Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP MENGERJAKAN TUGAS


RUMAH (TUGAS DARI GURU)

PENELITI :

RETNO JUWITA ANUGRAH

NIM. A1E115044

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Tubuh manusia terdiri dari berbagai organ yang membentuk suatu sistem di

dalam tubuh. Sistem-sistem itulah yang mengatur fungsi-fungsi tertentu. Secara

umum jika semua penyusun sistem tubuh dalam keadaan normal, tubuh akan

sehat. Akan tetapi, jika terjadi gangguan pada salah satu sistem, maka tubuh tidak

sehat atau sakit. Sehingga tentu saja jika sistem tersebut terganggu, maka akan

terganggu juga fungsi-fungsi yang ada di dalam tubuh manusia.

Salah satu penyebab terganggunya sistem dalam tubuh juga dikarekan oleh

gangguan psikis. Seperti yang telah disarikan dari buku You Can Heal Your Life

karya Louise L. Hay 1. Gangguan psikis yang dibiarkan menahun akan berdampak

pada kesehatan fisik. Fobia yang merupakan salah satu gangguan psikis. Fobia

sangat mengganggu penderitanya. Bila penderita dihadapkan oleh sesuatu yang

ditakutinya, maka akan terjadi sebuah gejolak jiwa yang sangat mendalam.

Gejolak jiwa tersebut terjadi karena peristiwa traumatik pada masa lalu.

Berdasarkan mitologi, Fobia berasal dari Dewa Phobos sebagai dewa yang

bertugas memunculkan pikiran-pikiran menakutkan serta menciptakan teror bagi

para musuh Yunani. Teror berarti suatu keadaan yang mengancam dan dorongan

kecemasan muncul dan memicu rasa takut dalam diri manusia, menjadi batasan

kondisi pikiran dan aktifitasnya. Fobia yang diawali dari rasa cemas dan takut

1
Ahmad Faiz Zainuddin, SEFT Total Solution SEFTer Handbook, t.k. t.p. 2013, hlm. 28-30
mulai membawa manusia pada keadaan terbatas, cukup jelas terlihat dari tindakan

yang dilakukan2.

Fobia sederhana biasanya sejak kecil, dan sering hilang pada saat orang

tersebut beranjak remaja. Fobia biasanya dimulai setelah itu. Hal tersebut dapat

disebabkan oleh situasi tertentu, stres, pengalaman atau peristiwa menakutkan.

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis pernah mengalami sesuatu peristiwa

dimana peristiwa yang menakutkan tersebut menumbuhkan trauma yang cukup

mendalam.

Pada saat peneliti turun kelapangan ada beberapa siswa yang takut dengan

jangkrik, ia berbicara kalau dia jijik atau geli melihat jangkrik tersebut berada di

dekatnya dan hanya melihatnya aja sudah membayangkan dengan serangga yang

lainnya. Salah satu cara untuk mengatasi perihal takut/fobia dengan salah satu

serangga tersebut yaitu dengan melakukan konseling kelompok. Menurut Prayitno

(2004: 311) “layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan

konseling perorangan yang dilaksanakan di dalam suasana kelompok. Dimana

dalam konseling kelompok ada pengungkapan dan pemahaman masalah klien,

penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah (jika

perlu dengan menerapkan metode khusus atau teknik-teknik khusus dalam rangka

pemecahan masalah klien), kegiatan evaluasi dan tindak lanjut. Salah satu teknik

konseing yaitu teknik Emotional Freedom Technique (EFT).

2
Demikian yang disampaikan Fathiah Chaerany dalam skripsinya yang berjudul Analisis Phobia
sebagai Pemahaman Kesadaran Manusia dalam Pemusatan Perhatian pada Pengalaman Subjektif
(Universitas Indonesia, 2010).
Menurut Sutja (2016:88) mengungkapkan Fobia terbagi menjadi tiga

macam yang dominan, yaitu : Fobia sosial; seperti takut kepada orang, lawan

jenis, keramaian atau takut berbicara bicara di depan umum. Fobia kondisi;

seperti fobia ketinggian, petir, hujan, gelap atau warna tertentu, serta fobia pada

objek tertentu seperti fobia dengan cecak, kucing, cacing, tikus dan objek lainnya.

Hal ini terlihat sewaktu peneliti banyak menemukan siswa yang takut dengan

jangkrik yang di kasih oleh sang peneliti.

Berdasarkan kejadian penelitian yang dilakukan setelah mencoba mencari

tau siapa-siapa saja yang memiliki fobia terhadap serangga yaitu jangkrik,

penelitian yang akan di lakukan menggunakan layanan konseling kelompok untuk

menghilangkan fobia terhadap jangkrik kepada siswa sekolah dengan judul

“Penerapan Teknik Emotional Freedom Technique (EFT) untuk menghilangkan

Fobia Jangkrik dalam Konseling Kelompok”.

b. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan dilaksanakan penelitian,

sehingga mempermudah mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, maka

peneliti menetapkan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

1. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi yang takut pada Jangkrik.

2. Teknik yang digunakan Teknik Emotional Freedom Technique (EFT).

3. Hasil yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menghilangkan fobia

terhadap jangkrik.
c. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan:

“Bagaimanakah penerapan teknik Emotional Freedom Technique (EFT) untuk

menghilangkan fobia jangkrik dalam konseling kelompok?”.

d. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian yang akan dilaksanakan peneliti adalah “untuk

menghilangkan fobia terhadap serangga yaitu jangkrik dengan menggunkan

teknik Emotional Freedom Technique (EFT) kepada siswa-siswi sekolah”.

e. Manfaat Penelitian

Berdasarkan dari tujuan penelitian diatas, penelitian diharapkan bermanfaat :

1. Bagi siswa

Agar siswa menyadari bahwa serangga jangkrik tidak menakutkan

seperti yang di bayangkan dan tidak takut lagi ketika berpapasan kembali

dengan serangga jangkrik lagi.

2. Bagi orang tua

Sebagai bahan masukan agar anak tidak takut lagi ketika berjumpa

dengan hewan yang anaknya takuti dan tidak lagi merasa terancam lagi.
f. Pengertian Istilah

1. Fobia adalah adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau

fenomena yang bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang

mengidapnya.

2. Emotional Freedom Technique (EFT) adalah model terapi energi

psikologis yang dikembangkan oleh Gary pada tahun 1990 dengan

menggabungkan Ilmu Akupuntur dan Mind Body Medicine

(www.emofree.com).

3. Konseling kelompok adalah layanan konseling yang diselenggarakan oleh

seorang konselor terhadap klien dalam rangka pengentasan masalah

pribadi klien yang dilakukan secara berkelompok.


BAB II

Tinjauan Kepustakaan

1. Kajian Konseling Kelompok

a. Pengertian Konseling Kelompok

Layanan konseling kelompok pada hakikatnya merupakan proses terapeutik

antara konselor profesional, selaku leader atau pemimpin kelompok dengan

sejumlah siswa selaku anggota kelompok untuk memecahkan masalah dan

pengembangan pribadi para anggota kelompok dengan memanfaatkan dinamika

kelompok.

Menurut Wibowo (2005: 33) “konseling kelompok adalah hubungan antar

pribadi yang menekankan pada proses berfikir secara sadar, perasaan-perasaan

dan perilaku anggota untuk meningkatkan kesadaran akan pertumbuhan dan

perkembangan individu yang sehat”.

Prayitno (2004: 311) “layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah

layanan konseling perorangan yang dilaksanakan di dalam suasana kelompok”. Di

dalam konseling kelompok terjadi hubungan konseling dalam suasana yang

diusahakan sama seperti dalam konseling perorangan, yaitu hangat, terbuka,

permisif, dan penuh keakraban. Melalui konseling kelompok, individu menjadi

sadar akan kelemahan dan kelebihannya, mengenali keterampilan, keahlian dan

pengetahuan serta menghargai nilai dan tindakannya sesuai dengan tugas-tugas

perkembangan.

Dari uraian di atas maka dapat dimaknai bahwa konseling kelompok adalah

bentuk khusus layanan konseling dalam membantu konseli mengatasi masalah


yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, yang menekankan pada

perasaan, berfikir, kesadaran dan perkembangan individu yang sehat dalam format

kelompok yang di dalamnya terdapat interaksi dan dinamika kelompok dengan

tujuan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dibahas dalam kelompok.

Layanan konseling kelompok dalam penelitian ini dimaksudkan agar

sekelompok siswa melalui dinamika kelompok yang terbentuk mendapatkan

informasi dan manfaat dari partisipasinya dalam konseling kelompok. Sehingga

dengan interaksi yang intensif dari anggota kelompok dan pemimpin kelompok

dalam melakukan sharing (pengalaman) sehingga akan mendorong siswa dalam

memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

b. Tujuan Konseling Kelompok

Menurut Wibowo (2005: 20) mengungkapkan bahwa tujuan yang ingin

dicapai dalam konseling kelompok, yaitu pengembangan pribadi, pembahasan dan

pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok,

agar terhindar dari masalah dan masalah terselesaikan dengan cepat melalui

bantuan anggota kelompok yang lain.

Menurut Prayitno (2004:2) mengungkapkan bahwa tujuan konseling

kelompok terbagi atas 2 yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari

layanan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi

siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Sedangkan tujuan

khusus dari layanan konseling kelompok adalah terfokus pada pembahasan

masalah pribadi individu peserta kegiatan layanan yang bertujuan untuk

memperoleh 2 tujuan sekaligus yaitu:


(1) Terkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawancara dan sikap terarah

kepada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi dan,

(2) Terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dalam diperolehnya

imbasan pemecahan masalah tersebut bagi individu-individu lain peserta

layanan konseling kelompok.

c. Asas-Asas Dalam Layanan Konseling Kelompok

Dalam kegiatan konseling kelompok terdapat sejumlah aturan ataupun asas-

asas yang harus diperhatikan oleh para anggota, menurut Prayitno (2004: 13-15)

asas-asas tersebut yaitu:

(1) Asas kerahasiaan

Asas kerahasiaan ini memegang peranan penting dalam konseling

kelompok karena masalah yang dibahas dalam konseling kelompok

bersifat pribadi, maka setiap anggota kelompok diharapkan bersedia

menjaga semua (pembicaraan ataupun tindakan) yang ada dalam kegiatan

konseling kelompok dan tidak layakdiketahui oleh orang lain selain orang-

orang yang mengikuti kegiatan konseling kelompok.

(2) Asas kesukarelaan

Kehadiran, pendapat, usulan, ataupun tanggapan dari anggota

kelompok harus bersifat sukarela, tanpa paksaan.

(3) Asas keterbukaan

Keterbukaan dari anggota kelompok sangat diperlukan sekali.

Karena jika keterbukaan ini tidak muncul maka akan terdapat keragu-

raguan atau kekhawatiran dari anggota.


(4) Asas kegiatan

Hasil layanan konseling kelompok tidak akan berarti bila klien

yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan

bimbingan. Pemimpin kelompok hendaknya menimbulkan suasana agar

klien yang dibimbing mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud

dalam penyelesaian masalah.

(5) Asas kenormatifan

Dalam kegiatan konseling kelompok, setiap anggota harus dapat

menghargai pendapat orang lain, jika ada yang ingin mengeluarkan

pendapat maka anggota yang lain harus mempersilahkannya terlebih

dahulu atau dengan kata lain tidakada yang berebut.

(6) Asas kekinian

Masalah yang dibahas dalam kegiatan konseling kelompok harus

bersifat sekarang. Maksudnya, masalah yang dibahas adalah masalah yang

saat ini sedangdialami yang mendesak, yang mengganggu keefektifan

kehidupan sehari-hari, yang membutuhkan penyelesaian segera, bukan

masalah dua tahun yang lalu ataupun masalah waktu kecil.

d. Komponen Dalam Layanan Konseling Kelompok

(1) Pimpinan layanan konseling kelompok

Pemimpin kelompok merupakan komponen yang penting dalam

kegiatan konseling kelompok. Dalam hal ini pemimpin bukan saja

mengarahkan perilaku anggota sesuai dengan kebutuhan melainkan juga

harus tanggap terhadap segala perubahan yang berkembang dalam


kelompok tersebut. Dalam hal ini menyangkut adanya peranan pemimpin

konseling kelompok, serta fungsi pemimpin kelompok.

(2) Anggota Kelompok

Keanggotaan merupakan unsur pokok dalam proses kehidupan

konseling kelompok, dapat dikatakan bahwa tidak ada anggota yang tidak

mungkin ada sebuah kelompok. Menurut Prayitno (2004:7)

mengungkapkan bahwa agar kelompok yang dibentuk dapat efektif dalam

pengentasan masalah pribadi klien, maka jumlah anggota kelompok dalam

layanan konseling kelompok terdiri atas 8-10 orang. Dalam layanan

konseling kelompok ini juga memerlukan anggota kelompok yang dapat

menjadi sumber-sumber bervariasi untuk membahas suatu topik atau

memecahkan masalah tertentu.

e. Tahap Penyelenggaran

Menurut Prayitno (2004:18) mengungkapkan bahwa layanan konseling

kelompok diselenggarakan melalui 4 tahap kegiatan, yaitu:

(1) Tahap Pembentukan

Tahapan ini bertujuan untuk membentuk kerumunan sejumlah individu

menjadi 1 kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok

dalam mencapai tujuan bersama.

(2) Tahap Peralihan

Tahapan ini berguna untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke

kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok.

(3) Tahap Kegiatan


Tahapan ini merupakan tahapan kegiatan inti yang berguna untuk

mengentaskan masalah pribadi anggota kelompok.

(4) Tahap Pengakhiran

Tahapan akhir kegiatan ini bertujuan untuk melihat kembali apa yang

sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok serta merencanakan kegaiatan

selanjutnya.
2. Kajian Teknik Emotional Freedom Technique (EFT)

a. Pengertian Teknik EFT

EFT adalah tehnik menghapus emosi negative yang jadi sumber energy

negative itu , EFT ini terapi yang unik, semula diarahkan untuk mengatasi

persoalan emosional, tetapi dapat mengatasi gangguan yang bersipat fisik, dan

dapat membantu klien yang mengeluh rasa sakit pada fisiknya maupun pada klien

yang datang karena persoalaan emosi.

Cara kerja teknik EFT ini dengan mengetuk titik tertentu pada bagian tubuh

guna melepaskan penyumbatan dalam sistem energi yang menjadi sumber

intensitas emosional atau ketidaknyamanan seseorang akan kondisi tertentu.

Emosi negatif yang terblock oleh survival kehidupan bagaikan laptop,komputer

dan HP yang di pasang pasword yang hanya bisa dibuka dengan simbol

paswordnya. Tubuh manusia juga demikian blokir aliran energi positif yang hanya

dapat dibuka melalui ketukan pada titik meridian yang terkoneksi dalam sirkuit

meridiannya. Mengetok titik meridian energi yang terpilih yang dapat menghapus

emosi negatif itulah terapi EFT.

b. Tujuan Teknik EFT

Bertujuan untuk membebaskan individu dari semua emosi negative pada

dirinya yang menjadi penyebab munculnya masalah emosi dan fisiknya selama ini

, maka craig menanmkan dengan emotional freedom technique tehnik

pembebasan emosi, dengan harapan supaya tercipta ruang yang memungkinkan


seseorang bergerak bebas ke manapun ia ingi pergi untuk menemukan kebahgian

dan kenyamnan hidupnya.

c. Kelebihan Tehnik EFT

1) EFT adalah terapi yang sangat praktis.

Mudah dilakukan karena tidak mempersyaratkan latar belakang pendidikan

atau penguasaan teori tertentu.

2) Tidak terikat waktu dan tempat. Kapan saja (pagi,siang,sore,malam),

dimana saja ( rumah,sekolah,tempat kerja,mobil,dll).

3) Tidak banyak teori.

Cukup mengetok titik meridian tertentu saja oleh sebab itu sangat mudah

untuk dipelajari,bahkan dengan melihat satu kali praktek EFT,kemungkinan

seseorang langsung bisa menjadi therapist.

4) Cepat diketahui hasilnya.

EFT memberikan hasil yang cepat,tidak harus menunggu terlalu lama.

Segera setelah 3 menit tapping bisa langsung diketahui hasilnya.

5) Lebih ekonomis.

EFT tidak menggunakan obat-obatan,suntikan,scanning,tes darah atau tes

diagnitik lain.

6) Bebas dari efek samping.


Karena tidak menggunakan intervensi eksternal apapun maka EFT tidak

memiliki efek samping apapun pada klien.

7) Lebih komphrehensif.

Bisa digunakan untuk pengentasan masalah emosional,pengembangan

perilaku positif dan penyembuhan gejala fisik.

8) Fleksibel dan tidak bersipat ekslusif.

EFT dapat dilakukan secara khusus atau bersama dan tidak berpantangan

untuk digabungkan dan diterapkan dengan terapi lain.

9) Dapat dilakukan untuk diri sendiri

10) revolusional

Kelebihan EFT diatas telah terbukti oleh banyak bukti lapangan yang tidak

perlu diragukan lagi .

d. Hambatan teknik EFT

Hambatan dalam tehnik ini bersumber pada kesalahan proses pelaksanaan

ketukan, meskipun kesalahan dalam ketukan memang tidak berdampk negative

tetapi mengurangi aktifitas EPT .

1) Pelaksanaan ketukan tapping.pelaksanaan ketukan yang terlalu pelan atau

terlalu keras dapat membuat terapi EFT menjadi terhambat .jika ketukan

terlalu keras dapat mengganggu konsentrasi klien terhadap emosi

negatifnya yang ingin dihilangkan. Jika terlalu pelan maka tidak

menimbulkan reaksi pada titik meridian sehingga memungkinkan energi

negatif masih tertahan.


2) Afirmasi yang tidak spesifik. Apabila afirmasi tidak spesifik dapat

menimbulkan kesalahpahaman atau penyadapan salah arah sehingga tidak

menyentuh perubahan yang diharapkan.

3) Adanya keraguan klien. Sikap ragu-ragu klien untuk menuju perubahan

dapat menghambat efektifitas EFT karena ada kemungkinan mereka tidak

iklas atau masih khawatir untuk menghapus emosi atau perilaku negatif

karena dia berpikir akan mengalami suatu kerugian apabila menerima

perilaku baru tersebut.

4) Kondisi linkungan. Lokasi terapi hendaknya jauh dari peralatan yang

mengandung magnet,gelombang elektromagnetik,seperti tv,hp,monitor

speaker ,dll.

5) Kondisi diri klien

e. Persoalan yang bisa diatasi dengan EFT

Dari berbagai pengalaman praktisi EFT, ternyata EFT dapat digunakan untuk

mengatasi persoalan emosional, seperti: trauma, Shock, PTSD (post-traumatic

stress disorder), depresi, pelecehan seksual, cemas dan marah, fobia, insomia,

ketakutan, marah, sakit hati, kurang konsentrasi, kesedihan yang mendalam

dan berbagai kasus penyakit diabetes, darah tinggi, asam urat, keseleo, serta

permasalahan wanita, pria dan anak. EFT juga baik untuk masalah-masalah fisik

seperti: sakit punggung, sakit kepala, sakit gigi, sakit hati. Persoalan addiction;

merokok, kecanduan alkohol, ketagihan video games, permasalahan berat badan,

permasalahan mata serta beberapa bentuk disleksia.


3. Kajian Pobia Jangkrik

a. Pengertian Fobia

Fobia adalah salah rasa takut berlebihan tidak normal dan irasionalterhadap

suatu (baik benda maupun situasi) secara berlebihan kata fobia berasal dari bahasa

Yunani “Phobos” yang artinya fear (ketakutan). Kata fobia pertama kali

diperkenalkan sebagai istilah kedokteran Celsus, seorang pencipta ensiklopedia. Ia

hidup dalam abad pertama S.M, namun kata fobia sendiri baru muncul dalam

literature psikiater dalam abad ke-19. Istilah “agoraFobia” pertamakali

diperkenalkan oleh Otto Westphal’s (1824-1902) pada tahun 1872. Ia menyebut

pasiennya “agoraFobia” dikarenakan pasiennya memiliki ketakutan akantempat

umum seperti pasar.

Kemudian pada tahun 1895, Henry Maudsley (1835-1918), seorang pskiater

dan penulis asal inggris menganjurkan untuk memberikan nama khusus untuk

setiap jenis Fobia.

Phobia berbeda dengan ketakutan biasa. Fobia adalah rasa takut atau cemas

berlebihan yang dapat menimbulkan reaksi juga terhadap jasmani seperti merasa

gemetar, mengeluarkan keringat dingin, otot lemas, pucat, tubuh kaku dan

sebagainya. Fobia dapat diderita oleh siapa saja tanpa batasan usia dan jenis

kelamin. Penderita fobia menyadari bahwa ketakutannya tidak beralasan dan

berlebihan, namun ia sendiri tidak mampu untuk mengatasi rasa takutnya tersebut.

Reaksi paling umum yang diberikan oleh penderita Fobia adalah dengan

menghindar (avoid) objekatau situasi yang mereka takuti. Namun dapat juga
seseorang yang mengalami Fobia untuk melawan, seperti seseorang yang

memiliki Fobia terhadap kucing ia akan melempar atau memukul kucing tersebut

sampai menjauh atau mati. Akan tetapi reaksi ini jarang terjadi pada pendarita

Fobia mereka akan cenderung menjauh atau menghindari objek fobianya itu.

Secara umum, penyebab Fobia secara umum adalah sebagai berikut :

1. Pengalaman traumatis masa lalu

Fenomena fobia menurut aliran psikoanalisis dipahami sebagai

perilaku pertahanan diri (defense mechanisme) terhadap kecemasan dari

dorongan-dorongan/impuls instingtif manusia (id) yang ditekan (repression)

ke alam bawah sadar. Dorongan id direpresi karena bertentangan dengan

super ego. Namun, tindakan merepresi ini menimbulkan rasa cemas. Untuk

mengurangi atau menghilangkan kecemasan tersebut, ego kemudian

mengalihkan (displacment) kecemasan dari dorongan id ke suatu objek,

situasi, atau peristiwa yang secara simbolik tidak jauh berbeda dengan

dorongan id penyebab kecemasan (suhendri :2016:6) .

Pengalaman traumatis masa lalu merupakan penyebab terbesar dari

munculnya fobia pada individu. Pengalaman traumatis dapat berupa

peristiwa menakutkan dan meninggalkan bekas yang mendalam (trauma

psikis), pengalaman pribadi yang memalukan, atau peristiwa pribadi

menimbulkan rasa bersalah.

Berbagai peristiwa tersebut kemudian ditekan ke alam bawah sadar

(repression). Upaya merepresi peristiwa yang tidak menyenangkan itu

merupakan cara individu untuk melindungi dirinya (defend mechanism),


yaitu dengan melupakan atau menyangkal pengalaman traumatis tersebut.

Dalam jangka pendek upaya ini memang berhasil meredakan dan

menghilangkan berbagai gejala ketakutan yang terjadi. Namun dalam jangka

panjang, tindakan represi hanya akan memunculkan fobia.

2. Pola pembelajaran yang keliru

Pola pembelajaran yang keliru dalam berinteraksi dan

bersosialisasi di lingkungan, seperti lingkungan keluarga, lingkungan

pendidikan, dan lingkungan masyarakat juga dapat menjadi sebab indvidu

menderita fobia. Pengaruh lingkungan ini dapat terbentuk mulai dari

pergaulan berfikir, bertingkah laku serta pendidikan yang ia dapatkan.

Para ahli perilaku menjelaskan mengenai proses terjadinya fobia,

Mowrer menyebutkan fobia merupakan salah satu model pembelajaran yang

dinamakan sebagai avoidence conditioning, yaitu suatu bentuk reaksi

menghindar yang secara sistematis dipelajari.

Fobia diperoleh dari pengalaman langsung (direct experience),

melalui bahaya dan kesakitan yang sesungguhnya dalam sebuah respon

alarm, yaitu alarm yang sebenarnya (true alarm). Tidak hanya melalui

pengalaman tidak menyenangkan dangan hal yang ditakuti, ketakutan juga

dapat diperoleh dengan mengalamai alarm yang salah (false alarm) berupa

mengobservasi atau menirukan reaksi orang lain (vacarious learning),

serangan panik/stres dalam situasi yang spesifik (stress due to live even).

Bahkan fobia juga dapat dipelajari melalui instruksi verbal atau deskripsi dari

orang lain (information transmission). (fitri Fausiah dkk :2005 :80).


3. Faktor kognitif

Teori kognitif memfokuskan pada bagaimana proses berfikir

seseorang dapat menjadi penyebab serta bagaimana pikiran-pikiran tersebut

dapat mempertahankan reaksi fobia. Menurut pandangan ini, kecemasan

berhubungan dengan kecenderungan untuk lebih memerhatikan stimulus

negatif, menginterpretasikan informasi yang ambigu sebagai ancaman, dan

percaya bahwa peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan akan terjadi

lagi di masa mendatang.

4. Faktor genetik

Individu yang mengidap fobia memiliki kemungkinan menurunkan

fobia kepada anak cucunya. Individu membawa kecenderungan yang sifatnya

diturunkan untuk takut pada situasi-situasi yang sepanjang sejarah dianggap

membahayakan spesies manusia. Fyer et al (1990) menunjukkan bahwa kira-

kira 31% keluarga tingkat-pertama dari orang-orang yang memiliki fobia-

fobia spesifik juga memiliki fobia, dibandingkan 11% keluarga tingkat-

pertama yang memiliki kontrol yang normal. Menariknya, masing-masing

subtipe fobia “bred true” (benar-benar diturunkan), dalam arti bahwa

keluarga penderita cenderung memiliki tipe fobia yang identik. (V.Mark :

2006:193)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Fobia rasa

takut dan cemas yang berlebihan terhadap situasi atau suatu objek yang juga

memberikan respon kepada jasmani seperti merasa meriang, keringat dingin dan

lain sebagainya. Fobia dapat terjadi kepada siapa saja tanpa melihat batasan usia
dan jenis kelamin. Fobia dapat terjadi dikarenakan beberapa factor yang

mempengaruhi timbulnya Fobia tersebut.

4. Kaitan Antara Penerapan Teknik Emotional Freedom Technique

(EFT) untuk menghilangkan Phobia Jangkrik dalam Layanan

Konseling Kelompok

Berdasarkan terapi psikologi dengan teknik flooding yang diunduh dari


psikomedia.com mengatakan bahwa teknik ini sangat cocok untuk individu
dengan masalah kecemasan atau ketakutan irasional (phobia) pada objek tertentu.

Prinsip utama teknik EFT ini adalah menghilangkan rasa takut, dengan cara
mengasih individu secara langsung dihadapkan dengan sumber ketakutannya
tersebut.

Maka dari itu, peneliti berasumsi bahwa teknik EFT dapat menghilangkan
Phobia yang akan dilaksanakan dalam layanan Konseling Kelompok.
Mempertimbangkan proses siklus pelaksanaan tindak layanan yang akan
dilaksanakan, peneliti memilih layanan konseling kelompok agar dapat
mempermudah pelaksanaan layanan yang akan dilaksanakan melalui beberapa
siklus sesuai yang telah direncanakan.

5. Posisi Penelitian Dalam Program BK di Sekolah

Adapun posisi peneliti ini ialah untuk membantu guru BK dalam menyusun

Program Tahunan BK Terkhusus dalam pelaksanaan layanan Bimbingan

Kelompok dengan menggunakan Teknik Emotional Freedom Technique (EFT).

Sehingga Guru BK dapat membantu menghilangkan phobia siswa melalui layanan

bimbingan kelompok .
Dengan adanya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan Guru BK dalam

menerapkan Teknik Emotional Freedom Technique (EFT) untuk menghilangkan

phobia siswa terkhusus sebagaimana dengan isi proposal peneliti yaitu Phobia

sisiwa di .

g. Kerangka Konseptual

Adapun kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Fobia Konseling
Sekolah
Jangkrik Kelompok

Teratasnya Fobia
Teknik EFT
terhadap Jangkrik

h. Kerangka Konseptual

Untuk mengembangkan penelitian ini, maka diperukan suatu kerangka

konseptual yang akan memberikan arahan tentang hal-hal yang akan diteliti.

Secara konseptual penelitian ini dapat digambarkan.


BAB III

Metode Penelitian Tindakan Layanan

1. Setting PTL

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Layanan (PTL). Menurut Sutja, dkk

(2017:140) menyatakan bahwa PTL adalah usaha penemuan perbaikan atau

pemantapan praktik layanan Bimbingan dan Konseling yang dilakukan secara

sistematis, berdaur ulang (siklus) dan bersifat reflektif yang dilakukan oleh

praktisi BK secara mandiri atau kolaboratif dengan setting kelas, kelompok atau

individual.

Pada penelitian ini peneliti melakukan kolaborasi dengan salah satu guru

pembimbing yang ada di SMP Negeri 19 Kota Jambi yaitu ibu Arnita Liana, S.Pd.

Pada pelaksanaan layanan yang akan diberikan nantinya, ibuk Arnita akan

menjadi observer, sedangkan peneliti sebagai pelaksana layanan.

1) Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 19 Kota Jambi. Sekolah ini beralamat

di Jl. Dr. Tazar Rt.14 No.45, Buluran Kenali, Kec. Telanai Pura Kota Jambi. Sebagian

besar siswa-siswi yang bersekolah di tempat tersebut berasal dari lingkungan

sekitar sekolah. Kelas yang menjadi subjek penelitian adalah kelas VII F yang

berjumlah 32 siswa.

2) Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2018. Penelitian ini

direncanakan akan dilaksanakan dalam satu (1) kali penyebaran angket, dan tiga

(3) siklus. Siklus 1 dilaksanakan dalam 1 minggu dengan frekuensi 1 kali


pertemuan dan siklus 2 dilaksanakan berdasarkan frekuensi terhadap siklus 2.

Siklus ini dilaksanakan dalam 1 minggu dengan frekuensi 1 kali pertemuan.

Setelah siklus 3 selesai direfleksi kembali. Selanjutnya hasil penelitian dilaporkan.

2. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII F SMP Negeri 19 Kota Jambi.

Subjek yang diambil yaitu 8 orang siswa dengan penyebaran angket. Angket adalah alat

pengumpulan data berupa serangkaian pertanyaan yang diberikan kepada siswa

yang menjadi subyek penelitian, dalam penelitian ini, angket digunakan untuk

melihat kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat sebelum dan sesudah

pelaksanan layanan.

3. Instrument Penelitian

1) Observasi

Peneliti menerapkan observasi secara partisipatif, dimana peneliti masuk

menjadi bagian dari layanan itu, tidak memperlihatkan diri sebagai pengamat

tetapi melaksanakan layanan sekaligus juga mengamati proses layanan itu (Sutja,

dkk, 2017:152)

Alat pengumpul data pada observasi ini menggunakan Catatan Lapangan, yaitu

berupa rekaman data lapangan yang dicatat peneliti dalam suatu buku catatan,

format bersifat bebas dan tidak kaku, dengan syarat bahwa peneliti mudah

memahaminya.
2) Angket

Angket/Kuesioner adalah alat yang sering digunakan dalam PTL. Biasanya angket

atau kuosioner digunakan untuk mengukur hasil, terutama tang berkenaan dengan

prefensi, pengalaman, penerimaan, penilaian, pendapat, pendapat, persepsi, kebiasaan

bahkan bisa dijadikan evaluasi (Sutja, dkk, 2017:162).

Penggunaan angket akan praktis dan efisien:

a. Memungkinkan penghematan waktu, karena dapat diisi serempak oleh banyak

sumber dalam waktu bersamaan

b. Dapat mengungkapkan secara utuh karena angket dapat mencantumkan

pertanyaan yang banyak

c. Praktis dalam pelaksanaan, karena berbentuk cetakan yang dapat disampaikan

melalui pos atau email tanpa menemui responden satu persatu, sehingga lebih

ekonomis dari pada harus menjumpai dan tatapan muka seperti wawancara

formal.

No Item
Variabel Indikator Deskriptor
- +
Phobia 1. Takut 1. Merasa takut 1 2
Jangkrik
terhadap ketika melihat
Jangkrik jangrik 3 4
2. Takut melihat
bertemu
jangkrik 5 6
2. Panik
1. Merasa panik
ketika 7 8
membicarakan
tentang
jangkrik
2. Panik ketika 9 10
orang
3. Jantung menakut-
nakuti ada 11 12
berdegup
kencang jangkrik di
bahu

1. Merasa tidak
tenang
mendengar
nama jangkrik
2. Berkeringat
dingin ketika
melihat video
jangkrik
Nama :

Kelas :

Tanggal pengisian :

Sekolah :

Petunjuk Pengisian

1. Tuliskan nama, kelas, tanggal pengisian, dan sekolah terlebih dahulu.


2. Bacalah dengan teliti dan seksama!
3. Kerjakan semua soal pada kolom jawaban yang telah disediakan, dengan
memberi tanda check list (  ) sesuai dengan pendapat anda.
4. Serahkan jawaban anda jika anda sudah selesai mengerjakan angket ini.
5. Selamat mengerjakan!

PILIHAN JAWABAN
NO PERNYATAAN JR
SL SR KD TP

1 Saya merasa takut ketika melihat jangkrik.


Saya tidak merasa takut ketika meilhat
2
jangkrik
Saya sering ketakut ketika bertemu
3
jangrik di jalan.
Saya tidak takut ketika bertemu jangkrik
4
di jalan.
Saya merasa panik ketika membicarakan
5
tentang jangkrik.
Saya tidak merasa panik ketika
6
membicarakan tentang jangkrik.
Saya panik ketika orang menakut-nakuti
7
ada jangkrik di bahu saya.
Saya tidak panik ketika orang menakut-
8
nakuti ada jangkrik di bahu saya.
Saya merasa tidak tenang mendengar
9
kata-kata Jangkrik.
10 Saya tenang ketika mendegarkan kata-
kata jangkrik.
Saya berkeringat dingin ketika melihat
11
video jangkrik.
Saya tidak berkeringat dingin ketika
12
melihat video tentang jangkrik.

3) Wawancara

Wawanacara adalah tehnik pengumpulan data berupa tanya jawab denga

narasumeber sehinga diperoleh data yang dibutuhkan, dalam penelitian ini,

wawancara dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan layanan. Sebelum

pelaksanaan layanan, wawancara digunakan untuk mendapatkan subjek

layanan dan untuk mengetahui kemampuan subjek sebelum dilaksanakan

layanan, sedangkan setelah pelaksanaan layanan wawancara digunakan untuk

mengetahui perubahan kondisi subjek layanan.


Lembar observasi oleh kolaborator ke konselor.

Format : Daftar Check (Checklist)

Hari/ Tanggal:

Konselor : Retno Juwita Anugrah

Pengamat : Arnita Liana, S.Pd

Layanan : Konseling Kelompok

No ITEM TALLY

FREKUENSI

AKTIVITAS

KEGIATAN

1 Konselor dapat mengidentifikasi masalah seputar faktor

penyebab klien Phobia terhadap Jangkrik

2 Konselor dapat mengidentifikasi masalah seputar faktor

penyebab klien Phobia terhadap Jangkrik

3 Konselor dapat menganalisis masalah dengan mengali lebih

dalam sebab mengapa klien tersebut phobia terhadap jangkrik

4 Konselor menerapkan teknik EFT guna menghilangkan Phobia

Klien terhadap Jangkrik

5 Konselor menyempurnakan bagaimana cara menerapkan teknik

EFT kepada klien yang phobia terhadap jangkrik tersebut

6 Konselor dapat menanyakan pendapat klien tentang apa yang

dirasakan ketika telah melakukan teknik EFT

4) Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan hasil

kegiatan dan data-data yang berkaitan dengan penelitian. Dokumentasi

memberikan bukti secara simbolik, bahwa pelaksanaan penelitian telah

diabadikan. Dalam penelitian ini dokumentasi yang dimaksud seperti Photo saat

pelaksanaan layanan serta data-data penelitian yang telah dilakukan.

4. Prosedur

1) Tahap Persiapan

 Konselor menjelaskan pengertian dari Emotional Freedom Technique (EFT)

beserta prosedur pelasksanaannya.

 Konselor memberikan penjelasan teknik dari tapping dan afirmasinya dari

EFT.

2) Tahap kegiatan

 Konselor mencoba mengajarkan bagaimana cara menerapkan teknik EFT ini

ke area yang akan diberikan tapping dan afirmasi.

 Konselor mencoba menanyakan kembali kepada klien apakah masih ada yang

yang belum mengerti dengan teknik ini.

 Konselor mencoba memperbaiki apabila ada tapping atau afirmasi yang salah

dan membenarkannya.
3) Tahap Pengakhiran

 Pemimpin menanyakan apa yang di rasakan setelah melakukan teknik

Emotional Freedom Technique (EFT) ini dan menanyakan apakah masih

terasa takut dengan hal yang ia takuti yaitu Jangkrik.

a. RPL

RPL BIMBINGAN DAN KONSELING


TAHUN PELAJARAN 2018/2019
A. IDENTITAS
1. Sekolah SMP N 19 KOTA JAMBI
2. Kelas/Semester VII F / SEMESTER GENAP
3. Bidang Bimbingan Pribadi
4. Jenis Layanan Konseling Kelompok
5. Topik/Pokok Bahasan “penerapan teknik Emotional Freedom
Technique (EFT) untuk menghilangkan
Phobia Jangkrik”
6. Fungsi Layanan Pengentasan
7. Sasaran Layanan Siswa-siswi SMP Negeri 19 Kota Jambi
8. Waktu Pelaksanaan Oktober 2018
1 X 45 menit
Penyelenggara Layanan Praktikan
Tempat Di dalam kelas
9. Aspek Perkembangan Fisik, Pribadi, Kognitif,Minat,Sosial
Tugas Perkembangan -dapat menghilangkan rasa takut yang
berlebihan terhadap Jangkrik
B. TUJUAN LAYANAN Menghilangkan Phobia terhadap Jangkrik
C. MATERI KEGIATAN -
D. URAIAN KEGIATAN
Tahap Uraian Kegiatan
I Pembentukan 1. Mengucapkan salam.
2. Menanyakan kabar siswa
3. Melakukan kontrak layanan
4. Apresisasi dan Motivasi Siswa yang
semangat mengikuti kegiatan
5. Pengenalan Konseling kelompok
II Peralihan 1. Menjelaskan tugas dan peranan masing-
masing anggota dalam Konseling
Kelompok
III Kegiatan 1. Memberikan informasi kepada peserta
mengenai apa itu Phobia
2. Guru pembimbing menjabarkan secara
singkat tentang teknik Emotional
Freedom Tecnique (EFT)
3. Menanyakan kepada masing masing
siswa mengenai phobia dan perasaan
yang dialaminya.
4. Guru pembimbing mendorong rasa
keinginnan siswa untuk menghilangkan
Phobianya terhadap jangkrik.
5. Melaksanakan atau mempraktekkan
teknik EFT terhadap siswa.
IV Pengakhiran 1. Meminta anggota kelompok kembali
menyadari bahwa phobia yang mereka
miliki dapat di sembuhkan
2. Membuat kesimpulan dari hasil
konseling kelompok dan refleksi untuk
perbaikan di masa mendatang.
EVALUASI Memberi kesempatan kepada peserta untuk
menyimpulkan berbagai hal yang di dapat
dalam kegiatan
REFLEKSI Guru pembimbing member kesempatan
kepada peserta untuk menyampaikan kesan
dalam mengikuti kegiatan untuk perbaikan
di pertemuan berikutnya.
E. METODE/TEKNIK Emotional Freedom Tecnique
F. MEDIA/ALAT/SUMBER -
G. EVALUASI Penilaian Segera pada saat kegiatan
Konseling Kelompok berlangsung dan
penilaian dalam observasi
H. TINDAK LANJUT - Melanjutkan ke siklus selanjutnya
apabila pada siklus ini kurang
memuaskan.
Lampiran -

A. SIKLUS I

a. Rencana Tindakan Siklus I

Setelah ditentukan tindakan/layanan yang akan diterapkan, maka dibuat

rencana tindakan PTL. Rencana PTL adalah pilihan tindakan yang diambil untuk

mencapai tujuan. Rencana tindakan PTL berisi rencana tentang tindakan/layanan

serta rencana tentang pengumpulan datanya. Rencana tindakan/layanan lebih

merupakan rencana operasional penelitian atau disebut dengan skenario

penelitian. Sedangkan tindakan PTL disamping berisi rencana layanan juga berisi

rencana tentang pengumpulan data, baik menyangkut teknik serta alat

pengumpulan datanya. (Sutja, dkk 2017:164)

1. Pembentukan Kelompok

a. Penjelasan tentang tujuan, azas, dan kode etik konseling kelompok dari

konselor
b. Perkenalan dengan permainan “Perkenalan Berantai”

2. Peralihan dengan menjelaskan Phobia yang dirasakan terhadap serangga yaitu

jangkrik dan mendengarkan pendapatnya tentang ketakutan yang dialaminya.

3. Kegiatan inti :

a. Konselor mengidentifikasi masalah siswa yaitu Phobia jangkrik seperti

faktor penyebabnya mengapa anggota tersebut takut, apakah masing-masing

anggota pernah mengalami kejadian yang berhubungan dengan jangkrik.

b. Konselor melakukan analisis apa yang menjadi ketakutan siswa terhadap

jangkrik dengan menggali lebih dalam apa penyebabnya, mengapa itu bisa

terjadi, apa yang anggota rasakan pada saat itu terjadi sehingga masing-

masing anggota dapat lebih leluasa menyampaikan apa penyebabnya.

c. Setelah menganalisis masalah dari masing-masing anggota, Konselor

mencoba menghadirkan sumber atau objek phobianya secara nyata yaitu

Jangkrik.

d. Dari hasil menghadirkan sumber atau objek secara nyata tersebut konselor

akan memberikan teknik EFT untuk mengurangi/menghilangkan Phobia

dengan Therapist dapat mengembangkan Afirmasi untuk digunakan saat

tapping, maka afirmasi yang diberikan saat tapping yaitu :

1) EB = Meskipun selama ini saya sangat jijik dengan Jangkrik, tetapi

saya menerima diri saya sendiri (keyakinan).

2) SE = Walaupun saya beranggapan Jangkrik adalah binatang menjijikan,

namun saya memaafkan diri saya (keyakinan)..


3) UE = Meskipun saya mual bahkan sampai muntah melihat Jangkrik

sekarang saya memilih untuk kuat (gejala).

4) UN = Meskipun saya biasanya lemas melihat Jangkrik, tetapi sekarang

saya bertahan untu tegar (gejala).

5) CH = Meskipun Jangkrik binatang yang menjijikan, sekarang saya

berani memegangnya (perilaku).

6) CB = Meskipun dulu saya ingin lari saat melihat Jangkrik, sekarang

saya berusaha untuk mendekat (perilaku).

7) UA = Meskipun dulu saya jijik dengan Jangkrik, sekarang saya tidak

jijik lagi.

8) KC = Rasa takut terhadap Jangkrik mulai sekarang benar-benar saya

hilangkan.

e. Masing-masing anggota kelompok dapat merasakan teknik yang telah

konselor berikan dan apakah ada perubahan atau tidak terhadap dirinya.

4. Pengakhiran, yaitu penyimpulan dan refleksi untuk perbaikan di masa

mendatang.

a. Pelaksanaan Siklus I

Layanan bimbingan kelompok yang dirancang sebagai siklus pertama dari

Penelitian Tindakan Layanan dilaksanakan pada hari Jumat, 16 November 2018

diikuti oleh 8 orang siswa.

1) Tahap Pembentukan

Pada tahap pembentukan langsung diawali konselor dengan ucapan “Selamat

Siang” kepada semua anggota. Seluruh anggota menjawab salam yang


disampaikan konselor. Dilanjutkan dengan berdoa, lalu konselor menjelaskan

pengertian, tujuan dan azas-azas dari konseling kelompok. Serta menjelaskan

tujuan dilaksanakan konseling kelompok tersebut untuk mengatasi masalah siswa

yaitu tentang “Phobia terhadap Jangkrik” yang akan dilalui dengan serangkaian

kegiatan bersama untuk mengatasi ketakutan, kecemasan terhadap Jangkrik

tersebut.

Konselor sebagai pemimpin kelompok meminta anggota kelompok untuk

memperkenalkan identitasnya dan seluruh siswa antusias menyebutkan identitas,

lalu dalam akhir tahap pembentukan, konselor meminta klien untuk mengikuti

permainan “Perkenalan Berantai” sebagai pengakrab antar anggota kelompok,

mencairkan suasana dan juga konselor sebagai pemimpin kelompok.

2) Tahap Peralihan

Pada tahap peralihan, konselor menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan,

sehingga anggota memahami maksud dan tujuan penyelenggaraan konseling

kelompok. Selanjutnya pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan

dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok pada tahap selanjutnya. Setelah

itu, konselor melanjutkan tahap peralihan dengan menanyakan kesiapan anggota

untuk menjalani tahap inti (kegiatan).

3) Tahap Kegiatan

Di dalam tahap kegiatan, konselor mengawali dengan mengemukakan

masalah yang akan dibahas. Dimulai dari pengertian Phobia Jangkrik faktor

penyebab siswa Phobia terhadap Jangkrik, dan cara mengatasinya. Dari semua

pembahasan tersebut, siswa mengikuti dengan baik, dan mencoba


mendeskripsikan masalah mereka berdasarkan pengalaman atau kejadian yang

anggota rasakan terhadap Jangkrik.

Selanjutnya konselor mengidentifikasi masalah dari masing-masing anggota

kolompok yaitu ketakutan, kecemasan terhadap serangga yaitu Jangkrik dengan

melihat faktor penyebabnya masing-masing anggota tersebut takut, pada saat

menjumpai jangkrik apa yang dirasakannyadan juga konselor melakukan analisis

apa yang menjadi ketakutan siswa terhadap jangkrik dengan menanyakan lebih

dalam apa penyebabnya, mengapa bisa terjadi, mengapa itu bisa terjadi, apa yang

yang sebenarnya yang anggota rasakan sehingga masing-masing anggota dapat

lebih leluasa menyampaikannya apa yang menjadi permasalahannya atau

penyebabnya.

Setelah menganalisis masalah dari masing-masing anggota, konselor

mencoba menghadirkan sumber atau objek phobianya secara nyata yaitu Jangkrik.

Setelah itu konselor memberikan teknik EFT untuk mengurangi/menghilangkan

Phobia dengan Therpist dapat mengembangkan Afirmasi untuk digunakan saat

tapping, maka afirmasi yang diberikan saat melakukan tapping yaitu:

1. EB = Meskipun selama ini saya sangat jijik dengan Jangkrik, tetapi saya

menerima diri saya sendiri (keyakinan).

2. SE = Walaupun saya beranggapan Jangkrik adalah binatang menjijikan,

namun saya memaafkan diri saya (keyakinan)..

3. UE = Meskipun saya mual bahkan sampai muntah melihat Jangkrik

sekarang saya memilih untuk kuat (gejala).


4. UN = Meskipun saya biasanya lemas melihat Jangkrik, tetapi sekarang saya

bertahan untu tegar (gejala).

5. CH = Meskipun Jangkrik binatang yang menjijikan, sekarang saya berani

memegangnya (perilaku).

6. CB = Meskipun dulu saya ingin lari saat melihat Jangkrik, sekarang saya

berusaha untuk mendekat (perilaku).

7. UA = Meskipun dulu saya jijik dengan Jangkrik, sekarang saya tidak jijik

lagi.

8. KC = Rasa takut terhadap Jangkrik mulai sekarang benar-benar saya

hilangkan.

Setelah itu, konselor mendorong klien (anggota kelompok) untuk bisa

mempertimbangan atau mempraktikkan langsung semua apa yang telah di

jelaskan oleh konselor tentang teknik Emotional Freedom Technique (EFT)

dengan Phobia yang dialaminya. Setelah itu, Masing-masing anggota kelompok

dapat merasakan teknik yang telah konselor berikan dan apakah ada perubahan

atau tidak terhadap dirinya.

Setelah pelaksanaan Teknik Emotional Freedom Technique (EFT) berakhir

konselor dan klien melakukan tanya jawab berkaitan dengan Teknik EFT dalam

mengatasi Phobia Jangkrik dalam layanan konseling kelompok yang telah

dilakukan.

4) Tahap Pengakhiran

Tahap pengakhiran ini, konselor meminta klien (anggota kelompok)

mengemukakan kesimpulan dari pelaksanaan konseling kelompok dengan


menggunakan teknik EFT. Lalu, konselor meminta siswa untuk mengungkapkan

kesan dan pesannya selama mengikuti proses layanan.

Konselor juga mengajak siswa untuk melakukan konseling kelompok

selanjutnya untuk melihat keberhasilan dari pelaksanaan layanan yang telah

dilakukan. Sebagai penutup, konselor berterimakasih kepada siswa yang menjadi

anggota kelompok dan memberikan motivasi serta pesan moral.

b. Evaluasi Siklus

Tahap evaluasi adalah upaya menganalisa dan memaknai data yang

terkumpul pada tahap pelaksanaan penelitian, baik data tentang proses maupun

hasil. Kedua data ini saling ketergantungan sehingga perlu dianalisis sekaligus.

Ketetapan atau efektivitas suatu proses diukur dari kualitas hasil yang dicapainya,

sebaliknya hasil yang berkualitas menandakan proses sudah berjalan secara baik.

c. Refleksi Siklus

Setelah mengkaji ulang melalui teknik yang telah diterapkan berikut adalah

faktor-faktor dari refleksi siklus yang telah dilakukan antara lain:

1. Faktor-faktor pendukung yang ada dalam pelaksanaan

a) Guru kaloboratif : melihat dengan teliti dan cermat memantau kegiatan

dengan melakukan pengecekan pada lembaran observasi

b) Siswa : dengan sungguh-sungguh mengikuti langkah yang dilakukan oleh

peneliti dan siswa ini mana penerapan teknik yang diadakan dapat

dikategorikan kurang berhasil karena dari 8 orang klien yang phobia

terhadap jangkrik diantaranya masih ada 3 yang masih takut dengan


jangkrik karena faktor menggunakan ruangan outdoor sehingga 3 klien ini

kurang konsen menggunakan teknik EFT ini.

2. Faktor-faktor hambatan dalam pelaksanaan

a) Lingkungan : Faktor hambatan yang ada pada penerapan layanan ini yaitu

lingkungan yang kurang kondusif karena menggunakan ruangan oudoor

dikarenakan ruang BK dan mushola pada saat itu masih digunakan,

Sementara penerapan teknik ini membutuhkan tempat yang tenang karena

menggunakan teknik EFT untuk menghilang Phobia.

b) Siswa : dari 8 siswi yang mengikuti kegiatan ini ada 3 siswa yang masih

phobia terhadap jangkrik karena menggunakan tempat outdoor sehingga

membuat 3 klien ini kurang konsen dan kurang mengikuti arahan dari

konseli untuk melakukan teknik ini.

3. hal-hal yang perlu dikembangkan atau diperbaiki ?

a) untuk melakukan teknik EFT dalam konseling kelompok diharapkan dapat

melakukannya pada tempat yang lebih kondusif lagi supaya klien dapat

dengan tenang melakukan kegiatan yang dilaksanakan.

I. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2018


Daftar Pustaka

Prayitno. 2004. Seri Layanan Konseling. Universitas Negeri Padang: Padang

Prayitno. 2004. Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta. Rineka Cipta

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling.

Jakarta. Rineka Cipta

Sutja,2018.Emotional Freedom Technique,Bandung:Alfabeta

Suhendri C. Purnama & Re!MediaService, Phobia? NO WAY...!! Kenali

Berbagai Jenis Phobia & Cara Mengatasinya, (Yogyakarta:CV.

Andi Offset, 2016).

Wibowo. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: Unnes Press

Anda mungkin juga menyukai