Anda di halaman 1dari 3

Dalam pemeriksaan korban-korban kejahatan

seksual, salah satu prinsip terpenting adalah


bagaimana agar korban merasa nyaman, tidak
merasa ‘diperkosa dua kali’, kehormatan dan
martabatnya pun tetap terjaga. Sedangkan dokter
dapat memeriksa korban dan mengumpulkan alat
bukti sehingga dapat dibuat visum et repertum
yang nantinya dapat digunakan untuk proses
persidangan. Pelaku kejahatan seksual diharapkan
akan tertangkap dan mendapat sanksi, sehingga
resiko pelaku untuk berbuat kejahatan yang sama
terhadap korban atau orang lain tidak ada dan
masyarakat tidak akan resah.
Di Indonesia belum ada protokol baku tentang
pemeriksaan korban-korban kejahatan seksual,
sehingga pemeriksan antara satu pusat pelayanan
dengan pusat pelayanan yang lainnya belum tentu
sama. WHO pada tahun 2003 telah membuat
protokol penatalaksanaan medikolegal bagi
korban-korban kejahatan seksual. Indonesia,
sebagai anggota PBB, dapat mengadopsi protokol
tersebut. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pun
telah mendirikan pusat krisis terpadu untuk
pelayanan korban-korban kejahatan seksual
dengan membuat protokolnya sendiri. Tetapi
apakah korban-korban kejahatan seksual tersebut
akan nyaman dengan seluruh langkah yang
dilakukan oleh pemeriksa/ tenaga kesehatan
kepada korban? Di dalam protokol tersebut juga
dijelaskan seorang korban harus terus menerus di-
Kejahatan seksual terjadi di berbagai belahan
dunia, di berbagai negara, dan berbagai latar
belakang dan status sosial. Kejahatan seksual
merupakan suatu masalah serius, terutama bagi
kaum perempuan. Sebagian besar pelakunya
adalah laki-laki dan sebagian besar korbannya
adalah perempuan, walaupun laki-laki baik anak
maupun dewasa juga beresiko menjadi korbannya.
Disinyalir pelaporan kasus-kasus kejahatan seksual
lebih sedikit dibandingkan kenyataan sebenarnya,
dengan alasan takut, atau korban merasa kejahatan
seksual adalah aib, atau rasa tidak percaya dengan
penyidik atau penyedia jasa pelayanan kesehatan.
Ditambah pelaku kejahatan seksual pun dapat
berasal dari berbagai kalangan, bahkan orang-
orang yang di masyarakat dianggap tidak akan
mungkin menjadi pelaku seperti pemuka agama
8
atau tokoh masyarakat tertentu.
Undang-undang Republik Indonesia no. 44
tahun 2008 tentang pornografi.
2. Perbandingan aturan delik perzinahan dalam
KUHP dan rancangan KUHP 1999-2000
[Online]. 2010 [disitasi 12 April 2013];
Tersedia: URL:
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/prioritas-
2011/133-daftar-rancangan-undang-
undang.html
3. Sex and Society3. New York: Marshall
Cavendish. 2010. p. 663–666.
4. Kitab undang-undang hukum acara pidana
5. Saraswati LG, Basari T, Adian DG,
Boangmanalu SB, Wijayanto E, Haryatmoko
et al. Hak asasi manusia, teori, hukum, dan
kasus. 1st ed. Depok: Filsafat UI Press; 2006.
p. 184-87,410-19.
6. Undang-undang Republik Indonesia no.39
tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
7. Kinasih SE. Perlindungan dan penegakan
HAM terhadap pelecehan seksual [Online].
2008 [disitasi 1 Februari 2013]; Tersedia:
URL:
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Perlindunga
n%20dan%20Penegakan%20HAM.pdf
8. Guidelines for medico-legal care for victims
of sexual violence [Online]. 2003 [disitasi 1
Februari 2013]; Tersedia: URL:
whqlibdoc.who.int/publications/2004/9241546
28X.pdf

Anda mungkin juga menyukai