Anda di halaman 1dari 19

PERANCANGAN KOTA

TEORI PERANCANGAN KOTA


OLEH:
RIO VAHLEVI NOOR Z. LASALEWO
ABD. HAFID BADJODA

UNIVERSITAS ICSHAN GORONTALO


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
2019
TEORI PERANCANGAN KOTA MENURUT ROGER TRANCIK

Roger Trancik mengidentifikasi teori perancangan ruang perkotaan (urban


spatial design theory) berdasarkan penelitian-penelitian tentang ruang Urban
spatial design theory terdiri dari:

1. Figure-ground theory
2. Linkage theory
3. Place theory

1. Teori Figure Ground

Pada teori ini dapat dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan
antara bentuk yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open
space). Analisis figure ground adalah alat yang baik untuk:
 Mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola tata ruang perkotaan
(urban fabric).
 Mengidentifikasi masalah keteraturan masa atau ruang perkotaan.

Kelemahan analisis figure/ground muncul dari dua segi:

 Perhatiannya hanya mengarah pada gagasan-gagasan ruang perkotaan


yang dua dimensi saja.
 Perhatiannya sering dianggap statis.

Figure ground berisi tentang lahan terbangun (urban solid) dan lahan terbuka
(urban void). Pendekatan figure ground adalah suatu bentuk usaha untuk
memanipulasi atau mengolah pola existing figure ground dengan cara
penambahan, pengurangan, atau pengubahan pola geometris dan juga
merupakan bentuk analisa hubungan antara massa bangunan dengan ruang
terbuka.

a. Urban solid
Tipe urban solid terdiri dari:
 Massa bangunan, monument.
 Persil lahan blok hunian yang ditonjolkan.
 Edges yang berupa bangunan.

b. Urban void
Tipe urban void terdiri dari:
 Ruang terbuka berupa pekarangan yang bersifat transisi antara publik dan
privat.
 Ruang terbuka di dalam atau dikelilingi massa bangunan bersifat semi
privat sampai privat.
 Jaringan utama jalan dan lapangan bersifat publik karena mewadahi
aktivitas publik berskala kota.
 Area parkir publik bisa berupa taman parkir sebagai nodes yang berfungsi
preservasi kawasan hijau.
 Sistem ruang terbuka yang berbentuk linier dan curvalinier. Tipe ini
berupa daerah aliran sungai, danau dan semua yang alami dan basah.

2. Teori Linkage

Teori pada kelompok kedua ini dapat dipahami dari segi dinamika rupa
perkotaan yang dianggap sebagai pembangkit atau generator kota. Analisa
linkage adalah alat yang baik untuk Memperhatikan dan menegaskan
hubungan - hubungan dan gerakan – gerakan sebuah tata ruang perkotaan
(urbanfabric).
Kelemahan analisa Linkage muncul dari segi lain adalah Kurangnya perhatian
dalam mendefinisikan ruang perkotaan (urban fabric) secara spatial dan
kontekstual.

(Markus Zahnd, 1999, p.70)

Linkage artinya berupa garis semu yang menghubungkan antara elemen


yang satu dengan yang lain, nodes yang satu dengan nodes yang lain, atau
distrik yang satu dengan yang lain. Garis ini bisa berbentuk jaringan jalan,
jalur pedestrian, ruang terbuka yang berbentuk segaris dan sebagainya. Teori
linkage melibatkan pengorganisasian garis penghubung yang menghubungkan
bagian-bagian kota dan disain “spatial datum” dari garis bangunan kepada
ruang. Spatial datum dapat berupa: site line, arah pergerakan, aksis, maupun
tepian bangunan (building edge). Yang secara bersama-sama membentuk
suatu sistem linkage dalam sebuah lingkungan spasial. Sebuah linkage
perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang berbeda, terdapat 3
pendekatan linkage perkotaan:

a. Linkage yang visual

Dalam linkage yang visual dua atau lebih fragmen kota dihubungkan menjadi
satu kesatuan yang secara visual, mampu menyatukan daerah kota dalam
berbagai skala. Pada dasarnya ada 2 pokok perbedaan antara linkage visual,
yaitu:

 Yang menghubungkan dua daerah secara netral.


 Yang menghubungkan dua daerah, dengan mengutamakan satu daerah.
Lima elemen linkage visual, merupakan elemen yang memiliki ciri khas
dan suasana tertentu yang mampung menghasilkan hubungan secara
visual, terdiri dari:
 Garis: menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan
massa (bangunan atau pohon).
 Koridor: dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) yang
membentuk sebuah ruang.
 Sisi: menghubungkan dua kawasan dengan satu massa. Mirip dengan
elemen garus namun sisi bersifat tidak langsung.
 Sumbu: mirip dengan elemen koridor , namun dalam menghubungkan dua
daerah lebih mengutamakan salah satu daerah saja.
 Irama: menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang.

b. Linkage yang struktural.

Menggabungkan dua atau lebih bentuk struktur kota menjadi satu


kesatuan tatanan.Menyatukan kawasan kawasan kota melalui bentuk jaringan
struktural yang lebih dikenal dengan sistem kolase (collage). Tidak setiap
kawasan memiliki arti struktural yang sama dalam kota, sehingga
cara menghubungkannya secara hierarkis juga dapat berbeda.

Fungsi linkage struktural di dalam kota adalah sebagai stabilisator dan


coordinator di dalam lingkungannya, karena setiap kolase perlu diberikan
stabilitas tertentu serta distabilisasikan lingkungannya. Hal ini dapat
dilakukan dengan memprioritaskan sebuah daerah yang menjelaskan
lingkungannya dengan suatu struktur, bentuk, wujud, atau fungsi
yang memberikan susunan tertentu didalam prioritas penataan kawasan.

Ada tiga elemen linkage struktural yang mencapai hubungan secara


arsitektural, yaitu:

 Tambahan: melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya.


 Sambungan: memperkenalkan pola baru pada lingkungan kawasan.
 Tembusan: terdapat dua atau lebih pola yang sudah ada di sekitarnya dan
akan disatukan sebagai pola-pola yang sekaligus menembus didalam suatu
kawasan.

c. Linkage bentuk yang kolektif.

Teori linkage memperhatikan susunan dari hubungan bagian-bagian kota


satu dengan lainnya. Dalam teori linkage, sirkulasi merupakan penekanan
pada hubungan pergerakan yang merupakan kontribusi yang sangat
penting. Linkage memperhatikan dan mempertegaskan hubungan-hubungan
dan pergerakan-pergerakan (dinamika) sebuah tata ruang perkotaan (urban
fabric)
Menurut Fumuhiko Maki, Linkage adalah semacam perekat kota yang
sederhana, suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan
kegiatan yang menghasilkan bentuk fisik suatu kota. Teori ini terbagi menjadi
3 tipe linkage urban space yaitu:
 Compositional form: bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri
secara 2 dimensi. Dalam tipe ini hubungan ruang jelas walaupun
tidak secara langsung.
 Mega form: susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka
berbentuk garis lurus dan hirarkis.
 Group form: bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada
sepanjang ruang terbuka. Kota-kota tua dan bersejarah serta daerah
pedesaan menerapkan pola ini.

Teori Place

Pada teori ketiga ini, dipahami dari segi seberapa besar kepentingan tempat-
tempat perkotaan yang terbuka terhadap sejarah, budaya, dan sosialisasinya.
Analisa place adalah alat yang baik untuk:

 Memberi perngertian mengenai ruang kota melalui tanda kehidupan


perkotaannya.
 Memberi pengertian mengenai ruang kota secara kontekstual.

Kelemahan analisa place muncul dari segi perhatiannya yang hanya


difokuskan pada suatu tempat perkotaan saja.

Trancik (1986) menjelaskan bahwa sebuah ruang (space) akan ada jika
dibatasi dengan sebuah void dan sebuah space menjadi sebuah tempat (place)
kalau mempunyai arti dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya.
Schulz (1979) menambahkan bahwa sebuah place adalah sebuah space yang
memiliki suatu ciri khas tersendiri. Menurut Zahnd (1999) sebuah place
dibentuk sebagai sebuah space jika memiliki ciri khas dan suasana tertentu
yang berarti bagi lingkungannya. Selanjutnya Zahnd menambahkan suasana
itu tampak dari benda konkret (bahan, rupa, tekstur, warna) maupun benda
yang abstrak, yaitu asosiasi kultural dan regional yang dilakukan oleh
manusia di tempatnya. Sebuah tempat (place) akan terbentuk bila dibatasi
dengan sebuah void, serta memiliki ciri khas tersendiri yang mempengaruhi
lingkungan sekitarnya.

Madanipour (1996) memberikan penjelasan bahwa dalam memahami


tempat (place) dan ruang (space) menyebut 2 aspek yang berkaitan:

1. kumpulan dari bangunan dan artefak (a collection of building and


artifacts).
2. tempat untuk berhubungan sosial (a site for social relationship).
Selanjutnya menurut Spreiregen (1965), urban space merupakan pusat
kegiatan formal suatu kota, dibentuk oleh façade bangunan (sebagai
enclosure) dan lantai kota. Jadi sudah sangat jelas bahwa sebuah jalan
yang bermula sebagai space dapat menjadi place bila dilingkupi dengan
adanya bangunan yang ada di sepanjang jalan, dan atau keberadaan
landscape yang melingkupi jalan tersebut, sebuah place akan menjadi kuat
keberadaannya jika didalamnya memiliki ciri khas dan suasana tertentu
yang berarti bagi lingkungannya.
TEORI PERANCANGAN KOTA MENURUT HAMID SHIRVANI

Dalam teori urban design


menurut Shirvani (1985), terdapat
elemen-elemen yang meliputi tata
guna lahan (land use), bentuk dan
massa bangunan (building formand
massing), sirkulasi dan parkir
(sirculation and parking), ruang
terbuka (open space), jalur
pedestrian (pedestrian way),
aktivitas pendukung (activity
support),rambu-rambu (signage)
dan preservasi (preservation), sebagai berikut :

Tata Guna Lahan (Land Use)

Elemen tata guna lahan dirancang dan dikembangkan dengan


kebijaksanaan-kebijaksanaan tata guna lahan. Hal tersebut untuk
menginteraksikan antara rancangan dan kebijaksanaan bagi peruntukan
fungsi-fungsi yang tepat pada areal tertentu (khusus). Problem rancangan tata
guna lahan di masa lampau adalah, kurangnya pemahaman keanekaragaman
peruntukkan lahan yang berskala kawasan, kegagalan dalam
mempertimbangkan faktor-faktor fisik, lingkungan alamiah dan infrastruktur.
Sedangkan yang menjadi pertimbangan utama untuk perancangan tata guna
lahan dimasa mendatang adalah mengkombinasikan penggunaan lahan dalam
suatu kawasan kota untuk meningkatkan kota selama 24 jam.. Tata guna lahan
suatu kawasan harus mengikuti sistematika : tipe penggunaan yang diijinkan
dalam suatu area, hubungan fungsi kota, jumlah maksimum lantai yang
diijinkan, skala dan perkembangan kota baru sebagai pendorong
perkembangan kota pada kawasan yang spesifik.

Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)

Elemen massa kota meliputi bangunan, permukaan tanah, obyek-


obyekyang membentuk ruang kota dan pola-pola untuk mendefinisikan massa
dan bentuk bangunan dengan prinsip dan pemikiran dibalik bentuk fisik kota.
Berdasarkan Long Beach Design Guidelines, penampilan dan konfigurasi
bangunan meliputi ketinggian, skala, proporsi, material, finishing, warna
penerangan dan rancangan depan pertokoan. Sedangkan Spreiregen (1965),
membuat sintesa mengenai bentuk dan massa bangunan, yang meliputi skala,
berhubungan dengan pandangan, sirkulasi, ukuran bangunan yang berdekatan.
Ruang kota merupakan elemen utama perancangan kota, skala dan rasa
terlingkupi (sence of enclosure) serta macam ruang dan massa bangunan.

Elemen sirkulasi
perancangan kota merupakan salah satu peralatan yang bermanfaat
dalam menyusun lingkungan kota, karena dapat membentuk mengarahkan
dan mengontrol pola-pola aktivitas dan pengembangan suatu kota. Sedangkan
elemen parkir memiliki dua pengaruh langsung pada kualitas lingkungan
yaitu : kelangsungan aktivitas komersial dan pengaruh visual pada struktur
dan bentuk fisik kota.
Ruang Terbuka (Open Space)

Open space merupakan elemen yang esensial dalam perancangan


kota,sehingga perencanaannya harus integral dengan perancangan kota. Suatu
open space dirancang bersamaan dengan perancangan kotanya. Dalam hal ini
open space didefinisikan sebagai suatu bentang lahan, bentuk-bentuk lahan
luas (jalan, trotoar, taman) dan ruang-ruang yang digunakan untuk rekreasi
dalam kawasan kota. Sedangkan bidang-bidang lahan yang kosong di dalam
area kota tidak dianggap sebagai open space. Elemen-elemen ruang terbuka
kota meliputi :taman, alun-alun, ruang-ruang atau jalur-jalur hijau kota,
bangku, tanaman, kran air minum, trotoar, kios, patung, tempat sampah, tugu
jam dan sebagainya.

Jalur Pedestrian (Pedestrian Ways)

Jalur pedestrian atau jalan bagi para pejalan kaki merupakan elemen
yang penting dalam perancangan kota, yang diwuiudkan sebagai elemen
kenyamanan dan elemen pendukung bagi para penjual eceran serta kehidupan
ruang-ruang kota. Sistem jalur pedestrian dapat mengurangi ketergantungan
terhadap kendaraan dalam suatu kota, memperindah lingkungan dengan skala

manusia, membentuk aktivitas pedagang eceran dan memperbaiki


kualitas udara. Dalam perancangan jalur pedestrian perlu diperhitungkan
keseimbangan antara jumlah pejalan kaki dan pemakai jalan serta
keseimbangan antara penggunaan jalur pedestrian guna mendukung
ruangruang umum yang ada. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah
keselamatan dan ketersediaan ruang yang cukup bagi para pejalan kaki
tersebut. Sedangkan kriteria sebagai bahan pertimbangan dalam perancangan
jalur pedestrian adalah kesesuaian, skala, material, perlengkapan perabot jalan
dan pedagang eceran.

Aktivitas Pendukung (Activity Support)

Activity support adalah keterkaitan antara fasilitas ruang umum kota


dengan kegiatan yang berlangsung di dalamnya dengan tujuan menciptakan
kehidupan kota. Activity support dapat berperan sebagai komunitas agar dapat
menciptakan dialog atau kualitas ruang kota yang menerus antara fungsi
kegiatan yang satu dengan fungsi yang lain, sekaligus dapat memberikan
image (citra visual) yang spesifik pada kawasan kota. Hal ini dapat
menghadirkan identitas. serta karakteristik lokal yang meliputi seluruh
penggunaan dan yang membantu memperkuat ruang-ruang umum kota yang
saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Bentuk lokasi dan karakter suatu
kawasan tertentu akan menarik fungsi-fungsi dan aktivitas yang khas.
Sebaliknya suatu aktivitas cenderung dialokasikan dalam suatu tempat yang
dapat cepat menyesuaikan keperluan-keperluan dan kegiatan itu. Saling
ketergantungan antara ruang dan penggunaan merupakan elemen yang
penting dalam perancangan kota. Pendukung aktivitas bukan berarti hanya
penyediaan plaza dan jalur pedestrian saja, namun juga mempertimbangkan
elemenelemen penggunaan fungsional kota yang membangkitkan aktivitas.

Rambu-rambu Penandaan (Signage)

Long Beach Design Guidelines membagi komunitas rambu-rambu


(tanda) menjadi dua bagian, yaitu langsung dan tidak langsung. Tanda-tanda
advertensi menjadi elemen visual yang semakin penting di perkotaan. Dari
segi perancangan kota, kualitas rancangan dan ukuran advertensi pribadi
harus diatur untuk membentuk kesesuaian, mengurangi pengaruh visual yang
negatif, mengurangi kekacauan dan persaingan dengan rambu-rambu lalu
lintas yang umum diperlukan.

Pemeliharaan/ Pelestarian (Preservation)

Pemeliharaan suatu individual bangunan harus selalu dikaitkan dengan


keseluruhan kota. Konsep tentang pemeliharaan kota memperhatikan
beberapa aspek, antara lain bangunan-bangunan tunggal, struktur dan gaya
arsitektur, hal yang berkaitan dengan kegunaan, umur bangunan atau
kelayakan bangunan,

Berdasarkan Long Beach Design Guidelines, penampilan dan


konfigurasi bangunan meliputi ketinggian, skala, proporsi, material, finishing,
warna penerangan dan rancangan depan pertokoan. Sedangkan Spreiregen
(1965), membuat sintesa mengenai bentuk dan massa bangunan, yang
meliputi skala, berhubungan dengan pandangan, sirkulasi, ukuran bangunan
yang berdekatan. Ruang kota merupakan elemen utama perancangan kota,
skala dan rasa terlingkupi (sence of enclosure) serta macam ruang dan massa
bangunan.

Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking)

Elemen sirkulasi perancangan kota merupakan salah satu peralatan yang


bermanfaat dalam menyusun lingkungan kota, karena dapat membentuk
mengarahkan dan mengontrol pola-pola aktivitas dan pengembangan suatu
kota. Sedangkan elemen parkir memiliki dua pengaruh langsung pada kualitas
lingkungan, yaitu : kelangsungan aktivitas komersial dan pengaruh visual
pada struktur dan bentuk fisik kota.

Ruang Terbuka (Open Space)

Open space merupakan elemen yang esensial dalam perancangan kota,


sehingga perencanaannya harus integral dengan perancangan kota. Suatu open
space dirancang bersamaan dengan perancangan kotanya. Dalam hal ini open
space didefinisikan sebagai suatu bentang lahan, bentuk-bentuk lahan luas
(jalan, trotoar, taman) dan ruang-ruang yang digunakan untuk rekreasi dalam
kawasan kota. Sedangkan bidang-bidang lahan yang kosong di dalam area
kota tidak dianggap sebagai open space. Elemen-elemen ruang terbuka kota
meliputi :

taman, alun-alun, ruang-ruang atau jalur-jalur hijau kota, bangku,


tanaman, kran air minum, trotoar, kios, patung, tempat sampah, tugu jam dan
sebagainya.

Jalur Pedestrian (Pedestrian Ways)

Jalur pedestrian atau jalan bagi para pejalan kaki merupakan elemen
yang penting dalam perancangan kota, yang diwuiudkan sebagai elemen
kenyamanan dan elemen pendukung bagi para penjual eceran serta kehidupan
ruang-ruang kota. Sistem jalur pedestrian dapat mengurangi ketergantungan
terhadap kendaraan dalam suatu kota, memperindah lingkungan dengan skala
manusia, membentuk aktivitas pedagang eceran dan memperbaiki kualitas
udara. Dalam perancangan jalur pedestrian perlu diperhitungkan
keseimbangan antara jumlah pejalan kaki dan pemakai jalan serta
keseimbangan antara penggunaan jalur pedestrian guna mendukung ruang-
ruang umum yang ada. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah
keselamatan dan ketersediaan ruang yang cukup bagi para pejalan kaki
tersebut. Sedangkan kriteria sebagai bahan pertimbangan dalam perancangan
jalur pedestrian adalah kesesuaian, skala, material, perlengkapan perabot jalan
dan pedagang eceran.

Aktivitas Pendukung (Activity Support)

Activity support adalah keterkaitan antara fasilitas ruang umum kota


dengan kegiatan yang berlangsung di dalamnya dengan tujuan menciptakan
kehidupan kota. Activity support dapat berperan sebagai komunitas agar dapat
menciptakan dialog atau kualitas ruang kota yang menerus antara fungsi
kegiatan yang satu dengan fungsi yang lain, sekaligus dapat memberikan
image (citra visual) yang spesifik pada kawasan kota. Hal ini dapat
menghadirkan identitas.

serta karakteristik lokal yang meliputi seluruh penggunaan dan yang


membantu memperkuat ruang-ruang umum kota yang saling melengkapi satu
dengan yang lainnya. Bentuk lokasi dan karakter suatu kawasan tertentu akan
menarik fungsi-fungsi dan aktivitas yang khas. Sebaliknya suatu aktivitas
cenderung dialokasikan dalam suatu tempat yang dapat cepat menyesuaikan
keperluan-keperluan dan kegiatan itu. Saling ketergantungan antara ruang dan
penggunaan merupakan elemen yang penting dalam perancangan kota.
Pendukung aktivitas bukan berarti hanya penyediaan plaza dan jalur
pedestrian saja, namun juga mempertimbangkan elemenelemen penggunaan
fungsional kota yang membangkitkan aktivitas.
Rambu-rambu Penandaan (Signage)
Long Beach Design Guidelines membagi komunitas rambu-rambu
(tanda)menjadi dua bagian, yaitu langsung dan tidak langsung. Tanda-tanda
advertensi menjadi elemen visual yang semakin penting di perkotaan. Dari
segi perancangan kota, kualitas rancangan dan ukuran advertensi pribadi
harus diatur untuk membentuk kesesuaian, mengurangi pengaruh visual yang
negatif, mengurangi kekacauan dan persaingan dengan rambu-rambu lalu
lintas yang umum diperlukan.

Pemeliharaan/ Pelestarian (Preservation)


.

Anda mungkin juga menyukai