DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
DOSEN PENGAMPU :
UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yng Maha Esa atas segala Rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Evaluasi proses dan hasil belajar Matematika
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini, untuk itu kami
mengucapakan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari itu, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasa yang kami gunakan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak agar sekiranya kami bisa memperbaiki makalah
ini dengan sebaik-bai knya.
Akhir kata kami berharap makalah Evaluasi proses dan hasil belajar Matematika .
Dalam Pengembangan ini dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat dan semoga
dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Setiap kegiatan yang kita lakukan perlu ada penilaian dan evaluasi untuk mengukur
keberhasilan kegiatan yang kita lakukan. Begitu juga pada proses pembelajaran, perlu
ada penilaian. Penilaian akan bermakna bila pengukuran dilakukan dengan alat ukur
yang tepat. Penilaian dan Proses belajar mengajar itu bagaikan dua mata koin,
walaupun mereka meghadap pada arah yang berlawanan, namun hakekatnya mereka
adalah satu, yaitu bagian dari koin itu sendiri. Bisa dibayangkan jika salah satu
bagiannya tidak ada ”rusak bukan?” Keduanya adalah bagian yang tak terpisahkan
dan saling mendukung untuk tercapainya tujuan pendidikan. Penilaian terdiri atas
penilaian eksternal dan penilaian internal. Penilaian eksternal merupakan penilaian
yang dilakukan oleh pihak lain yang tidak melaksanakan proses pembelajaran.
Penilaian eksternal dilakukan oleh suatu lembaga, baik dalam maupun luar negeri
dimaksudkan antara lain untuk pengendali mutu. Sedangkan penilaian internal adalah
penilaian yang direncanakan dan dilakukan oleh guru pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan oleh guru untuk
memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan
potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan.
Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada guru agar dapat
menyempurnakan perencanaan dan proses pembelajaran. Penyusunan perencanaan,
pelaksanaan proses, dan penilaian merupakan rangkaian program pendidikan yang
utuh, dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Untuk itu, perlu ada model penilaian yang dapat dijadikan sebagai salah satu
acuan atau referensi oleh guru dan penyelenggaranya di jenjang sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah. Penilaian kelas merupakan suatu proses yang
dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian,
pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil
belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar
peserta didik. Penilaian yang dilaksanakan di kelas dapat melalui berbagai
teknik/cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian
tertulis (paper and pencilt est), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui
kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portfolio), dan penilaian diri .
Evaluasi yang sudah biasa digunakan dalam proses belajar mengajar matematika di
sekolah adalah tes tertulis. Salah satu kekurangan yang dimiliki tes adalah bahwa tes
hanya memberikan gambaran tentang apa yang dimiliki siswa pada saat mengerjakan
tes saja dan kurang memberikan gambaran yang cukup tentang proses belajar yang
telah dilakukan dan dipahami siswa. Salah satu model evaluasi yang saat ini sedang
berkembang dan disinyalir memiliki banyak manfaat baik bagi guru maupun bagi
siswa adalah asesmen portofolio.
Pada saat ini dalam dunia pendidikan Indonesia tengah berlangsung ‘pemasyarakatan
penerapan Standar Pendidikan’. Di tengah hiruk-pikuknya upaya itu, terselip
‘portofolio’ sebagai salah satu alat penilaian, seperti yang tercantum dalam Buku
KTSP SMP (Depdiknas, 2006): Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan
non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil
karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Fakta
tersebut memperlihatkan, bahwa asesmen portofolio seharusnya juga sudah mulai
diterapkan dalam khasanah pendidikan di Indonesia.
Pendidikan merupakan hal yang penting dan memerlukan perhatian yang serius.
Banyak kritikan dari praktisi pendidikan, akademisi dan masyarakat yang sering dilontarkan
kepada sistem pendidikan. Kritik tersebut sangat komplek, dimulai dari sistem pendidikan
yang berubah-ubah ketika ganti menteri pendidikan, kurikulum yang kurang tepat dengan
mata pelajaran yang terlalu banyak dan tidak berfokus pada hal-hal yang seharusnya
diberikan dan lain sebagainya. Namun demikian, masalah sering menjadi perhatian setiap
sistem pendidikan problem penilaian hasil belajar yang kurang efektif. Terlebih lagi pada
masa kini yang memasuki zaman modern dengan adanya perkembangan akan pemikiran
manusia dan juga dengan masuknya budaya-budaya asing maka masalah yang dihadapi oleh
dunia pendidikan saat ini yaitu mulai banyaknya bermunculan manusia-manusia yang
memiliki pengetahuan yang tinggi tetapi tidak memiliki akhlak atau sikap yang baik.
Sehingga, pengetahuannya digunakan untuk hal-hal yang tidak baik dan cenderung
merugikan orang lain.
Oleh karena itulah maka pada masa ini aspek penilaian dari ranah afektif sangatlah
diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang seperti itu. Pengukuran pada ranah afektif
tidak semudah melakukan pada pengukuran kognitif. Namun itu bukan berarti ranah tersebut
tidak dapat diukur. Ada kriteria-kriteria tertentu yang menjadi pedoman dalam pengukuran
ini. Oleh sebab itulah yang melandasi kami untuk mencari tahu tentang aspek penilaian ranah
afektif ini.
Penggunan asesmen alternatif dalam penilaian hasil belajar siswa muncul pada tahun
1980-an, sebagai akibat banyaknya kritik terhadap assessmen tradisional yang hanya
menggunakan tes tertulis (paper and pencil test). Tes tertulis hanya dapat mengukur sebagian
kecil dari hasil belajar siswa dan tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks.Pada
umumnya tes yang dilakukan untuk mengukur tujuan pembelajaran, di lakukan dengan
menggunakan mekanisme sebagai berikut (Adi suryanto,2017:3.3).
Tabel 3.1
Skema pembelajaran konvensional
Kompetensi Dasar
INDIKATOR
TES
Berdasarkan skema di atas tampak bahwa tes dapat dibuat tanpa memperhatikan proses
pembelajaran. Tes dapat dibuat oleh orang yang tidak terlihat dalam proses pembelajaran
(PBM), asal orang tersebut mengetahui Kompetensi Dasar (KD) yang akan dicapai,
menguasai materi yang diajarkan, dan mempinyai keterampilan dalam membuat tes. Asumsi
yang digunaakan dalam model ini adalah proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan
Kompetensi Dasar. Karena proses pembelajaran yang dilakukan diasumsikan sesuai dengan
Kompetensi Dasar maka orang luar (bukan guru yang mengajar kelas tersebut) dapat
mengembangkan prangkat tesnya, dengan syarat mereka mengusai materi serta memiliki
keterampilan membuat tes yang baik. Kondisi seperti inilah yang selama ini banyak terjadi di
sekolah, baik SD sampai dengan SMA.Masih sering kita temukan banyaknya kasus tes
tengah semester atau tes akhir semester yang perangkat tesnya sudah disediakan oleh pihak
Dinas Pendidikan bukan disiapkan oleh guru yang bersangkutan. Kondisi seperti itu
menunjukkan bahwa tes hasil belajar merupakan bagian terpisah dari proses pembelajaran
(Adi suryanto,2017:3.3-3.4).
Dalam hal ini tes hanya berorientasi pada pencapaian hasil belajar, dan tidak proses
hasil belajar. Bagaimana proses siswa dalam mencapai hasil belajar, memperhatikan bukan
menjadi prhatian,. Yang menjadi perhatian adalah bagaimana hasil yang diperoleh siswa
setelah mereka menyelesaikan pembelajaran (Adi suryanto,2017:3.4).
Menyadari kelemahan yang ada pada tes, beberapa ahli pendidikan beruaya untuk
mengintegrasikan kegiaran penilaian dalam keseluruhan proses pembelajarn melalui proses
penilaian yang dikenal dengan asesmen alternative (Adi suryanto,2017:3-4).
2.2 Landasan Psikologis
Asesmen alternative tidak hanya menilai hasil belajar, tetapi dapat member informasi
secara lengkap tentang proses pembelajaran.Asesment alternative tidak hanya menilai produk
belajar saja tetapi juga menilai proses belajar untuk menghasilkan kemampuan produk
tersebut.
Asesmen alternatif dilaksanakan berdasarkan teori belajar khususnya dari aliran psikologi
kognitif. Berikut adalah teori belajar yang digunakan sebagai landasan dalam pelaksanaan
asesmen alternatif adalah (Adi suryanto,2017:3.7).
Teori ini beranggapan bahwa hakikat belajar adalah kompleks dan tidak terstruktur. Teori ini
menjelaskan bahwa belajar akan menghasilkan kemampuan secara spontan dalam melakukan
restrukturisasi pengetahuan yang telah dimiliki untuk merespons kenyataan atau situasi yang
dihadapi. Belajar tidak akan pernah berakhir, oleh karena itu diperlukan penyesuaian-
penyesuaian dengan situasi yang berubah
Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang dilakukan siswa dengan cara
mengkonstruksi sendiri gagasan baru atau konsep baru atas dasar konsep, pengetahuan, dan
kemampuan yang telah dimiliki.Siswa memilih dan mentansformasikan informasi yang
diperolehnya, menyusun hipotesis, dan membuat keputusan-keputusan atas dasar struktur
kognitif yang dimiliki.Menurut Bruner pembelajaran harus diarahkan pada belajar penemuan
(discovery learning).Discovery learning dapat dilakukan dengan cara:
Teori ini membedakan dua jenis belajar yaitu cognitive learning yang berhubungan dengan
pengetahuan dan experiential learning yang berhubungan dengan pengalaman. Teori ini
menarik karen amelibatkan pribadi siswa, inisiatif siswa, penilaian didi siswa, dan dampak
langsung yang terjadi pada diri siswa dalam proses belajar siswa. Dalam teori ini siswalah
yang aktif belajar sedangkan guru hanya sebgai fasilitator.
Seperti halnya alat ukur yang lain, asesmen alternative seperti performance
asesmen,authentic assessment, dan portofolio assessment mempunyai keunggulan dan
kelemahan.
a. Dapat menilai hasil belajar yang kompleks dan ketrampilan-ketrampilan yang tidak dapat
dinilai dengan asesmen tradisional.
Contohnya : jika anda ingin menguku rkinerja kerja siswa dalam membuat karangan maka
banyak aspek yang dapat diukur dari tugas dari tugas karangan tersebut. Misalnya
kemampuan dalam siswa dalam membuat paragraph yang baik, pemilihan kosa kata yang
tepat, kemampuan siswa dalam menuangkan ide dalam bentuk tulisan, kemampuan
merangkai kata dan kalimat,dan kemampuan berimajinasi.
b. Menyajikan hasil penilaian yang lebih hakiki, langsung, dan lengkap dengan melakukan
asesmen anda akan dapat menilai hasil belajar anak secara lengkap, tidak hanya hasil belajar
dalam ranah kognitif tetapi juga ranah afektif dan psikomotor.
f. Membantu guru untuk menilai efektifitas pembelajaran yang telah dilakukan.Guru yang
baik selalu ingin mengetahui keberhaslan pembelajaran yang dilakukan. Kegiatan tersebut
dapat dilakukan dengan cara membandingkan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat
sebelumnya dengan hasil belajar yang dicapai siswa.
jika anda melakukan asesmen maka pada tahap awal anda harus membuat perencanaaan yang
matang. Perencanaan tersebut perlu didiskusikan dengan siswa.Kesepakatan antara siswa dan
guru terhadap perencanaan pembelajaran dapat dianggap sebagai kontrak pembelajaran yang
harus dilaksanakan bersama guru dan siswa.Pada saat pembelajaran berjalan siswa
mengerjakan tugas-tugas yang sudah ditetapkan dalam perencanaan. Pada saat yang sama
guru harus aktif memonitor dan memberi umpan balik terhadap tugas-tugas yang sedang
dikerjakan oleh siswa. Berdasarkan masukan guru, setiap siswa memperbaiki tugasnya
sampai hasil karyanya baik. Jika ha; ini dilakukan secara konsekuen maka guru akan
memerlukan waktu yang sangat banyak.
Pemberian skor dala asesmen alternative (asesmen kerja atau portofolio) dilakukan dengan
menggunakan pedoman penskoran (rubic).cara pensekorannya hampir sama dengan cara
pensekoran tes uraian.
Rendahnya ketetapan pensekoran ini disebabkan karena anda tidak dapat memberi skor yang
sama untuk hasil karya beberapa siswa yang mempunyai kualitas sama.
Pada asesmen, frekuensi penilaian secara individu jauh lebih besar dari pada penilaian secara
kelompok.Pada saat pelaksanaan pembelajaran dan saat asesmen guru harus mengamati dan
memberikan umpan balik satu peserta.Dengan demikian asesmen tidak cocok jika siwa yang
ada di kelas jumlahnya banyak, misalnya lebih dari 20 anak. Penilaian dengan asesmen tepat
untuk kelas kecil, paling bnyak 15 siswa dilingkungannya (Adi suryanto,2017:3.7-3.9).
2.4 Tugas
2.4.1 Tugas ( Task )
Asesmen jenis ini meminta untuk anak melakukan sesuatu untuk menunjukan kinerjanya
sesuai dengan tugas yang diberikan oleh guru.Informasi tentang keberhasilan siswa dalam
untuk kerja dapat diperoleh dari berbagai jenis tagihan, misalnya.
1. Computer adaptive testing
Computer adaptive testing merupakan tes berbantuan computer yang dapat digunakan untuk
menilai hasi belajar siswa sesuai dengan kemampuannya. Pada prinsipnya computer adaptive
testing akan menilai hasil belajar siswa yang dimulai dengan tugas mudah dan kemudian
semakin ditingkatkan derajat kesukarannya sampai pada titik dimana siswa tersebut tidak
dapat memberikan respons yang tepat. Dengan caa tersebut dapat diketahui tingkat
kemampuan siswa
Yang dimaksud dengan tes pilihan ganda yang diperluas adalah tes pilihan ganda di mana
dalam pengerjaanya siswa tidak hanya diminta untuk memilih salah satu jawaban yang paling
tepat tetapi mereka juga dminta untuk memberikan alasan mengapa dia memilih jawaban itu.
Tes ini dapat digunakan untuk pemberian tugas dalam asesmen kinerja karena dengan tes
uraian terbuka kita dapat menilai kinerja atau kemampuan siswa dalam penalaran, logika,
serta kemampuan dalam menuangkan ide dalam bentuk tulisan.
4. Tugas individu
Tugas-tugas individu yang harus dikerjakan secara mandiri.Tugas guru adalah menilai kinerja
anak selama mengerjakan tugas dan menilai produk dari hasil tersebut.
5. Tugas kelompok
Tugas-tugas harus dikerjakan secara kelompok. Tugas guru adalah melakukan pengamatan
terhadap kinerja kelompok tersebut seperti pembagian kerja tanggung jawab, dan kerja sama
dalam menyelesaikan tugas tersebut.
6. Proyek
Tugas yang diberikan kepada siswa (individu atau kelompok) untuk menyelesaikan tugas-
tugas kompleks dalam jangka waktu tertentu.
7. Inteview
Tugas yang dapat diberikan kepada siswa baik indivdu atau kelompok untuk melakukan
wawancara dengan orang lain dan kemudian membuat laporan hasil wawancara. Tugas guru
adalah menilai kualitas laporan tersebut.
8. Pengamatan
Tugas individu atau kelompok yang diberikan kepada siswa untuk melakukan pengamatan
terhadap sesuatu yang ditugaskan oleh guru. Guru dapat menilai kualitas laporan yang dibuat
berdasarkan hasil pengamatan tersebut dilingkungannya (Adi suryanto,2017:3.18-3.19).
Beberapa catatan penting yang harus diperhatikan pada saat merancang tugas dalam asesmen
kinerja :
1. Tugas – tugas yang disusun hendaknya merupakan bagian dari proses pembelajaran.
2. Tugas yang baik dalah tugas yang berhubungan dengan kehidupan nyata.
3. Tugas yang diberikan terhadap siswa harus adail. Dalam hal ini bukan berarti tugas
yang diberikan harus sama. Harus dijaga jangan samapai ada unsur subjektifitas dalam
memberikan tugas.
4. Jangan memeberikan tugas terlalu mudah karena hal ini tidak akan memebrikan
motivasi siswa dan tidak memberikan tantangan kepda siswauntuk melakukannya.
Assessment kinerja tidak menggunakan kriteria penskoran yang berisi konsep atau
kata kunci yang merupakan jawaban benar atas pertanyaan tersebut tetapi penilaian asesmen
kinerja dilakukan dengan menggunakan kriteria untuk menilai mutu kinerja atau hasil kerja
yang ditunjukkan siswa.Dengan demikian penilaia asesmen kinerja bersifat subjektif.Untuk
mengurangi subjektifitas dalam penilaian kinerja dikembangkan rubik.
Secara umum dikatakan rubik adalah pedoman pemberian skor (guidance score) yang
digunakanuntuk menilai mutu kinerja atau hasil kinerja siswa dilingkungannya (Adi
suryanto,2017:3.20).
Menurut Dona Szpyrka dan Ellyn B Smith seperti dikutip oleh Zainul, A (2001) ada beebrapa
langkah yang perlu diperhtikan dalam mengembangkan rubik:
Berdasarkan kegunaanya, rubik dapat dibedakan menjadi dua yaitu rubic holistic dan rubic
analytic.
a. Holistic Rubric
Yang dimaksud dengan holistic rubric adalah rubric yang deskripsi dimensi kinerjanya dibuat
secara umum, Karena itu biasanya holistic rubric digunakan untuk menilai berbagai macam
kinerja.
Berikut ini diberika contoh holistic rubic yang dapat anda gunakan untuk menilai berbagai
jenis kinerjasiswa. Secara umum aspek-aspek yang perlu diperhatikann dalam menilai kinerja
siswa antara lain :
Setiap aspek yang akan dilihat kinerjanya kemudian ditentukan gradasi mutunya mulai dari
yang paling sempurna sampai dengan yang paling jelek. Dengan memperhatikan aspek-aspek
pengerjaan tugas tersebut maka holistc rubicnya dapat dibuat sebagai berikut
dilingkungannya (Adi suryanto,2017:3.25).
2
Mampu memodfifikasi prosedur setelah diberi
contoh instruktur.
1 Tugas hanya diberikan prosedur baku.
3. Produk tugas 4 Secara keseluruhan produk tugas sangat bagus.
b. Analytic rubic
Yang dimaksud analytic rubic adalah rubik yang dimensi atau aspek-kerjanya dibuat secara
rinci, demikian pula dengan deskripsi setiap aspek kinerjanya.Analytic rubik tepat digunakan
untuk menilai kinerja tertentu. Dimensi kinerja yang akan dinilai disesuaikan dengan kinerja
yang akan diukur(Adi suryanto,2017:3.27)
Asesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa (Depdiknas, 2003: 19). Gambaran perkembangan belajar siswa
diperlukan di sepanjang proses pembelajaran. Oleh karena itu asesmen tidak dilakukan di
akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan
bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran. Karena
asesmen menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus
diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses
pembelajaran. Dengan demikian asesmen merupakan prosedur yang dilakukan oleh guru
sepanjang proses pembelajaran untuk memperoleh berbagai data atau informasi tentang
aktivitas belajar siswa sehingga informasi tersebut dapat memberikan gambaran secara
menyeluruh tentang perkembangan dan kemajuan belajar siswa. Sedangkan portofolio adalah
suatu kumpulan hasil kerja siswa yang digunakan untuk menunjukkan upaya siswa,
keberhasilan/kemajuan atau prestasi belajar siswa di dalam satu bidang atau beberapa bidang
tertentu (Stiggins, 1994: 422); Judith Arter 1992: 36). Secara substansial portofolio dapat
dikatakan sebagai gambaran dari hasil-hasil tulisan, interpretasi, maupun aktivitasnya di
dalam kelas atau di luar kelas (Popham, 1995: 163; Moss, et.al., 1992: 14). Bagi guru
portofolio merupakan suatu kumpulan dokumentasi tentang kemajuan belajar siswa, di
dalamnya memuat semua catatan dan hasil kerja/karya siswa, serta aktivitasnya di dalam
kelas atau di luar kelas dalam satu kurun waktu tertentu yang digunakan sebagai bukti atau
dasar memberikan penilaian yang tepat dan objektif.
Portopolio adalah suatu kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud tertentu
dan terpadu yang di seleksi menurut panduan-panduan yang telah ditetapkan. Panduan-
panduan ini beragam tergantung pada mata pelajaran dan tujuan penilaian portopolio itu
sendiri (Budimansyah,2002 ).
Penilaian portopolio pada dasarnya menilai kara-karya siswa secara individu pada
suatu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut
dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan pesrta didik sendiri. Berdasarkan informasi
perkembangan tersebut, guru dan peseta didik sendiri dapat menilai perkembangan
kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portopolio
dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya,
antara lain: karangan,puisi,surat,komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku atau
literature, laporan penilaian, sinopsis dan sebagainya. Secara umum portopolio dapat
dibedakan dalam dua bentuk yaitu portopolio proses dan portopolio produk. Sebagai
instrumen penilaian portopolio difokuskan pada dokumen kerja siswa yang produktif,sebagai
bukti tentang apa yang dapat dilakukan oleh siswa (Sondang, 2010).
Portopolio berisikan beragam tugas, antara lain: draft mentah,nilai, makalah, benda
kerja, kritik dan ringkasan, lembaran refleksi diri, pekerjaan rumah, jurnal, respon kelompok,
grafik, lembaran catatan dan catatan diskusi. Menurut Madya (2006) dalam pembelajaran,
proses terpenting pada pada metode penilaian portopolio adalah selesksi, refleksi dan
kolabrasi. Proses penilaian ini sangat menunjang bila dilakukan bersamaan dengan
pembelajaran Training model, terutama dalam teknik pemantauan tugas latiha gambar
dengan desain fashion modifikasi yang dilakukan berulang-ulang.
Asesmen portofolio merupakan kumpulan hasil kerja atau karya siswa yang
mempertunjukkan usaha, kemajuan, dan prestasi siswa dalam satu bidang, atau lebih.
Kumpulan hasil karya tersebut menuntut partisipasi penuh siswa untuk turut menentukan
kriteria dan pemilihan bahan yang akan dimasukan dalam portofolio. Selanjutnya Paulson
mengemukakan bahwa suatu portofolio haruslah: (1) memperlihatkan bahwa siswa terlibat
dalam refleksi diri, (2) melibatkan siswa dalam menyeleksi komponen portofolio, (3) terpisah
dan berbeda dari folder komulatif siswa, (4) memuat informasi yang melukiskan
pertumbuhan, (5) menyajikan suatu gambaran yang kompleks dan komprehensif dari kinerja
siswa.
Terdapat berbagai jenis portopolio dengan berbagai tujuan dan kepentingan yang
beraneka ragam. Umumnya berbagai jenis portopolio tersebut dapat memenuhi sebagian atau
keseluruhan program pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Berdasarkan jumlah
kepustakaan, berikut ini akan diuraikan beberapa jenis portopolio (Sujiono,2010: 9;
Wortham,2005:208) :
a. Documentation Portopolio
Jenis ini dikenal juga dengan istilah “Working portopolio”. Secara spesifik,
pendekatan ini meliputi koleksi pekerjaan selama kurun waktu tertentu yang
memperhatikan pertumbuhan dan kemajuan belajar peserta didik tentang hasil belajar
yang telah diidentifikasi. Koleksi akan menjadi lebih bermakna apabila terdapat butir
khusus yang dipilih untuk mengarahkan pada pengalaman pendidikan dan tujuan
tertentu.
b. Process Portopolio
Pendekatan ini mendokumentasikan seluruh segi dari tahapan proses belajar.
Portopolio ini akan memperhatikan bagaimana peserta didik terlibat dalam
pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan kemajuan kearah penguasaan dasar
maupun lanjutan.
c. Showcase Portopolio
Jenis portopolio ini paling baik digunakan untuk mengevaluasi sumatif tentang
penguasaan peseta didik terhadap hasil belajar kurikulum inti. Portopolio juga
meliputi pekerjaan terbaik peserta didik yang ditentukan baik oleh gurunya maupun
peserta didik. Jenis ini juga sessuai dengan perkembangan media audio visual,
termasuk hasil fotografi, rekaman elektronik mengenai pekerjaan peserta didik secara
menyeluruh. Portopolio ini juga meliputi analisis tertulis dan refleksi oleh peserta
didik tentang proses pengambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan hasil
pekerjaan yang akan dimasukkan.
Collins (1992) dan Stiggins (1994), mengemukakan beberapa aspek yang dapat dijadikan
acuan dalam merencanakan dan melaksanakan model portofolio, antara lain:
1. Rumusan tujuan yang jelas, artinya siapa dan untuk keperluan apa portofolio dibuat
dan dilakukan,
2. Hasil belajar, artinya diupayakan meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, produk,
penalaran, dan sikap,
3. Penekanan peristiwa, artinya berhubungan dengan perubahan-perubahan kinerja
dalam kurun waktu tertentu,
4. Alokasi waktu yang diperlukan, artinya menyangkut pembagian waktu yang
diperlukan untuk melaksanakan portofolio,
5. Sifat peristiwa atau structure, artinya dalam bentuk apa informasi yang diharapkan.
Selanjutnya agar acuan tersebut lebih operasional maka perlu ditambah satu aspek lagi,
yakni: Penentuan kriteria penilaian yang jelas, artinya kriteria penilaian ditentukan bersama-
sama antara guru dan siswa. Dengan kriteria yang jelas akan memberikan kerangka berfikir
bagi siswa tentang kinerja apa yang diketahuinya dan bagaimana mengerjakan-nya. Dengan
demikian siswa akan lebih berhati-hati dan guru akan membantu memberikan kemudahan
bagi siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran (Arter, 1992: 37). Secara teknis, untuk
memperjelas sasaran penilaian portofolio, maka sebelum merumuskan tujuan perlu
disediakan terlebih dahulu kolom untuk identitas dan biodata siswa (Supriadi A, 1997: 33).
Kolom identitas dan biodata tersebut diisi oleh siswa dengan tulisan yang jelas, singkat, dan
lengkap.
Menurut Zainul (2001: 48), dalam wujud nyata portofolio hasil karya mahasiswa terdiri dari:
1. Cover (kulit) map yang secara jelas memperlihatkan identitas mahasiswa, bidang
studi/mata kuliah, dan per semester/ruang lingkup waktu hasil karya yang
dikumpulkan,
2. Lembaran daftar isi yang jelas menunjukkan hasil karya utama dan hasil karya
tambahan (optional),
3. Karya mahasiswa (dinyatakan sebagai karya utama atau tambahan), dan dicantumkan
tanggal penyelesaian karya tersebut. Bila karya tersebut merupakan perbaikan dari
karya yang lalu, hal itupun secara jelas harus dicantumkan, (4) Komentar mahasiswa,
yang ditulis sebagai hasil refleksi mahasiswa terhadap karyanya. Refleksi tersebut
umumnya berisi:
a. Apa yang saya peroleh dari mengerjakan karya tersebut
b. Apa yang saya rasakan sebagai keberhasilan yang saya peroleh dalam
mengerjakan karya tersebut (kekuatan apa yang dapat saya perlihatkan melalui
karya tersebut),
c. Bila saya mendapat kesempatan memperbaiki karya ini maka akan saya
perbaiki pada bagian mana,
d. Bagaimana perasaan saya secara keseluruhan terhadap kinerja dan hasil karya
saya ini.
e. Kelemahan apa yang paling menonjol dalam kinerja dan hasil karya saya ini.
Berdasarkan penjelasan di atas maka secara prosedural penyusunan rencana portofolio, terdiri
dari:
a. Membuat cover (kulit) yang secara jelas memperlihatkan identitas dan biodata singkat
siswa: nama siswa, bidang studi/ mata kuliah, semester,
b. Merumuskan tujuan yang jelas,
c. Menetapkan kriteria penilaian secara bersama-sama antara guru dan siswa, orang tua
siswa/masyarakat,
d. Menetapkan target hasil belajar yang utuh (karya utama atau tambahan),
e. Penekanan pada peristiwa yang berhubungan dengan perubahan kinerja,
f. Menentukan alokasi waktu yang diperlukan secara efektif,
g. Sifat peristiwa, tentang bentuk informasi yang diharapkan,
h. Komentar siswa/mahasiswa sebagai hasil refleksi terhadap karyanya.
2.8 Pelaksanaan Portopolio
Secara teknis pelaksanaan asesmen portofolio harus ditunjang oleh sikap guru yang kreatif,
konsekwen, dan disiplin terhadap penugasan instruksional. Guru bersifat terbuka, dan
manusiawi dalam memberikan penguatan/penghargaan (reinforcement) maupun hukuman
(funishment). Penguatan dilakukan secara spontan dan tepat, sedangkan hukuman diberikan
secara tepat dan educatif. Pelaksanaan asesmen portofolio harus didukung oleh sarana dan
prasarana yang dapat digunakan sebagai lingkungan sumber belajar yang nyata, serta
ditunjang oleh media pembelajaran yang representatif.
Kumpulan karya siswa dapat dikatakan portofolio jika kumpulan karya tersebut
merupakan representasi dari kumpulan karya terpilih yang menunjukkan pencapaian dan
perkembangan belajar siswa dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Setiap bagian
atau pemenggalan dari karya dalam portofolio dimaksudkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang khusus. Karya siswa harus dapat menunjukkan perkembangan atau bukti
bahwa siswa telah mencapai tujuan tertentu.
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu
periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dalam satu periode
tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang
dianggap terbaik oleh peserta didik. Dalam penilaian portofolio mengandung hal-hal penting,
yaitu pengumpulan (storing), pemilihan (sorting) dan penetapan (dating), dari suatu tugas
(task) (Supranata dan Hatta, 2004). Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya
siswa secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil
karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik. Berdasarkan informasi
perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan
kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat
memperhatikan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui kayanya, antara lain:
karangan, puisi, surat, komposisi, musik.
Portofolio tidak hanya merupakan tempat penyimpanan hasil pekerjaan siswa, tetapi juga
merupakan sumber informasi untuk guru dan siswa. Portofolio memberikan bahan tindak
lanjut dari suatu pekerjaan yang telah dilakukan siswa sehingga guru dan siswa
berkesempatan untuk mengembangkan kemampuannya. Portofolio dapat pula berfungsi
sebagai alat untuk melihat
a. perkembangan tanggung jawab siswa dalam belajar,
b. perluasan dimensi belajar,
c. pembaharuan kembali proses belajar-mengajar, dan
d. penekanan pada pengembangan pandangan siswa dalam belajar.
2.10 Tahap Penilaian
2.10.1 Prinsip-prinsip Penilaian Portofolio
Proses penilaian portofolio menuntut terjadi interaksi multi arah, yaitu dari guru ke
peserta didik, dari peserta didik ke guru, dan antar peserta didik. Direktorat PLP Ditjen
Dikdasmen Depdiknas (2003 : 124) mengemukakan pelaksanaan penilaian portofolio
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip “mutual trust, confidentiality, joint ownership,
satisfaction, and relevance”.
3. Joint Ownership (milik bersama), artinya semua hasil pekerjaan peserta didik dan
dokumen yang ada harus menjadi milik bersama antara guru dan peserta didik, karena itu
Anda harus jaga bersama, baik penyimpanannya maupun penempatannya. Berikan
kemudahan kepada peserta didik untuk melihat, menyimpan dan mengambil kembali
portofolio mereka. Hal ini dimaksudkan juga untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab
peserta didik.
5. Relevance (kesesuaian), artinya dokumen yang ada harus sesuai dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator yang diharapkan. Kesesuaian ini pada gilirannya
berkaitan dengan prinsip kepuasan.
Penilaian dengan portofolio tidak hanya dilakukan dalam satu kali penilaian,
melainkan secara berulang-ulang dan bahkan terus menerus hingga memperoleh data atau
informasi yang lengkap dan akurat tentang hasil belajar siswa. Untuk memperoleh data atau
informasi yang lengkap dan akurat tersebut diperlukan ketelitian, kesabaran, kreativitas,
kemahiran, dan keprofesionalan guru dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut Asmawi Zainul (2001: 49-52) ada tiga tahap yang harus dilalui dalam
mengimplementasikan asesmen portofolio yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan penilaian,
sedangkan Budimansyah (2002: 123-130) mengatakan pengorganisasian model penilaian
berbasis portofolio (asesmen portofoilo) dalam pembelajaran mencakup empat tahap
kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, penyimpanan, dan penggunaan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mengimplementasikan model
asesmen portofolio ada tahapan atau langkah-langkah yang harus dilalui, yaitu: perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian, pendokumentasian, dan penggunaan.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap adalah salah
satu istilah bidang psikologi yang berhubungan dengan persepsi dan tingkah laku. Istilah
sikap dalam bahasa Inggris disebut attitude. Attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap
suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi terhadap suatu perangsang atau
situasi yang dihadapi. Ellis mengatakan bahwa sikap melibatkan beberapa pengetahuan
tentang situasi, namun aspek yang paling esensial dalam sikap adalah adanya perasaan atau
emosi, kecenderungan terhadap perbuatan yang berhubungan dengan pengetahuan (Asrul
dkk, 2014:102).
Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar siswa yang sangat penting.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotorik sangat ditentukan oleh
kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap yang positif terhadap
pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut sehingga mereka akan
dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal (Adi suryanto,2017:3.45).
Tujuan pengukuran ranah afektif selain untuk mendapatkan informasi yang akurat
mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa pada ranah afektif khususnya
pada tingkat penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi juga dapat
mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, bekerja sama, menempatkan siswa
dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan
serta karakteristik siswa. Manfaat dari pengukuran ranah afekitif adalah untuk memperbaiki
pencapaian tujuan instruksional oleh siswa pada ranah afektif khususnya pada tingkat
penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi selain itu juga dapat
memperbaiki sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral siswa. Instrumen yang digunakan
dalam pengukuran ranah afektif adalah berupa observasi, sebab observasi dalam pengambilan
datanya tidak terbatas pada orang saja, tetapi juga dapat digunakan pada alam sekitar atau
lingkungan alam. Observasi yaitu kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera. Menurut Sutrisno Hadi (2004: 158-168), ada tiga jenis
pokok dalam observasi yang masing-masing umumnya cocok untuk keadaan-keadaan
tertentu, yaitu: observasi partisipan, observasi sistematis, dan observasi eksperimental. Dari
ketiga jenis observasi ini, peneliti akan menggunakan observasi sistematis, karena observasi
sistematis dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Masih
menurut Sutrisno Hadi (2005: 169-173), ada beberapa macam alat observasi yang dapat
digunakan dalam situasi-situasi berbeda, beberapa diantaranya adalah: Anecdotal Records,
Catatan Berkala, Check Lists, Rating Scale, Mechanical Devices. Dari beberapa macam alat
observasi ini, peneliti akan menggunakan observasi tipe rating scale, karena rating scale lebih
fleksibel, tidak terbatas untuk pengukur sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden
terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi,
kelembagaan, kemampuan, pengetahuan, proses kegiatan dan lain-lain(Iin, 2013:90-91).
Menurut Krathwohl ( dalam Gronlund and Linn, 1990 ),ranah afektif terdiri atas lima
level yaitu :
1. Receiving
Receiving merupakan keinginan siswa untuk memperhatikan suatu gejala atau stimulus,
misalkan aktivitas dalam kelas,buku atau musik.
2. Responding
Responding merupakan partisipasi aktif siswa untuk merespon gejala yang dipelajari.
3. Valuing
Valuing merupakan kemampuan siswa untuk memberikan nilai,keyakinan atau sikap dan
menunjukkan suatu derajat internalisasi dan komitmen.
4. Organization
Organization merupakan kemampuan anak untuk mengorganisasi nilai yang satu dengan
nilai yang lain dan konflik antar nilai mampu diselesaikan dan siswa mulai membangun
sistem internal yang konsisten.
5. Characterization
Characterization merupakan level tertinggi dalam ranah afektif. (Adi suryanto,2017:3.45).
Sedangkan karakteristik yang penting dalam ranah afektif adalah sikap, minat, konsep
diri dan nilai.
1. Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen seperti dikutip oleh Mardapi (2004), sikap didefinisikan
sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negative terhadap
suatu objek, situasi, konsep atau orang. Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila pihak
sekolah mampu mengubah sikap siswa dari sikap negatif menjadi sikap positif.
2. Minat
Menurut Getzel (dalam Mardapi, 2004), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir
melalui pengalaman yang mendorong seseorang untukmemperoleh objek khusus, aktivitas,
pemahaman dan ketrampilanuntuk tujuan perhatian dan pencapaian. Hal penting pada minat
adalah intensitas untukmemperoleh sesuatu.
3. Konsep diri
Konsep diri adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan
diri sendiri ( Smith dalam Mardapi, 2004). Konsep diri penting untuk menentukan jenjang
karir siswa. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri maka siswa akan dapat
memilih alternative karir yang tepat bagi dirinya.
4. Nilai
Nilai merupakan suatu keyakinan yang dalam tentang perbuatan, tindakan atau perilaku yang
dianggap baik dan yang dianggap tidak baik (Rokeach dalam Mardapi, 2004). Sekolah perlu
membantu siswa untuk menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna bagi siswa agar
siswa mampu mencapai kebahagiaan diri dan mampu memberikan hal-hal yang positif bagi
masyarakat.
1. Pengamatan langsung, yaitu dengan memperhatikan dan mencatat sikap dan tingkah laku
siswa terhadap sesuatu,benda, orang, gambar atau kejadian. Dari tingkah laku yang muncul
kemudian dicari atribut yang mendasari tingkah laku tersebut.
3. Angket atau kuesioner, merupakan suatu perangkat pertanyaan atau isian yang sudah
disediakan pilihan jawaban baik berupa pilihan pertanyaan atau pilihan bentuk angka.
4. Teknik proyektil, merupakan tugas atau pekerjaan atau objek yang belum pernah dikenal
siswa. Para siswa diminta untuk mendiskusikan hal tersebut menurut penafsirannya.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penggunan asesmen alternatif dalam penilaian hasil belajar siswa muncul pada tahun 1980-
an, sebagai akibat banyaknya kritik terhadap assessmen tradisional yang hanya menggunakan
tes tertulis (paper and pencil test).
2.4 Informasi tentang keberhasilan siswa dalam untuk kerja dapat diperoleh dari berbagai
jenis tagihan, misalnya.
2.5 Menurut Dona Szpyrka dan Ellyn B Smith seperti dikutip oleh Zainul, A (2001) ada
beebrapa langkah yang perlu diperhtikan dalam mengembangkan rubik:
2.6 Asesmen portofolio merupakan kumpulan hasil kerja atau karya siswa yang
mempertunjukkan usaha, kemajuan, dan prestasi siswa dalam satu bidang, atau lebih.
Kumpulan hasil karya tersebut menuntut partisipasi penuh siswa untuk turut menentukan
kriteria dan pemilihan bahan yang akan dimasukan dalam portofolio.
2.7 Collins (1992) dan Stiggins (1994), mengemukakan beberapa aspek yang dapat dijadikan
acuan dalam merencanakan dan melaksanakan model portofolio, antara lain:
1. Rumusan tujuan yang jelas
2. Hasil belajar
3. Penekanan peristiwa
4. Alokasi waktu yang diperlukan
5. Sifat peristiwa atau structure
2.8 Swann dan Bickley-Gree (1993) mengemukakan dalam melaksanakan asesmen
portofolio, prosedur yang dilakukan adalah:
1. Menentukan tujuan umum portofolio dengan mendasarkan pada tujuan khusus
pembelajaran,
2. Menentukan tujuan portofolio bagi setiap siswa secara individual untuk melihat
perkembangan masing-masing,
3. Menciptakan kegiatan-kegiatan portofolio atau unit-unit pelajaran dengan berbagai bentuk
portofolio yang bervariasi,
4.Upayakan mendorong siswa untuk selalu mengarahkan “self evaluation”,
5.Upayakan meliput wawasan pengetahuan yang lebih luas dalam segala aspek kehidupan
sosial dan budaya,
6.Melakukan prosedur penulisan jurnal, responsif, dan efektif,
7.Melakukan interaksi melalui dialog atau diskusi,
8.Menentukan kriteria penilaian,
9.Mengakhiri penilaian dalam bentuk nilai akhir dan pernyataan-pernyataan kualitatif
berdasarkan atas kriteria yang sudah disepakati bersama antara guru dengan siswa.
Proses penilaian portofolio menuntut terjadi interaksi multi arah, yaitu dari guru ke peserta
didik, dari peserta didik ke guru, dan antar peserta didik. Direktorat PLP Ditjen Dikdasmen
Depdiknas (2003 : 124) mengemukakan pelaksanaan penilaian portofolio hendaknya
memperhatikan prinsip-prinsip “mutual trust, confidentiality, joint ownership, satisfaction,
and relevance”.
2.11 Konsep Dasar
Sasaran penilaian hasil pembelajaran lain yang dihasilkan lewat pengalaman belajar adalah
ranah afektif. Ranah ini mencakup sasaran yang menyangkut sikap, penghargaan, nilai, dan
emosi, menikmati, memelihara, menghormati.
2.12 Beberapa Cara Penilaian Ranah afektif
Menurut Ericson (dalam Nasoetion dan Suryanto, 2002), penilaian afektif dapat dilakukan
dengan cara:
1. Pengamatan langsung
2. Wawancara
4. Teknik proyektil
5. Pengukuran terselubung
DAFTAR PUSTAKA
Arter, Judith A, et. Al. (1992). Using Portfolios of Student Work in Instruction and
Assessment. Educational Measurement: Issues and Practice 11 (1),
1992 (36-43).
Asrul., Rusydi Ananda., dan Rosnita. (2014). Evaluasi Pembelajaran. Bandung:
Ciptapustaka Media.
Budimansyah, Dasim. (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Bandung:
Genesindo.
Collins, Angelo. (1992). Portfolios for Science Education : Issues in Purpose, Structure,
and Authenticity. Science Education 76(4).
Depdiknas. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Jakarta: Ditjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan lanjutan Pertama.
Moss, Pamela A, et. al.. (1992). Portfolios, Accountability, and An Interpretive Approach to
Validity. Educational Measurement: Issues and Practice.