Anda di halaman 1dari 7

STEP 2

1. Tujuan dan manfaat dari menjaga mutu pelayanan kesehatan ?


2. Bagaimana cara meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas ?
3. Faktor apa saja yang mendorong kualitas pelayanan kesehatan ?
4. Apa yang dimaksud layanan kesehatan yang bermutu ?
5. Apa saja yang menjadi indikator dalam penilaian mutu pelayan kesehatan ?
6. Definisi mutu pelayanan kesehatan ?
7. Definisi profesionalisme pelayanan kesehatan ?
8. Ciri-ciri tenaga kesehatan yang memiliki profesionalisme ?
9. Hambatan apa saja yang dialami dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ?
10. Cara menjaga mutu pelayanan kesehatan ?
11. Bagaimana pelayanan puskesmas yang profesional ?
12. Hubungan profesionalisme dengan pelayanan kesehatan ?
13. Paradigma yang harus diingat oleh dokter agar selalu menjaga profesionalismenya
14. Bagaimana cara mengukur kualitas pelayanan kesehatan

STEP 3
1. Tujuan dan manfaat dari menjaga mutu pelayanan kesehatan ?
Tujuan ;
Tujuan antara. Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu
pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila
masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
Tujuan akhir. Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya
mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila
masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.
Emma. 2011. Bentuk-bentuk Program Menjaga Mutu.
Siti, Dwi. 2012. Mutu Pelayanan Kebidanan.
Manfaat :
Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
ü Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah
yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program
menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan
pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
ü Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya
penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena
pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang
dibawah standar akan dapat dicegah.
Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
ü Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila
peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat
serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat
makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat
yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali
berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan
program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan
dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada
peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan .
Emma. 2011. Bentuk-bentuk Program Menjaga Mutu.
Siti, Dwi. 2012. Mutu Pelayanan Kebidanan.

2. Bagaimana cara meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas ?


· Mengetahui keinginan dan harapan pasien
· Patuh sesuai dengan prosedur medis
· Melengkapi saranan dan prasarana
· Memantau perkembangan dan pelayan kesehatan terhadap pasien
· Penataan organisasi
· Regulasi peraturan perundangan
· Harus tepat janji, misalnya mengenai lama waktu pendaftaran
· Memberikan pelatihan pada tenaga kesehatan
· Melakukan evaluasi berdasarkan kepuasan atau keluhan pasien/konsumen
3. Faktor apa saja yang mendorong kualitas pelayanan kesehatan ?
Unsur masukan
ü Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara umum
disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan (standardofpersonnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan
kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce 1990).
Unsur lingkungan
ü Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi, manajemen. Secara umum
disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau
tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.
Unsur proses
ü Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non medis. Secara umum
disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of
conduct), maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Pena, 1984).
Dep. Kes. RI. Sistem Kesehatan Nasional, Depkes, Jakarta, 1982.
Rowland HS, Rowland BL.The Manual of Nursing Quality Assurance,Aspen Publication Inc, Rockville,
1987.
Samsi Jacobalis. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit, PT Citra Windu Satria, Jakarta, 1989.
4. Apa yang dimaksud layanan kesehatan yang bermutu ?
Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan
tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan
kepusan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan.
Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subyektif. Tiap orang,
tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk
satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Di samping itu, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan
yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar
pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
Satrianegara, M. Fais. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.http://www.gudangmateri.com/2010/10/aturan-standar-mutu-
pelayanan-kesehatan.html

5. Apa saja yang menjadi indikator dalam penilaian mutu pelayan kesehatan ?
Indikator persyaratan minimal
Ø Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar
masukan, lingkungan dan proses. Apabila hasil pengukuran berada di bawah indikator yang telah
ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Indikator penampilan minimal
Ø Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar
penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini sering disebut indikator
keluaran. Apabila hasil pengukuran terhadap standar penampilan berada di bawah indikator keluaran
maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tidak bermutu.
Dep. Kes. RI. Sistem Kesehatan Nasional, Depkes, Jakarta, 1982.
Rowland HS, Rowland BL.The Manual of Nursing Quality Assurance,Aspen Publication Inc, Rockville,
1987.
Samsi Jacobalis. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit, PT Citra Windu Satria, Jakarta, 1989.

6. Definisi profesionalisme pelayanan kesehatan ?


Tingkah laku tenaga kesehatan yang profesional
Komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan mutu secara terus menerus

7. Ciri-ciri tenaga kesehatan yang memiliki profesionalisme ?


Menguasai pekerjaan

Seseorang layak disebut professional apabila ia tahu betul apa yang harus ia kerjakan. Pengetahuan
terhadap pekerjaannya ini harus dapat dibuktikan dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, seorang
professional tidak hanya pandai memainkan kata-kata secara teoritis, tapi juga harus mampu
mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Ia memakai ukuran-ukuran yang jelas, apakah yang
dikerjakannya itu berhasil atau tidak. Untuk menilai apakah seseorang menguasai pekerjaannya, dapat
dilihat dari tiga hal yang pokok, yaitu bagaimana ia bekerja, bagaimana ia mengatasi persoalan, dan
bagaimana ia akan menguasai hasil kerjanya.
Seseorang yang menguasai pekerjaan akan tahu betul seluk beluk dan liku-liku pekerjaannya. Artinya,
apa yang dikerjakannya tidak cuma setengah-setengah, tapi ia memang benar-benar mengerti apa yang
ia kerjakan. Dengan begitu, maka seorang profesional akan menjadikan dirinya sebagai problem
solver (pemecah persoalan), bukannya jadi trouble maker (pencipta masalah) bagi pekerjaannya.

Mempunyai loyalitas

Loyalitas bagi seorang profesional memberikan petunjuk bahwa dalam melakukan pekerjaannya, ia
bersikap total. Artinya, apapun yang ia kerjakan didasari oleh rasa cinta. Seorang professional memiliki
suatu prinsip hidup bahwa apa yang dikerjakannya bukanlah suatu beban, tapi merupakan panggilan
hidup. Maka, tak berlebihan bila mereka bekerja sungguh-sungguh.
Loyalitas bagi seorang profesional akan memberikan daya dan kekuatan untuk berkembang dan selalu
mencari hal-hal yang terbaik bagi pekerjaannya. Bagi seorang profesional, loyalitas ini akan
menggerakkan dirinya untuk dapat melakukan apa saja tanpa menunggu perintah. Dengan adanya
loyalitas seorang professional akan selalu berpikir proaktif, yaitu selalu melakukan usaha-usaha
antisipasi agar hal-hal yang fatal tidak terjadi.

Mempunyai integritas

Nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan harus benar-benar jadi prinsip dasar bagi seorang
profesional. Karena dengan integritas yang tingi, seorang profesional akan mampu membentuk
kehidupan moral yang baik. Maka, tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa seorang professional tak
cukup hanya cerdas dan pintar, tapi juga sisi mental. Segi mental seorang professional ini juga akan
sekaligus menentukan kualitas hidupnya. Alangkah lucunya bila seseorang mengaku sebagai
profesional, tapi dalam kenyataanya ia seorang koruptor atau manipulator ?
Integritas yang dipunyai oleh seorang professional akan membawa kepada penyadaran diri bahwa
dalam melakukan suatu pekerjaan, hati nurani harus tetap menjadi dasar dan arah untuk mewujudkan
tujuannya. Karena tanpa mempunyai integritas yang tinggi, maka seorang professional hanya akan
terombang-ambingkan oleh perubahan situasi dan kondisi yang setiap saat bisa terjadi. Di sinilah
intregitas seorang professional diuji, yaitu sejauh mana ia tetap mempunyai prinsip untuk dapat
bertahan dalam situasi yang tidak menentu.

Mampu bekerja keras

Seorang profesional tetaplah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan dan kelemahan. Maka,
dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, seorang professional tidak dapat begitu saja
mengandalkan kekuatannya sendiri. Sehebat-hebatnya seorang profesional, pasti tetap membutuhkan
kehadiran orang lain untuk mengembangkan hidupnya. Di sinilah seorang professional harus mampu
menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Dalam hal ini, tak benar bila jalinan kerja sama hanya
ditujukan untuk orang-orang tertentu. Seorang profesional tidak akan pernah memilih-milih dengan
siapa ia akan bekerja sama.
Seorang profesional akan membuka dirinya lebar-lebar untuk mau menerima siapa saja yang ingin
bekerja sama. Maka tak mengherankan bila disebut bahwa seorang profesional siap memberikan dirinya
bagi siapa pun tanpa pandang bulu. Untuk dapat mewujudkan hal ini, maka dalam diri seorang
profesional harus ada kemauan menganggap sama setiap orang yang ditemuinya, baik di lingkungan
pekerjaan, sosial, maupun lingkungan yang lebih luas.
Seorang profesional tidak akan merasa canggung atau turun harga diri bila ia harus bekerja sama dengan
orang-orang yang mungkin secara status lebih rendah darinya. Seorang profesional akan bangga bila
setiap orang yang mengenalnya, baik langsung maupun tidak langsung, memberikan pengakuan bahwa
ia memang seorang profesional. Hal ini bisa dicapai apabila ia mampu mengembangkan dan meluaskan
hubungan kerja sama dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun.

Mempunyai Visi

Seorang profesional harus mempunyai visi atau pandangan yang jelas akan masa depan. Karena dengan
adanya visi tersebut, maka ia akan memiliki dasar dan landasan yang kuat untuk mengarahkan pikiran,
sikap, dan perilakunya. Dengan mempunyai visi yang jelas, maka seorang profesional akan memiliki rasa
tanggung jawab yang besar, karena apa yang dilakukannya sudah dipikirkan masak-masak, sehingga ia
sudah mempertimbangkan resiko apa yang akan diterimanya.
Tanpa adanya visi yang jelas, seorang profesional bagaikan “macan ompong”, dimana secara fisik ia
kelihatan tegar, tapi sebenarnya ia tidak mempunyai kekuatan apa-apa untuk melakukan sesuatu,
karena tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Dengan adanya visi yang jelas, seorang profesional
akan dengan mudah memfokuskan terhadap apa yang ia pikirkan, lakukan, dan ia kerjakan.
Visi yang jelas juga memacunya menghasilkan prestasi yang maksimal, sekaligus ukuran yang jelas
mengenai keberhasilan dan kegagalan yang ia capai. Jika gagal, ia tidak akan mencari kambing hitam,
tapi secara dewasa mengambil alih sebagai tanggung jawab pribadi dan profesinya.

Mempunyai kebanggaan

Seorang profesional harus mempunyai kebanggaan terhadap profesinya. Apapun profesi atau
jabatannya, seorang profesional harus mempunyai penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap
profesi tersebut. Karena dengan rasa bangga tersebut, ia akan mempunyai rasa cinta terhadap
profesinya.
Dengan rasa cintanya, ia akan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap apa yang
dilakukannya. Komitmen yang didasari oleh munculnya rasa bangga terhadap profesi dan jabatannya
akan menggerakkan seorang profesional untuk mencari dan hal-hal yang lebih baik, dan senantiasa
memberikan kontribusi yang besar terhadap apa yang ia lakukan.

Mempunyai komitmen

Seorang profesional harus memiliki komitmen tinggi untuk tetap menjaga profesionalismenya. Artinya,
seorang profesional tidak akan begitu mudah tergoda oleh bujuk rayu yang akan menghancurkan nilai-
nilai profesi. Dengan komitmen yang dimilikinya, seorang akan tetap memegang teguh nilai-nilai
profesionalisme yang ia yakini kebenarannya.
Seseorang tidak akan mengorbankan idealismenya sebagai seorang profesional hanya disebabkan
oleh hasutan harta, pangkat dan jabatan. Bahkan bisa jadi, bagi seorang profesional, lebih baik
mengorbankan harta, jabatan, pangkat asalkan nilai-nilai yang ada dalam profesinya tidak hilang.
Memang, untuk membentuk komitmen yang tinggi ini dibutuhkan konsistensi dalam mempertahankan
nilai-nilai profesionalisme. Tanpa adanya konsistensi atau keajekan, seseorang sulit menjadikan dirinya
sebagai profesional, karena hanya akan dimainkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi.

Mempunyai Motivasi

Dalam situasi dan kondisi apa pun, seorang professional tetap harus bersemangat dalam melakukan apa
yang menjadi tanggung jawabnya. Artinya, seburuk apa pun kondisi dan situasinya, ia harus mampu
memotivasi dirinya sendiri untuk tetap dapat mewujudkan hasil yang maksimal.
Dapat dikatakan bahwa seorang professional harus mampu menjadi motivator bagi dirinya sendiri.
Dengan menjadi motivator bagi dirinya sendiri, seorang professional dapat membangkitkan kelesuan-
kelesuan yang disebabkan oleh situasi dan kondisi yang ia hadapi. Ia mengerti, kapan dan di saat-saat
seperti apa ia harus memberikan motivasi untuk dirinya sendiri.
Dengan memiliki motivasi tersebut, seorang professional akan tangguh dan mantap dalam menghadapi
segala kesulitan yang dihadapinya. Ia tidak mudah menyerah kalah dan selalu akan menghadapi setiap
persoalan dengan optimis. Motivasi membantu seorang professional mempunyai harapan terhadap
setiap waktu yang ia lalui, sehingga dalam dirinya tidak ada ketakutan dan keraguan untuk
melangkahkan kakinya.

http://students.ukdw.ac.id/~23080336/images/Apakah%20Anda%20Seorang%20Profesional.doc.
8. Hambatan apa saja yang dialami dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ?
Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior Inisiatif upaya perbaikan kualitas
secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak manajemen di mana mereka harus terlibat
secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung jawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain
(misalnya kepada pakar yang digaji) maka peluang terjadinya kegagalan sangat besar.

Team mania Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua karyawan. Untuk
menunjang dan menumbuhkan kerja sama dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, baik penyelia maupun karyawan harus memiliki pemahaman yan g baik te rhadap perannya
masing-masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif, sedangkan karyawan
perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua, organisasi harus melakukan perubahan
budaya supaya kerja sama tim tersebut dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan
sebelum pembentukan tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.

Proses penyebarluasan (deployment) Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa
secara berbarengan mengembangkan rencana untuk menyatukannya ke dalam seluruh elemen
organisasi (misalnya operasi, pemasaran, dan lain-lain). Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut
juga melibatkan para manajer, serikat pekerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu
meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan ketrampilan, pendidikan dan
kesadaran.
Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatisAdapula organisasi yang hanya menggunakan
pendekatan Deming,pendekatan Juran, atau pendekatan Crosby dan hanya menerapkan prinsip-prinsip
yang ditentukan disitu. Padahal tidak ada satu pun pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar
tersebut maupun pakar-pakar kualitas lainnya yang merupakan satu pendekatan yang cocok untuk
segala situasi. Bahkan p ara pakar kualitas mendorong organisasi untuk menyesuaikan program-program
kualitas dengan kebutuhan merka masing-masing.

Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis. Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti
suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih
dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya
kualitas. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-
perubahan proses baru, bahkan sering kali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk
sampai terasa pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dan daya saing organisasi.

Pemberdayaan (empowerment) yang bersifat prematurBanyak organisasi yang kurang memahami


makna dari pemberdayaan atau empowerment kepada para karyawan. Mereka mengira bahwa bila
karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan, maka para
karyawan tersebut akan dapat menjadi self-directed dan memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam
praktik, karyawan tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah suatu pekerjaandiselesaikan. Oleh
karena itu, sebenarnya mereka membutuhkan sasaran dan tujuan yangjelas sehingga tidak salah dalam
melakukan sesuatu.Masih banyak kesalahan lain yang sering dilakukan berkaitan dengan program MMT
dalam suatu organisasi. Apabila organisasi benar-benar memahami konsep MMT sebelum mencoba
menerapkannya. maka kesalahan-kesalahan tersebut dapat dihindari

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/manajemen_mutu_pelayanan_kesehatan.pdf

9. Hubungan profesionalisme dengan pelayanan kesehatan ?


Jika penyedia pelayanan kesehatan profesional maka ia menjalankan prosedur medis yang benar
sehingga meningkatkan mutu pelayanan kesehatan tersebut.
Dengan profesionalisme maka akan menjaga mutu pelayanan yang baik
10. Bagaimana cara mengukur kualitas pelayanan kesehatan
Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan keluaran apakah
dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif,
dengan menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara
rutin atau merupakan suatu studi khusus.

Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan
kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap
dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari
pelayanan yang diberikan.

Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon,
terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.

Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku pasien.
Dep. Kes. RI. Sistem Kesehatan Nasional, Depkes, Jakarta, 1982.
Rowland HS, Rowland BL.The Manual of Nursing Quality Assurance,Aspen Publication Inc, Rockville,
1987.
Samsi Jacobalis. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit, PT Citra Windu Satria, Jakarta, 1989.
11. Cara menjaga mutu pelayanan kesehatan ?
12. Langkah-langkah dalam menetapkan Standar Pelayanan Kesehatan?

Anda mungkin juga menyukai