Anda di halaman 1dari 31

PANDUAN PELAYANAN

HIV-AIDS

RUMAH SAKIT JIWA


PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2019
HALAMAN PENGESAHAN DAN PEMBERLAKUAN
PEDOMAN PELAYANAN
HIV-AIDS
RUMAH SAKIT JIWA PROV. SULAWESI TENGGARA

Jabatan Nama Tanda Tangan


Disiapkan oleh Ketua Komite Mutu
dan Keselamatan
Pasien

Diperiksa oleh Ka. Bidang


Pelayanan Medis

Disahkan oleh Direktur


PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
RUMAH SAKIT JIWA
Jl. Dr. Sutomo No. 29 Kendari Kode Pos 93115
 (0401) 3122470 Fax.(0401) 3122591 E-Mail : rsjsultra@yahoo.com

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JIWA PROV. SULAWESI TENGGARA


NOMOR : ……………………………….
TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN TIM HIV-AIDS

DIREKTUR RUMAH SAKIT JIWA PROV. SULAWESI TENGGARA

Menimbang : a. bahwa dalam upaya untuk melindungi karyawan, keluarga dan


masyarakat serta adanya kebutuhan untuk memaksimalkan cakupan
dan kualitas program dan layanan HIV-AIDS yang komprehensif maka
program Penanggulangan HIV-AIDS menjadi perhatian utama jajaran
pimpinan Rumah Sakit;
b. bahwa deteksi dini infeksi HIV sangat penting menentukan prognosis
perjalanan infeksi HIV dan mengurangi risiko penularan;
c. Bahwa untuk maksud sebagaimana butir a dan b diatas, maka perlu
disusun Pedoman Pelayanan HIV-AIDS yang memudahkan petugas
kesehatan menjalankan tugas penanganan klinis HIV sehubungan
dengan deteksi dini, perawatan, pengobatan dan pencegahan HIV-
AIDS.

Mengingat :1. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular;
2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang
Pedoman Penanggulangan HIV-AIDS dan Penyakit Menular Seksual;
3. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 241/Menkes/SK/IV/X/2006
tentang Standar Pelayanan Laboratorium Kesehatan Pemeriksaan HIV
dan Infeksi Oportunistik;
5. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1278/Menkes/SK/XII/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan
HIV;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 21 tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
RUMAH SAKIT JIWA
Jl. Dr. Sutomo No. 29 Kendari Kode Pos 93115
 (0401) 3122470 Fax.(0401) 3122591 E-Mail : rsjsultra@yahoo.com

8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 87 tahun 2014 tentang Pedoman


Pengobatan Antiretroviral;

MEMUTUSKAN

Menetapkan:
KESATU : Pemberlakuan Pedoman Pelayanan HIV-AIDS RS. Jiwa Prov. Sulawesi
Tenggara
KEDUA : Pedoman Pelayanan HIV-AIDS RS. Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara secara
terinci sebagaimana tercantum dalam keputusan ini.
KETIGA : Surat keputusan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi
minimal 1 tahun sekali
KEEMPAT : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan
dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Kendari
Tanggal :
Direktur RS. Jiwa Prov. Sulawesi
Tenggara

dr. H. Abd. Razak, S.Ked, M.Kes


Pembina Utama Muda, Gol. IV/c
NIP. 19660312 200003 1 002

Tembusan Yth:
1. Tim HIV-AIDS
2. Ka. Bidang Pelayanan Medis
3. Ka. Bidang Penunjang Medis
4. Ka. Bidang Pelayanan Umum
5. Ketua Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
6. Kepala Instalasi di RS. Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara
7. Arsip
Lampiran Peraturan Direktur RUMAH SAKIT JIWA PROV. SULAWESI TENGGARA
Nomor : ………………………
Tentang : Panduan Pelayanan HIV-AIDS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat yang telah di karuniakan kepada kita
sehingga kita dapat menyelesaikan Panduan Pelayanan HIV-AIDS di RS. Jiwa Prov.
Sulawesi Tenggara Panduan ini merupakan acuan dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan
pada pasien yang akan menjalani tes HIV, konseling HIV, dan pengobatan HIV-AIDS di RS.
Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara. Buku pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan mutu
pelayanan di Klinik VCT.
Penyusun menyampaikan terima kasih atas bantuan semua pihak dalam menyelesaikan
Panduan Pelayanan HIV-AIDS. Kami sangat menyadari banyak terdapat kekurangan dalam
dokumen ini. Kekurangan ini secara berkesinambungan terus diperbaiki sesuai dengan
tuntunan dalam pengembangan RS. Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara.

Kendari,

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1


A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Tujuan Pedoman ......................................................................................... 2
C. Ruang Lingkup Pelayananan ...................................................................... 2
D. Batasan Operasional................................................................................... 3
E. Landasan Hukum ........................................................................................ 3
BAB II. STANDAR KETENAGAAN ............................................................................. 4
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia ............................................................... 4
B. Distribusi Ketenagaan ................................................................................. 4
C. Pengaturan Jaga ......................................................................................... 4
BAB III. STANDAR FASILITAS .................................................................................... 5
A. Denah Ruang .............................................................................................. 5
B. Standar Fasilitas ......................................................................................... 5
BAB IV. TATA LAKSANA PELAYANAN...................................................................... 7
BAB V. LOGISTIK ....................................................................................................... 12
BAB VI. KESELAMATAN PASIEN ............................................................................... 13
BAB VII. KESELAMATAN KERJA ................................................................................ 15
BAB VIII. PENGENDALIAN MUTU ................................................................................. 18
BAB IX. PENUTUP ....................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kajian eksternal pengendalian HIV-AIDS sektor kesehatan yang
dilaksanakan pada tahun 2011 menunjukkan kemajuan program dengan
bertambahnya jumlah layanan tes HIV dan layanan perawatan, dukungan
dan pengobatan HIV-AIDS, yang telah terdapat di lebih dari 300 kabupaten/
kota di seluruh provinsi dan secara aktif melaporkan kegiatannya. Namun
dari hasil kajian ini juga menunjukkan bahwa tes HIV masih terlambat
dilakukan, sehingga kebanyakan ODHA yang diketahui statusnya dan masuk
dalam perawatan sudah dalam stadium AIDS.
Diperkirakan terdapat sebanyak 591.823 orang dengan HIV-AIDS
(ODHA) pada tahun 2012, sementara itu sampai dengan bulan Maret 2014
yang ditemukan dan dilaporkan baru sebanyak 134.053 orang. Namun
demikian, jumlah orang yang dites HIV dan penemuan kasus HIV dan AIDS
menunjukkan kecenderungan terjadi peningkatan. Pada tahun 2010
sebanyak 300.000 orang dites HIV dan tahun 2013 sebanyak 1.080.000
orang. Kementerian Kesehatan terus berupaya meningkatkan jumlah layanan
Konseling dan Tes HIV (TKHIV) untuk meningkatkan cakupan tes HIV,
sehingga semakin banyak orang yang mengetahui status HIV nya dan dapat
segera mendapatkan akses layanan lebih lanjut yang dibutuhkan.
Tes HIV sebagai satu-satunya “pintu masuk” untuk akses layanan
pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan harus terus ditingkatkan
baik jumlah maupun kualitasnya. Perluasan jangkauan layanan TKHIV akan
menimbulkan normalisasi HIV di masyarakat. Tes HIV akan menjadi seperti
tes untuk penyakit lainnya. Peningkatan cakupan tes HIV dilakukan dengan
menawarkan tes HIV kepada ibu hamil, pasien IMS, pasien TB dan Hepatitis
B atau C dan pasangan ODHA, serta melakukan tes ulang HIV 6 bulan sekali
pada populasi kunci (pengguna napza suntik, pekerja seks, laki-laki yang
berhubungan seks dengan laki-laki serta pasangan seksualnya dan waria).
Peningkatan cakupan tes dilanjutkan dengan penyediaan akses pada
layanan selanjutnya yang dibutuhkan, dimana salah satunya adalah terapi
ARV. Terapi ARV selain berfungsi sebagai pengobatan, juga berfungsi

1
sebagai pencegahan (treatment as prevention). Setiap RS Rujukan ARV di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus dapat menjamin akses layanan
bagi ODHA yang membutuhkan termasuk pengobatan ARV, sementara
fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat melakukan deteksi dini HIV dan
secara bertahap juga bisa memulai inisiasi terapi ARV. Konseling dan Tes
HIV telah mulai dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2004, yaitu dengan
pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiatif klien atau yang dikenal
dengan Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS). Hingga saat ini pendekatan
tersebut masih dilakukan bagi klien yang ingin mengetahui status HIV nya.
Sejak tahun 2010 mulai dikembangankan Konseling dan Tes HIV dengan
pendekatan Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Layanan
Kesehatan (TIPK). Kedua pendekatan konseling dan tes HIV ini bertujuan
untuk mencapai universal akses, dengan menghilangkan stigma dan
diskriminasi, serta mengurangi missed opportunities pencegahan penularan
infeksi HIV.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Panduan ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelayanan
Konseling dan Tes HIV dalam rangka penegakkan diagnosis HIV-AIDS
untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau peningkatan
kejadian infeksi HIV dan pengobatan lebih dini.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai panduan penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing
HIV-AIDS
b. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumberdaya dan
manajemen yang sesuai.
C. RUANG LINGKUP PELAYANAN
1. Voluntary Counseling and Testing (VCT)
VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan
sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV-AIDS
berkelanjutan. Pelayanan VCT berkualitas bukan hanya membuat orang
mempunyai akses terhadap pelayanan namun juga efektif dalam
pencegahan terhadap HIV. Layanan VCT dapat digunakan untuk
mengubah perilaku berisiko dan memberikan informasi tentang

2
pencegahan HIV-AIDS. Untuk mengurangi stigma dan diskriminassi dari
petugas kesehatan, RS. Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara mengadakan
sosialisasi dantraining tentang pelayanan HIV-AIDS kepada petugas
kesehatan di rumah sakit.
2. Care, Support and Treatment (CST)
Layanan perawatan yang tersedia meliputi konseling dan tes HIV
untuk tujuan skrining dan diagnostik. Terapi antiretroviral (ARV)
merupakan komitmen jangka panjang dan kepatuhan terapi adalah hal
yang paling penting dalam menekan replikasi HIV dan menghindari
terjadinya resistensi. Pasien dianjurkan untuk melakukan konseling ARV.
Konseling ini yang terpenting adalah faktor adheren atau kepatuhan untuk
minum obat. Isi dari konseling ini tentang minum obat tepat waktu, tepat
dosis dan tepat penggunaan obat. Pasien diajarkan membuat pengingat
untuk minum obat misalnya alarm di telepon seluler. Pasien yang terbuka
kepada keluarga tentang statusnya, maka keluarga yang menjadi
Pendamping Minum Obat (PMO) untuk mendukung kepatuhan minum
obat.
3. Infeksi Oportunistik (IO) &Infeksi Menular Seksual (IMS)
Pelayanan IO dan IMS dilakukan oleh spesialis ataupun dokter umum.
Pasien yang membutuhkan terapi ARV akan dirujuk ke fasilitas kesehatan
yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan RI untuk pelayanan ARV.
Pasien selain mendapatkan pengobatan juga akan mendapatkan
dukungan gizi, pelayanan laboratorium dan radiologi.
Pemilihan obat untuk IMS harus sesuai dengan pedoman
penatalaksanaan IMS yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI
tentang kriteria yang digunakan dalam pemilihan obat untuk IMS yaitu
angka kesembuhan yang tinggi, harga murah, toksisitas dan toleransi
yang masih dapat diterima, diberikan dosis tunggal, cara pemberian
peroral dan tidak merupakan kontra indikasi pada ibu hamil atau ibu
menyusui.

3
4. Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT)
Pelayanan PMTCT merupakan salah satu pelayanan tersedia untuk
klien yang berusia produktif, mempunyai istri atau suami. Pelayanan
PMTCT menjadi fokus dari Klinik Kebidanan dan Kandungan dan Klinik
Anak.
5. Pelayanan pada ODHA dengan Faktor Risiko Injection Drug Use
(IDU)
Rumah Sakit Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara bekerja sama dengan
Badan Narkotika Nasional (BNN) Prov. Sulawesi Tenggara dalam
menangani kasus penyalahgunaan NAPZA. Pasien dengan NAPZA yang
menjalani program konseling dengan dokter umum yang telah menjalani
pelatihan dari BNN akan diperiksa status HIV-nya. Pasien ODHA dengan
faktor risiko IDU akan dilaporkan kepada BNN untuk ditangani sesuai
dengan regulasi BNN.
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Pelayanan VCT
Pelayanan VCT meliputi:
a. Penerimaan klien
b. Konseling pra testing HIV-AIDS
c. Konseling pra testing HIV-AIDS dalam keadaan khusus
2. Informed consent
3. Testing HIV dalam VCT
E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang
Pedoman Penanggulangan HIV-AIDS dan Penyakit Menular Seksual.
3. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1278/Menkes/SK/XII/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 21 tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV

4
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 87 tahun 2014 tentang Pedoman
Pengobatan Antiretroviral

5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen yang
paling penting untuk mendukung dan memberikan pelayanan HIV-AIDS yang
berkesinambungan. Pengetahuan dan sikap SDM dalam hal ini adalah
petugas kesehatan akan mempengaruhi keefektifan penyediaan pelayanan
HIV-AIDS. Pelayanan HIV-AIDS membutuhkan tenaga kesehatan yang
berdedikasi dan mempunyai ketrampilan yang memadai.
Adapun petugas pelayanan HIV-AIDS terdiri dari:
1. Dokter Umum
2. Perawat
3. Petugas Laboratorium
4. Farmasi
5. Petugas Administrasi
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi ketenagaan pelayanan HIV-AIDS di RS. Jiwa Prov. Sulawesi
Tenggara adalah sebagai berikut:
1. Dokter umum : 4 orang
2. Perawat : 2 orang
3. Petugas laboratorium : 3 orang
4. Farmasi : 2 orang
5. Petugas Administrasi: 1 orang
C. PELAYANAN HIV / AIDS
Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS harus dilakukan dengan pilihan
pendekatan sesuai kebutuhan :
a. Perawatan berbasis fasilitas pelayanan kesehatan
b. Perawatan rumah berbasis masyarakat (Community Home Based Care)
Untuk pelayanan HIV / AIDS di Rumah Sakit Jiwa Prov. Sulawesi
Tenggara ini merupakan pelayanan perawatan berbasis fasilitas
kesehatan yang merupakan perawatan yang ditujukan kepada orang
terinfeksi HIV dengan infeksi oportunistik sehingga memerlukan
perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan system

6
rujukan.Rumah Sakit Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara sendiri telah bekerja
sama dengan Rumah Sakit Bahteramas Prov. Sulawesi Tenggara
sebagai pusat rujukkan pada pasien penderita HIV /AIDS.

7
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. STANDAR FASILITAS
1. Sarana
a. Papan petunjuk
Papan petunjuk dipasang yang jelas untuk memudahkan akses klien
ke klinik VCT. Juga di depan ruang klinik VCT bertuliskan Pelayanan
VCT/ Klinik VCT
b. Ruang Tunggu
Ruang tunggu berada di depan ruang konseling. Di ruang tunggu
tersedia:
1) Materi KIE: poster, leaflet, brosur yang berisi tentang HIV-AIDS,
IMS, KB,ANC, TB, Hepatitis, Penyalah gunaan Napza, Perilaku
sehat, Nutrisi dan seks yang aman
2) Informasi konseling
3) Kotak saran
4) Tempat sampah
5) Komputer
6) Meja dan kursi
7) Kalender
2. Jam pelayanan HIV-AIDS
Jam pelayanan konseling terintregasi dalam jam pelayanan
kesehatan lainnya, bisa dilakukan pada pagi hari atau sore hari sehingga
dapat mempermudah akses klien yang bekerja atau sekolah. Karena
keterbatasan sumber daya maka konseling dan testing tidak dapat
dilaksanakan setiap hari. Klinik VCT membuka pelayanan setiap hari
Jum’at pukul 08.00 s.d. 11.00 dan pukul 14.00 s.d. 15.00 WIB.
3. Ruang Konseling
Ruang konseling disediakan senyaman mungkin dan terjaga
kerahasiaannya sertaterpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan
sampel darah. Ruang konseling terdapat dua pintu yaitu pintu masuk dan
pintu keluar klien sehingga klien yang selesai konseling dan klien

8
berikutnya yang akan konseling tidak saling bertemu. Ruang Konseling
dilengkapi:
a. 1 meja dan 3 kursi (tempat duduk bagi klien maupun konselor)
b. Buku catatan perjanjian klien dan catatan harian, forrmulir informed
consent,catatan medis klien, buku rujukan, formulir rujukan, kalender
dan ATK
c. Kondom
d. Buku resep gizi seimbang
e. Tisu
f. Air minum
g. Lemari arsip/ lemari dokumen yang dapat dikunci
4. Ruang Pengambilan Sampel Darah
Pelayanan laboratorium pasien HIV-AIDS dilakukan di ruang terpisah
dengan ruang tunggu dan konseling. Pengambilan darah dilakukan
langsung di laboratorium.
5. Prasarana
a. Aliran Listrik
Diperlukan untuk penerangan yang cukup baik, untuk membaca,
menulis sertauntuk pendingin ruangan
b. Air
Diperlukan air mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan
mencuci tanganserta membersihkan alat-alat
c. Sambungan Telepon
Diperlukan terutama untuk komunikasi dengan layanan lain yang
terkait
d. Pembuangan Limbah Padat dan Limbah Cair
Mengacu kepada pedoman kewaspadaan transmisi di pelayanan
kesehatan tentang pengolahan limbah.

9
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. KONSELING PRETESTING
1. Penerimaan Klien
a. Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa nama, sehingga
nama tidak ditanyakan
b. Pastikan klien tepat waktu dan tidak menunggu
c. Buat catatan rekam medic klien dan pastikan setiap klien mempunyai
kodenya sendiri
d. Kartu periksa konseling dengan nomor kode dan ditulis oleh konselor.
Tanggung jawab klien dalam konselor:
1) Bersama konselor mendiskusikan hal-hal terkait tentang HIV
AIDS, perilaku beresiko.
2) Sesudah melaksanakan konseling lanjutan diharapkan dapat
melindungi diri dan keluarganya dari penyebaran infeksi
3) Untuk klien yang dengan HIV positif memberitahu pasangan atau
keluarganya akan status dirinya dan rencana kehidupan lebih
lanjut
B. INFORMED CONSENT
1. Semua Klien sebelum menjalani tes HIV harus Memberikan
Persetujuan Tertulis
Aspek penting dalam persetujuan tertulis adalah:
a. Klien diberi penjelasan tentang resiko dan dampak sebagai akibat
tindakan dan klien menyetujuinya
b. Klien mempunyai kemampuan mengerti/memahami dan menyatakan
persetujuannya
c. Klien tidak dalam terpaksa memberikan persetujuannya
d. Untuk klien yang tidak mampu mengambil keputusan karena
keterbatasan dalam memahami, maka konselor berlaku jujur dan
obyektif dalam menyampaikan informasi
2. Informed Consent pada Anak
Bahwa anak memiliki keterbatasan kemampuan berfikir dan
menimbang ketika dihadapkan dengan HIV-AIDS. Jika mungkin anak

10
didorong untuk menyertakanorang tua atau wali, namun apabila anak
tidak menghendaki, maka layanan VCT disesuaikan dengan kemampuan
anak untuk menerima dan memproses serta memahami informasi hasil
testing HIV AIDS. Dalam melakukan testing HIV pada anak dibutuhkan
persetujuan orang tua/ wali.
3. Batasan Umur untuk Persetujuan
Anak berumur dibawah 17 tahun dana tau belum menikah orang tua/
wali yang menandatanganiinformed consent, jika tidak mempunyai orang
tua/ wali maka kepala institusi, kepalapuskesmas, kepala rumah sakit,
kepala klinik atau siapa yang bertanggungjawab atasdiri anak harus
menandatangani informed consent. Jika anak dibawah umur 17tahun
memerlukan testing HIV maka orangtua atau wali harus mendampingi
secarapenuh.
4. Persetujuan Orang Tua untuk Anak
Orang tua dapat memberikan persetujuan konseling dan testing HIV-
AIDSuntuk anaknya. Namun sebelum meminta persetujuan, konselor
melakukan penilaian akan situasi anak, apakah melakukan tes HIV lebih
baik atau tidak. Jikaorang tua bersikeras ingin mengetahui status anak,
maka konselor melakukankonseling dahulu dan apakan orang tua akan
menempatkan pengetahuan atan statusHIV anak untuk kebaikan atau
merugikan anak. Jika konselor ragu maka bimbinglah anak untuk
didampingi tenaga ahli. Anak senantiasa diberitahu betapa penting
hadirnya seseorang yang bermakna dalam kehidupannya untuk
mengetahui kesehatan dirinya.
C. TESTING HIV DALAM VCT
Prinsip testing HIV adalah terjaga kerahasiaannya. Testing dimaksudkan
untuk menegakkan diagnosis. Penggunaan testing cepat (rapid testing)
memungkinkan klien mendapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan
testing adalah:
1. Menegakkan diagnosis
2. Pengamanan darah donor (skrining)
3. Surveilans
4. Penelitian

11
Petugas laboratorium harus menjaga mutu dan konfidensialitas,
menghindari terjadinya kesalahan baik teknis (technical error), manusia
(human error) dan administratif (administrative error).
Bagi pengambil sampel darah harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Sebelum testing dilakukan harus didahului dengan konseling dan
informed consent
2. Hasil testing diverifikasi oleh dokter patologi klinik
3. Hasil diberikan dalam amplop tertutup
4. Dalam laporan pemeriksaan ditulis kode register
5. Jangan member tanda menyolok terhadap hasil positif atau negatif
6. Meski sampel berasal dari sarana kesehatan yang berbeda tetap
dipastikan telah
7. Mendapat konseling dan menandatangani informed consent
D. KONSELING PASCA TESTING
Kunci utama dalam menyampaikan hasil testing:
1. Periksa ulang seluruh hasil klien dalam rekam medis. Lakukan sebelum
bertemu klien
2. Sampaikan kepada klien secara tatap muka
3. Berhati-hati memanggil klien dari ruang tunggu
4. Seorang konselor tidak diperkenankan menyampaikan hasil tes dengan
cara verbal
5. maupun nonverbal di ruang tunggu
6. Hasil test harus tertulis
Tahapan penatalaksanaan konseling pasca testing
1. Penerimaan klien
a. Memanggil klien dengan kode register
b. Pastikan klien hadir tepat waktu dan usahakan tidak menunggu
c. Ingat akan semua kunci utama dalam penyampaian hasil testing
2. Pedoman penyampaian hasil negatif
a. Periksa kemungkinan terpapar dalam periode jendela
b. Gali lebih lanjut berbagai hambatan untuk seks yang aman
c. Kembali periksa reaksi emosi yang ada
d. Buat rencana tindak lanjut

12
3. Pedoman penyampaian hasil positif
a. Perhatikan komunikasi nonverbal saat klien memasuki ruang
konseling
b. Pastikan klien siap menerima hasil
c. Tekankan kerahasiaan
d. Lakukan penyampaian secara jelas dan langsung
e. Sediakan waktu cukup untuk menyerap informasi tentang hasil
f. Periksa apa yang diketahui klien tentang hasil
g. Dengan tenang bicarakan apa arti hasil pemeriksaan
h. Ventilasikan emosi klien
4. Konfidensialitas
Penjelasan secara rinci pada saat konseling pretes dan persetujuan
dituliskan dan dicantumkan dalam catatan medic. Berbagi konfidensialitas
adalah rahasiadiperluas kepada orang lain, terlebih dahulu dibicarakan
kepada klien. Orang lainyang dimaksud adalah anggota keluarga, orang
yang dicintai, orang yang merawat,teman yang dipercaya atau rujukan
pelayanan lainnya ke pelayanan medic dankeselamatan klien. Selain itu
juga disampaikan jika dibutuhkan untuk kepentingan hukum.
5. VCT dan etik pemberitahuan kepada pasangan
Dalam konteks HIV-AIDS, WHO mendorong pengungkapan status
HIV AIDS.Pengungkapan bersifat sukarela, menghargai otonomi dan
martabat individu yangterinfeksi, pertahankan kerahasiaan sejauh
mungkin menuju kepada hasil yang lebihmenguntungkan individu,
pasangan seksual dan keluarga, membawa keterbukaanlebih besar
kepada masyarakat tentang HIV-AIDS dan memenuhi etik
sehinggamemaksimalkan hubungan baik antara mereka yang terinfeksi
dan tidak.
6. Isu-isu gender
Gender adalah sama pentingnya dengan memusatkan perhatian
terhadappenggunaan kondom, dengan konsistensi tetap bertahan
menggunakan kondom merupakan bentuk perubahan perilaku.

13
E. PELAYANAN DUKUNGAN BERKELANJUTAN
1. Konseling Lanjutan
Salah satu layanan yang ditawarkan kepada klien adalah konseling
lanjutan sebagai bagian layanan VCT apapun hasil testing yang diterima
klien. Namun karena persepsi klien berbeda-beda terhadap hasil testing
maka konseling lanjutan ini sebagai pilihan jika dibutuhkan klien untuk
menyesuaikan diri dengan status HIV.
2. Kelompok Dukungan VCT
Layanan ini dapat ditempat layanan klinik VCT dan di masyarakat.
Konselor atau kelompok ODHA akan membantu klien baik dengan hasil
positif maupun negatif untuk bergabung dalam kelompok ini. Kelompok ini
dapat diikuti oleh pasangan dan keluarga.
3. Pelayanan Penanganan Manajemen Kasus
Tahapan dalam manajemen kasus, adalah identifikasi, penilaian
kebutuhan pengembangan rencana tidak individu, rujukan sesuai
kebutuhan dan tepat serta koordinasi tindak lanjut.
4. Perawatan dan Dukungan
Setelah diagnosis ditegakkan dengan HIV positif maka klien dirujuk
denganpertimbangan akan kebutuhan rawatan dan dukungan.
Kesempatan ini digunakan klien dan klinisi untuk menyusun rencana dan
jadwal pertemuan konseling selanjutnya dimana membutuhkan tindakan
medic lebih lanjut, seperti terapiprofilaksis dan akses ke ART.
5. Layanan Psikiatrik
Banyak pengguna zat psikoaktif saat menerima hasil positif testing
HIV,meskipun sudah dipersiapkan terlebih dahulu, klien dapat mengalami
goncanganyang berat, seperti depresi, panik, kecemasan yang hebat,
agresif bahkan bunuh diri.Bila terjadi hal demikian maka perlu dirujuk ke
fasilitas layanan psikiatrik.
6. Konseling Kepatuhan Berobat
Dibutuhkan waktu untuk memberikan edukasi dan persiapan guna
meningkatkan kepatuhan sebelum dimulai terapi ARV. Sekali dimulai
harus dilakukan monitoring terus menerus yang dinilai oleh dokter, jumlah
obat dan divalidasi dengan daftar pertanyaan kepada pasien. Konseling

14
ini membantu klien mencari jalan keluar dari kesulitan yang mungkin
timbul dari pemberian terapi dan mempengaruhi kepatuhan.
7. Rujukan
Pelayanan VCT bekerja dengan membangun hubungan antara
masyarakat dan rujukan yang sesuai dengan kebutuhannya serta
memastikan rujukan dari masyarakat ke pusat VCT. Sistem rujukan dan
alur:
a. Rujukan klien dalam lingkungan sarana kesehatan.
Jika dokter mencurigai seseorang menderita HIV, maka dokter
merekomendasikan klien dirujuk ke konselor yang ada di rumah sakit.
b. Rujukan antar sarana kesehatan
c. Rujukan klien dari sarana kesehatan ke sarana kesehatan lainnya
Rujukan ini dilakukan secara timbale balik dan berulang sesuai
dengan kebutuhan klien.
d. Rujukan klien dari sarana kesehatan lainnya ke sarana kesehatan
rujukan.
Darisarana kesehatan lainnya kesarana kesehatan dapat berupa
rujukan medis klien,rujukan spesimen, rujukan tindakan medis lanjut
atau spesialistik.

15
BAB V
LOGISTIK

1. Kebutuhan anggaran kegiatan pengendalian HIV-AIDS dari anggaran Rumah


Sakit Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara
2. Pasien dengan pengobatan ARV akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan untuk pelayanan ARV
3. Kebutuhan obat-obatan & peralatan didukung sesuai dengan kemampuan
4. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk program pengendalian
HIV-AIDS dapat didukung dari Dinas Kesehatan Prov. Sulawesi Tenggara

16
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Kewaspadaan merupakan upaya pencegahan infeksi yang mengalami


perjalanan panjang. Mulai dari infeksi nosokomial yang menjadi ancaman bagi
petugas kesehatan danpasien. Seperangkat prosedur dan pedoman yang
dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi pada tenaga kesehatan dan juga
memutus rantai penularan ke pasien. Terutamauntuk mencegah penularan
melalui darah dan cairan tubuh, seperti : HIV, HBV, dan pathogen lainnya.
Prinsip Kewaspadaan Umum dijabarkan dalam 5 kegiatan pokok yaitu:
1. Cuci Tangan untuk Mencegah Infeksi Silang
Cuci tangan dilakukan:
a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi dan bahan
terkontaminasi lain.
b. Segera setelah melepas sarung tangan.
c. Diantara kontak dengan pasien
d. Tidak direkomendasikan mencuci tangan saat masih memakai sarung
tangan
e. Cuci tangan 6 langkah.
f. Prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi
g. Antiseptik dan air mengalir atau handrub
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)/ Perorangan (APP)
a. Sarung Tangan
b. Pelindung Muka
c. Masker
d. Kaca Mata/goggle
e. Gaun/Jubah/Apron
f. Pelindung Kaki
3. Pengelolaan Alat Kesehatan Bekas Pakai (Dekontaminasi, Sterilisasi,
Disinfeksi)
a. Dekontaminasi: suatu proses menghilangkan mikroorganisme patogen
dan kotorandari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan alkes
bekas pakai

17
b. Pencucian: proses secara fisik untuk menghilangkan kotoran terutama
bekas darah,cairan tubuh dan benda asing lainnya seperti debu, kotoran
yang menempel di kulitatau alat kesehatan
c. Disinfeksi: suatu proses untuk menghilangan sebagian mikroorganisme
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi = DTT
1) Suatu proses untuk menghilangan mikroorganisme dari alat
kesehatan kecualibeberapa endospora bakteri
2) Alternatif penanganan alkes apabila tdk tersedia sterilisator atau tidak
mungkindilaksanakan.
3) Dapat membunuh Mikroorganisme (HBV, HIV), namun tdk
membunuhendospora dengan sempurna seperti tetanus.
e. Sterilisasi.
Suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme termasuk
endosporabakteri dari alat kesehatan. Cara yang paling aman utk
pengolaan alkes yang berhubungan langsung dgn darah.
4. Pengelolaan Jarum & Alat Tajam
Pengelolaan jarum dan alat tajam ditempatkan pada wadah yang terpisah
dengan limbah lain untuk mempermudah pengelolaan.
5. Pengelolaan Limbah & Sanitasi Ruangan
Pemilihan cara pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan:
a. Limbah Cair
b. Sampah Medis
c. Sampah Rumah Tangga
d. Insinerasi
e. Penguburan
f. Disinfeksi permukaan
6. Penanganan Linen
a. Kereta dorong bersih & kotor dipisahkan
b. Tidak boleh keluar dan masuk pada jalan yang sama
c. Tidak boleh ada perendaman di ruang perawatan
d. Pisahkan dalam kantong berwarna kuning untuk linen yang
terkontaminasi dengandarah atau kontaminan lain.

18
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

1. Perlindungan Diri-Profilaksis Pasca Pajanan HIV (PPP)


Profilaksis Pasca Pajanan HIV merupakan adalah tindakan pencegahan
terhadap petugas kesehatan yang tertular HIV akibat tertusuk jarum,
tercemar darah daripenderita atau mayat penderita HIV. Paparan cairan
infeksius tidak saja membawa virus HIV tetapi juga virus hepatitis (HBV atau
HCV). Perlukaan perkutaneus merupakan kecelakaan kerja tersering dan
biasanya disebabkan oleh jarum yang berlubang (hollow-bore-needle).
2. Faktor Yang Mempengaruhi
a. Jumlah dan jenis cairan yang mengenai.
b. Kedalaman tusukan/luka.
c. Tempat perlukaan/paparan.
3. Indikasi Pemberian PPP
a. Tertusuk/ luka superfisial yang merusak kulit oleh jarum solid yang telah
terpaparsumber dengan HIV (+) asimptomatik.Membran mukosa terpapar
oleh darahterinfeksi HIV dalam jumlah banyak, dari sumber HIV (+)
asimptomatik (tergantung daribanyak tidaknya volume dan tetesan).
b. Membran mukosa terpapar darah yang terinfeksi HIV (+) dalam jumlah
sedikit, darisumber dengan HIV (+) simptomatik.
c. Terpapar dengan orang HIV (+) asimptomatik lewat tusukan yang dalam
jarumberlubang yang berukuran besar.
d. Luka tusukan jarum dengan darah yang terlihat di permukaan jarum.
e. Luka tusukan jarum yang telah digunakan untuk mengambil darah arteri
atau venapasien.
f. Luka tusuk dari jenis jarum apapun yang telah digunakan pada sumber
dengan HIV (+) yang simptomatik.
g. Membran mukosa yang terpapar oleh darah yang terinfeksi HIV dalam
jumlah yangbanyak dari sumber HIV (+) yang simptomatik.
h. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai derajat paparan
dari sumberdengan status HIV tidak diketahui tetapi memiliki faktor resiko
HIV.

19
i. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai derajat paparan
dari sumberyang tidak diketahui status HIV dan tidak diketahui faktor
resikonya, namundianggap sebagai sumber HIV (+).
j. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah berapapun dari
sumber yangtidak diketahui status HIV tetapi memiliki faktor risiko HIV.
k. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah berapapun dari
sumber yangtidak diketahui status HIV-nya, namun sumber tersebut
dianggap sebagai sumberHIV (+).
4. Klasifikasi Katagori Paparan(Exposure Category).
Berdasarkan paparan, kadar RNA HIVdan bahan paparan. Terdapat 4
kategori:
a. EC 1:
1. Tempat paparan adalah kulit atau mukosa yang mengalami luka.
2. Bahan paparan jumlahnya sedikit (tetesan darah atau cairan tubuh
yangberdarah.
3. Waktu paparan cepat (tidak lama).
b. EC 2: seperti EC-1, tetapi jumlah bahan paparan lebih banyak dan waktu
paparanlebih lama.
c. EC2: paparan perkutaneus, luka superficial dengan jarum kecil.
d. EC3: seperti EC2, tetapi lewat jarum besar, tertusuk dalam, keluar darah.
5. Penatalaksanaan Pasca Pajanan.
a. Keputusan pemberian ARV harus segera diambil dan ARV diberikan < 4
jam setelahpaparan.
b. Penanganan luka.
c. Beri informed consent.
d. Lakukan test HIV.
e. Pemberian ARV profilaksis.
f. Penanganan tempat paparan/luka harus segera
g. Luka tusuk dibilas menggunakan air mengalir dan sabun/antiseptic.
h. Pajanan mukosa mulut: ludahkan dan berkumur.
i. Pajanan mukosa mata : irigasi dg air atau cairan fisiolofis
j. Pajanan mukosa hidung : hembuskan keluar dan bersihkan dengan air
k. Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan.

20
6. Disinfeksi
Disinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu :
a. Betadine (povidone iodine 2.5%) selama 5mnt
b. Alkohol 70% selama 3 menit.
Catatan:
a. Chlorhexidine cetrimide bekerja melawan HIV tetapi bukan HBV.
b. Pelaporan terjadinya paparan berupa rincian waktu, tempat, paparan dan
konseling sertamanajemen pasca paparan.
c. Evaluasi dan risiko transmisi.
d. Konseling berupa risiko transmisi, penceganan transmisi sekunder, tidak
boleh hamildsb.
e. Pertimbangan pemakaian terapi profilaksis pasca paparan.
f. Pemantauan (follow up).

21
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Salah satu prinsip yang menggaris bawahi implementasi layanan VCT adalah
layanan berkualitas, guna memastikan klien mendapatkan layanan tepat dan
menarik orang untuk menggunakan layanan. Tujuan pengukuran dari jaminan
kualitas adalah menilai kinerja petugas, kepuasan pelanggan atau klien, dan
menilai ketepatan protocol konseling dan testing yang kesemuanya bertujuan
tersedianya layanan yang terjamin kualitas dan mutu.
1. Konseling dalam VCT
Pelayanan konseling dimulai dengan suasana bersahabat yang dilayani
oleh konselor terlatih. Perangkat untuk menilai kualitas layanan termasuk
mengevaluasi kinerja seluruh staff VCT, penilaian kualitas konseling dengan
menghadirkan supervisor yang menyamar sebagai klien, melakukan
pertemuan berkala dengan para konselor, mengikuti perkembangan
konseling dan HIV AIDS, kotak saran, penilaian oleh petugas jasa, mengukur
seberapa jauh konselor mengikuti aturan protocol dan supervise suportif yang
regular.
Perangkat jaminan mutu konseling dalam VCT:
a. Perangkat rekaman saat konseling dengan klien samara atau klien
sungguhanyangtelah memberikan persetujuan untuk direkam.
Kegiatan ini dapat digunakan untuk melakukan pengamatan, melakukan
ikhtisar sesudah sesi berlangsung (sesi rekam) atau pengamatan
ketrampilan konselor melalui klien samara (tak diketahui konselor) untuk
mendapatkan ketepatan pengamatan.
b. Formulir kepuasan pelanggan.
Nomor dan nama klien dicatat. Formulir dimasukkan ke kotak yang aman
dan terkunci. Semua komentar dikumpulkan dan dinilai pada pertemuan
dengan seluruh petugas. Klien yang tidak dapat menulis/mambaca dapat
dibantu relawan. Petugas yang bekerja pada institusi tidak diperkenankan
membantu pengisian. Baca terlebih dahulu petunjuk dan isi dari formulir,
kemudian baru diisi. Klien sama sekali tidakboleh dipengaruhi
pendapatnya, administrasi memastikan apakah jawaban kliensudah
lengkap dan benar sesuai petunjuk.

22
c. Syarat minimal layanan VCT.
Penilaian internal atau eksternal dapat menggunakan daftar sederhana
apakah pelayanan VCT memenuhi persyaratan standar minimal yang
ditentukan Kementerian Kesehatan dan WHO.
2. Testing pada VCT
Perangkat jaminan testing mutu dalam VCT:
a. Supervisi laboratorium
Untuk melakukan supervisi atas proses pemeriksaan laboratorium, harus
dilakukan olehteknisi laboratorium senior yang mahir dan telah dilatih
penanganan pemeriksaan laboratorium HIV:
1) Pengamatan akan proses kerja sampel, sesuaikan dengan SPO yang
telah ditetapkan.
2) Periksa dan dukung proses dan kualitas pemeriksaan sampel.
3) Periksa pencatatan dan pelaporan hasil testing HIV
4) Periksa cara penyimpanan semua peralatan dan reagen
5) Pastikan jaminan kualitas pada pusat jaminan kualitas.
6) Lakukan penilaian akan peralatan kerja dalam menjalankan fungsi
pemeriksaancukup baik, perlu perbaikan atau rusak dan perlu
penggantian.
7) Gunakan ceklis pemeriksaan
8) Nilailah kemampuan para personil
9) Pastikan adanya rujukan pasca pajanan.

23
BAB IX
PENUTUP

Klinik VCT merupakan pelayanan baru di RS. Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara
sehingga masih memerlukan dukungan dari semua pihak. Tim HIV-AIDS sudah
terbentuk, namun dalam melaksanakan kegiatannya masih mengalami banyak
kendala dikarenakan saat terbentuk Tim HIV-AIDS belum ada anggota tim yang
telah mendapatkan pelatihan penanganan kasus HIV-AIDS. Sosialisasi kegiatan
Tim HIV-AIDS masih perlu digalakkan baik internal maupun eksternal rumah
sakit. Tim HIV-AIDS RS. Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara belum memberikan
pelayanan terapi HIV-AIDS menggunakan ARV dikarenakan RS. Jiwa Prov.
Sulawesi Tenggara bukan rumah sakit yang ditunjuk Kementerian Kesehatan RI
untuk memberikan pelayanan ARV. Pasien yang membutuhkan terapi ARV akan
dirujuk ke rumah sakit yang bekerja sama dengan RS. Jiwa Prov. Sulawesi
Tenggara.

24

Anda mungkin juga menyukai