Universitas Jayabaya
Tahun Ajaran
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat dan
Hidayah- NYA sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas
sehari-hari. Penyusun juga panjatkan kehadiran ALLAH SWT, karena hanya dengan kerido’an-
NYA Makalah dengan judul “Tugas dan Wewenang Lembaga Negara” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah
ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Membahas tentang Lembaga Tinggi suatu Negara Pasti tidak bisa lepas dari konstitusi
yang berlaku di negara tersebut. Karena konstitusi merupakan hukum dasar penyelenggaraan
suatu pemerintahan. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD '45)
adalah konstitusi Republik Indonesia yang disahkan pada tanggal 18 Agustus1945, satu hari
setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, dalam sidang BPUPKI. UUD '45 berlaku dari sejak
disahkan, hingga waktu pengakuan kedaulatan RIS (di mana konsitusi yang berlaku adalah UUD
RIS sampai dengan 17 Agustus 1950, digantikan dengan UUD Sementara sampai Dekrit Presiden
5 Juli 1959.) UUD '45 mulai berlaku kembali setelahDekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959,
sampai sekarang. Pada masa Orde Reformasi, UUD '45 telah mengalami proses amandemen
sebanyak 4 kali.
UUD 1945 merupakan landasan dasar Nasional dan landasan dasar Internasional Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dapat mempertahankan kemerdekaan dan persatuan
Indonesia sampai saat ini. Dalam sistem ketatanegaraan RI , DPR termasuk lembaga tinggi
negara bersama Presiden, BPK, dan MA. Masing-masing lembaga tinggi negara tersebut
mempunyai tugas, wewenang, dan hak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Sistem
pemerintahan bukan parlementer, tetapi presidensil.
Berdasarkan uraian diatas, maka didalam makalah yang singkat ini penulis akan coba
memaparkan tentang tugas-tugas dan wewenang dari pada lembaga-lembaga tertinggi negara
yang ada di Indonesia setelah amandemen ke-4 UUD’45.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil sebagai rumusan masalah adalah
“Apa tugas dan wewenang yang diemban oleh lembaga-lembaga tinggi negara yang ada di
Indonesia setelah amandemen ke-4 UUD’45”.
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
tugas dan wewenang yang diemban oleh lembaga-lembaga tinggi negara yang ada di Indonesia
setelah amandemen ke-4 UUD’45.
BAB II
Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di
Indonesia adalah Kabinet Presidensiil sehingga para menteri bertanggung jawab kepada
presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian, Presiden
saat ini yakni Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung oleh Partai Demokrat juga menunjuk
sejumlah pemimpin Partai Politik untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga
stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia. Namun pos-
pos penting dan strategis umumnya diisi oleh Menteri tanpa portofolio partai (berasal dari
seseorang yang dianggap Ahli dalam bidangnya).
Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan
oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi termasuk pengaturan
administrasi para Hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia tetap dipertahankan.
1. MPR
Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD Tahun
1945 adalah:
2. DPR
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, untuk optimalisasi lembaga perwakilan
serta memperkukuh pelaksanaan saling mengawasi dan saling mengimbangi oleh DPR, DPR
memiliki fungsi yang diatur secara eksplisit dalam UUD.
Pada Pasal 20A dipertegas fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan. Fungsi legislasi mempertegas kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif yang
menjalankan kekuasaan membentuk undang-undang. Fungsi anggaran mempertegas
kedudukan DPR untuk membahas (termasuk mengubah) Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (RAPBN) dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang ditujukan bagi kesejahteraan rakyat. Kedudukan DPR dalam hal APBN ini
lebih menonjol dibandingkan dengan kedudukan Presiden karena apabila DPR tidak
menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, Pemerintah menjalankan APBN tahun yang
lalu [Pasal 23 ayat (3)]. Fungsi pengawasan adalah fungsi DPR dalam melakukan
pengawasan terhadap kebijakan dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan oleh
Presiden (pemerintah).
Penegasan fungsi DPR dalam UUD 1945 itu akan sangat mendukung pelaksanaan tugas
DPR sehingga DPR makin berfungsi sesuai dengan harapan dan tuntutan rakyat
Selanjutnya, dalam kerangka checks and balances system dan penerapan negara hukum,
dalam pelaksanaan tugas DPR, setiap anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya.
Dalam masa jabatannya mungkin saja terjadi hal atau kejadian atau kondisi yang
menyebabkan anggota DPR dapat diberhentikan sebagai anggota DPR. Agar pemberhentian
anggota DPR tersebut mempunyai dasar hukum yang baku dan jelas, pemberhentian perlu
diatur dalam undang-undang. Ketentuan ini merupakan mekanisme control terhadap
anggota DPR.
Adanya pengaturan pemberhentian anggota DPR dalam masa jabatannya dalam
undang-undang akan menghindarkan adanya pertimbangan lain yang tidak berdasarkan
undang-undang. Ketentuan itu juga sekaligus menunjukkan konsistensi dalam menerapkan
paham supremasi hukum, yaitu bahwa setiap orang sama di depan hukum, sehingga setiap
warga negara harus tunduk pada hukum. Namun, dalam menegakkan hukum itu harus
dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum.
3. DPD
DPD memiliki fungsi yang terbatas di bidang legislasi, anggaran, pengawasan, dan
pertimbangan. Fungsi DPD berkaitan erat dengan sistem saling mengawasi dan saling
mengimbangi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Kewenangan legislatif yang dimiliki DPD adalah dapat mengajukan kepada DPR dan
ikut membahas rancangan undang-undang yang terkait dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dengan daerah, pembentukan, pemekaran, dan pengabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain itu, DPD memberikan pertimbangan
kepada DPR atas RUU APBN, RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
Dalam bidang pengawasan, DPD mengawasi pelaksanaan berbagai undang-undang
yang ikut dibahas dan diberikan pertimbangan oleh DPD. Namun, kewenangan pengawasan
menjadi sangat terbatas karena hasil pengawasan itu hanya untuk disampaikan kepada DPR
guna bahan pertimbangan dan ditindaklanjuti. Akan tetapi, pada sisi lain anggota DPD ini
memiliki kedudukan dan kewenangan yang sama dengan DPR ketika bersidang dalam
kedudukan sebagai anggota MPR, baik dalam perubahan UUD, pemberhentian Presiden,
maupun Wakil Presiden.
UUD NKRI Tahun 1945 menentukan jumlah anggota DPD dari setiap provinsi adalah
sama dan jumlah seluruh anggotanya tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR.
Penetapan jumlah wakil daerah yang sama dari setiap provinsi pada keanggotaan DPD
menunjukan kesamaan status provinsi- provinsi itu sebagai bagian integral dari negara
Indonesia. Tidak membedakan provinsi yang banyak atau sedikit penduduknya maupun
yang besar atau yang kecil wilayahnya.
4. Presiden
Perubahan UUD 1945 yang cukup siknifikan dan mendasar bagi penyelenggaraan
demokrasi yaitu pemilihan presiden secara langsung. Presiden dan wakil presiden dipilih
secara langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilu. Pemilihan secara langsung
presiden dan wakil presiden akan memperkuat legitimasi seorang presiden sehingga
presiden diharapkan tidak mudah untuk diberhentikan di tengah jalan tanpa dasar
memadai, yang bisa mempengaruhi stabilitas politik dan pemerintahaan secara aktual.
Presiden merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan dibidang eksekutif.
Seiring dengan Perubahan UUD 1945, saat ini kewenangan Presiden diteguhkan hanya
sebatas pada bidang kekuasaan dibidang pelaksanaan pemerintahan negara. Namun
demikian, dalam UUD 1945 juga diatur mengenai ketentuan bahwa Presiden juga
menjalankan fungsi yang berkaitan dengan bidang legislatif maupun bidang yudikatif.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar, Presiden haruslah warga negara
Indonesia yang sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain.
Perubahan ketentuan mengenai persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden
dimaksudkan untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tuntutan
zaman serta agar sesuai dengan perkembangan masyarakat yang makin demokratis,
egaliter, dan berdasarkan rule of law yang salah satu cirinya adalah pengakuan
kesederajatan di depan hukum bagi setiap warga negara. Hal ini juga konsisten dengan
paham kebangsaan Indonesia yang berdasarkan kebersamaan dengan tidak membedakan
warga negara atas dasar keturunan, ras, dan agama. Kecuali itu, dalam perubahan ini juga
terkandung kemauan politik untuk lebih memantapkan ikatan kebangsaan Indonesia.
Selanjutnya, sebagai perwujudan negara hukum dan checks and balances system,
dalam UUD diatur mengenai ketentuan tentang periode masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden serta adanya ketentuan tentang tata cara pemberhentian Presiden dan Wakil
Presiden dalam masa jabatannya. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa jabatan Presiden
dapat dikontrol oleh lembaga negara lainnya, dengan demikian akan terhindar dari
kesewenang-wenangan dalam penyelenggaraan tugas kenegaraan.
Berkaitan dengan pelaksanaan prinsip checks and balances system serta hubungan
kewenangan antara Presiden dengan lembaga negara lainnya, antara lain mengenai
pemberian grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi yang semula menjadi hak prerogatif
Presiden sebagai kepala negara, saat ini dalam menggunakan kewenangannya tersebut
harus dengan memperhatikan pertimbangan lembaga negara lain yang memegang
kekuasaan sesuai dengan wewenangnya. MahkamahAgung memberikan pertimbangan
dalam hal pemberian grasi dan rehabilitasi dari pelaksana fungsi yudikatif. DPR
memberikan pertimbangan dalam hal pemberian amnesti dan abolisi karena didasarkan
pada pertimbangan politik. Oleh karena itu DPR sebagai lembaga perwakilan/lembaga
politik kenegaraan adalah lembaga negara paling tepat memberikan pertimbangan kepada
Presiden mengenai hal itu.
Adanya pertimbangan MA dan DPR (lembaga di bidang yudikatif dan legislatif) juga
dimaksudkan agar terjalin saling mengawasi dan saling mengimbangi antara Presiden dan
kedua lembaga negara tersebut dalam hal pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan.
a. MahkamahAgung
Perubahan ketentuan yang mengatur tentang tugas dan wewenang Mahkamah
Agung dalam Undang-Undang Dasar dilakukan atas pertimbangan untuk memberikan
jaminan konstitusional yang lebih kuat terhadap kewenangan dan kinerja MA. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 24A ayat (1), MA mempunyai wewenang:
1) mengadili pada tingkat kasasi;
2) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang;
3) wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
b. Mahkamah Konstitusi
Perubahan UUD 1945 juga melahirkan sebuah lembaga negara baru di bidang
kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi dengan wewenang sebagai berikut:
1) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar;
3) memutus pembubaran partai politik;
4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Lembaga ini merupakan bagian kekuasaan kehakiman yang mempunyai peranan
penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan
tugas dan kewenangannya sebagaimana yang ditentukan dalam UUD 1945.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah sejalan dengan dianutnya paham negara
hukum dalam UUD1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham konstitusional.
Artinya, tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundang-undangan
lainnya yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Hal itu sesuai dengan penegasan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai puncak
dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengujian undang-
undang terhadap UUD 1945 membutuhkan sebuah mahkamah dalam rangka menjaga
prinsip konstitusionalitas hukum.
c.KomisiYudisial
Untuk menjaga dan meningkatkan integritas hakim agung, dalam Undang-Undang
Dasar dibentuk lembaga baru yaitu Komisi Yudisial. Melalui lembaga Komisi Yudusial
ini, diharapkan dapat diwujudkan lembaga peradilan yang sesuai dengan harapan
rakyat sekaligus dapat diwujudkan penegakan hukum dan pencapaian keadilan yang
diputus oleh hakim yang terjaga kehormatan dan keluhuran martabat serta
perilakunya.
Wewenang Komisi Yudisial menurut ketentuan UUD adalah mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Dalam proses rekrutmen hakim agung, calon hakim agung diusulkan Komisi
Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan untuk selanjutnya ditetapkan
sebagai hakim agung oleh Presiden.
Pasal 24B UUD menyebutkan Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang
bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta prilaku hakim. Dengan demikian, Komisi Yudisial memiliki
dua kewenangan, yaitu mengusulkan pengangkatan calon hakim agung di Mahkamah
Agung dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga martabat
serta menjaga prilaku hakim di Mahkamah Konstitusi.
Anggota Komisi Yudisial berdasarkan ketentuan undang-undang berjumlah 7
(tujuh) orang dan berstatus sebagai pejabat negara yang terdiri atas mantan hakim,
praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Keanggotaan komisi
Yudisial diajukan Presiden kepada DPR, dengan terlebih dahulu Presiden membantu
panitia seleksi yang terdiri dari unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum,
dan anggota masyarakat.
Komisi ini dibentuk sebagi respon tehadap upaya penegakan dan reformasi di
institusi peradilan, yang selama ini dianggap kurang memuaskan. Selain itu, untuk
meminimalisasi interes politik dari anggota DPR di dalam memilih dan menentukan
hakim agung di Mahkamah Agung. Mahkamah Agung adalah institusi peradilan yang
independen dan seharusnya terlepas dari campur tangan, objektif, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Komisi Yudisial juga dibentuk untuk memberikan
pengawasan terhadap perilaku hakim. Pengawasan dilakukan secara internal peradilan
terhadap para hakim yang apabila terbukti kurang efektif dapat dilakukan penindakan
secara tegas terhadap hakim yang melakukan pelanggaran.
A. Kesimpulan
Dengan merujuk pada aturan yang termaktub dalam UUD, maka sistem pemerintahan
Indonesia adalah sistem Presidensial. Tidal terdapat perubahan mengenai hal ini, meski
Amandemen UUD 1945 mengubah aturan-aturan dasar dalam kehidupan bernegara kita.
Memang pernah terjadi pada masa awal kemerdekaan, ketika UUD 1945 menjadi konstitusi
Indonesia, kita mempraktikkan demokrasi parlementer. Tetapi, berbagai hambatan yang muncul
dalam praktik tersebut kemudian membuat kita kembali kepada praktik presidensialsme.
Sejak kembali pada UUD 1945 pad 5 Juli 1959 hingga berakhirnya kekuasaan Soeharto
pada 21 Mei 1998, praktik presidensialisme di Indonesia lebih banyak menonjolkan peran
presiden secara berlebihan. Kenyataan yang demikian menyadarkan bangsa Indonesia bahwa
perlu ada perubahan agar Presiden yang menjadi figur sentral dalam presidensialisme tidak
menjadi pemimpin yang otoriter. Karena itu, berbagai perubahan peraturan dalam perundang-
undangan coba dilakukan sejak awal lahirnya era reformasi hingga kini. Perubahan yang paling
mendasar adalah dilakukannya Amandemen terhadap UUD 1945 yang telah memberi peran
yang lebih proporsional terhadap lembaga-lembaga negara, begitu pula kontrol terhadap
kekuasaan presiden menjadi lebih ketat.
B. Saran
Dalam pelaksanaan kebijakan publik, harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi
masyarakat, yang penting adalah adanya suatustandar pelayanan publik, yang menjabarkan
pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa
persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah
(negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan. Fokus politik pada
kebijakan publik mendekatkan kajian politik pada administrasi negara, karena satuan
analisisnya adalah proses pengambilan keputusan sampai dengan evaluasi dan pengawasan
termasuk pelaksanaannya.