Anda di halaman 1dari 118

asuhan keperawatan

Menyajikan Informasi Seputar Ilmu Keperawatan dan Asuhan Keperawatan

Kamis, 02 Agustus 2012


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA CERVIX

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA CERVIX

DI RUANG GINEKOLOGI RS PERJAN WAHIDIN SUDIROHUSODO

By. NINIK SULISTYANINGSIH.

I. BIODATA

A. Indentitas Ibu/Suami :

1. Initial : Ny. J / Tn. A

2. Umur : 60 Tahun / 54 Tahun

3. Suku : Jawa / jawa

4. Agama : Islam / Islam

5. Pendidikan : SD / SD

6. Pekerjaan : URT / Buruh

7. Lamanya menikah : 37 Tahun / 37 Tahun

8. Alamat : Jl. Motioni / 122. / Jl.Motioni 122

Tgl. MRS : 9 Juni 2002

Tgl Pengkajian : 1 Juni 2002


B. Data Biologis / Fisiologis

1. Keluhan Utama : Nyeri daerah pinggang menjalar kebokong.

2. Riwayat Keluhan Utama :

1. Mulai timbulnya : dirasakan sejak bulan maret 2002.

2. Sifat keluhan : nyeri timbul terus menerus.

3. Lokasi keluhan daerah pinggang menyebar kepinggang.

4. Faktor pencetus : tidak ada.

5. Keluhan lain : pengeluaran darah sedikit – sedikit, nafsu makan kurang.

6. Pengaruh keluhan terhadap aktifitas/fungsi tubuh : kurang melakukan aktifitas..

7. Usaha klien untuk mengatasi keluhan : dengan menggosok badan pada daerah pinggang.

C. Riwayat Kesehatan Lalu :

1. Penyakit yang pernah diderita : tidak ada

2. Riwayat opname (kapan/alasan) : tidak ada

3. Riwayat trauma (kapan/alasan) : tidak ada.

4. Riwayat operasi (kapan/alasan) :

a. Uterus : tidak pernah

b. Abdominal : tidak pernah

5. Riwayat transfusi darah (kapan/alasan) : tidak ada

6. Riwayat alergi (makanan/obat/dan lain-lain) : tidak ada

7. Riwayat indikasi (obat/rokok/alkohol) : tidak ada

8. Kebiasaan spesifik (makanan/minuman) : tidak ada

1. Riwayat Keluarga :

1. Riwayat penyakit menular : tidak ada


2. Riwayat penyakit keturunan : (lampiran genogram)

3. Pengaruh lingkungan psikososial serumah :

2. Riwayat Reproduksi :

1. Riwayat Haid :

a. Menarche : 17 tahun

b. Siklus haid : 28 – 30 hari

c. Durasi Haid : 5 – 7 hari.

d. Perlangsungan Haid : 3 hari

 Dismenore : tidak ada

 Polimenore : tidak ada

 Oligomenore : tidak ada

 Menometroragia : tidak ada

 Amenore : 3 bulan

Haid terakhir 23/3 - 02

2. Riwayat Obstetric

a. Kehamilan, persalinan dan nifas lalu

Kehamilan Persalinan Nifas


Ke Umur Jenis Peno Perlang Keadaan Perlang Lamanya
Thn BB Bayi
(mg) Pers. long sungan Ibu/By sungan Menyusui
1 1972 42 mg LBK Bidan Normal 3,300 Sehat Normal 2 tahun
2 1978 42 mg LBK Bidan Normal 3,200 Sehat Normal 2 tahun
3 1980 42 mg LBK Bidan Normal 3,300 Sehat Normal 2 tahun
4 1982 42 mg LBK Bidan Normal 3,350 Sehat Normal 2 tahun
5 1984 42 mg LBK Dokter Normal 4,000 Sehat Normal 2 tahun
b. Riwayat Genekologi : tidak ada

c. Riwayat Keluarga Berencana : PIL 1984.

3. Riwayat Aktivitas Sehari-hari :

1. Kebutuhan Nutrisi :

Kebiasaan : Nafsu makan menurun

a. Pola makan ibu : nasi, ikan, sayur, buah.

b. Frekuensi makan : 3 x/hari

c. Kebutuhan minum/cairan : 1000 – 1500 cc/hr

Setelah MRS/operasi :

1. Konsumsi perhari makanan sumber :

 Karbohidrat : nasi

 Protein : tahu, tempe, ikan, daging, telur.

 Lemak : ---

 Besi/Asam folat : sayur.

 Kalsium : ---

 Lodine : tidak ada

2. Nafsu makan : menurun.

3. Masalah dengan gigi/mengunyah : tidak ada

4. Makanan yang disenangi : tidak ada

5. Makanan pantangan : tidak ada

6. Kebutuhan minum/cairan : 1000 – 1500 / hr

7. Perubahan lain : tidak ada

2. Kebutuhan Eliminasi :
Kebiasaan :

1. Frekuensi BAK : lancar, 6 – 7 x/hr

2. Warna/bau khas : kuning, bau amoniak.

3. Gangguan eliminasi BAK : tidak ada

4. Frekuensi BAB : 1 – 2 x/hr

5. Warna/konsistensi : kuning kecoklatan/ lunak berbentuk.

6. Gangguan eliminasi BAB : tidak ada.

Setelah MRS/operasi :

1. Poliuri :

2. Inkontinensia uri : tidak ada

3. Dysuri : tidak ada

4. Hemoroid : tidak ada

5. Keadaan kandung kencing : tidak ada kelainan

6. Perubahan lain : tidak ada

3. Kebutuhan Kebersihan Diri Sendiri :

Kebiasaan :

1. Kebersihan rambut : bersih, seminggu 2 x keramas

2. Kebersihan badan : bersih 2 x sehari

3. Kebersihan gigi/mulut : bersih, sikat gigi pagi/sore

4. Kebersihan genitalia/anus : bersih

5. Kebersihan kuku tangan/kaki : bersih.

6. Kebersihan pakaian : bersih, ganti pagi/sore

7. Perubahan setelah MRS/operasi : ----


4. Kebutuhan Istirahat/tidur :

Kebiasaan :

1. Istirahat/tidur siang : 1 jam/hr

2. Istirahat/tidur malam : 8 jam (jam 10.00 – jam 06.00)

3. Pekerjaan RT dilakukan : secara rutin.

4. Merawat anak dilakukan : sendiri.

Setelah MRS/operasi :

1. Perubahan

Klien mengatakan kurang tidur.

2. Peranan keluarga dalam membantu ibu istirahat : baik.

4. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum

1. Penampilan ibu : sesuai

2. Kesadaran : compos mentis

3. Tinggi/berat badan : 155 cm / 37 kg

4. Tanda vital :

 Tekanan darah : 140 /100 mmHg

 Denyut jantung : 84 x/menit

 Temperatur : 36, ° C

 Respirasi : 24 x/menit

5. Kepala dan rambut :

 Keadaan rambut : penyebaran merata, warna hitam

 Kebersihan rambut : bersih


6. Wajah/muka :

 Edema wajah/muka : tidak ada

 Ekspresi wajah : murung, meringis bila nyeri timbul.

7. Mata :

 Kebersihan : bersih

 Sekret hidung : ---

 Sclera : merah muda.

8. Hidung :

 Kesimetrisan : simetris

 Sekret hidung : tidak ada

9. Mulut :

 Mukosa bibir : lembab

 Lidah : bersih

 Karies : ada

10. Inspeksi telinga :

 Kebersihan telinga : bersih

 Sekret telinga : tidak ada

 Keadaan telinga luar : bersih

11. Leher

 Pembesaran kelenjar gondok : tidak ada

 Pembesaran vena jugularis : tidak ada

 Pembesaran arteri karotis : tidak ada


12. Dada/perut :

 Payudara

 Kesimetrisan buah dada : simetris

 Bentuk buah dada : tergantung.

 Ukuran buah dada :-

 Kesimetrisan putting : simetris

 Retraksi putting :---

 Nyeri tekan : tidak ada

 Jantung :

 Letus cordis : tidak ada kelainan

 Bunyi tambahan : tidak ada

 Paru :

 Bunyi pernapasan : normal

 Bunyi tambahan : tidak ada

 Abdomen :

 Pembesaran : tidak ada

 Bentuk : datar ikut gerak nafas.

 Massa : tidak ada

 Nyeri tekan : tidak ada

 Konsistensi : tidak ada.

 Batas pinggir : tidak ada

 Striae/scar : tidak ada

 Dilatasi vena : tidak ada


13. Panggul/vagina/serviks :

 Dengan inspekulo :

 Keadaan dinding vagina : teraba benjolan kreas dan berdarah.

 Prolapsus uterus : tidak ada

 Keadaan serviks : teraba benjolan dan rapuh.

14. Genitalia (vulva/anus)

 Kebersihan : --

 Fluor Albus : tidak ada

 Varises : tidak ada

 Kondilomata : tidak ada

15. Pemeriksaan rectal :

 Massa antara rectum/vagina : tidak ada

 Lesi antara rectum/vagina : tidak ada

16. Tungkai bawah :

 Kesimetrisan : simetris kiri/kanan

 Edema pretibial : tidak ada

 Varises : tidak ada

17. Pemeriksaan laboratorium (hasil. Tgl) :

 USG : kesan Hidroureter, Hidronefrosis kiri.

D. Data Psikologi/Sosiologis

1. Reaksi emosional setelah diagnose penyakit diketahui :


1. Respon ibu : ibu nampak cemas dan takut dengan penyakitnya dan bertanya-tanya

tentang penyakitnya.

2. Respon suami : cemas melihat keadaan istrinya

3. Respon anak : baik dalam bekerja sama.

2. Peranan ibu dalam keluarga :

a. Pengambilan keputusan : suami.

b. Konsultasi kesehatan : aktif jika ada masalah kesehatan.

c. Penentuan diet dan makan pantang : tidak ada

E. Data Spiritual

1. Usaha ibu berdoa terhadap penyakitnya : rajin sholat jika tidak ada pendaarahan.
2. Pantangan menurut keyakinan ibu selama di RS : tidak ada
3. Keharusan menurut keyakinan ibu selama di RS : tidak ada

KLASIFIKASI DATA.

DATA SUBJEKTIF.

 Klien mengatakan nyeri daerah pinggul.

 Klien mengatakan nyeri dirasakan sejak bulan maret 2002.

 Klien merasakan nyerinya terus menerus.

 Klien mengatakan kurang nafsu makan

 Klien mengatakan kurang tidur.

 Klien bertanya tentang penyakitnya.

DATA OBJEKTIF.
 Expresi wajah murung, kadang meringis bila nyeri timbul.

 Porsi makan tidak dihabiskan 1/3 dimakan.

 Tekanan darah 140 /100 mmhg

 Pernafasan 24 x / menit.

 Nadi 84 x/ menit.

 Suhu 36 0 c

 BB 50 Kg. Sebelum sakit 65 kg

 Pendidikan SD

 Pengeluaran darah sedikit – sedikit.

ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH

DS :
- Klien mengeluh sakit Nyeri
daerah panggul menjalar CA Cervix
kebokong.
- Klien mengeluh nyeri Terjadi penyebaran sel
dirasakan sejak bulan
maret 2002. Penekanan syaraf piseral
- Klien mengatakan nyeri
terus menerus.
Nosiseptor
DO :
- Expresi wajah meringis.
Kornu dorsalis medula
spinalis
- Tekanan darah 140/100
mmhg.
Serabut perifer
- Pernafasan 24 x/ mnt
- Nadi 84 x/menit.
- Suhu 36 0c Cortex cerebri

Nyeri dipersepsikan.

Pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari
CA Cervix. kebutuhan.

DS :
- Klien mengatakan nafsu Penurunan enzim
maskan kurang. pencernaan.
- Klien mengatakan
sebelumnya BB 65 Kg. Abnormalitas metabolisme
DO : glukosa dan
- Porsi makan tidak
dihabiskan 1/3 trigliserida

- dimakan.
- BB 50 Kg.
Stimulus
- Keluar darah dari jalan
reseptor volume lambung
lahir
berkepanjangan.
- Klien istirahat di tempat
tidur Kecemasan.
Nafsu makan kurang.
DS:
- Klien bertanya tentang Ca CERVIX
proses penyakitnya.
- Klien mengatakan pasrah
dengan keadaannya. Perubahan status
kesehatan

DO;
- Expresi wajah murung.
Kurang pengetahuan

Beban psikologis
meningkat

Kecemasan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS CA SERVIX.

NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA RASIONAL

KEPERAWATAN TINDAKAN

1 Nyeri B/d proses Nyeri berkurang 1. Kaji tingkat nyeri. 1. Mengetahui tingkat

penyakitnya ditandai atau teratasi nyeri sehingga

dengan : dengan kriteria : mempermudah

DS: - Nyeri (-) intervensi

- Klien mengatakan - Expresi wajah 2. Catat lokasi nyeri selanjutnya.

nyeri daerah panggul tidak meringis

menjalar kebokong. - TD 120 / 80 2. Mengetahui

- Klien mengatakan mmhg 3. Jelaskan penyebab sejauhmana lokasi

nyeri dirasakan sejak- Ndi 80 – 100 nyeri nyeri yang

bulan maret 2002. x/mnt dirasakan klien.

- Klien mengatakan - Pernafasan 18 –

nyeri terus menerus 20 x/mnt 4. Observasi vital 3. Meningkatkan

DO: - SB 36 – 37 0c sign pengetahuan klien

- Expresi wajah sehingga dapat

meringis bekerja sama

dengan perawat.

- TD 140/100 mmhg 5. Anjurkan tehnik 4. Vital sign sebagai

- P 24 x/ mnt relaksasi bila nyeri. indikator untuk

- Nadi 84 x/mnt mengetahui


- SB 36 0 c keadaan

6. Kolaborasi pemberian penyakitnya.

2 analgetik

5. Meningkatkan

Nutrisi kurang dari pasien untuk

kebutuhan B/D in take Nutrisi terpenuhi


1. Kaji pola makan. berpartisipasi

yang tidak adekuat dengan kriteria : secara aktif dan

ditandai dengan : - Nafsu makan 2. Anjurkan makan porsi meningkatkan rasa

DS; baik. kecil tapi sering. kontrol.

- Klien mengatakan - Porsi makan

nafsu makan kurang. dihabiskan. 6. Untuk mengurangi

- Klien mengatakan ambang nyeri.

sebelum sakit BB 65 3. Ciptakan suasana

Kg makan yang rileks. 1. Untuk mengetahui

jumlah makanan

DO: 4. Jelaskan pentingnya yang dikonsumsi

- Porsi makan tidak nutrisi yang cukup / 2. Makanan yang

3- dihabiskan 1/3 yang adekuat. disajikan dengan

dimakan. porsi kecil akan

- BB 50 Kg. merangsang nafsu

makan sehingga

Kecemasan B/d 1. Kaji tingkat kecemasan klien akan

penyakit yang sdang


dialami ditandai Kecemasan menghabiskan porsi

dengan : berkurang yang disajikan.

DS: dengan kriteria : 2. Kaji pengetahuan 3. Makanan dalam


- Klien bertanya
- Klien tidak klien tentang suasana yang
tentang penyakitnya.
bertanya tentang penyakitnya. tegang dapat
- Klien mengatakan
kurang tidur penyakitnya. menghilangkan
DO :
- Expresi wajah 3. Jelaskan tentang nafsu makan.
- Expresi wajah
tenang. penyakitnya pada 4. Makanan yang
murung
- Pengeluaran darah klien dan keluarga. bernilai gizi tinggi
sedikit
dapat
- Pendidikan SD
meningkatkan daya

tahan tubuh.

4. Anjurkan klien dan

keluarga ber Doa 1. Mengetahui tingkat

menurut agamanya. kecemasan yang

dirasakan klien

sehingga dapat

5. Dengarkan keluhan memberikan

klien / berikan informasi yang

kesempatan klien sesuai.

mengungkapkan 2. Pengetahuan yang

perasaannya. kurang tentang


penyakitnya

pencetus timbulnya

kcemasan.

3. Meningkatkan

kemampuan klien

sehingga dapat

kooperatif, keluarga

dapat menerima

keadaan dan dapat

membantu dalam

terapi.

4. BerDo,a akan

mendekatkan diri

pada Tuhan dapat

menenangkan

sehingga

kecemasan

berkurang.

5. Klien merasa

diperhatikan

sehingga klien akan


kooperatif dengan

rencana terapi.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI.

TA
NO DX
NG J IMPL
EV
AL
GA A
M
EME
NTAS
UAS
I
L

I 8–7– 1 . Jam

02 1. Meng ; 13

0 kaji .45

0 tingkat Data

1 nyeri, Subj

1. hasiln ektif

0 ya .

5 nyeri
sedang
- Klie

1 . n

1.2. men

1 Menen gelu

5 tukan h

karakt daer

1 eristik ah

1. nyeri, ping

3 hasiln gul

0 ya teras

nyeri a

8–7– yang nyer

2 02 dirasa i.

kan - Klie

1 terus n

1. mener men

3 us gata

5 didaer kan

ah nyer

1 pingga i

1. ng hilan

4 menjal g

3 0 ar
8–7– kebok timb

02 ong. ul

3. - Klie

Menje n

laskan men

1 penye gata

2. bab kan

0 nyeri , nyer

0 diseba i

bkan berta

oleh mba

1 proses h

2. penya bila

1 kitnya. bany

0 Hasiln ak

ya aktiv

1 klien itas.

1 2. menge Data

9–7– 1 rti obje

02 5 penye ktif.

babny- Klie

a n

nyeri. meri
4. ngis

1 Menga men

2. jarkan ahan

2 tehnik kesa

5 relaks kitan

asi . - TD

cara – 130

cara mm

1 untuk hg

2. mengu- Per

3 rangi nafa

2 0 nyeri san

atau 24

9–7– 1 menga x/m

02 2. lihkan nt

3 rasa - Nad

5 nyeri i 84

denga x/m

n cara nt

menari
- SB

1 k 360c

2. nafas

melalu
4 i Ases

3 5 hidung ment

kemud .

1 ian - Mas

9–7– 2. dihem alah

02 5 buska belu

5 n m

melalu terat

i asi

1 mulut Plan

atau ing

0 denga- Lan

8, n jutka

10 – 7 – 3 masas n

02 0 ge inter

pada vens

0 dawer i

8. ah 1,2,4

2 4 pingga .

0 ng. Data

Hasiln Subj

0 ya ek .

8. klien
10 – 7 – 4 dan - Klie

02 5 keluar n

ga men

dapat gata

melak kan

ukann nafs

ya. yu

5. Vital mak

Sign : an

TD kura

130/90 ng.

mmhg. Data

P 24 Obje

x/mnt. ktif.

0 SB 36- Por
0
9. c nadi si

0 84 mak

0 x/mnt. an

6. tidak

0 Analg dihai

9. etik skan

1 belum 1/3

0 yang
diberi dima

kan. kan.

Ases

sme

nt

- Mas

alah

1. belu

Meng m

kaji terat

0 pola asi.

9. makan Plen

3 , ing.

0 sebelu- Inte

m rven

sakit si

pola dilan

makan jutka

klien n

baik 1,2,3

BB 65 .

0 Kg,

8. setelah
3 sakit

0 nafsu

makan Jam

0 kurang 13.5

8. , porsi 5.

4 makan Data

5 tidak Subj

dihabi ektif

0 skan. .

8.2. - Klie

5 Menga n

5 njurka berta

n pada nya

1 klien tenta

2. makan ng

0 porsi pros

0 kecil es

tapi peny

sering, akitn

0 hasiln ya.

9. ya Data

0 klien obje

0 menge ktif.
rti dan- Exp

akan resi

melak waja

ukann h

ya. mur

3. ung.

Menje Ases

laskan sme

pentin nt.

gnya - Mas

nutrisi alah

yang belu

cukup m

, gizi terat

tinggi asi.

dapat Plen

menin ing.

gkatka- Lan

n daya jutka

tahan n

tubuh . inter

hasiln vens

ya i
klienm 1,2,3

engerti .

bahwa

gizi

yang

tinggi Subj

menin ektif

gkatka .

n daya- Klie

tahan n

tubuh. men

gelu

1. nyer

Meng i

kaji daer

tinkat ah

kecem ping

asan gul.

klien.

Hasiln- Klie

ya n

klien men
berada gata

pada kan

tingkat nyer

kecem i

asan hilan

sedang g

berfok timb

us ul.

pada - Klie

diriny n

a, men

menur gata

unnya kan

perhati nyer

an i

pada berta

lingku mba

ngan h

sekitar bila

ruanga bany

n. ak

aktiv

itas.
2. Obje

Menga ktif.

kji - Klie

penget n

ahuan men

ibu angi

tentan s

g men

penya ahan

kitnya sakit

, - Tek

penget anan

ahuan dara

ibu h

kurang 160/

tentan 110

g mm

penya hg,

kitnya. pern

3. afas

Menje an

laskan 24

tentan x/m
g nt,

penya Nadi

kitnya 88

yang x/m

diderit nt,

a klien SB

adalah 36 0

kanker c

rahim Ases

yang sme

tidak nt.

diketa- Mas

hui alah

penye belu

babny m

a dan terat

berada asi.

pada Plen

stadiu ing.

m III- Lan

dan jutka

pengo n

batann inter
ya vens

hanya i.

dapat Jam.

dilaku 13.4

kan 5.

pengo Subj

batan ektif

melalu .

i infus- Klie

dan n

sinar. men

4. gata

menga kan

njurka nafs

n pada u

klien mak

dan an

keluar kura

ga ng.

untuk- Klie

berdoa n

menur mala

ut s
agama mak

islam , an.

klien Obje

dan ktif.

keluar- Por

ga si

pasrah mak

pada an

Tuhan. tidak

5. diha

Memb bisk

erikan an

kesem 1/3

patan dima

pada kan.

klien Ases

dan sme

keluar nt.

ga - Mas

untuk alah

mengu belu

ngkap m

kan
perasa terat

annya asi.

: klien Plen

menga ing.

takan - Inte

ingin rven

sekali si

sembu dilan

h dari jutka

penya n

kitnya 1,2,3

dan .

meneri

ma Jam

terapi 13.4

yang 5

dianju Subj
ektif
rkan.
.
Dan
- Klie
peraw n
tidak
at
berta
mende
nya
ngar tenta
denga ng
pros
n
es
sikap
peny
empati akitn
ya.
.
- Klie
n
1. Vital men
gata
Sign :
kan
TD
pasr
160/12 ah
deng
0
an
mmhg.
kead
P 24 aann
ya.
x/mnt.
Obje
SB 36
ktif.
0
c nadi
- Exp
resi
88
waja
x/mnt.
h
2. tena
ng.
Meng
Ases
kaji
eem
tingkat ent.

nyeri,
hasiln- Mas

ya alah

nyeri terat

sedang asi.

skala

4. Subj

ektif

3. .

Menca- Klie

tat n

lokasi men

nyeri, gata

hasiln kan

ya nyer

nyeri i

pinggu berk

l uran

menjal g.

ar Obje

kedaer ktif.

ah - Exp

bokon resi

g. waja
h

tena

ng.

- TD

100/

70

mm

hg.

P 20

x/m

nt,N

1. adi

Meng 80

kaji x/m

pola nt.

makan SB

klien, 36 0c

hasiln Ases

ya sme

klien nt.

menga- Mas

takan alah

malas telah
makan terat

dan asi.

nafsu

makan

kurang

2.

Menga

njurka

n pada

klien

makan

porsi

kecil

tapi

sering.

Hasiln

ya

klien

menga

takan

telah

melak
ukann

ya.

3.

Menje

laskan

pentin

gnya

makan

seimb

ang.

Hasiln

ya

klien

menga

takan

menge

rti

pentin

gnya

makan

seimb

ang

untuk
menin

gkatka

daya

tahan

tubuh.

1.

Meng

kaji

tingkat

kecem

asan

klien.

Hasiln

ya

klien

berada
pada

kecem

asan

sedang

2.

Menga

njurka

n pada

klien

dan

keluar

ga

untuk

berdoa

3.

Memb

erikan

kesem

patan

pada

klien
dan

keluar

ga

untuk

mengu

ngkap

kan

perasa

an.

1.

Obser

vasi

vital

sign :

Tekan

an

darah

120/90

mmhg.

Nadi
84

x/mnt.

Pernaf

asan

24

x/mnt.

SB.

36.3 0c

2.

Meng

kaji

tingkat

nyeri

klien.

Hasiln

ya

nyeri

masih

ada,

nyeri

tingkat

sedang

.
3.

Menca

tat

lokasi

nyeri

hasiln

ya

nyeri

pinggu

menjal

ar

kedaer

ah

bokon

g.

4.

Pembe

rian

obat

sitosta

tika

seri ,I.
1.

Meng

kaji

pola

makan

klien

hasiln

ya.

Klien

menga

takan

malas

makan

dan

nafsu

makan

menur

un.

2.

Menga

njurka
n pada

klien

makan

porsi

kecil

sering.

Hasiln

ya

kklien

menga

takan

telah

melak

ukan.

Hidayatul Mahsunah
Kamis, 22 Januari 2015
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA CERVIX
(KANKER SERVIKS )

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN CA CERVIX (KANKER SERVIKS )

Disusun Oleh :

Hidayatul Mahsunah

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GRESIK
23 JANUARI 2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulilla, puji syukur dilafadzkan kehadirat Ilahi ROBBI yang telah memberikan

ni’mat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Asuhan

keperawatan pada pasien dengan ca.cervix dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari sempurna,untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Demi tercapainya tujuan belajar
kita. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua teman S1

keperawatan universitas gresik tahun akademik 2014

Gresik, 23 Januari 2015


penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................... . iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 04
1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 06
1.3. Tujuan ................................................................................... 06
1.4. Manfaat .................................................................................. 07
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Ca.Cervix ..…………………………………………. 08
2.2. Epidemiologi ……………………………………………….. 08
2.3 Etiologi Ca.Cervix…………………………………………… 09
2.4. Patofisiologi Ca.Cervix …………………………………….. 11
2.5. Tanda dan Gejala Ca.Cervix ……………………………….. 12
2.6. Pemeriksaan Penunjang Ca.Cervix ………………………… 13
2.7. Kriteria Diagnosa Ca.Cervix ……………………………….. 16
2.8. Penatalaksanaan Ca.Cervix………………………………… 17
2.9. Komplikasi …………………………………………………. 28
2.10. Pencegahan ……………………………………………… 28
2.11.Prognosis ………………………………………………….. 30
2.12 WOC ……………………………………………………… 31
BAB III. Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian ………………………………………………. 32
3.2 Analisa Data …………………………………………….. 34
3.3 Diagnosa Keperawatan ………………………………….. 36
3.4 Rencana Tindakan …………………………………... 37
3.5 Implementasi ………………...……………………….. 42
3.6 Evaluasi ……………………………………………….. 42
DAFTAR PUSTAK…………………………………….. …… 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang abnormal dimana sel-

sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah pada keganasan. Kanker ini biasanya

menyerang wanita yang pernah atau sedang berada dalam status sexually active. Biasanya kanker

ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita yang berusia 35 -

55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat menderita penyakit ini, asalkan

memiliki faktor risikonya.

Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya kehamilan.

Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita penderita kanker serviks.

Namun, adanya kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik dalam kehamilan, persalinan,

dan nifas. Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat pendarahan dan hambatan dalam
pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut. Apabila penyakit ini tidak diobati

lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia kehamilan penderita menjelang cukup bulan, dapat

terjadi kematian janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)

Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks karena jaringan

kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan (khususnya Kala I). Bila tumor yang

terbentuk lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada waktu persalinan dapat

menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas, sering terjadi infeksi.

Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel yang

ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia dini (< 17 tahun), hubungan seksual

multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik (namun, persentasenya sangat

kecil). Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu : usia,

melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi, terpajan virus terutama virus

HIV, dan kebiasaan merokok.

Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain : keputihan atau

keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan, hematuria, anemia, kelemahan

pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah. Pada stadium

lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan rektum, bahkan

bisa menyebabkan terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal, hingga timbul gejala-gejala

akibat metastasis jauh.

Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak 80

persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh

dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara
berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang

berobat sudah berada dalam stadium lanjut. (Syaifullaoh Nur. 2012) Padahal, dengan

ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan sampai

hampir 100%. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah melalui

skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi untuk

mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan,

cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya upaya deteksi dini ini, diharapkan angka

kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun - tahun berikutnya.

Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut bagaimana asuhan

keperawatan pada pasien dengan ca.cerviks

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi ca.cervik ?

2. Apa etiologi ca.cervik ?

3. Bagaimana patofisiologi ca.cervik ?

4. Bagaimana tanda dan gejala ca.cervik ?

5. Bagaimana pemeriksaan ca.cervik ?

6. Bagaimana Penatalaksanaan ca.cervik ?

7. Bagaimana WOC ca.cervik ?

8. Bagaimana asuhan keperawatan ca.cervik ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi ca.cervik

2 Mengetahui etiologi ca.cervik

3 Mengetahui patofisiologi ca.cervik


4 Mengetahui tanda dan gejala ca.cervik

5 Mengetahui pemeriksaan ca.cervik

6 Mengetahui Penatalaksanaan ca.cervik

7 Mengetahui WOC ca.cervik

8 Mengetahui asuhan keperawatan ca.cervik

1.4 Manfaat

Makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervik ini bisa bermanfaat bagi penulis

secara pribadi dan juga bermanfaat bagi pembaca secara luas sebagai pembelajaran

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap bagian

tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan mengorbankan

manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).


Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang

melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar

junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)

Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar

junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)

Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta

Kedokteran Jilid I)

2.2 Epidemiologi / Insiden Kasus

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh

wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500

ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang

hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker

leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi

karena pasien datang dalam stadium lanjut.

Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia,

kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari di Indonesia ada 40

orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Kanker serviks

merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan

penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya pencegahan

dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks dapat diturun.

Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang kanker serviks yang

kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah. (sumber :

http://healthycaus.blogspot.com)
2.3 Etiologi / Predisposisi

Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga

berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus (HPV)

dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks. Faktor resiko

yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa mitra seks multipel,

multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik maupun

endofitik.

Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko

terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :

1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan

hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para

ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko

3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.

2. Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit

kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV)

telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena

kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau

lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.

3. Faktor genetik

Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya kanker

serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.
4. Kebiasaan merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan

wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok

mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-

karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu

terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel

epitel pada serviks.

5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat meningkatkan

risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya

kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

6. Multiparitas

Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi,

perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

7. Gangguan sistem kekebalan

Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya

immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS

8. Status sosial ekonomi lemah

Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai biaya

untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak

dapat dilakukan.
2.4 Patofisiologi

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan

endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi

antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris

pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius

uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks.

Tumor dapat tumbuh :

1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi sekunder

dan nekrosis.

2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan

infiltrasi menjadi ulkus.

3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal

fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-mendesak

kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia

skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS I, II, III

dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif,

proses keganasan akan berjalan terus.

Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya

fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan epitel displastik

serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan

/ tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-
97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell

carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah sarcoma.

2.5 Tanda dan Gejala

Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.

Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan

berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan

yang abnormal

3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.

4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius

5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

6. Kelemahan pada ekstremitas bawah

7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri

terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf

lumbosakral.

8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi

kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal

atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear merupakan

salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan
sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher

rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.

Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang

dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk

menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga

akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam

sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul

diperiksa dengan mikroskop.

Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan

hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi.

Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya.

Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.

b. Kolposkopi

Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara

langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak

jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis

dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain.

Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam

asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal.

d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm.

Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan

kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK

tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca

(faktor kamera atau flash).

Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi dapat

dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan

sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing

73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan

sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang

spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi

kanker serviks.

e. Gineskopi

Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat

digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi

dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat.

Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan

positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi

dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas

95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu

11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya

gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan

sitologi tidak ada.


f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)

Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam kondisi

prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya

perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human

Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG

abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan

mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui

pemeriksaan darah dan urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang terjadi pada

penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan

kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

2.7 KRITERIA DIAGNOSIS

Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :

 Hasil pemeriksaan negatif

Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.

 Inkonklusif

Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel

endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitologi setelah

dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.

 Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang, sampai

karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan penangan lebih

lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya.

 Hasil pemeriksaan positif

Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik. Harus

dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di rumah sakit rujukan

dengan seorang ahli onkologi.

2.8 Penatalaksanaan

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan

secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim

yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim

onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,

tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu: histerektomi,

radiasi dan kemoterapi.

Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium

kanker serviks :

STADIUM PENATALAKSANAAN

0 Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia
kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV
Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb
Radiasi paliatif
Kemoterapi
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

 Manajemen Tumor Insitu

Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh

onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum terapi

dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada usia,

kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah

penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.

Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion (HGSIL).

Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision procedure (LEEP),

konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang

ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat

bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP mencapai

90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk terapi

karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak luas

(<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL

memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas. HGSIL yang

disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan histerektomi. Pada 795 kasus

HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya

karsinoma invasif.

 Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone dengan batas

sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif menunjukkan CIN III atau

kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan karena kemungkinan stadium penyakitnya

lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal

intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.

Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal.

Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas pada

pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti dengan Pap’s

smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2

berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya adalah

modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila kepentingan

fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe maka dapat

dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal trakelektomi

dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya dilakukan dengan Pap’s smear dengan

interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.

 Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal

Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis.

Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka sebaiknya dilakukan

pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan evaluasi fungsi

ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium IB sampai IIA

(< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan operasi atau

radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien dengan massa yang
kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk kesembuhan atau angka

harapan hidup 5 tahunnya.

Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi

menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang sama-sama

kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila operasi

dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan stadium yang

baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan untuk stadium

IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy atau radical abdominal

hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi

pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau

sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila

besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.

Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan

dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium, atau

batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan

jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan penurunan

risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat apabila didapat

ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar limfe,infiltrasi

pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi pelvis adjuvan

akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas dibandingkan tanpa

radioterapi.

 Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut


Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan cermat

untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih

baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua parametrium. Pengobatan

terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang

diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil,

docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai staidum IVB

dalam bentuk radiasi paliatif.

 Manajemen Nyeri Kanker

Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-

Inflamasi Non-Steroid)

2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein

dan tramadol

3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin dan

fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)

 Operasi

Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan bedah

mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor / kanker.

Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur pembedahannya

mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.

Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.

 Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal serviks

untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks
 Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan jaringan abnormal

(biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)

 Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks

 Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang dilewati pada

kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks

 Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk

mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).

Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,

dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga

harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,

ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :

Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks

Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopi maupun

kelenjar getah bening di dekatnya.

Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA) biasanya diobati

dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat

menjadi pilihan.

Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:

 Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa

kemoterapi.

 Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi,

ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi


Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui dinding abdomen)

abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi). Perawatan di Rumah Sakit

biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada vaginal histerektomi (4-6 hari rata-rata) dan

biaya juga lebih banyak. Prosedur ini lebih memakan waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus tersebut

berukuran lebih besar pada vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu diingat aturan utama

sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui beberapa test untuk memilih prosedur

optimal yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul lengkap (Antropometri) termasuk

mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG panggul, tergantung pada temuan diatas.

Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian

bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita juga mungkin akan

mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air

kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi

agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa

kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan

mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan

kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami

gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa

berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi.

 Kemoterapi

Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang diminum,

dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan dalam kemoterapi,

misalnya sitostatika.
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau

intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel

kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis

kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat

diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan

mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.

Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu

yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir,

kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.

Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen

dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. (Gale & Charette, 2000). Contoh

obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin

Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara pemberian

kemoterapi:

1. Ditelan

2. Disuntikkan

3. Diinfus

Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi radiasi pada

stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-FU). Sedangkan Obat

kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah :

Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan

cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat
dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ

lain.

Kemoterapi dapat digunakan sebagai :

1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut

2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan dengan

menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.

3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor

4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan memperbaiki

kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

Efek samping dari kemoterapi adalah :

 Lemas

Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat, kadang

berlangsung terus sampai akhir pengobatan.

 Mual dan muntah

Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum, selama,

dan sesudah pengobatan.

 Gangguan pencernaan

Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai dehidrasi berat

dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.

Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus minum

air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.

Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.
 Sariawan

 Rambut rontok

Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi

dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu

setelah kemoterapi.

 Otot dan saraf

Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan kaki. Serta

kelemahan pada otot kaki.

 Efek pada darah

Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang merupakan

pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang paling sering

adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan

test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah

telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :

 Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang memberikan

perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan

leukosit.

 Perdarahan

Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila jumlah trombosit

rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.

 Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb (Hemoglobin).

Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan

lemah, mudah lelah, tampak pucat.

 Kulit menjadi kering dan berubah warna

Lebih sensitive terhadap sinar matahari.

Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

 Elektrokoagulasi

Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya

 Radiasi

Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan

nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda

radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan

kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau

bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin

kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi

dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah

keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada

stadium IV A. Selama menjalani radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar

biasa, terutama seminggu sesudahnya.Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi

dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada radiasi eksternal,

sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi merah, kering serta

gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan
udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak

menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.

Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual.

Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa

menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari

untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.

Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.

2.9 Komplikasi

 Pendarahan

 Kematian janin

 Infertil

 Obstruksi ureter

 Hidronefrosis

 Gagal ginjal

 Pembentukan fistula

 Anemia

 Infeksi sistemik

 Trombositopenia

2.10 Pencegahan

Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum menimbulkan
gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar
penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara
pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil,
yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat dipertahankan
dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan sebenarnya kanker
serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York University Medical Centre ,
dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining yang
dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi
yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya
keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini
biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau
melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya
tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu upaya
deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal
intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan
berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada
wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang
negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan
ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun
sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2%
sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun
infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda
seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih
dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua
maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan

berturut-turut dengan hasil negatif.

2.11 Prognosa

Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap pengobatan,

95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani

histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat

deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.

Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara lain

 Usia penderita

 Keadaan umum

 Tingkat klinis keganasan

 Ciri - ciri histologik sel kanker

 Kemampuan tim kesehatan untuk menangani

 Sarana pengobatan yang tersedia

(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)


Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5 Tahun
0 Karsinoma insitu 100

I Terbatas pada uterus 85


II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60
dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih atau 7
rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK

3.1 PENGKAJIAN

a. Identitas pasien

b. Riwayat keluarga

c. Status kesehatan

 Status kesehatan saat ini

 Status kesehatan masa lalu

 Riwayat penyakit keluarga

d. Pola fungsi kesehatan Gordon

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan.
Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat – zat kimia juga dapat
mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
2. Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari kanker

serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi

akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.

3. Pola eliminasi
Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat pula

terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari

peningkatan tekanan otot abdominal

4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang biasa

dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil juga

dapat mengganggu dari perkembangan janin.

5. Pola kognitif – perseptual

Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca indra meliputi

penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah metastase ke organ tubuh

6. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks,

akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks

adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual.

7. Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan

perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat,

4= tergantung total).

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien menderita

penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu
dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah

berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.

9. Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen koping pasien.

Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.

10. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Apakah

penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya.

11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.

3.2 Analisis data

1. Data subyektif :

 Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah senggama yang

kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal

 Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah

 Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah

 Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah

 Pasien mengatakan nafsu makan berkurang

 Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas

 Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

 Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisinya.

 Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya


2. Data obyektif

 TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

 Nadi : 60-100 x / menit

 Nafas : 16 - 24 x / menit

 Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

 Suhu : 36,5 0C – 37,5 0C

 Membran mukosa kering

 Turgor kulit buruk akibat perdarahan

 Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )

 Ekspresi wajah pasien pucat

 Pasien tampak lemas

 Warna kulit kebiruan

 Kulit pecah – pecah, rambut rontok, kuku rapuh

 Ekspresi wajah pasien meringis

 Pasien tampak gelisah

 Pasien mengalami kejang

 Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)

 Terjadi hematuria

 Terjadi inkontinensia urine

 Terjadi inkontinensia alvi

 Berat badan pasien tidak stabil


 Mual ataupun muntah

 Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul :


1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat pendarahan
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
3. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)
6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas metabolik
terhadap kanker
8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker serviks
9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis jaringan, kerusakan
neuromuscular
11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker pada serabut saraf
lumbosakral
12. PK Gagal Ginjal
13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks
14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker serviks, terapi,
dan prognosisnya
15. Ansietas b/d krisis situasional
16. Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks) dan ancaman kematian
17. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga terdekat
18. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
19. Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit
20. PK Anemia
21. Mual b/d kemoterapi
22. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi
23. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi
24.HDR b/d bau busuk pada keputihan

3.4 RENCANA TINDAKAN

Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat

pendarahan

juan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam diharapkan keseimbangan volume cairan adekuat

Kriteria Hasil :

1.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :

 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)

 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)

 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)

 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)

2.Membran mukosa lembab

3.Turgor kulit baik (elastis)

4.Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan)

5.Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur Memberikan pedoman untuk penggantian

volume darah yang keluar melalui cairan yang perlu diberikan sehingga

perdarahan dapat mempertahankan volume sirkulasi

yang adekuat untuk transport oksigen.

2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara berlebihan


menurunkan perfusi
3 Hindari trauma dan pemberian tekanan Mengurangi potensial terjadinya
berlebihan pada daerah yang mengalami peningkatan pendarahan
pendarahan
4 Pantau status sirkulasi dan volume darah kemungkinan menyebabkan hipovolemia
atau hipoksia
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan Menunjukkan keadekuatan volume
pengisian kapiler sirkulasi
6 Catat respon fisiologis individual pasien Simtomatologi dapat berguna untuk
terhadap pendarahan, misalnya mengukur berat / lamanya episode
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, pendarahan. Memburuknya gejala dapat
berkeringat / penurunan kesadaran menunjukkan berlanjutnya pendarahan /
tidak adekuatnya penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran Merupakan indikator dari status hidrasi /
mukosa, dan perhatikan keluhan haus derajat kekurangan cairan
pada pasien
8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung pada
Berikan cairan IV sesuai indikasi derajat hipovolemia dan lamanya
pendarahan (akut / kronis). Cairan IV juga
digunakan untuk mengencerkan obat
antineoplastik pada penderita kanker.
9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan memperbaiki jumlah darah dalm tubuh ibu
trombosit sesuai indikasi
dan mencegah manifestasi anemia yang
sering terjadi pada penderita kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme pembekuan
darah sehingga pendarahan lanjutan dapat
diminimalisir.
10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk menentukan
Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya : kebutuhan resusitasi cairan dan
Hb, Hct, sel darah merah mengawasi keefektifan terapi

 Dx 2 :Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)


Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien tidak mengalami infeksi
Kriteria Hasil :1.Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
2.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
3. Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam batas normal (4 - 9
103/µL)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua Pengenalan dini dan intervensi segera dapat
sistem tubuh (misalnya : pernafasan, pencernaan, mencegah perkembangan infeksi lebih lanjut
genitourinaria)
2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada ibu hamil dengan kanker
serviks dapat terjadi karena proses penyakitnya,
infeksi, dan efek samping kemoterapi yang
dijalaninya. Identifikasi dini proses infeksi
memungkinkan terapi yang tepat untuk dimulai
segera
3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi seperti Deteksi dini terhadap reaksi infeksi yang bisa
takikardi dan penurunan keaktifan gerakan janin berdampak pada janin dan menghambat
pertumbuhan janin.
4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi Menurunkan risiko kontaminasi agen infeksius
prosedur invasif
5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan potensial sumber
infeksi dan menimalisir paparan pertumbuhan
sekunder patogen
6 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan WBC merupakan
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial salah satu respon tubuh untuk mengatasi infeksi
atau peningkatan WBC yang timbul oleh antigen
7 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme penyebab dan terapi
Dapatkan kultur sesuai indikasi yang tepat
8 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat perkembangan
Berikan antibiotik sesuai indikasi agen infeksi

 Dx 3 :Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
Tujuan: :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine pasien kembali
normal (adekuat)
Kriteria Hasil :1. Tidak terjadi hematuria
2.Tidak terjadi inkontinensia urine
3.Tidak terjadi disuria
4.Jumlah output urine dalam batas normal ( ± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Catat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat
mengindikasikan adanya obstruksi / disfungsi pada
urine tiba-tiba
traktus urinarius
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan Identifikasi kerusakan fungsi vesika urinaria akibat
metastase sel-sel kanker pada bagian tersebut
haluaran urine dan masukan cairan serta catat berat jenis urine

3 Observasi dan catat warna urine. Perhatikan ada / tidaknya Penyebaran kanker pada traktus urinarius (salah
satunya di vesika urinaria) dapat menyebabkan
hematuria
jaringan di vesika urinaria mengalami nekrosis
sehingga urine yang keluar berwarna merah karena
bercampur dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak enak pada urine (bau Identifikasi tanda - tanda infeksi pada jaringan
traktus urinarius
abnormal)

5 Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik

6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian Indikator keseimbangan cairan dan menunjukkan
tingkat hidrasi
kapiler, dan membran mukosa

7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penunjang misalnya


pemeriksaan retrograd dapat digunakan untuk
Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur penunjang sesuai
mengevaluasi tingkat infiltrasi kanker pada traktus
indikasi urinarius sehingga dapat menjadi dasar untuk
intervensi selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang abnormal dapat
menjadi indikator kegagalan fungsi ginjal sebagai
Pantau nilai BUN dan kreatinin
akibat komplikasi metastase sel-sel kanker pada
traktus urinarius hingga ke organ ginjal.

3.5 Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

3.6 Evaluasi
1. Keseimbangan volume cairan
2. Tidak ada tanda – tanda infeksi
3. Pola eliminasi uri ( bak ) normal
4. Nyeri berkurang / hilang / teratasi
5. Nafsu makan meningkat
6. Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat
7. Perhatian keluarga meningkat
8. Turgor kulit normal
9. Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk
10. Berat badan stabil
11. Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek
12. Mual dan muntah berkurang / hilang
13. Ekspresi wajah klien tenang
14. Pengisian kapiler cepat
15. Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh

DAFTAR PUSTAKA

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

 Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC

 Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta :
EGC

 Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika

 Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

 Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume
2. Jakarta : EGC

 Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

 Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

 Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius

 Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC


 Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI

 http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (akses : 8 Oktober 2009)


 http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-reproduksi.html
(akses : 10 Oktober 2009)
 http://infokesehatan2009.html (akses 10 Oktober 2009)
 http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=9636 (akses : 11 Oktober
2009)
Gambar Stadium Ca.Cervix
Arisa Blog
When life gives you a hundred reasons to cry, show life that you have a thousand reasons to
smile

Selasa, 11 November 2014


LP Kanker Serviks

BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat reproduksi wanita
bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat reproduksi wanita bagian luar yang
terletak di perineum.
1. Alat genitalia wanita bagian luar :
a. Mons veneris / Mons pubis
Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di bagian depan simfisis
terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang
bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) berfungsi sebagai
bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
b. Bibir besar (Labia mayora)
Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang labia mayora 7-8 cm,
lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah.
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam bibir besar (labia
mayora) tanpa rambut yang memanjang kearah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette,
semantara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia
minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda dan basah.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, dan letaknya dekat
ujung superior vulva.Organ ini mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris
sehingga sangat sensitif analog dengan penis laki-laki.Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi
dan meningkatkan ketegangan seksual.
e. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak
di antara labia minora, klitoris dan fourchette.Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar
parauretra, vagina dan kelenjar paravagina.Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir
mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.
f. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus.Perinium
membentuk dasar badan perinium.
g. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan mudah robek. Pada
saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
h. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan mudah robek, himen
ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lender yang di keluarkan uterus dan darah saat
menstruasi.
i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung
bawah labia mayora dan labia minora.Di garis tengah berada di bawah orifisium vagina.Suatu
cekungan kecil dan fosanavikularis terletak di antara fourchette dan himen.

2. Alat genitalia wanita bagian dalam


a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara
luas karena tojolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9
cm, sedangkan panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang
kandung kemih. Vagina merupakan saluran muskulomembraneus yang menghubungkan rahim
dengan vulva.Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan
muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan.Pada dinding vagina terdapat lipatan-
lipatan melintang disebut rugae dan terutama di bagian bawah.Pada puncak (ujung) vagina
menonjol serviks pada bagian uterus.Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk
mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu
persalinan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung dan tampak
seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di pelvis minor di antara kandung kemih dan
rectum.Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat. Uterus
terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua
pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan
berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan
bagian atas tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung
kemih. Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan ikat dan
peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3
cm, nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu
peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu
tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus.terletak di tepi atas
ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum pada dinding rahim.
Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu
serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia.
Tuba fallopi terdiri atas :
1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari osteum internum tuba.
2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian yang paling
sempit.
3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”.
4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang disebut fimbriae tubae.
Fungsi tuba fallopi :
1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri.
2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.
3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi.
4) Tempat terjadinya konsepsi.
5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang
siap mengadakan implantasi.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi,
sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid.
Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat
pada ligamentum latum melalui mesovarium.
Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:
1) Korteks ovarii
a) Mengandung folikel primordial
b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff
c) Terdapat corpus luteum dan albikantes
2) Medula ovarii
a) Terdapat pembuluh darah dan limfe
b) Terdapat serat saraf
e. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar ligamentum latum.
Batasan parametrium :
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii. (Bobak, Jansen, dan Zalar, 2001)
B. DEFINISI
Kanker serviks adalah suatu keadaan dimana sel kehilangan kemampuanya dalam
mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya.(Prawiroharjo, Sarwono: 1994).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat
dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya
.(FKUI, 1990;FKPP, 1997).
Kanker Serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim/serviks yang abnormal dimana sel-
sel ini mengalami perubahan kearah displasia atau mengarah keganasan.Kanker ini hanya
menyerang wanita yang pernah atau sekarang dalam status sexually active.Tidak pernah
ditemukan wanita yang belum pernah melakukan hubungan seksual pernah menderita kanker
ini.Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada
wanita yang berusia 35-55 tahun.Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat
menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.

C. ETIOLOGI/ FAKTOR PREDISPOSISI


Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar
mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda. Hubungan
seksual pertama kali pada usia dini (umur < 16 tahun).
2. Jumlah kehamilan dan partus.
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus.Semakin sering partus semakin
besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah perkawinan.
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor
resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi virus.
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga
sebagai factor penyebab kanker serviks
5. Sosial Ekonomi.
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial
ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan.Pada golongan sosial
ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas
tubuh.
6. Hygiene dan sirkumsisi.
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum
disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak
kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim).
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan
berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi
infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker
serviks.
8. Sering berganti-ganti pasangan (multipatner sex).
9. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. Penelitian menunjukkan bahwa 10-30 %
wanita pada usia 30’an tahun yang sexually active pernah menderita infeksi HPV (termasuk infeksi
pada daerah vulva). Persentase ini semakin meningkat bila wanita tersebut memiliki banyak
pasangan seksual. Pada sebagian besar kasus, infeksi HPV berlangsung tanpa gejala dan bersifat
menetap.
Kedua faktor diatas juga berhubungan dengan infeksi HPV.Semakin dbanyak berganti-ganti
pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga semakin tinggi.Begitu pula dengan terpaparnya sel-
sel mulut rahim yang mempunyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang mempunyai pH yang
berbeda-beda pada multipatner dapat merangsang terjadinya perubahan kearah dysplasia.

D. EPIDEMIOLOGI
Karsinoma serviks adalah kanker genital kedua yang paling sering pada perempuan dan
bertanggung jawab untuk 6% dari semua kanker pada perempuan di Amerika Serikat (CancerNet,
2001). Kanker servikal ini sebagian besar (90%) adalah karsinoma sel skuamosa dan sisanya
(10%) adalah adenokarsinoma.
Faktor risiko mayor untuk kanker servikal adalah infeksi dengan virus papilloma manusia
(HPV) yang ditularkan secara seksual.Penelitian epidemiologi diseluruh dunia menegaskan bahwa
infeksi HPV adalah faktor penting dalam perkembangan kanker servikal (Bosch et al, 1995).
Factor risiko lain untuk perkembangan kanker servikal adalah aktivitas seksual pada usia muda,
paritas tinggi, jumlah pasangan seksual yang meningkat, status ekonomi yang rendah, dan
merokok. (Sylvia A. Price, 2005).

E. PATOFISIOLOGI
Bentuk dysplasia servikal prainvasif termasuk karsinoma in situ dapat diangkat seluruhnya
dengan biopsi kerucut atau eradikasi menggunakan laser,kauter,atau bedah krio. Tindak lanjut
yang sering dan teratur untuk lesi yang berulang penting dilakukan setelah pengobatan
ini.Karsinoma serviks invasif terjadi bila tumor menginvasi epithelium masuk dalam stroma
serviks.Kanker servikal menyebar luas secara langsung ke dalam jaringan paraservikal.
Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat dan terlibat lebih progresif
pada jaringan servikal. Karsinoma servikal invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding
vagina, ligamentum kardinale,dan rongga endometrium ;invasi kelenjar getah bening dan
pembuluh darah mengakibatkan metastasis ke bagian tubuh yang jauh. Tidak ada tanda atau gejala
yang spesifik untuk kanker servik.Karsinoma servikal prainvasif tidak memiliki gejala,namun
karsinoma invasive dini dapat menyebabkan secret vagina tau perdarahan vagina.
Walaupun perdarahan adalah gejala yang signifikan,perdarahan tidak selalu muncul pada saat
awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada saat didiagnosis. Jenis perdarahan
vagina yang paling sering adalah pascakoitus atau bercak antara menstruasi. Bersamaan dengan
tumbuhnya tumor,gejala yang muncul kemudian adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri
tungkai akibat penekanan saraf lumbosakralis,frekuensi berkemih yang sering dan mendesak,
hematuria,atau perdarahan rectum.

F. Pathway terlampir.

G. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Kanker Serviks menurut FIGO 1978
Tingkat Kriteria
0 Karsinoma In Situ ( KIS), membran basalis utuh
I Proses terbatas pada servks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor
sudah stroma tidak > 3 mm, dan sel tumor tidak tedapat didalam pembuluh
limfe atau pembuluh darah.
Ib Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan
histologi ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3 bagian atas vagina
dan parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul
II a Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infitrat tumor
II b Penyebaran ke parametrum, uni atau bilateral, tetapi belum sampai dinding
panggul
III a Penyebaran sampai ½ bagian distal vagina, sedang parametrium tidak
dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
III b Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah infiltrat
antara tumor dengan dinding panggul.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mokusa
rektum dan atau vesika urinaria atau telah bermetastasi keluar panggul
ketempat yang jauh
IV a Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika urinaria atau sudah keluar
dari pangul kecil, metastasi jauh belum terjadi
IV b Telah terjadi metastasi jauh.

2. Klasifikasi pertumbuhan sel akan kankers serviks


a. Mikroskopis
1) Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis.Displasia berat terjadi pada dua
pertiga epidermihampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.
2) Stadium karsinoma insitu.
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi
karsinoma sel skuamosa.Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel
skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
3) Stadium karsinoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel
tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana
basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
4) Stadium karsinoma invasif.
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel
bervariasi.Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas
ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.

Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks:


1) Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi setengah
dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan
perdarahan.
2) Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks,
posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium.
3) Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi berubah bentuk
menjadi ulkus.

b. Makroskopis
1) Stadium preklinis.
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
2) Stadium permulaan.
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3) Stadium setengah lanjut.
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4) Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang
rapuh dan mudah berdarah.
H. GEJALA KLINIS
1. Gejala muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke
jaringan sekitarnya. Tidak ada tanda dan gejala yang spesifik untuk kanker serviks ini.
a. Perdarahan vagina abnormal.
Dapat berkembang menjadi ulserasi pada permukaan epitel serviks, tetapi tidak selalu ada.
b. Nyeri abdomen dan punggung bagian bawah.
Menandakan bahwa perkembangan penyakit sangat cepat.
c. Menstruasi abnormal (lebih lama dan ebih banyak)
d. Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna merah muda, coklat, mengandung
darah atau hitam serta bau busuk.
2. Gejala kanker serviks stadium lanjut.
a. Nafsu makan berkurang (anoreksia), penurunan berat badan, dan kelelahan
b. Nyeri panggul, punggung dan tungkai
c. Dari vagina keluar air kemih atau feses

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sitologi, dengan cara tes pap
Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker serviks.
Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada
dysplasia ringan / sedang.Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar disebabkan
pengambilan sediaan yang tidak adekuat.Sedangkan hasil positif palsu sebesar 3-15%.
2. Pap smear
Pap smear dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual
sebelum itu, misalnya menikah. Setelah 3 kali hasil pemeriksaan tahunan menunjukkan negative
maka selanjutnya harus melakukan pemeriksaan setiap tiga tahun sekali sampai umur 65 tahun.
3. Kolposkopi(pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar).
Kolposkopi dilakukan ketika ditemukan displasia atau kersinoma insitu.Alat ini memberikan
gambaran tentang pembesaran serviks dan daerah abnormal yang mungkin dapat dibiopsi.

4. Servikografi
5. Pemeriksaan visual langsung
6. Gineskopi
7. Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)
8. Kuretase endoserviks
Kuretase endoserviks dilakukan jika daerah abnormal tidak terlihat.
9. Biopsy kerucut.
Biopsy kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih besar untuk penelitian
apakah ada atau tidak kanker invasive.
10. MRI/CT scan abdomen atau pelvis.
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran local dari tumor dan atau
terkenanya nodus limfa regional.
11. Tes Schiller.
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya
akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
12. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel gepeng dan
kelenjarnya.Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak
kelainan-kelainan yang jelas.

J. PROGNOSIS
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan respons terhadap
pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki rasio tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena
lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi.Setelah histerektomi radikal, terjadinya 80%
rekurensi dalam 2 tahun.

K. PENATALAKSANAAN
Tingkat Penatalaksaan
0 Biopsi kerucut
Ia Histerektomi trasnsvaginal
I b dan II a Biopsi kerucut
Histerektomi trasnsvaginal
II b , III dan
IV Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi kelenjar
IV a dan IV limfe paraorta (bila terdapat metastasis dilakukan radiologi pasca pembedahan)
b Histerektomi transvaginal
Radioterapi
Radiasi paliatif
Kemoterapi

L. KOMPLIKASI
1. Berkaitan dengan intervensi pembedahan
a. Vistula Uretra
b. Disfungsi bladder
c. Emboli pulmonal
d. Infeksi pelvis
e. Obstruksi usus
2. Berkaitan dengan kemoterapi
a. Sistitis radiasiEnteritis
b. Supresi sumsum tulang
c. Mual muntah akibat pengunaan obat kemoterapi yang mengandung sisplatin
d. Kerusakan membrane mukosa GI
e. Mielosupresi

M. PENCEGAHAN
Ada beberapa cara untuk mencegah kanker serviks, yaitu:
1. Mencegah terjadi infeksi HPV
2. Melakukan pemeriksaan Pap Smear secara teratur
3. Tidak boleh melakukan hubungan seksual pada anak perempuan di bawah 18 tahun.
4. Jangan melakukan hubungan seksual dengan penderita kelamin atau gunakan kondom untuk
mencegah penularan penyakit.
5. Jangan berganti-ganti pasangan seksual
6. Berhenti merokok
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien.
2. Keluhan utama.
Perdarahan dan keputihan
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang berbau tetapi tidak gatal.
Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi
perawatan atau membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.
4. Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal yang demikian
dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini atau penyakit
menular lain.
6. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan bagaimana
pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.

Pengkajian data dasar :


1. Aktivitas dan istirahat
Gejala:
a. Kelemahan atau keletihan akibat anemia
b. Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam hari.
c. Adanya faktor-faktor yang memengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, dan keringat malam.
d. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan dan tingkat stress tinggi.
2. Integritas ego
Gejala:
Faktor stress, merokok, minum alcohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religious atau
spiritual, masalah tentang lesi cacat, pembedahan, menyangkal diagnosis, pembedahan,
menyangkal diagnosis, dan perasaan putus asa.
3. Eliminasi
Pengkajian eliminasi yang dapat dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut :
a. Pada kanker serviks: perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi urinalis, misalnya nyeri.
b. Pada kanker ovarium didapat tanda haid tidak teratur, sering berkemih, menopause dini, dan
menoragia.
4. Makanan dan minuman
Gejala:
a. Pada kanker serviks: kebiasaan diet buruk (misalnya: renah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan
pengawet rasa).
b. Pada kanker ovarium: dyspepsia, rasa tidak nyaman pada abdomen, lingkar abdomen yang terus
meningkat (kanker ovarium).
5. Neurosensori
Gejala: merokok, pemajanan abses.
Nyeri atau gangguan kenyamanan
6. Pernapasan
Gejala: merokok, pemajanan abses.
7. Keamanan
Gejala: pemajanan pada zat kimia toksik, karsinogen
Tanda: demam, ruam kulit, ulserasi.
8. Seksualitas
Gejala: perubahan pola respons seksual, keputihan (jumlah karakteristik, bau), perdarahan sehabis
senggama (pada kanker servix).
9. Interaksi sosial
Gejala: ketidaknyamanan atau kelemahan sistem pendukung.
10. Penyuluhan
Gejala: riwayat kanker pada keluarga, sisi primer: penyakit primer, riwayat pengobatan
sebelumnya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia .
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan aktif akibat
perdarahan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
5. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan cystitis akibat terapi radiasi.
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan eritema, pecah-pecah dan kering pada kulit akibat
radiasi.
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi
8. Inteloransi aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan pemberian
kemoterapi.
9. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan.
10. Gangguan konsep diri berhubungan dengan alopecia akibat memendeknya usia akar rambut.
11. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.
12. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubbungan dengan terbatasnya
informasi.

C. INTERVENSI
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan asuhan NIC :
keperawatan keperawatan Peripheral sensation management
diharapkan gangguan perfusi (Manajemen sensasi perifer)
jarimgan teratasi dapat terpenuhi  Monitor adanya daerah tertentu
dengan criteria hasil: yang hanya peka terhadap panas /
NOC dingin / tajam / tumpul.
 Circulation status  Monitor adanya paretese.
 Tissue perfusion  Intruksikan keluarga untuk
Kriteria hasil : mengobservasi kulit jika ada lesi
1. Mendemontrasikan status atau laserasi.
sirkulasi yang ditandai  Gunakan sarung tangan untuk
dengan : proteksi.
 Tekanan sistole dan diastol dalam  Batasi gerakan pada kepala, leher
rentang yang diharapkan dan punggung.
 Tidak ada ortostatik hipertensi  Monitor kemampuan BAB.
 Tidak ada tanda tanda peningkatan  Kolaborasi pemberian analgetik.
tekanan intrakranial (tidak lebih dari  Monitor adanya tromboplebitis.
15 mmHG)  Diskusikan mengenai penyebab
2. Mendemontrasikan perubahan sensasi.
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan
:
 Berkomunikasi dengan jelasa dan
sesuai dengan kemampuan
 Menunjukan perhatian,konsentrasi
dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan dengan benar
3. Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran yang
membaik, tidak ada gerakan-
gerakan involunter.

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan aktif akibat
perdarahan.
No Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Setelah diberikan asuhan NOC:
keperawatan diharapkan Fluid Management:
asupan cairan terpenuhi dengan  Timbang popok/pembalut bila diperlukan
kriteria hasil:  Pertahankan catatan intake output yang akurat
NOC:  Monitor status hidrasi (kelembaban
1. Fluid balance membrane,nadi adekuat,tekanan darah
2. Hydration ortostatik),jika diperlukan
3. Nutrisional status: food and  Monitor hasil laboratorium sesuai retensi cairan
fluid intake (BUN,HMT,osmolalitas urine)
Kriteria hasil:
 Monitor vital sign
1. Mempertshsnkan urine output
 Monitor masukan makanan/cairan dan hitung
sesuai usia dengan usia dan
intake kalori harian
BB,BJ,urine normal,HT
 Kolaborasi pemberian cairan/makanan
normal.
 Monitor status nutrisi
2. Tekanan darah,nadi,suhu
dalam batas normal  Berikan cairan
3. Tidak ada tanda-tanda  Berikan deuretik sesuai intruksi

dehidrasi,elastisitas turgor kulit Berikan cairan IV sesuai dengan suhu ruangan
baik,membran mukosa Dorong masukan oral
lembab,tidak ada rasa haus  Berikan pengganti nasograstrik sesuai output
yang berlebih.  Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
 Tawarkan snack (jus buah,buah segar)
 Kolaborasi dokter jika cairan berlebihan muncul
memburuk
 Atur kemungkinan transfusi
 Persiapan untuk transfusi

3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen.


NO Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan asuhan NOC:
keperawatan diharapkan nyeri dada 1. Kalikan pengkajian nyeri secara
pasien berkurang dengan kriteria konferhensif termasuk lokasi,
hasil: karakteristik, durasi, frekuensi,
NIC kualitas dan factor presipitasi.
1. Mengenal factor- factor 2. Observasi reaksi nonverbal dari
penyebab ketidaknyamanan.
2. Tindakan pertolongan non 3. Gunakan teknik komunikasi
analgetik terapiutik untuk mengetahui
3. Mengenal onset nyeri pengalaman nyeri pasien
4. Menggunakan analgetik 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
5. Melaporkan gjala kepada respon nyeri
perawat 5. Evaluasi pengalaman nyeri pada
6. Nyeri terkontrol masa lampau
7. Melaporkan nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
8. Frekuensi nyeri kesehatan lain tentang ketidak
9. Ekspresi wajah efektipan cobtrol nyeri masa
10. Lamanya episode nyeri lampai
11. Posisi melindungi tubuh 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
12. Kegelisahan mencari dan menemukan
13. Perubahan respirasi rote dukungan
14. Perubahan heart 8. Kontrol lingkungan yang dapat
15. Perubahan tekanan darah mempengaruhi nyeri seperti suhu
16. Perubahan ukuran pupil ruangan, pencahayaan dan
17. Kehilangan nafsu makan kebisingan
9. Kurangi factor presifitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyari (farmakalogi, non
farmakaologi dan interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumbernyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farakologi
13. Berikan analgetik untuk mengatasi
nyeri
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
No Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Setelah dilakukan asuhan NIC:
keperawatan selama proses Nutrition Management
keperawatan diharapkan  Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan nutrisi dapat  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
terpenuhi dengan criteria menentuka jumlah kalori dan nutrisi
hasil: yang dibutuhkan pasien.
1. Adanya peningkatan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
berat badan sesuai Fe.
dengan tujuan.  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
2. Berat badan ideal protein protein dan vitamin C.
sesuai dengan tinggi  Berikan substansi gula.
badan.  Yakinkan diet yang dimakan
3. Mampu mengandung tinggi serat untuk
mengidentifikasi menegah konstipasi.
kebutuhan nutrisi.  Berikan makanan yang terpilih (sudah
4. Tidak ada tanda- dikonsultasikan dengan ahli gizi).
tanda malnutrisi.  Ajarkan pasien bagaimana membuat
5. Tidak terjadi catatan makanan harian.
penurunan berat  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
badan yang berarti. kalori.
 Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi.
 Kajikemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal.
 Monitor adanya penurunan berat
badan.
 Monitor tipe dan jumlah aktifitas yang
biasa dilakukan.
 Monitor interaksi anak atau orang tua
selama makan.
 Monitor lingkungan selama makan.
 Jadwalkan pengobatandan tindakan
tidak selama jam makan.
 Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi.
 Monitor turgor kulit.
 Monitor kekeringnan, rambut kusam,
dan mudah patah.
 Monitor mual dan muntah.
 Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht.
 Monitor makanan kesukaan.
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva.
 Monitor kalori dan intake nutrisi.
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papilla lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet.

5. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan cystitis akibat terapi radiasi.


NOC : NIC :
Setelah dilakukan asuhan Urinary Retention Care :
keperawatan selama proses
1. monitor intake dan output
keperawatan, diharapkan eliminasi
2. monitorpenggunaanobat anti
urine tidak terganggu dengan kriteris kolinergik
hasil : 3. monitorderajatdistensi bladder
1. kandungkemihkosongsecarapenuh 4. instruksikanpadapasiendankeluargau
2. tidakadaresiduurin>100-200 cc ntukmencatat output urine
3. intakecairandalamrentang normal 5. sediakanprivasiuntukeliminasi
4. bebasdari ISK 6. stimulasireflek bladder
5. tidakadaspasme bladder dengankompresdinginpada abdomen
6. balancecairanseimbang 7. kateterisasijikaperlu
8. monitortandadangelaja ISK (panas,
hematuria,
perubahanbaudankonsistensiurin)

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan eritema, pecah-pecah dan kering pada kulit akibat
radiasi.
Setelah dilakukan asuhan NIC :
keperawatan diharapkan kerusakan
integritas kulit teratasi, dengan  Anjurkan pasien untuk
kriteria hasil: menggunakan pakaian yang
longgar.
 Hindari kerutan pada tempat
1. Intgritas kulit yang baik biasa tidur’
dipertahankan (sensasi,  Jaga kebersihan kulit agar
elastisitas, temperature, tetap bersih dan kering.
hidrasi, pigmentasi)  Mobilisasi pasien (ubah
2. Tidak ada luka/lesi pada posisi pasien) setiap dua jam
kulit. sekali.
3. Perfusi jaringan baik.  Monitor kulit akan adanya
4. Menunjukan pemahaman kemerahan.
dalam proses perbaikan kulit  Oleskan lotion atau
dan mencegah terjadinya minyak/baby oil pada daerah
cedera berulang. yang tertekan.
5. Mampu melindungi kulit dan  Monitor aktifitas dan
mempertahankan kelembaban mobilisasi pasien.
kulit dan perawatan alami.  Monitor status nutrisi pasien.
 Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat.

7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan asuhan Kontrol Infeksi:

keperawatan diharapkan tridak terjadi Observasi dan laporkan tanda dan gejala
infeksi dengan kriteria hasil: infeksi seperti
Indikator kemerahan,panas,nyeri,tumor,dan adanya
4. Mengetahui risiko fungsiolesa
5. Memonitor faktor risiko lingkungan Kaji temperatur klien tiap 4 jam
6. Memonitor faktor risiko dari tingkah Catat dan laporkan nilai laboratorium
laku (leukosit,protein serum,albumin)
7. Mengembangkan strategi control  Kaji warna kulit,kelembaban,tektur,dan
risiko secara efektif turgor,cucui kulit dengan hati-hati.gunakan
8. Memodifikasi gaya hidup untuk hidrasi dan pelembab seluruh tubuh.
mengurangi risiko  Gunakan strategi untuk mencegah infeksi
9. Memggunakan dukungan personal nasokomial
untuk mengontrol risiko  Tingkatkan intake cairan
10. Memonitor perubahan status
 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
kesehatan
keperawatan guna sarung tangan selama kontak
11. Berpartisifasi dalam sceening untuk
dengan darah,membran mukosa yang tidak
mengidentifikasi risiko
utuh.
12. Lainnya-
 Ikuti transmisi pencegahan dasar untuk udara
Keterangan penilaian NOC:
droplet dan contact transmitted
1. Tidak dilakukan sama sekali
microorganisme.
2. Jarang dilakukan
3. Sering dilakukan
4. Selalu dilakukan
- Udara: isolasi klien di dalam ruangan dengan
dimonitor tekanan udaran negative,dengan
pintu ruangan ditutup,gunakan masker
- Droplet: jaga klien dalam ruangan khusus,jika
memungkinkan,jika tidak memungkinkan jaga
spasial-sparation 3 orang pengunjung.gunakan
masker ketika menemui pasien,
- Transmisi : tempatkan klien pada ruangan
khusus atau dengan seseorang yang mempunyai
penyakit yang sama,jaga kebersihan,gunakan
sarung tangan ketika memasuki ruangan dan
ganti sarung tangan sesudah tidakan dan cuci
tangan sebelum meninggalkan
ruangan.Gunakan pakaian khusus jika bertemu
dengan klien dan lepaskan setelah
meninggalkan ruangan.
- Ganti IV line sesuai aturan yang berlaku
- Pasukan teknik perawatan luka secara tepat
- Dorong pasien untuk istirahat
- Berikan terapi antibiotik sesui intruksi
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-
tanda gejala infeksi dan kalau terjadi untuk
melaporkan pada perawat
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga
bagaimana mencegah infeksi

8. Inteloransi aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan pemberian
kemoterapi.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan NIC:
keperawatan selama proses Activity Theraphy
keperawatan diharapkan  Kolaborasikan dengan tenaga
pasien dapat melakukan rehabilitasi medic dalam
aktifitas dengan kriteria merencanakan program terapi yang
hasil: tepat.
1. Berpartisipasi dalam  Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktifitas fisik tanpa aktifitas yang mampu dilakukan.
disertai peningkatan  Bantu untuk memilih aktifitas
tekanan darah, nadi konsisten yang sesuai dengan
dan RR. kemampuan fisik, psikologi dan social.
2. Mampu melakukan  Bantu untuk mengidentofikasi dan
aktifitas sehari-hari mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan.
(ADLs) secara  Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
mandiri aktivitas sepeerti kursi roda, krek.
 Bantu untuk megidentifikasi aktivitas
yang disukai.
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan di waktu luang.
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas.
 Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktifitas.
 Bantu pasien untuk megembangkan
motivasi diri dan penguatan.
 Monitor respon fisik, emosi, social dan
spiritual.

9. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan.


No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah diberikan asuhan Self care assistance:
keperawatan diharapkan terjadi - pantau kemampuan klien untuk
peningkatan self care dengan kriteria melakukan perawatan secara mandiri
hasil - pantau kebutuhan klien untuk
Indikator: penyesuaian penggunaan alat untuk
1. makan personal hygiene,toileting dan makan
2. berpakaian - sediakan barabg-barang yang
3. toileting diperlukan klien seperti
4. mandi deodorant,sabun mandi,sikat gigi dll
5. berhias - sediakan bantuan hingga klien dapat
6. hygiene melakukan perawatan pribadi secara
7. oral hygiene penuh
8. ambulasi : berjalan - bantu klien dalam menerima
9. ambulasi : kursi ketergantungan terhadap orng lain
10. penampilan perpindahan dalam memenuhi kebutuhannya
keterangan penilaian NOC: - dorong klien untuk melakukan aktifitas
1. ketergantungan total kehidupan sehari-harinya sesuai dengan
2. dibantu orang lain dan alat tinggkat kemampuan
3. dibantu orang - dorong klien untuk mandi,tetapi
4. dengan alat berikan klien bantuan ketika tidak dapat
5. mandiri melakukan
- menentukan aktifitas perawatan diri
yang sesuai dengan kondisi secara rutin
- pertimbangkan umur klien ketika
memperkenalkan aktifitas perawatan
diri.

10. Gangguan konsep diri berhubungan dengan alopecia akibat memendeknya usia akar rambut.
Setelah dilakukan tindakan pkeperawatan
1. Bina hubungan terapeutik dengan
selama …..x…. diharapkan pasien tidak perawat dan pasien
malu dan dapat menyesuaikan diri dengan
2. Tingkatkan konsep diri
keadaan fisiknya dengan kriteria hasi : 3. Dorong pasien untuk menghargai diri
1. Pasien dapat menyataka ngambaran diri sendiri, dengan cara lebih sehat dengan
lebih nyata membuat keputusan sendiri dan
menerima diri sebagai diri sendiri
dengan situasi saat ini

11. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.


No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan asuhan Penurunan kecemasan:
keperawatan di harapkan kecemasan 1. Tenangkan klien
pasien teratasi, dengan criteria hasil: 2. Jelaskan seluruh prosedur
Control cemas : tindakan kepada klien dan
1. Monitor intensitas kecemasan perasaan yang mungkin muncul
2. Menyingkirkan tanda pada saat tindakan
kecemasan 3. Berusaha memahami keadaan
3. Menurunkan stimulasi klien
lingkungan ketika cmas 4. Berikan informasi tentang
4. Mencari informasi ketika diagnose, prognosis dan
cemas tindakan
5. Merencanakan mekanisme 5. Kaji tingkat kecemasan dan
koping reaksi fisik pada tingkat
kecemasan
6. Menggunakan strategi koping (takikardi,takipnea,ekspresi
efekctive cemas non verbal)
7. Menggunakan teknik 6. Gunakan pendekatan dan
relaksasi untuk menurunkan sentuhan (permisi) verbalisasi
kecemasan untuk menyakinkan pasien tidak
8. Melaporkan penurunan durasi sendiri dan menunjukan
dan episode kecemasan pertanyaan
9. Melaporkan peningkatan 7. Temani pasien untuk
rentang waktu antara episode mendukung keamanan
cemas keamanan menurunkan rasa akut
10. Mempertahankan penampilan 8. Sediakan aktifitas untuk
peran menurunkan ketegangan
11. Mempertahankan hubungan 9. Bantu pasien untuk
sosial mengidentifikasi situasi yang
12. Mempertahankan konsentrasi menciptakan cemas
13. Melaporkan tidak adanya 10. Dukung penggunaan mekanisme
gangguan sensori persepsi defensive dengan cara yang
14. Melaporkan penurunan tepat
kebutuhan tidak adekuat 11. Tentukan kemampuan klien
15. Melaporkan penurunan untuk mengambilkeputusan
kebutuhan tidur adekuat 12. Instruksikan pasein untuk
16. Tidak ada menifestasi prilaku menggunakan teknik relaksasi
kecemasan 13. Berikan pengobatan untuk
Koping menurunkan cemas dengan cara
1. Menunjukan fleksibilitas yang tepat.
peran Peningkatan koping:
2. Keluarga menunjukan 1. Hargai pemahaman pasien
fleksibilitasperan keluarganya tentang pemahaman
3. Pertentangan masalah 2. Hargai dan diskusikan
4. Nilai keluarga dapat alternative respon terhadap
mengatur masalah-masalah situasi
5. Memanaj masalah 3. Gunakan pendekatan yang
6. Melibatkan anggota keluarga tenang dan memberikan jaminan
dalam membuat keputusan 4. Sediakan informasi actual
7. Mengekpresikan tentang diagnose, penanganan
permasalahan dan kebebasan dan prognosis
emosional 5. Sediakan pilihan yang realitas
8. Menunjukan strategi tentang aspek perawatan saat ini
penurunan stress 6. Dukung penggunaan mekanisme
9. Peduli terhadap kebutuhan defensive yang tepat
anggota keluarga 7. Dukung keterlibatan keluarga
10. Menentukan priotitas dengan cara yang tepat
11. Menentukan jadwal untuk 8. Bantu pasien untuk
rutinitas dan aktivitas mengidentifikasi strategi
keluarga positive
12. Mempunyai perencanaan pada
kondisi keperawatan
13. Memelihara kestabilan
finalsial
14. Mencari bantuan ketika di
butuhkan
15. Menggunakan support social
16. lainnya

12. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubbungan dengan terbatasnya


informasi.
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah diberikan asuhan Mengajarkan proses penyakit
keperawatan diharapkan kurang 1. mengobsevasi kesiapan klien untuk
pengetahuan teratasidengan kriteria mendengar (mental,kemampuan untuk
hasil: meihat,mendengar,nyeri,kesepian
Indicator: emosional,bahasa dan budaya)
2. menentukan tingkat pengetahuan klen
1. familiar dengan proses sebelumnya
penyakit 3. menjelaskan proses penyakit
2. mendiskripsikan proses (pengertian,etiologi,tanda,gejala)
penyakit tranmisi,dan efek jangka panjang pada
3. mendiskripsikan faktor ibu dan fetus
penyebab 4. diskusikan perubahan gaya hidup yang
4. mendiskripsikan faktor risiko bisa untuk mencegah komplikasi atau
5. mendiskripsikan efek mengontrol proses penyakit
penyakit 5. diskusikan pilihan terapi atau
6. mendiskripsikan tanda dan perawatan
gejala 6. jelaskan secara rasional tentang
7. mendiskripsikan perjalanan pengelolaan terapi atau perawatan yang
penyakit diajukan
8. mendiskripsikan tindakan 7. berikan dorongan kepada pasien untuk
untuk menurunkan mengungkapkan second opinion
progresifitas 8. ajukan pada pasien untuk mencegah
9. mendiskripsikan komplikasi atau meminimalkan efek samping dari
10. mendiskripsikan tanda dan penyakitnya
gejala komplikasi a. ajarkan diet:
11. mendiskripsikan tindakan - kaji pengetahuan klien tentang diet yang
pencegahan untuk mencegah dianjurkan
komplikasi - tentukan sikap keluarga klien terhadap
12. lainya- diet
keterangan penilaian NOC: - jelaskan tujuan diet
1. tidak pernah dilakukan - informasikan berapa lama diet harus
2. jarang dilakukan diikuti
3. kadang dilakukan - ajarkan klien tentang makanan yang
4. sering dilakukan boleh dan tidak boleh dilakukan
5. selalu dilakukan - bantu klien mencatat makananan
kesukaan dalam diet yang dianjurkan
- observasi pilihan makanan klien sesuai
dengan diet yang dianjurkan
- anjurkan membuat rencana makanan
- dorong untuk mengikuti informasi yang
diberikan oleh tenaga kesehatan lain
- konsultasi gizi
- libatkan kelurga
b. ajarkan pengobatan
- jelaskan klien untuk mengenal
karakteristik obat
- informasikan nama generic dan nama
dagang
- jelaskan tujuan dan kerja obat
- jelaskan dosis rule dan durasi obat
- evaluasi kemapuan klien menggunakan
obat
- ajarkan klien menggunakan prosedur
sebelum meminum obat
- informasikan apa yang dilakukan jika
dosis obat ilang
- informasikan bila tidak meminum obat
- informasikan efek samping obat
- jelaskan tanda dan gejala over dosis
obat
- jelaskan cara menyimpan obat
- jelaskan interaksi obat
- jelaskan cara mencegah atau
mengurangi efek samping obat
- berikan informasi tertulis tentang
aksi,tujuan,efek samping obat dll

D.IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi
E.EVALUASI
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan aktif akibat
perdarahan.
Volile cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen.
Nyeri berkurang atau hilang.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
Nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
5. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan cystitis akibat terapi radiasi.
Tidak terjadi gangguan eliminasi urin.
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan eritema, pecah-pecah dan kering pada kulit akibat
radiasi.
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi
Tidak terjadi infeksi.
8. Inteloransi aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan pemberian
kemoterapi.
Klien Mampu melakuakan aktifitas secara mandiri.
9. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan.
Klien dapat melakukan ADL secara mandiri
10. Gangguan konsep diri berhubungan dengan alopecia akibat memendeknya usia akar rambut.
Tidak terjadi gangguan konsep diri.
11. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.
Tidak terjadi cemas.
12. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubbungan dengan terbatasnya
informasi.
Klien mampu mengetahui tentang penyakitnya dan pengobatan yang diberrikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bobak, Jansen danZalar. 2001. Maternitidan Gynecologic Care The Nursing and Family. Edisi
4. USA :Masby Company.
2. Bobak, IM. 2000. Maternity & Gynecologic Care: The Nursing Family. Edisi 1. Alih
bahasaYayasanIkatan Alumni PendidikanKeperawatan: Bandung
3. Hardy, Kusuma. 2012. Aplikasi AsuhanKeperawatanBerdasarkan NANDA, NIC-NOC.

Yogyakarta : Media Hadry

4. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapeus


Mary Hamilton, Persis. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6. Alih bahasa Niluh
Gede Yasmin Asih. Jakarta: EGC
5. Prawirohardjo, Sarwono. 2000. Ilmu Kebidanan, Edisi 2. Jakarta: YayasanBinaPustaka
6. Price A. Sylvia. 2005. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Jakarta : EGC

Diposting oleh Maria Patricia di 11.33


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

1 komentar:

1.

KLINIK APOLLO4 Agustus 2017 13.43

Blog yang menarik dan informatif sekali

Klinik Apollo Adalah Rumah Sakit di Jakarta, Dibidang Andrologi dan Ginekologi,
terbaik dan Nomor 1 di jakarta memberikan layanan medis prima, dilengkapi alat
medis yang modern menyembukan berbagai penyakit kelamin seperti Gonore, Kencing
nanah, Sipilis sifilis,Kutil kelamin , Kondiloma akuminata, Kutu kelamin, Keputihan,
Ejakulasi Dini.

Sex Toys Penyebab Kutil Kelamin

Tanda tanda Terjangkit Sipilis Virus HPV Penyebab Kutil kelamin

Bahaya Kutil Kelamin Bila Tidak di Obati

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

About Me
Maria Patricia
Lihat profil lengkapku

Sample Text
Pages
 Beranda

Definition List
Text Widget
Popular Posts
 LP Kanker Serviks

BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT A. ANATOMI FISIOLOGI Anatomi


fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: ala...

(tanpa judul)

JARINGAN KOMPUTER (LAN, MAN, dan WAN) A. Sejarah Jaringan dan


Komputer Ditahun 1950-an ketika jenis komputer mulai membes...

 LP & ASKEP Reumatoid Arthtritis

Konsep Dasar Penyakit dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rheumatoid
Arthritis I. Anatomi Fisiologi Sistem Musc...

Mengenai Saya

Maria Patricia
Lihat profil lengkapku

Unordered List
Recent Posts
Blog Archive
 ▼ 2014 (3)
o ▼ November (3)
 JARINGANKOMPUTER(LAN, MAN, danWAN) <!--[if !suppor...
 LP & ASKEP Reumatoid Arthtritis
 LP Kanker Serviks

Blog Archive
 ▼ 2014 (3) 
o ▼ November (3)
 JARINGANKOMPUTER(LAN, MAN, danWAN) <!--[if !suppor...
 LP & ASKEP Reumatoid Arthtritis
 LP Kanker Serviks

Tema Kelembutan. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai