PENDAHULUAN
Tujuan dari penggunaan zat warna tersebut adalah untuk membuat penampilan
makanan dan minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi keinginan konsumen.
Awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan, atau mineral, akan tetapi proses untuk memperoleh zat warna alami adalah
mahal. Selain itu, zat warna alami umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya
dan panas sehingga sering tidak cocok untuk digunakan dalam industri makanan.
Maka, penggunaan zat warna sintetik pun semakin meluas. Keunggulan-keunggulan
zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap berbagai kondisi
lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang warna yang lebih
luas. Selain itu, zat warna sintetik lebih murah dan lebih mudah untuk digunakan
(deMan JM. 1997; Smith J. 1991; Nollet LML. 1996).
Sejak pertama kali dibuat pada tahun 1856 hingga saat ini, telah banyak zat
warna sintetik yang diciptakan. Akan tetapi, ternyata banyak pula zat warna sintetik
itu memiliki sifat toksik (Marmion DM. 1984). Dalam suatu penelitian, diperoleh zat
warna azo (Amaranth, Allura Red, dan New Coccine) terbukti bersifat genotoksik
terhadap mencit (Tsuda S. et al. 2006). Maka peredarean produksi pewarna sintetis
pada makanan perlu mendapat sorotan. Di Indonesia dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 dan Kep. Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor:
00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
239/Menkes/Per/V/85, terdapat 34 jenis zat warna yang dinyatakan sebagai bahan
berbahaya dan dilarang penggunaannya pada makanan (Utami ND.2005; Dirjen
POM 1997).
1
menggunakan zat warna sintetik itu, misalnya zat warna tekstil, untuk menghasilkan
warna yang lebih menarik. Atau, hal itu bisa terjadi karena ketidaktahuan produsen
makanan membeli zat warna sintetik yang dikiranya aman, tetapi ternyata
mengandung zat warna sintetik yang tidak diijinkan.
Bahan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis zat pewama sintetis
yang ditambahkan pada makanan agar-agar yang beredar di pasar Doro dan
membandingkan hasil penelitian dengan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988.
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan bisa menambah
pengetahuan bagi peneliti dan juga dapat menginformasikan kepada masyarakat
mengenai jenis pewarna sintetis yang ditambahkan pada makanan agar-agar, apakah
layak dikonsumsi dan tidak mengganggu kesehatan dan bagi produsen diharapkan
menggunakan bahan pewarna sintetis yang diizinkan oleh Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/1988.
Berbagai macam senyawa dewasa ini telah dapat dengan mudah dipisahkan
dengan menggunakan metode-metode yang sesuai. Teknologi yang canggih
setidaknya juga mampu menghasilkan suatu metode-metode pemisahan yang dapat
mempermudah memisahkan komponen-komponen dari campurannya. Adapun
metode-metode pemisahan antara lain yakni ekstraksi, destilasi dan kromatografi.
Suatu analisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat dilakukan dengan
mengaplikasikan salah satu dari banyak metode pemisahan yang ada.
2
substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja
berdasarkan prinsip yang sama. Dalam suatu bentuk kromatografi memiliki fase diam
dan gerak. Fase diam dapat berupa padatan atau cairan yang didukung dengan
padatan, sedangkan fase gerak berupa cairan atau gas. Fase gerak dapat membawa
komponen-komponen campuran yang akan dipisahkan.
Selain itu kromatografi yang dapat digunakan untuk memisahkan suatu zat
kimia juga dapat dilakukan dengan menggunakankromatografi lapis tipis,
kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi gas, kromatografi cair kinerja
tinggi. Kromatografi kertas merupakan metode kromatografi kertas yang paling
sederhana daripada metode kromatografi lainnya. Kromatografi kertas yang termasuk
pada jenis kromatografi cair-cair dan kromatografi partisi. Prinsip dari kromatografi ini
adalah dengan meneteskan sampel pada kertas di garis startnya, yang kemudian
kertas dimasukkan dalam pelerut jenuh dan dibiarkan bergerak menuju garis finish.
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan
senyawa yang akan dipisahkan. Untuk itu perlu kita pahami bagaimana prosedur
yang benar menggunakan metode kromatografi kertas.
3
II. PRINSIP KERJA
A. Kromatografi
Kromatografi pertama kali diberikan oleh Michel Tswett, seorang ahli dari Botani
Rusia, yang menggunakan kromatografi untuk memisahkan klorofil dari pigmen - pigmen
lain pada ekstrak tanaman. Kromatografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
kata yaitu chromos yang berarti warna dan graphos yang berarti menulis. Meskipun
kromatografi diturunkan dari kata warna dan tulis, warna senyawa-senyawa tersebut jelas
hanya kebetulan saja terjadi dalam proses pemisahan ini. Tswett sendiri mengantisipasi
penerapan pada beraneka ragam sistem kimia. Seandainya karyanya segera ditanggapi
dan diperluas, beberapa bidang sains mungkin akan lebih cepat maju. Demikianlah
kromatografi tetap tersembunyi sampai sekitar tahun 1931, ketika pemisahan karotena
tumbuhan dilaporkan oleh ahli sains organik terkemuka. Penelitian ini menarik lebih
banyak perhatian dan kromatografi adsorsi menjadi meluas pemakaiannya dalam bidang
kimia hasil alam.
4
Bertindak sebagai pembawa campuran. Komponen-komponen campuran akan
bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda akibat hambatan dari fase diam
sehingga terjadi pemisahaan. (Harmita)
Selain kemajuan utama ini, yang memberi mekanisme tambahan pada adsorpsi
untuk mendistribusikan zat terlarut antara fase - fase stationer dan mobil, muncul juga
modifikasi dalam geometri sistem kromatografi, seperti dalam kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis.
Metode kromatografi adalah teknik yang efektif dan dapat digunakan untuk
memisahkan komponen yang sulit dipisahkan dengan metode lain. Berdasarkan proses
terjadi, kromatografi dibedakan menjadi kromatografi partisi, ditemukan dalam
kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, kromatografi adsorpsi, ditemukan dalam
kromatografi kolom, kromatografi pertukaran ion dan kromatografi eklusi.
Beberapa zat yang diteteskan pada kertas dapat bergerak pindah lebih cepat
daripada yang lain. Kelarutan suatu partikel terhadap pelarutnya mempengaruhi
kecepatan perpindahan tersebut. Semakin mudah suatu partikel larut, semakin cepat pula
5
laju geraknya. Suatu campuran pewarna dapat dipisahkan dengan teknik kromatografi
karena adanya perbedaan kelarutan antara zat penyusun campuran pewarna tersebut.
Selain itu, kecepatan bergerak partikel penyusun sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel
penyusunnya. Partikel penyusun yang lebih akan bergerak lebih cepat daripada partikel
penyusun yang berukuran lebih besar .
Pengukuran uji kromatografi dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara
kuantitatif, perbandingan jarak yang ditempuh oleh suatu warna dengan jarak pelarut
disebut dengan Rf. Variasi jumlah Rf menunjukkan banyaknya komponen penyusun
campuran yang sedang kita pisahkan dengan metode kromatografi ini. Berbagai nilai Rf
ini kita bandingkan satu sama lain. Nilai Rf yang terbesar dimiliki oleh komponen
penyusun yang memiliki ukuran partikel terkecil dan sebaliknya nilai Rf yang terkecil
adalah yang memiliki ukuran partikel penyusun terbesar (Rizki, 2010).
Secara umum, teknik kromatografi terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu, Kromatografi
gas dan Kromatografi cair
Kromatografi Cair adalah kromatografi dengan fasa gerak berupa zat cair, Kromatografi
cair merupakan teknik yang tepat untuk memisahkan ion atau molekul yang terlarut dalam
suatu larutan. Jika larutan sampel berinteraksi dengan fase stasioner, maka molekul-
molekul didalamnya berinteraksi dengan fase stasioner; namun interaksinya berbeda
dikarenakan perbedaan daya serap (adsorption), pertukaran ion (ion exchange), partisi
(partitioning), atau ukuran. Perbedaan ini membuat komponen terpisah satu dengan yang
lain dan dapat dilihat perbedaannya dari lamanya waktu transit komponen tersebut
melewati kolom. Terdapat beberapa jenis kromatografi cair, diantaranya :
6
a) Kromatografi Kolom
Kromatografi jenis ini sering juga dikenal dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai
dengan tekanan tinggi. Seperti teknik kromatografi pada umumnya, HPLC berupaya untuk
memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya terhadap zat padat tertentu.
Cairan yang akan dipisahkan merupakan fasa cair dan zat padatnya merupakan fasa
diam (stasioner).
Kromatografi pertukaran ion adalah salah satu teknik pemurnian senyawa spesifik di
dalam larutan campuran. Prinsip utama dalam metode ini didasarkan pada interaksi
muatan positif dan negatif antara molekul spesifik dengan matriks yang barada di dalam
kolom kromatografi.Metode ini pertama kali dikembangkan oleh seorang ilmuwan
bernama Thompson pada tahun1850. Secara umum, teradapat dua jenis kromatografi
pertukaran ion, yaitu:
Kromatografi pertukaran kation, bila molekul spesifik yang diinginkan bermuatan
positif dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan negatif.Kolom yang
7
digunakan biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus karboksil (-
CH2-CH2-CH2SO3- dan -O-CH2COO-). Larutan penyangga (buffer) yang digunakan
dalam sistem ini adalah asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam malonat, buffer
MES dan fosfat.
Fase Diam
Ada banyak macam penukar ion, tetapi penukar ion polisterina berikatan silang
paling luas penggunaannya.Gambar 65. b menggambarkan struktur resina penukar anion
dengan matriks poliestirena berikatan silang yang sama, tetapi dengan gugus
tetraalkilamonium. Resina poliestirena kerng cenderng mengembang jika dimasukkan
dalam pelarut. Air menetrasi ke dalam resina dan hidrasi, membentuk larutan sangat
pekat dalam resina. Tekanan osmosa cenderung menekan air lebih banyak ke dalam
resina dan padatan itu mengembang, jadi volumenya bertambah. Jumlah air yang diambil
resina tergantung pada ion penukar dari resina dan menurun dengan bertambahnya
jumlah ikatan silang. Resina penukaran ion juga mengembang dalam pelarut organik,
tetapi pengembangannya lebih kecil daripada dalam air.
Fase Gerak
Kebanyakan pemisahan kromatografi penukar ion dilakukan dalam media air sebab
sifat ionisasi dari air. Dalam beberapa hal, digunakan pelarut campuran seperti air, alkohol
dan juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak media air, reteni
puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik dan oleh pH fasa gerak.
Kenaikkan kadar garam dalam fasa gerak menurunkan retensi senyawa cuplikan. Hal ini
disebabkan oleh penurunan kemampuan ion cuplikan bersaing dengan ion fasa gerak
untuk gugus penukar ion pada resina.
f) Kromatografi elektroforesis
8
2. Kromatografi Gas ( Gas Chromatography )
Kromatografi gas yang biasa juga disebut dengan Gas Chromatography (GC) adalah
proses pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya dengan menggunakan
gas sebagai fase bergerak yang melewati suatu lapisan serapan (sorben) yang diam.
Teknik instrumental ini dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an.
Gas Liquid Chromatography merupakan salah satu jenis dari kromatografi gas yang mana
fase geraknya menggunakan gas dan fase diamnya menggunakkan zat Cair,
Kromatografi jenis ini digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa organik yang
mudah menguap misalnya, untuk menentukan komposisi kimia dari zat-zat yang tidak
diketahui didalam bensin.
Gas solid Chromatography merupakan salah satu jenis dari kromatografi gas yang mana
fase geraknya menggunakan gas dan fase diamnya menggunakkan zat padat
Kromatografi partisi cair-cair terdiri dari suatu kolom yang berisi zat padat penunjang
halus di mana pada permukaan terdapat pelarut sebagai fase diamnya. Fase kedua yaitu
fase bergerak yang tidak bercampur dengan cairan dari fase diamnya akan mengalir
sepanjang kolom. Komponen-komponen dari campuran akan terpartisi pada kedua fase
akibat adanya perpindahan diantara kedua fase tersebut. Komponen yang terpartisi lebih
banyak pada fase diam akan tertahan lebih lama di dalam kolom dibandingkan komponen
yang lebih banyak terpartisi pada fase gerak.
Kromatografi adsorpsi didasrkan pada retensi zat terlarut oleh adsorpsi permukaan.
Teknik ini berguna dalam pemisahan senyawa-senyawa nonpolar dan konstituen-
konstituen yang sulit menguap. Pada kromatografi cair-padat, suatu substrat padat
bertindak sebagai fase diam. Pemisahan tergantung pada keteseimbangan yang
terbentuk pada bidang antarmuka diantara butiran-butiran fase diam dan fase cair yang
bergarak serta pada kelarutan relatif zat terlarut pada fase bergaraknya. (Konsep Dasar
Kimia Analitik ,S.M. Khopkar,2008)
9
Berdasarkan teknik yang digunakan kromatografi digolongkan menjadi :
a. Kromatogragfi kolom, apabila komponen yang akan dipisahkan bergarak bersama
fase gerak melalui sebuah kolom kemudian setiap komponen terpisahkan berupa
zona-zona pita.
b. Kromatografi planar ( kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas)
Apabila komponen yang akan dipisahkan bergerak bersama fase gerak dalam
sebuah bidang datar. Senyawa yang bergerak berupa noda (spot) yang dapat
dikenali dengan bantuan metode fisika dan kimia. Posisi noda menunjukan
identitas suatu senyawa atau komponen, sedangkan besar atau intensitasnya
menunjukan konsentrasinya. (Sayfa, A., 2013)
B. Kromatografi Kertas
10
kertas dilakukan dengan cara membandingkan harga relative response factor (Rf). Nilai
Rf identik dengan time retention (tR) atau volume retention (VR).
Sistem ini akan terserap oleh kertas dan sebagai akibat dari gaya kapiler akan
merambat sepanjang kertas tersebut. Rambatan ini dapat diusahakan dalam modus naik
atau menurun. Selama proses pemisahan dilakukan, sistem secara keseluruhannya
disimpan dalam tempat tertutup, ruang didalamnya telah jenuh dengan uap sistem pelarut
ini.
Beberapa teknik elusi yang biasa digunakan dalam kromatografi kertas yaitu
- Metode Penaikan (Ascending)
11
Gambar 3 Metode Ascending
Alat yang pokok berupa bejana yang terbuat dari gelas, platina atau logam anti
karat serta bertutup untuk mencegah penguapan dari pelarut. Kertas digantung
dalam bejana dengan ujung di mana aliran mulai bergerak dicelupkan dalam
palung kaca yang berisi pelarut. Pertama kali fase gerak mengalir oleh gaya
kapiler, setelah melewati batang gelas maka aliranya disebabkan oleh gaya
gravitasi. kebalikan dari teknik ascending. Eluen dialirkan dari tepi kertas bagian
atas dimana sampel diaplikasikan. Eluen akan bergerak mengalir (meresap) ke
bawah melalui kertas atau bahan penyangga secara perlahan-lahan sampai batas
yang dikehendaki. Agar kertas tidak lepas maka diberi penahan dari batang gelas.
Jika dibanding dengan teknik ascending, maka teknik descending lebih cepat
12
elusinya oleh karena faktor gravitasi berpengaruh pada kecepatan aliran eluen dan
gerakan komponen yang memisah.
Ada satu hal yang perlu mendapat perhatian pada teknik descending, yaitu
cara mengalirkan eluen dan atas ke bawah. ini dapat ditempuh dengan
menghubungkan kertas atau lapis tipis dengan kertas saring yang dicelupkan pada
tangki atau bejana penyedia eluen.Pada kromatografi kertas lebih banyak
digunakan sistem menurun sehingga lebih cepat perambatannya. Keuntungan
yang lain, lembaran kertas yang digunakan lebih panjang sehingga dapat
dipisahkan campuran yang lebih kompleks. Pemisahan yang terjadi berdasar atas
peristiwa partisi, karena fase gerak yang digunakan adalah pelarut organik yang
semi polar. Dan umumnya pelarut yang digunakan mengandung air sehingga air
akan mudah terikat oleh selulosa, dan selulosa dapat mengembang menyerap air,
maka air akan berfungsi sebagai fase diam.
Metode ini sangat berbeda dari sebelumnya. Biasanya kertas dibentuk bulat
yang tengahnya diberi sumbu dari benang atau gulungan kertas. Noda ditempatkan
pada pusat kertas kemudian pelarut akan naik melalaui sumbu sehingga
membasahi kertas untuk kemudian mengembang melingkar membawa komponan
yang di pisahkan.
Teknik pengembangan
13
Gambar 6 Teknik pengembangan
metode satu arah (one way direction) dan metode dua arah (two ways direction).
Pada metoda satu arah, kertas atau lapis tipis dikembangkan melalui satu sisinya di
mana sampel dimuatkan. Pada metoda dua arah, kertas atau lapis tipis yang telah
dikembangkan, dilakukan pengembangan sekali lagi melalui tepi siku-siku kertas atau
lapis tipis. Pengembangan dikerjakan di dalam suatu tangki atau bejana dan kaca sepaya
tampak dan luar, dan ditutup sehingga ruang di dalam tangki akan jenuh dengan uap
eluen. Kejenuhan ruangan termasuk faktor keberhasilan pemisahan.
Bila permukaan pelarut telah mengembang atau bergerak pada batas tertentu,
maka kertas dikeluarkan dari bejana dan batas permukaan pelarut diberi tanda lalu
dikeringkan. Jika senyawa yang dipisahkan berwarna akan nampak sebagai noda-noda
yang terpisah. Tetapi jika komponen zat tidak berwarna (umumnya senyawa organik),
maka dapat dideteksi dengan cara fisika atau kimia. Pada cara fisika noda komponen
disinari lampu ultraviolet dengan panjang gelombang 254-370 nm yang akan memberikan
fluorescensi. Secara kimia noda disemprot dengan pereaksi tertentu, sehingga
memberikan warna spesifik. Biasanya untuk mendeteksi asam-asam amino digunakan
pereaksi ninhidrin 0,1% dalam butanol. Warna akan nampak merah-ungu sekitar 4 menit
setelah dipanaskan 1000C.
Setelah letak noda komponen diketahui dan diberi tanda batas, harga Rf
(retardation faktor) dapat dihtung.
jarak yang ditempuh komponen
Rf =
jarak yang ditempuh pelarut
Nilai Rf bersifat karakteristik dan menunjukan identitas masing-masing komponen.
Komponen yang paling mudah larut dalam pelarut harganya akan mendekati satu.
Sedangkan komponen yang kelarutannya rendah akan mempunyai Rf hampir nol. Harga
Rf dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, pelarut, kertas, sifat campuran, dan
ukuran bejana. Nilai Rf dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif dari senyawa yang
tidak diketahui dengan membandingkan terhadap senyawa standar. Bila harga Rf-nya
sama, berarti kedua senyawa tersebut identik. Sedangkan untuk analisa kuantitatif,
komponen-komponen yang terpisah dapat dipotong-potong kemudian dilarutkan secara
terpisah dalam pelarut yang sesuai untuk ditetapkan kadarnya dengan metode lain,
misalnya spektrofotometri. (Pusat Pengembangan Pendidikan dan Aktivitas Instruksional
ITS)
14
Gambar 7 Struktur Kertas (Nadya,2009)
Kertas dibuat dari serat selulosa. Selulosa merupakan polimer dari gula
sederhana, yaitu glukosa. Sangat menarik untuk mencoba untuk menjelaskan
kromatografi kertas dalam kerangka bahwa senyawa-senyawa berbeda diserap pada
tingkatan yang berbeda pada permukaan kertas. Kompleksitas timbul karena serat-serat
selulosa beratraksi dengan uap air dari atmosfer sebagaimana halnya air yang timbul
pada saat pembuatan kertas. Oleh karenanya, anda dapat berpikir yakni kertas sebagai
serat-serat selulosa dengan lapisan yang sangat tipis dari molekul-molekul air yang
berikatan pada permukaan. Interaksi ini dengan air merupakan efek yang sangat penting
selama pengerjaan kromatografi kertas.( Nadya.2009).
Kerapatan dan ketebalan kertas akan berpengaruh pada kecepatan aliran eluen,
sehingga juga akan berpengaruh pada kesempurnaan pemisahan komponen-komponen.
Gerakan dan pemisahan komponen juga tergantung pada jenis pelarut (eluen) yang
diguriakan. . Eluen dapat terdiri atas satu macam pelarut atau campuran dan dua atau
15
lebih pelarut, tetapi makin banyak campuran pelarut akan sulit menjenuhkan lingkungan
pelat. Juga perlu diingat bahwa campuran pelarut harus saling tidak melarutkan atau
bersifat immisibel, tetapi sampel harus mempunyai kelarutan yang tinggi pada eluen.
Eluen yang mudah menguap dan tidak meninggalkan noda pada kertas pada umumnya
lebih baik digunakan.
Jika anda mempunyai air sebagai fase diam, tidak akan sangat berbeda makna
antara jumlah waktu substansi menghabiskan waktu dalam campuran dalam bentuk
lainnya. Seluruh substansi seharusnya setimbang kelarutannya (terlarut setimbang)
dalam keduanya. Namun, kromatogram pertama yang telah anda buat mungkin
merupakan tinta menggunakan air sebagai pelarut. Jika air bertindak sebagai fase gerak
selayaknya menjadi fase diam, akan terdapat perbedaan mekanisme pada mekanisme
kerja dan harus setimbang untuk pelarut-pelarut polar seperti alkohol, misalnya. Partisi
hanya dapat terjadi antara pelarut yang tidak bercampur satu dengan lainnya. Pelarut-
pelarut polar seperti alkohol rendah bercampur dengan air.
1) Pelarut
Disebabkan pentingnya koefesien partisi, maka perubahan-perubahan yang
sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan-perubahan
harga Rf
2) Suhu
Perubahan dalam suhu merubah koefesien partisi dan juga kecepatan aliran
16
Volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari atmosfer jadi mempengaruhi
kecepatan penguapan dari komponen-komponen pelarut dari kertas. Jika bejana
besar digunakan, ada tendensi perambatan lebih lama, seperti perubahan-
perubahan komposisi pelarut sepanjang keras, maka koefesien partisi akan
berubah juga. Dua faktor yaitu penguapan dan komposisi mempengaruhi harga
Rf.
4) Kertas
Pengaruh utama kertas pada harga-harga Rf timbul dari perubahan ion dan
serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas-kertas mempengaruhi
kecepatan aliran , ia akan juga mempengaruhi pada keseimbangan partisi.
(Nadya,2009)
Dari tahun 1903 kromatigrafi kertas sudah mulai digunakan untuk memisahkan
senyawa-senyawa berwarna, namun pada saat ini kebanyakan pemisahan secara
kromatografi diperuntukan juga untuk senyawa-senyawa yang tak berwarna, termasuk
gas. Aplikasi teknik pemisahan kromatografi kertas dalam kehidupan sehari-hari adalah :
17
Cara kerjanya adalah pertama-tama uang logam warna kuning dan putih
dicuci dan disikat, kemudian ditambahkan dengan HCl pekat sebagai pelarut
pemisah komponen uang logam. Selanjutnya cuplikan dari tetesan tersebut
ditotolkan di kertas kromatografi bersama dengan cuplikan HCl pekat, cuplikan
CuSO4, dan cuplikan NiSO4. Fase diam pada percobaan ini adalah lapisan pelarut
yang teradsorbsi pada permukaan kertas berupa kertas kromatografi dan fase
geraknya adalah bagian dari pelarut yang berfungsi menggerakkan eluen berupa
campuran n-butanol, asam asetat glasial, dan air (untuk uang logam putih) dan
campuran n-butanol, etanol, dan amoniak 2M (untuk uang logam kuning). Pada
percobaan ini, kromatografi kertas dilakukan secara ascending diamana pelarut
yang terdapat dibawah akan bergerak keatas pada kertas yang tercelup di
dalamnya. Penjenuhan dengan uap pelarut bertujuan untuk mempercepat
terjadinya elusi atau pergerakan komponen-komponen sampel pada media kertas
kromatografi.
Maka hasil akhirnya adalah untuk uang logam warna kuning cuplikan dari
uang logam tersebut memiliki nilai Rf yang hampir sama dengan cuplikan CuSO4
sehingga dapat disimpulkan bahwa logam tersebut bahan penyusunnya adalah
tembaga. Sedangkan untuk uang logam putih tidak memiliki nilai R f yang sama
dengan CuSO4 maupun dengan NiSO4. Karena memang logam putih ini terbuat
dari aluminium maka tidak terdeteksi pada percobaan ini.
1. Menguji apakah bahan pewarna yang digunakan dalam makanan aman atu
tidak untuk dikonsumsi.
18
dengan dikromat menghasilkan warna merah dan Pb (II) dengan KI menghasilkan
warna kuning. Setelah warna tampak, jarak perpindahan dari tiap komponen diukur
dan dihitung nilai Rf. Dari data yang telah diperoleh kita gunakan asam oksalat sebagai
pelarut. Dan diperoleh masing- masing untuk kelarutan cuplikan A dan B, serta logam
Ag dan Pb.
Dalam bidang clinical (klinik), teknik ini sangat bermanfaat terutama dalam
menginvestigasi fluida badan seperti air liur. Dari air liur seorang pasien, dokter
dapat mengetahui jenis penyakit yang sedang diderita pasien tersebut. Seorang
perokok dapat diketahui apakah dia termasuk perokok berat atau ringan hanya
dengan mengetahui konsentrasi CN- (sianida) dari sampel air liurnya. Demikian
halnya air kencing, darah dan fluida badan lainnya bisa memberikan data yang
akurat dan cepat sehingga keberadaan suatu penyakit dalam tubuh manusia dapat
dideteksi secara dini dan cepat. Sekarang ini, deteksi senyawa oksalat dalam air
kencing menjadi sangat penting terutama bagi pasien kidney stones (batu ginjal).
Banyak metode analisis seperti spektrofotometri, manganometri, atau lainnya, akan
tetapi semuanya membutuhkan kerja ekstra dan waktu yang cukup lama untuk
mendapatkan hasil analisis dibandingkan dengan teknik kromatografi. Dengan
alasan-alasan inilah, kromatografi kemudian menjadi pilihan utama dalam
membantu mengatasi permasalahan dalam dunia bioteknologi, farmasi, klinik dan
kehidupan manusia secara umum.
19
hal yang sangat penting dalam menganalisis berbagai bahan-bahan kimia yang
terkandung dalam bahan peledak. Hal ini didorong karena dengan semakin cepat
diketahuinya bahan-bahan dasar apa saja bahan peledak, maka akan makin
mempercepat diambilnya tindakan oleh bagian keamanan untuk mengatasi daerah-
daerah yang terkena ledakan serta antisipasi meluasnya efek radiasi yang
kemungkinan akan mengena tubuh manusia di sekitar lokasi ledakan. Lebih jauh
lagi, efek negatifnya terhadap lingkungan juga bisa segera diketahui. Pada
dasarnya setiap bahan peledak, baru akan meledak jika terjadi benturan, gesekan,
getaran atau adanya perubahan suhu yang meningkat. Dengan terjadinya hal-hal
seperti ini, memberikan peluang bahan peledak tersebut berubah manjadi zat lain
yang lebih stabil yang diikuti dengan tekanan yang tinggi, yang bisa menghasilkan
ledakan dahsyat atau bahkan munculnya percikan api.
Ada banyak bahan kimia yang biasa digunakan dalam bahan peledak, baik
bahan peledak yang kerkekuatan tinggi maupun rendah, beberapa diantaranya
adalah 2,4,6-trinitrotoluene (TNT), siklonit (RDX), tetril, pentaeritritol tetranitrat
(PETN) dan tetritol serta beberapa anion lain seperti perklorat, klorat, klorida, nitrat,
nitrit, sulfate dan tiosianat. Bisa dikatakan bahwa analisis organic ion (ion organik)
dan inorganic ion (ion anorganik) memainkan peranan yang sangat penting pada
saat investigasi lokasi ledakan bom berlangsung. Pendeteksian ion-ion anorganik
misalnya, setelah pengeboman berlangsung, akan memberikan harapan karena
tidak semua material dari bahan peledak tersebut ikut meledak pada saat terjadi
ledakan. Bahan-bahan anorganik seperti klorat, klorida, nitrat, nitrit, sulfate,
tiosianat, dan perklorat adalah bahan-bahan kimia yang biasa digunakan sebagai
oksidator untuk low explosive (bahan peledak berkekuatan rendah).
20
dapat membentuk asam nitrat (HNO3) di udara. Reaksi-rekasi ini mengambil waktu
berjam-jam atau bahkan berhari-hari di udara hingga akhirnya jatuh ke bumi dalam
bentuk hujan asam. Di beberapa negara maju seperti Jepang, Amerika, Eropa,
Kanada, dan beberapa negara lainnya, monitoring udara dan air hujan menjadi
sangat penting tidak hanya untuk memperkirakan efek dari polusi itu tapi yang lebih
penting lagi adalah memonitor progress (perkembangan) control polusi dari global
ecology (ekologi global). Kontrol kondisi air hujan ini menjadi penting karena
beberapa efek yang fatal yang mungkin bisa terjadi, di antaranya jatuhnya hujan
asam dapat meningkatkan keasaman danau, sungai, bendungan yang pada
akhirnya mungin dapat menyebabkan kematian pada kehidupan air. Demikian pula
keasaman pada tanah dapat meningkat dan merembes ke air permukaan tanah
yaitu sumber air minum sehari-hari.
Penutup/Lid
Chamber/ Bejana
Pengembang
Kertas
Batas Penotolan
Sampel
Pelarut
Gambar 8
Kromatografi Kertas Sederhana (Siro, 2012)
Penutup/Lid
21
Chamber/ Bejana
Pengembang
Kertas
Batas Penotolan
Sampel
Pelarut
22
Gambar 11 Proses Analisis pada Kromatografi Kertas (Ardianto, Dian.dkk 2012)
23
Gambar 13 Rumus Rf Kromatografi kertas
(Paramita, 2012)
A. Alat
1. Gelas piala 100 ml
2. pengaduk kaca
3. bejana elusi
4. benang wool bebas lemak
5. kertas kromatografi (Whatmann, No. l)
6. tusuk gigi
7. cawan porselen
B. Bahan
1. sampel makanan agar-agar
2. asam acetat 6 %
3. larutan ammonium 12,5 %
4. trinatrium NetalNe,
5. etil rnetil keton
6. amoniak pekat
7. aceton
8. aquadest.
Preparasi Sampel :
Proses Analisis :
24
(Eluen I)
Etil Netal keton 70 ml
Aceton 30 ml
Aquadest 30 ml
(Eluen II)
Trinatrium citrate 2 gram
Aquadest 95 ml
NH3 5 ml
11. Setelah dilakukan uji kualitatif zat warna dengan Metode Kromatografi
kertas didapat hasil yang akan di jelaskan pada hasil pengamatan.
VII. KENDALA PADA ALAT ATAU SAAT ANALISIS DAN CARA MENGATASINYA
1. Penotolan sampel dilakukan tidak sesuai prosedur (tidak sesuai dengan garis
pinggir)
Pada kromatografi kertas, sebelum noda sampel diteteskan, terlebih
dahulu kertas saring diberi garis dengan menggunakan pensil untuk membuat
jarak antara noda dengan pelarut dibawahnya, dan yang kedua adalah membuat
tanda untuk meneteskan sampel yang berjarak ± 2 cm. Apabila penotolan noda
sampel kurang dari 2 cm atau terlalu dipinggir dapat mengakibatkan perembesan
pada fase gerak (ketika noda sampel mulai melakukan pemisahan karena jenuh).
Apabila penotolan noda sampel lebih dari 2cm atau terlalu ke dalam hingga
melebihi sepertiga dari ukuran kertas yang digunakan, dapat mengganggu ketika
proses pada fase gerak (pemisahan) karena apabila sampel yang terlalu kompleks
proses pemisahanya akan lama dan menghabiskan panjang kertas. Kesalahan
penotolan noda sampel ini juga dapat mengakibatkan ketidakefektifan atau
kesulitan dalam menghitung Rf.
25
Gambar 15 Batas Penotoloan Sampel pada Kromatografi Kertas (Hardian, A. 2010)
26
polar dari gugus-gugus hidroksil sehingga kertas memiliki afinitas besar terhadap
air atau pelarut polar lain dengan membentuk ikatan hidrogen. Selain itu sejumlah
kecil gugus karboksil dalam selulosa dapat menaikkan efek pertukaran ion.
Dengan demikian kertas memiliki pengaruh terhadap kecepatan alir eluen.
Penurunan kerapatan dan kenaikkan ketebalan kertas akan menaikkan kecepatan
alir eluen.
Kertas Whatmann no. 1 termasuk dalam kelompok medium sehingga
memiliki karakter medium flow rate. Kertas yang lebih tebal seperti Whatmann No.
3 atau 3 MM digunakan untuk pemisahan pada jumlah yang lebih besar, karena
dapat menampung cuplikan lebih banyak tanpa menambah area noda awal.
Sedangkan untuk penggunaan umum biasanya digunakan yang medium flow rate.
Untuk memilih kertas, yang menjadi pertimbangan adalah tingkat dan
kesempurnaan pemisahan, difusivitas pembentukan spot, efek tailing,
pembentukan komet serta laju pergerakan pelarut terutama untuk teknik
descending dan juga kertas seharusnya penolak air.
27
Dalam percobaan ini melakukan teknik kromatografi kertas dengan cara 2
dimensi, yaitu menggunakan dua macam larutan eluen yakni eluen pertama berupa
Etil metil keton 70 ml, Aceton 30 ml , dan Aquadest 30 ml sedangkan eluen kedua
adalah campuran Trinatrium citrate 2 gram, Aquadest 95 ml, dan NH3 5 ml
Pewarna yang kami gunakan dalam sampel agar-agar ini adalah pewarna sintesis,
diantaranya :
1. Tartrazin atau Yellow 5 adalah bahan pewarna sintetik yang memberikan warna
kuning pada bahan makanan maupun minuman. Bahan ini juga sering
dikombinasikan dengan Brilliant Blue FCF (suatu bahan pewarna) untuk
memberikan gradasi warna hijau.
2. Eritrozin adalah senyawa sintetis warna cherry-pink. Biasanya digunakan sebagai
pewarna makanan.
3. Sunset Yellow adalah zat pewarna dalam spektrofotometer yang berwarna kuning.
Pewarna ini merupakan pewarna sintetik yang bersifat asam yang mengandung
kelompok kromofor NN dan CC.Sunset Yellow dapat digunakan sebagai pewarna
makanan, kosmetik dan medikasi.
4. Carmiosin adalah zat pewarna yang memberikan warna merah pada makanan
dan minuman.
5. Green S. adalah zat pewarna yang memberikan warna hijau pada makanan dan
minuman. (Marsetyama, 2013)
28
1. Perhitungan Rf untuk pengujian zat warna merah pada sampel Agar-agar
10,44
Rf ( sampel A , eluen I )= =0,87 cm
12
1,32
Rf ( sampel A , eluen II ) = =0,11 cm
12
11,16
Rf ( BakuCarmoisin , eluen I )= =0,93 cm
12
0,96
Rf ( BakuCarmoisin , eluen II )= =0,08 cm
12
9,48
Rf ( Baku Eritrosit , eluen I )= =0,79 cm
12
2,64
Rf ( Baku Eritrosin , eluen II )= =0,22 cm
12
Perhitungan selisih harga untuk pengujian zat warna merah pada sampel Agar-agar
Selisih Harga (Baku Carmiosin Eluen I) = Baku Carmiosin Eluen I – Sampel A Eluen I
= 0,93 – 0,87
= 0,06 cm
Selisih Harga (Baku Carmiosin Eluen II) = Sampel A Eluen II-Baku Carmiosin Eluen II
= 0,11 – 0,08
= 0,03 cm
Selisih Harga (Baku Eritrosit Eluen I) = Sampel A Eluen I - Baku Eritrosit Eluen I
= 0,87 – 0,79
= 0,08 cm
Selisih Harga (Baku Eritrosit Eluen II) = Baku Eritrosit Eluen II - Sampel A Eluen II
= 0,22 – 0,11
29
= 0,09 cm
Rf Selisih Harga
Kode Warna Visual Warna Bercak
Eluen I Eluen II Eluen I Eluen II
Sampel A Merah Merah Ungu 0,87 0,11
Baku Carmoisin Merah Merah Ungu 0,93 0,08 0,06 0,03
Baku Eritrosin Merah Merah 0,79 0,22 0,08 0,09
Tabel 1. Identifikasi Zat Warna Merah pada Sampel (E Susilowati, 2006)
Hasil dari kandungan sampel A mendekati larutan baku Carmoisin baik dari warna
visual, warna bercak serta selisih nilai Rf eluen I dan Rf eluen II. Sedangkan untuk larutan
baku Eritrosin dari segi warna visual serta selisih Rf eluen I dan eluen II memang
menunjukan hasil yang sama dengan sampel A namun untuk warna bercak, larutan baku
eritrosin berwarna merah sementara sampel A berwarna merah ungu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa sampel A mempunyai kandungan pewarna sintetis Carmiosin yang
memberikan warna merah pada sampel Agar-agar.
11,76
Rf ( sampel B , eluen I { hijau }) = =0,98 cm
12
9,24
Rf ( sampel B , eluen II {kuning }) = =0,77 cm
12
9,96
Rf ( sampel B , eluen I { hijau }) = =0,83 cm
12
7,44
Rf ( sampel B , eluen II { kuning } )= =0,62 cm
12
Baku
11,88
Rf ( ¿S , eluen I )= =0,99 cm
12
Baku
9,48
Rf ( ¿S , eluen II ) = =0,79 cm
12
9,72
Rf ( BakuTartrazin , eluen I )= =0,81 cm
12
30
7,68
Rf ( BakuTartrazin , eluen II ) = =0,64 cm
12
Perhitungan selisih harga untuk pengujian zat warna Hijau pada sampel Agar-agar
Selisih Harga (Baku Green S Eluen I) = Baku Green S Eluen I – Sampel B Eluen I
= 0,99 – 0,98
= 0,01 cm
Selisih Harga (Baku Green S Eluen II) = Baku Green S Eluen II – Sampel B Eluen II
= 0,79 – 0,77
= 0,02 cm
Selisih Harga (Baku Tartrazin Eluen I) = Sampel B Eluen I - Baku Tartrazin Eluen I
= 0,83 – 0,81
= 0,02 cm
Selisih Harga (Baku Tartrazin Eluen II) = Baku Tartrazin Eluen II – Sampel B Eluen II
= 0,64 – 0,62
= 0,02 cm
Rf Selisih Harga
Kode Warna Visual Warna Bercak
Eluen I Eluen II Eluen I Eluen II
Sampel B Hijau Hijau 0,98 0,77
Kuning 0,83 0,62
Baku Green S Hijau Hijau 0,99 0,79 0,01 0,02
Baku Tartrazin Kuning Kuning 0,81 0,64 0,02 0,02
Tabel 2. Identifikasi Zat Warna Hijau pada Sampel (E Susilowati, 2006)
31
10,8
Rf ( sampel C , eluen I ) = =0,90 cm
12
3,72
Rf ( sampel C , eluen II )= =0,31cm
12
Baku Sunset
10,56
Rf ( ¿, eluen I ) = =0,88 cm
12
Baku Sunset
4,08
Rf ( ¿, eluen II ) = =0,34 cm
12
Perhitungan selisih harga untuk pengujian zat warna Orange pada sampel Agar-agar
Selisih Harga (Baku Sunset Yellow Eluen I) = Sampel C Eluen I - Baku Sunset Yellow
Eluen I
= 0,90 – 0,88
= 0,02 cm
Selisih Harga (Baku Sunset Yellow Eluen II) = Baku Sunset Yellow Eluen II – Sampel C
Eluen II
= 0,34 – 0,31
= 0,02 cm
Rf Selisih Harga
Warna
Kode Warna Bercak Eluen Eluen II Eluen I Eluen II
Visual
I
Sampel C Oranye Oranye 0,90 0,31
Baku Sunset Oranye Oranye 0,88 0,34 0,02 0,02
Yellow
Tabel 3. Identifikasi Zat Warna Oranye pada Sampel (E Susilowati, 2006)
Hasil dari sampel C mendekati hasil dari baku Sunset Yellow, dari segi warna
visual, warna bercak, serta nilai Rf eluen I dan eluen II menandakan bahwa sampel C
mengandung pewarna sintesis Sunset Yellow yang memberikan warna orange pada
sampel Agar-agar.
32
9,96
Rf ( sam pel D , eluen I ) = =0,83 cm
12
7,92
Rf ( sampel D , eluen II )= =0,66 cm
12
9,72
Rf ( BakuTartrazin , eluen I )= =0,81 cm
12
Baku Sunset
7,86
Rf ( ¿, eluen II ) = =0,64 c m
12
Perhitungan selisih harga untuk pengujian zat warna Kuning pada sampel Agar-agar
Selisih Harga (Baku Tartrazin Eluen I) = Sampel D Eluen I - Baku Tartrazin Eluen I
= 0,83 – 0,81
= 0,02 cm
Selisih Harga (Baku Tartrazin Eluen II) = Sampel D Eluen II – Baku tartrazin Eluen II
= 0,66 – 0,64
= 0,02 cm
Rf Selisih Harga
Warna
Kode Warna BercakEluen Eluen II Eluen I Eluen II
Visual
I
Sampel D Kuning Kuning 0,83 0,66
Baku Tartrazin Kuning Kuning 0,81 0,64 0,02 0,02
Tabel 4. Identifikasi Zat Warna Kuningpada Sampel (E Susilowati, 2006)
Uji zat warna secara kualitatif dengan metode Kromatografi kertas dengan
menggunakan baku warna Carmoisin, Eritrosin, Green S, Tartrazin, Sunset Yellow.
Berdasarkan data tersebut di atas diketahui bahwa zat wama sintetis yang ditambah
pada makanan agar-agar Sampel A Catmoisin, Sampel B Green S dan Tartrazin
Sampel C Sunset Yellow, sampel D Tartrazin. Pewama tersebut merupakan zat wama
33
sintetis yang diijinkan penggunaannya oleh PerMenKes RI No. 722 MenKes/Per/l988
tentang Bahan Tambahan Makanan.
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
pada penelitian tersebut, yaitu :
1. Sampel A mengandung zat warna sintesis merah yaitu Carmoisin, dan Sampel B
mengandung zat warna sintetis hijau dan kuning yaitu Green S dan Tartrazin,
Sampel mengandung zat warna sintetis Orange yaitu Sunset Yellow, dan Sampel D
mengandung zat warna sintetis kuning yaitu Tartrazin.
2. Zat warna yang terkandung dalam sampel A, B, C, D sesuai dengan PerMenKes RI
No. 722/ Menkes/ Per/ 1988 tentang Bahan tambahan Makanan.
34
Daftar Pustaka
Amin, M.(2009). Kromatografi dan Aplikasinya pada Bidang Lain. Retrieved from
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi-
ion/kromatografi-dan-aplikasinya-pada-bidang-lain/.
Day, R.A & Underwood. (1981). Analisa Kimia Kuantitatif (Edisi Keempat). Jakarta:
erlangga.
35
Nadya.(2009).Kromatografi. Retrieved from
https://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/10/kromatografi.pdf.
Niko, H.(2010). Pemisahan Zat Pewarna Tinta Stabilo Menggunakan Kromatografi Kertas
(I). Retrieved from https://hardiananto.wordpress.com/2010/12/12/pemisahan-zat-
pewarna-tinta-stabilo-menggunakan-kromatografi-kertas-i/.
Patnaik, P. (2004). Dean’s Analytical Chemistry Handbook. Second Edition. New York:
McGraw-Hill Comp.
Soebagio, et al. (2002). Kimia Analitik II. Malang: FMIPA universitas negeri Malang.
Susilowati, E.(2006). Identifikasi Zat Warna Sintetis pada Agar-Agar Tidak Bermerk yang
Dijual di Pasar Doro Pekalongan dengan Metode Kromatografi Kertas. Jurnal
Unimus. 26-32
36
Syahrul, I.(2014). Kromatografi Kertas dan KLT. Retrieved from
http://imansyahrul.blogspot.com/2014/06/kromatografi-kertas-dan-klt.html.
37