Surgical Nursing Volume 1. United States
America : Elsevier Mosby
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Sherwood, Laura Iee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
Supriyatno B, Wahyudin B. 2008. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai