Disusun oleh:
TLM II A
Dimar Ifan Aji Haryono Aji : (P27903117012)
Dwi Cahya Ningsih : (P27903117023)
Lia Maulida : (P27903117028)
Nur Aulia Rachmah F : (P27903117038)
Kata racun ”toxic” adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox, dimana
dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah pada saat itu digunakan sebagai
senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya terdapat racun. Di
dalam ”Papyrus Ebers (1552 B.C.)“ orang Mesir kuno memuat informasi lengkap
tentang pengobatan dan obat. Di Papyrus ini juga memuat ramuan untuk racun,
seperti antimon (Sb), tembaga, timbal, hiosiamus, opium, terpentine, dan verdigris
(kerak hijau pada permukaan tembaga).
India (500 - 600 B.C.) di dalam Charaka Samhita disebutkan, bahwa tembaga,
besi, emas, timbal, perak, seng, bersifat sebagai racun, dan di dalam Susrata Samhita
banyak menulis racun dari makanan, tananaman, hewan, dan penangkal racun gigitan
ular.
Hippocrates (460-370 B.C.), dikenal sebagai bapak kedokteran, disamping itu
dia juga dikenal sebagai toksikolog dijamannya. Dia banyak menulis racun bisa ular
dan di dalam bukunya juga menggambarkan, bahwa orang Mesir kuno telah memiliki
pengetahuan penangkal racun.
a. Toksikologi Forensik
Pencemaran Air
Air merupakan salah satu permasalahan yang paling serius
dalam pencemaran lingkungan. Bilamana buangan limbah rumah
tangga, bahan kimia atau mikrobiologi dari industri, rumah sakit,
pertanian, limbah logam, minyak dan materil radioaktif masuk ke
dalam air maka hewan akuatik, tanaman maupun manusia akan
menderita. Pencemaran air akan berpengaruh terhadap penurunan
kualitas air hujan, sungai, danau, lautan dan air permukaan maupun air
tanah yang digunakan untuk kehidupan makhluk hidup termasuk
manusia. “Waterborne diseases” adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme patogen yang ditularkan secara langsung pada
saat air minum dikonsumsi oleh orang.
Pestisida
Pestisida sangat banyak digunakan secara global dalam
produksi makanan, serat dan kayu, dalam pengelolaan tanah
masyarakat, dan dalam pengendalian serangga-serangga pembawa
penyakit dan hama-hama rumah tangga dan kebun. Masyarakat
belekangan ini semakin tergantung pada penggunaan bahan-bahan
kimia dalam pengendalian serangga yang tidak dikehendaki, gulma,
jamur dan binatang penggangu lainnya. Penggunaan pestisida yang
tidak rasional telah terbukti ikut menimbulkan masalah terhadap
ekosistem.
Pestisida adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
membasmi serangga “insetisida”, tumbuh-tumbuhan “herbisida”, jamur
dan lumut “fungisida”, tikus besar dan kecil “rodentisida”, kutu
“akarisida”, bakteri “bakterisida”, burung “avisida”, cacing gelang
“nematisida”, atau bahan lain yang digunakan untuk membunuh
binatang yang tidak dikehendaki, yang sengaja ditambahkan
kelingkungan. Penggunaan pestisida telah diakui memberi keuntungan
bagi manusia, namun mengingat bahaya yang ditimbulkan perlu
pertimbangan suatu penggunaan pestisida yang rasional. Contoh
masalah penggunaan pestisida, yaitu sampai tahun 1955 sekitar 100
juta manusia di seluruh dunia terinfeksi oleh malaria, penggunaan
insektisida DDT dalam pengendalian nyamuk sebagai vektor penyakit
ini, jauh bermanfaat dan mampu menekan angka kematian sampai 6
juta pada 1936 dan sekitar 2,5 juta pada tahun 1970. Belakangan
diketahui bahwa, DDT sangat persisten di alam, sehingga
dikawatirkan muncul jenis nyamuk dengan daya tahan alami yang lebih
tinggi terhadap insektisida DDT.
Dampak lingkungan penggunaan pestisida berkaitan dengan sifat
mendasar yang penting terhadap efektivitasnya sebagai pestisida, yaitu:
1. Pestisida cukup beracun untuk mempengaruhi seluruh
kelompok taksonomi biota, termasuk makhluk bukan-sasaran,
sampai batas tertentu bergantung pada faktor fisiologis dan
ekologis;
2. Banyak pestisida tahan terhadap degradasi lingkungan sehingga
mereka dapat tahan dalam daerah diberi perlakuan dan dengan
demikian keefektifannya dapat diperkuat, namun sebaliknya
sifat ini juga memberikan pengaruh jangka panjang dalam
ekosistem alamiah
Senyawa-senyawa yang sangat persisten terdistribusi melalui rantai
makanan, seperti insektisida organoklorin, terbukti terdapat pada semua
organisme hidup. Residunya telah diketemukan pada jaringan anjing
laut dan pinguin di Antartika, dan ikan-ikan disekitar terumbu
karang dan laut dalam, serta pada air susu ibu di seluruh dunia. DDT
misalnya terusmenerus ditemukan pada jaringan lemak manusia pada
konsentrasi yang dapat dideteksi, walaupun konsentrasi konsentrasi
tersebut cendrung menurun sejak penggunaan insektesida ini mulai
dilarang di berbagai negara sejak tahun 1980-an Walaupun telah
banyak digunakan pestisida dengan efektivitas tinggi dan persistensi
rendah, namun karena cara penggunaannya yang tidak sesuai dengan
prosedur dan aturan, justru telah terbukti memberikan dampak yang
merugikan. Misal para petani dengan tujuan keuntungan panen, yaitu
produk pertanian tidak dimakan insek pada saat dipanen sehingga
penampilannya menjadi sangat segar dan menarik, maka para petani
justru menyemprotkan insektisida berkali- kali sebelum waktu panen
tiba. Tindakan ini menyebabkan konsentrasi insektisida yang tinggi
pada produk pertanian “sayuran atau buah- buahan”, yang pada
akhirnya akan merugikan kesehatan manusia.Bahan kimia pestisida
pertama kali diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan penggunaan
utamanya, seperti insektisida “pembasmi serangga”, fungisida
“pembasmi jamur”, dan sebagainya. Selanjutnya, berdasarkan
klasifikasi di atas, berbagai senyawa pestisida dikelompokkan
berdasarkan hubungan dan kemiripan dari struktur dan kandungan
bahan kimianya.
Daftar Pustaka