Menurut Zarkasyi (2008:36), Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya merupakan
suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara
pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi terciptanya tujuan perusahaan. Menurut
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan
Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), prinsip-prinsip Good
Corporate Governance adalah sebagai berikut:
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance tersebut memiliki manfaat yang besar bagi
perusahaan dan stakeholder yaitu dengan penerapan prinsip-prinsip di atas maka stakeholder dapat
mengetahui risiko yang mungkin timbul dari transaksi yang dilakukan dengan perusahaan. Menurut
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), pedoman pokok pelaksanaan Good Corporate
Governance adalah sebagai berikut:
a. Transparansi (Transparency)
1) Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan
dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan
haknya.
2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada visi, misi, sasaran usaha
dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang
saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen
risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan Good
Corporate Governance serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat
mempengaruhi kondisi perusahaan.
3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk
memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
4) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan.
b. Akuntabilitas (Accountability)
1) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masingmasing organ
perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai
perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
2) Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam
pelaksanaan Good Corporate Governance.
3) Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam
pengelolaan perusahaan.
4) Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten
dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and
punishment system).
5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua
karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang
telah disepakati.
c. Responsibilitas (Responsibility)
1) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-
laws).
2) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat
perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
d. Independensi (Independency)
Internal Control Berbasis COSO merupakan sistem pengendalian intern yang dirancang mampu
mengelola risiko-risiko bisnis secara terintegrasi. Dalam surat keputusan Menteri Negara BUMN
nomor Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002, sistem pengendalian intern tersebut mencakup :
Lingkungan Pengendalian, Pengkajian dan Pengelolaan Risiko Usaha, Aktvitas Pengendalian, Sistem
Informasi dan Komunikasi dan Monitoring.
Tujuan Pengendalian Intern
Unsur-unsur (komponen) pengendalian intern saat ini tidak lagi sekedar dipandang sebagai
perangkat saja yang teterdiri dari delapan unsur (organisasi, kebijakan, perencanaan, personalia,
prosedur, pencatatan, pelaporan dan pengawasan intern), melainkan juga pentingnya penekanan
pada pengelompokan area pengendalian yang terdiri dari :
Unsur yang berkaitan dengan kualitas informasi dan komunikasi antara lain mencakup :
e. Pemantauan (monitoring)
Pemantauan (monitoring) atas efektivitas pengendalian intern harus dilaksanakan sedemikian rupa
dan berlangsung secara terus menerus sehingga penurunan (deficiency) efektivitas pengendalian
intern dapat segera dikenali, diatasi dan dilaporkan. Bentuk kegiatan pemantauan dapat berupa :
a. On going monitoring. Yaitu pemantauan yang berkesinambungan yang melekat dengan proses
kegiatan, misalnya keluhan karyawan, pelanggan, dan komentar pihak ketiga atas pelayanan
perusahaan juga kegiatan-kegiatan inspeksi yang dilakukan oleh manajemen.
b. Separate Evaluation. Yaitu pemantauan yang dilakukan secara periodik yang merupakan tugas
Satuan Pengawasan Intern dan Akuntan Publik.
c. Dalam gambar balok tersebut di bawah ini membantu menjelaskan bahwa tujuan
pengendalian intern (digambarkan dalam tiga lajur bagian atas balok), komponen
pengendalian intern (digambarkan pada sisi depan balok) dan struktur proses bisnis yang
terdiri dari unit bisnis dan aktivitas (digambarkan pada sisi sebelah kanan balok) merupakan
matrix yang saling berkaitan secara tersetruktur. Matrix tersebut dapat dijadikan pola dalam
melaksanakan kegiatan pengkajian risiko dan evaluasi pengendalian intern.
Menurut Arens, dkk. (2011:450) Audit internal dilakukan oleh seseorang yang berasal dari dalam
organisasi yang bersangkutan yang disebut dengan auditor internal yang berfungsi untuk membantu
perusahaan mencapai tujuannya dengan pendekatan yang sistematis dan ketat agar dapat melakukan
evaluasi dan peningkatkan efektivitas terhadap manajemen resiko, pengendalian dan proses tata
kelola. Peran audit internal dalam mewujudkan Good Corporate Governance menurut Effendi
(2016:99) yaitu:
IV. KESIMPULAN
Penerapan praktik Good Corporate Governance sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan
Menteri Negara BUMN nomor Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 sudah barang tentu harus
diikuti dengan perancangan sistem pengendalian internal yang mampu mengelola risiko-risiko usaha
secara terintegrasi (Internal Control berbasis COSO). Perancangan sistem pengendalian internal yang
efektif untuk mengamankan investasi dan aset BUMN sebagaimana dinyatakan dalam pasal 22 ayat
(1) Surat Keputusan Menteri Negara BUMN tersebut merupakan tanggung jawab Direksi, salah satu
komponen dalam sistem pengendalian internal ini sebagaimana dinyatakan dalam pasal 22 ayat (1)
butir b. adalah pengkajian dan pengelolaan risiko usaha.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat dan tidak dapat
dipisahkan implementasi Good Corporate Governance, Sistem Internal Control Berbasis COSO dan
Enterprise Risk Management (ERM). Good Corporate Governance memberikan norma-norma dasar
yang dapat dikembangkan kemudian oleh masing-masing perusahaan yang harus dipatuhi oleh
manajemen dalam mengelola perusahaan.
ERM sendiri merupakan risiko yang harus dihadapi dan dikelola oleh manajemen dalam
menjalankan kegiatan usaha, sedangkan Sistem Internal Control Berbasis COSO merupakan alat untuk
memastikan kualitas manajemen risiko dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip GCG.
Daftar Pustaka
Arens, dkk. 2008. Jilid I, Edisi Ke Dua Belas. Auditing dan Jasa Assurance, alih bahasa oleh Herman
Wibowo. Jakarta: Erlangga.
Effendi, Muh. Arief. 2016. The Power of Corporate Governance Teori dan Implementasi. Jakarta:
Salemba Empat.
Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep117/M-MBU/2002 Tanggal 1 Agustus 2002 Tentang
Penetapan GCG, Jakarta.