Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Gorontalo, 23 Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 1

DAFTAR ISI .................................................................................................................. 2

PENGANTAR ARSITEKTUR KOLONIAL ................................................................ 3

ARSITEKTUR DAN DESAIN ...................................................................................... 4

CIRI-CIRI BANGUNAN KOLONIAL ......................................................................... 5

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI INDONESIA ........................... 6

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI SEMARANG ........................... 7

PERIODESASI ARSITEKTUR KOLONIAL ............................................................... 8

ALIRAN YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ARSITEKTUR


KOLONIAL DI INDONESIA........................................................................................ 9

CONTOH BANGUNAN KOLONIAL DI INDONESIA .............................................. 10

KESIMPULAN .............................................................................................................. 11
PENGANTAR ARSITEKTUR KOLONIAL

Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (Barat)


dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan. Para
pengelola kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau tradisional
Belanda didalam perencanaan dan pengembangan kota, permukiman dan bangunan-
bangunan.

Adanya pencampuran budaya, membuat arsitektur kolonial di Indonesia menjadi


fenomena budaya yang unik. Arsitektur kolonial di berbagai tempat di Indonesia
apabila diteliti lebih jauh, mempunyai perbedaan-perbedaan dan ciri tersendiri antara
tempat yang satu dengan yang lain.

Arsitektur kolonial sendiri merupakan arsitektur yang dibangun selama masa


kolonial, ketika Indonesia menjadi negara jajahan bangsa Belanda pada tahun 1600-
1942, dari awal datang untuk membeli rempah-rempah sampai melakukan penjajahan
terhadap bangsa Indonesia.

Arsitektur kolonial menyiratkan adanya akulturasi diiringi oleh proses adaptasi


antara dua bangsa berbeda. Proses adaptasi yang dialami oleh dua bangsa terbentuk
dengan apa yang dinamakan arsitektur kolonial. Hal ini mencakup penyelesaian
masalah-masalah yang berhubungan dengan perbedaan iklim, ketersediaan material,
cara membangun, ketersediaan tenaga kerja, dan seni budaya yang terkait dengan
estetika.

ARSITEKTUR DAN DESAIN

Pintu masuk bisa di bangun pada bagian tengah fasad, bArsitektur kolonial lebih
banyak mengadopsi gaya neo-klasik, yakni gaya yang berorientasi pada gaya
arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Ciri khas arsitektur kolonial yang paling
nampak adalah penggunaan roof, Selain itu, tampilan muka rumah Belanda eksterior
atau fasad yang cenderung simetris, meski ada juga beberapa rumah Belanda yang
mengaplikasikan fasad asimetris tersendiri. Fasad biasanya berupa segi empat, segi
lima, atau segi enamisa juga berada di tepi kanan. Ciri lain dari desain arsitektur
kolonial ini adalah biasanya mempunyai dinding yang cukup tebal.Tak jarang, desain
inilah yang membuat secara tak langsung memberikan kesan dingin ketika masuk di
dalamnya, meskipun kondisi cuaca saat itu panas yang cukup terik.
Denah ruangan pada rumah Belanda tak jauh bedanya dengan denah ruangan pada
rumah biasa, di mana terdapat area makan, area keluarga, kamar tidur, dan kamar
tamu. Lantai atas biasa digunakan untuk kamar anak. Di tengah – tengah ruangan,
terdapat area sentral yang langsung mengarah ke ruang – ruang utama dalam rumah
tersebut.

Rumah Belanda sendiri juga mempunya nilai seni yang terpampang di beberapa
sudut ruangan. Salah satunya adalah lukisan dari cat minyak, karena di tempo dulu
Belanda tengah gemar sekali melakukan eksplorasi ke berbagai tempat di dunia lewat
jalur laut, tak jarang dalam hal karya seni pun pemandangan laut paling sering
ditemukan pada lukisan – lukisan Belanda. Tak heran, lukisan yang paling populer
kala itu adalah lukisan bertema maritim.

CIRI-CIRI BANGUNAN KOLONIAL

 Penggunaan gewel (gable) pada fasade bangunan yang biasanya berbentuk


segitiga.
 Penggunaan dormer pada atap bangunan
yaitu model jendela atau bukaan lain yang
letaknya di atap dan mempunyai atap
tersendiri.
 Model denah yang simetris dengan satu
lantai atas.
 Model atap yang terbuka dan kemiringan
tajam.
 Mempunyai pilar di serambi depan dan
belakang yang menjulang ke atas bergaya
Yunani.
 Penggunaan skala bangunan yang tinggi
sehingga berkesan megah.
 Model jendela yang lebar dan berbentuk
kupu tarung (dengan dua daun jendela), dan
tanpa overstek (sosoran).
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI INDONESIA

Sejarah mencatat, bahwa bangsa


Eropa yang pertama kali datang ke
Indonesia adalah Portugis, yang
kemudian diikuti oleh Spanyol,
Inggris dan Belanda. Pada mulanya
kedatangan mereka dengan maksud
berdagang. Mereka membangun
rumah dan pemukimannya di
beberapa kota di Indonesia yang
biasanya terletak dekat dengan
pelabuhan. Dinding rumah mereka
terbuat dari kayu dan papan dengan penutup atap ijuk. Namun karena sering terjadi
konflik mulailah dibangun benteng. Hampir di setiap kota besar di Indonesia. Dalam
benteng tersebut, mulailah bangsa Eropa membangun beberapa bangunan dari bahan
batu bata. Batu bata dan para tukang didatangkan dari negara Eropa. Mereka
membangunbanyak rumah, gereja dan bangunan-bangunan umum lainnya dengan
bentuk tata kota dan arsitektur yang sama persis dengan negara asal mereka. Dari era
ini pulalah mulai berkembang arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Setelah
memiliki pengalaman yang cukup dalam membangun rumah dan bangunan di daerah
tropis lembab, maka mereka mulai memodifikasi bangunan mereka dengan bentuk-
bentuk yang lebih tepat dan dapat meningkatkan kenyamanan di dalam bangunan.

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI SEMARANG

Bentuk kota Semarang saat ini


sangatlah berbeda dengan bentuk kota
Semarang pada masa awal mulanya. Van
Bemmelen, seorang ahli geologi Belanda,
mengemukakan satu teorinya, bahwa garis
pantai utara pulau Jawa pada jaman
dahulu terletak beberapa kilometer
menjorok ke daratan saat ini. Laju
pengendapan lumpur yang membuat
endapan tanah baru bergerak dengan
kecepatan 8 m per tahun. Awal 1500 Garis pantai Semarang telah mencapai daerah
Sleko saat ini. Pada saat itu pelabuhan Semarang telah menjadi pelabuhan penting
dan terkena, sehingga banyak kapal dagang asing berlabuh di sana. Pedagang Cina
mendarat sekitar permulaan abad 15, Portugis dan Belanda pada permulaan abad 16,
dari Malaysia, India, Arab dan Persia pada permulaan abad 17. Para pendatang
tersebut membuat pemukiman-pemukiman etnis masing-masing. Orang-orang
Belanda dan Melayu mendirikan permukimannya di muara Kali Semarang, Wilayah
kota Semarang berkembang pesat pada pertengahan abad 18 dengan membangun
banyak bangunan perkantoran dan fasilitas sosial. Pelabuhan Tanjung Mas dan
Bandara Kalibanteng mulai dibangun sekitar tahun 1931 sampai 1933, bersamaan
dengan pembangunan Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Tahun 1930
Ingenieur Herman Thomas Karsten mengajukan rencana master plan untuk
pengembangan kota Semarang. (Jessup, H., 1985) Tahun 1942 terjadi perang dunia II
yang mngakibatkan perpindahan kekuasaan dari Belanda ke pemerintahan Jepang.
Hal menjadikan perkembangan kota Semarang mulai tersendat.
PERIODESASI ARSITEKTUR KOLONIAL

Abad 16 sampai tahun 1800 – an

Waktu itu Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische (Hindia Belanda)
di bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda, VOC. Arsitektur Kolonial Belanda
selama periode ini cenderung kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di
Belanda. Bangunan perkotaan orang Belanda pada periode ini masih bergaya Belanda
dimana bentuknya cenderung panjang dan sempit, atap curam dan dinding depan
bertingkat bergaya Belanda di ujung teras. Bangunan ini tidak mempunyai suatu
orientasi bentuk yang jelas, atau tidak beradaptasi dengan iklim dan lingkungan
setempat. Kediaman Reine de Klerk (sebelumnya Gubernur Jenderal Belanda) di
Batavia.

Tahun 1800-an sampai tahun 1902

Pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari VOC. Setelah


pemerintahan tahun 1811-1815 wilayah Hindia Belanda sepenuhnya dikuasai oleh
Belanda. Pada saat itu, di Hindia Belanda terbentuk gaya arsitektur tersendiri yang
dipelopori oleh GubernurJenderal HW yang dikenal engan the Empire Style, atau The
Ducth Colonial Villa: Gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama
Prancis) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya berbentuk gaya Hindia Belanda
yang bercitra Kolonial yang disesuaikan dengan ingkungan lokal, iklim dan material
yang tersedia pada masa itu.

Bangunan-bangunan yang berkesan grandeur (megah) dengan gaya arsitektur Neo


Klasik dikenal Indische Architectuur karakter arsitektur seperti :
 Denah simetris dengan satu lantai, terbuka, pilar di serambi depan dan belakang
(ruang makan) dan didalamnya terdapat serambi tengah yang mejuju ke ruang
tidur dan kamar-kamar lainnya.
 Pilar menjulang ke atas (gaya Yunani) dan terdapat gevel atau mahkota di atas
serambi depan dan belakang.
 Menggunakan atap perisai.
Tahun 1902 sampai tahun 1920-an

Secara umum, ciri dan karakter arsitektur kolonial di Indonesia pada tahun 1900-
1920-an :
 Menggunakan Gevel (gable) pada tampak depan bangunan
 Bentuk gable sangat bervariasi seperti curvilinear gable, stepped gable, gambrel
gable, pediment (dengan entablure).
 Penggunaan Tower pada bangunan
 Tower pada mulanya digunakan pada bangunan gereja kemudian diambil alih oleh
bangunan umum dan menjadi mode pada arsitektur kolonial Belanda pada abad ke
20.
 Bentuknya bermacam-macam, ada yang bulat, segiempat ramping, dan ada yang
dikombinasikan dengan gevel depan.
 Penggunaaan Dormer pada bangunan
 Penyesuaian bangunan terhadap iklim tropis basah -> Ventilasi yang lebar dan
tinggi. -> Membuat Galeri atau serambi sepanjang bangunan sebagai antisipasi
dari hujan dan sinar matahari.

Tahun 1920 sampai tahun 1940-an

Gerakan pembaharuan dalam arsitektur baik di tingkat nasional maupun


internasional. Hal ini mempengaruhi arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Pada
awal abad 20, arsitek-arsitek yang baru datang dari negeri Belanda memunculkan
pendekatan untuk rancangan arsitektur di Hindia Belanda. Aliran baru ini, semula
masih memegang unsur-unsur mendasar bentuk klasik, memasukkan unsur-unsur
yang terutama dirancang untuk mengantisipasi matahari hujan lebat tropik. Selain
unsur-unsur arsitektur tropis, juga memasukkan unsur-unsur arsitektur tradisional
(asli) Indonesia sehingga menjadi konsep yang eklektis. Konsep ini nampak pada
karya Maclaine Pont seperti kampus Technische Hogeschool (ITB), Gereja Poh
sarang di Kediri.
ALIRAN YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ARSITEKTUR
KOLONIAL DI INDONESIA

Gaya Neo Klasik (the Empire Style / the Dutch Colonial Villa) (tahun 1800)
Ciri – Ciri dan Karakteristik :
 Denah simetris penuh dengan satu lanmtai atas dan ditutup dengan atap perisai.
 Temboknya tebal
 Langit – langitnya tinggi
 Lantainya dari marmer
 Beranda depan dan belakang sangat luas dan terbuka
 Diujung beranda terdapat barisan pilar atau kolom bergaya Yunani (doric, ionic,
korinthia)
 Pilar menjulang ke atas sebagai pendukung atap
 Terdapat gevel dan mahkota diatas beranda depan dan belakang
 Terdapat central room yang berhubungan langsung dengan beranda depan dan
belakang,
 kiri kananya terdapat kamar tidur
 Daerah servis dibagian belakang dihubungkan dengan rumah induk oleh galeri.
 Beranda belakang sebagai ruang makan.
 Terletak ditanah luas dengan kebun di depan, samping dan belakang.

Bentuk Vernacular Belanda dan Penyesuaian Terhadap Iklim Tropis (sesudah


tahun 1900)
Ciri dan karakteristik
 Penggunaan gevel(gable) pada tampak depan bangunan
 Penggunaan tower pada bangunan
 Penggunaan dormer pada bangunan

Beberapa penyesuaian dengan iklim tropis bsaah di Indonesia:


 Denah tipis bentuk bangunan rampingBanyak bukaan untuk aliran udara
memudahkan cross ventilasi yang diperlukan iklim tropis basah
 2.Galeri sepanjang bangunan untuk menghindari tampias hujandan sinar matahari
langsung
 3.Layout bangunan menghadap Utara Selatan dengan orientasi tepat terhadap sinar
matahari
tropis Timur Barat
Gaya Neogothic ( sesudah tahun 1900)
Ciri-ciri dan karakteristik
 Denah tidak berbentuk salib tetapi berbentuk kotak
 Tidak ada penyangga( flying buttress)karena atapnya tidak begitu tinggi tidak
runga yang dinamakan double aisle atau nave seperti layaknya gereja gothic
 Disebelah depan dari denahnya disisi kanan dan kiri terdapat tangga yang dipakai
untuk
 naik ke lantai 2 yang tidak penuh
 Terdapat dua tower( menara ) pada tampak mukanya, dimana tangga tersebut
ditempatkan
 dengan konstruksi rangka khas gothic
 Jendela kacanya berbentuk busur lancip
 Plafond pada langit-langit berbentuk lekukan khas gothic yang terbuat dari besi.

Nieuwe Bouwen / International Style( sesudah tahun 1900-an)


Ciri-ciri dan karakteristik ;
 Atap datar
 Gevel horizontal
 Volume bangunan berbentuk kubus
 Berwarna putih

Nieuwe Bouwen / International Style di Hindia Belanda mempunyai 2 aliran


utama ;
A. Nieuwe Zakelijkheid
Ciri-ciri dan karakteristik ;
Mencoba mencari keseimbangan terhadap garis dan massa Bentuk-bentuk
asimetris void saling tindih ( interplay dari garis hoeizontal dan vertical) Contoh ;
Kantor Borsumij ( GC. Citroen)

B. Ekspresionistik ;
Ciri-ciri dan karakteristik ;
Wujud curvilinie ,Contoh : villa Isola ( CP.Wolf ), Hotel Savoy Homann( AF
aalbers

Art Deco
Ciri – ciri dan karakteristik :
 Gaya yang ditampilkan berkesan mewahdan menimbulkan rasa romantisme
 Pemakaian bahan – bahan dasar yang langka serta material yang mahal
 Bentuk massif
 Atap datar
 Perletakan asimetris dari bentukan geometris
 Dominasi garis lengkung plastis
CONTOH BANGUNAN KOLONIAL DI INDONESIA

 Villa Isola, Bandung


Ciri khas kolonial dari bangunan ini
terdapat pada skala bangunan yang tinggi,
penggunaan dormer. Mulanya, bangunan
peninggalan Belanda di Indonesia ini bernama
Villa Isola yang merupakan sebuah villa milik
seorang jutawan yang bernama Dominique
Willem Barrety yang dibangun pada tahun
1933. Sepeninggal Barrety, rumah tersebut
akhirnya dijual pada Hotel Savoy Homman
dan selanjutnya bangunanya yang bergaya art
deco tersebut dimiliki oleh UPI Bandung.
Hingga akhirnya berubah kembali menjadi
Bumi Siliwangi. Terletak di daerah pinggiran dari kota Bandung. Di dalam bangunan
yang mempunyai gaya arsitektur neo klasik dan mempunyai 3 lantai.

 Lawang Sewu, Semarang


Ciri khas kolonial dari bangunan ini
adalah denah bangunan yang simetris, skala
bangunan yang tinggi sesuai dengan standar
tinggi badan orang belanda. Lawang Sewu
yang dibangun kokoh pada tahun 1904 di
bunderan Tugu Muda, Semarang. Fungsi
dibangunnya Lawang Sewu yakni dijadikan
sebagai kantor dari Netherlands-Indische
Spoorweg Maatschappij atau NIS.

 Museum Fatahillah, Jakarta


Ciri khas kolonial dari bangunan ini
terletak pada penggunaan dormer,
penggunaan gewel (gable), denah yang
simetris, dan penggunaan pilar yang
menjulang tinggi yang terletak di serambi
depan bangunan. Museum Fatahillah
dulunya bernama Balai Kota Batavia.
Dibangun dalam kurun waktu antara
1707-1710 atas perintah dari Gubernur Jenderal Johan Van Hoorn. Di tahun 1974,
gedung ini beralih fungsi dan diresmikan menjadi Museum Fatahillah yang berada di
Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat.

 Gedung Sate, Bandung


Ciri khas kolonial dari bangunan ini adalah denah yang simetris, skala bangunan
yang tinggi sesuai dengan standar tinggi
badan orang belanda. Gedung yang satu
ini memang menjadi ciri khas dari Kota
Bandung yang berupa ornamen tusuk sate
pada menara sentralnya dan menjadi salah
satu penginggalan Belanda di Jawa Barat.
Dibangun mulai tahun 1920, dan hingga
sampai sekarang gedung berwarna putih
ini masih berdiri kokoh.
KESIMPULAN

Arsitektur Kolonial disebabkan oleh adaptasi kedua bangsa yang mencakup


perbedaan iklim, ketersediaan material, cara membangun, ketersediaan tenaga kerja,
dan seni budaya yang terkait dengan estetika bangunan.

Perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia memberikan warna dan ciri khas


baru dalam dunia Arsitektur di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai