PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Amilase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis pati menjadi gula‐ gula
sederhana. Amilase mengubah karbohidrat yang merupakan polisakarida menjadi maltosa (alfa
dan beta) ataupun glukosa (gluko amilase). Amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti
tanaman, binatang dan mikroorganisme. saat ini sejumlah enzim amilase telah diproduksi secara
komersial. Penggunaan mikroba dianggap lebih prosepektif karena mudah tumbuh, cepat
menghasilkan dan kondisi lingkungan dapat dikendalikan. Produksi enzim amilase dapat
menggunakan berbagai sumber karbon. Contoh‐ contoh sumber karbon molase, tepung jagung,
tepung tapioka, dan sebagainya. Dalam produksi enzim amilase dengan menggunakan mikroba,
pengendalian terhadap faktor lingkungan adalah sangat penting karena dalam produksinya,
mikroba dipengaruhi berbagai hal, seperti suhu dan lama inkubasi, pH awal, jumlah inokulum dan
faktor yang berpengaruh lainnya yang dapat diperoleh melalui eksperimen. Jenis mikroba juga
berpengaruh terhadap jumalh enzim yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk menghasilkan produk
enzim amilase dengan kualitas dan kuantitas yang memuaskan perlu dilakukan optimasi kondisi
dan karakterisasi dari bakteri yang digunakan (Bernfeld, 1955).
Ada beberapa mikroba penghasil amilase. Bakteri merupakan salah satu kelompok
mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim amilase. Diantara jenis bakteri tersebut ada yang
bersifat termofilik (Indrajaya et al., 2003). Produksi amilase dengan menggunakan bakteri termofil
mempunyai kelebihan yang salah satunya dapat menurunkan risiko kontaminasi (Santos & Meire,
2003). Mikroba penghasil enzim amylase umumnya dari keluarga Bacillus, Pseudomonas, dan
Clostridium, contohnya: Bacillus licheniformis, Bacillus stearathermopillus.
3
2.2.2 Jamur Penghasil Enzim Amilase
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Sub Divisio : Pezizomycotina
Class : Sordariomycetes
Sub Class : Sordariomycetidae
Ordo : Sordariales
Famili : Sordariaceae
Genus : Neurospora
Species : Neurospora sitophila
Neurospora sithophila dikenal sebagai jamur oncom, dikarenakan jamur ini adalah jamur
yang tumbuh di bungkil kacang ampas tahu yang di fermentasi yang dinamakan oncom. Kosugiet
al., 1997). Olivia et al., (1998) melaporkan bahwa fungi Neurospora sithophila merupakan
penghasil amilase. Metode untuk memproduksi amylase secara murah perlu dikembangkan. Salah
satu metode yang dinilai memiliki peluang yang baik untuk dikembangkan adalah dengan cara
fermentasi menggunakan fungi asli Indonesia yaitu Neurospora sithophila. Jenis jamur ini
(Neurospora sitophila) di Jawa Barat mudah diperoleh dari oncom. Jamur ini dapat pula tumbuh
subur pada tongkol jagung yang telah direbus dan diambil bijinya. Biarkan tongkol jagung itu
selama beberapa hari, agar ditumbuhi Neurospora sitophila dengan konidia yang berwarna jingga.
4
2.3 Pengertian Ketela Pohon
Ketela pohon, ubi kayu, atau singkong (Manihot utilissima) adalah perdu tahunan tropika
dan subtropika dari suku Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil
karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran (Anonim, 2013).
Menurut Prayitno HT. (2008), Tapioka adalah pati yang terdapat dalam umbi kayu, biasa
disebut singkong. Umbi tanpa kulit mempunyai komposisi rata-rata sebagai berikut:
Air : 65%
Pati : 32%
Protein : 1%
Lemak : 0,4%
Serat : 0,8%
Abu : 0,4%
Selain pati, ubi singkong mengandung gula dan sedikit asam sianida dalam kadar rendah.
Asam sianida ini sebagian ada dalam bentuk asam bebas dan sebagian lagi dalam bentuk senyawa
kimia yang akan terbebaskan oleh asam enzim apabila selnya dipecah (Prayitno HT., 2008).
Proses ekstraksi pati dari umbi berawal dari pencucian dan pengupasan umbi. Karena
struktur akar yang khas pada tanaman singkong, pengupasannya dapat dengan mudah
dilaksanakan oleh tenaga wanita dan ini dilakukan pada pabrik kecil. Tahap selanjutnya adalah
pembuatan bubur dari umbi tersebut dengan proses pemarutan. Bubur halus yang diperoleh
diumpankan kepada saringan goyang dan dicuci dengan air. Suspensi pati akan terbawa oleh air
ini, sedangkan buburnya diparut untuk kedua kali. Tahap penyaringan juga diulang dan suspensi
pati dalam air pencuci kedua dicampur dengan suspensi pati yang pertama. Campuran ini disaring
melalui saringan sutra halus atau logam halus (Prayitno HT., 2008).
Menurut Prayitno HT. (2008), Secara garis besar proses pembuatan tapioka yang dilakukan
oleh industri kecil adalah sebagai berikut:
5
1. Pengupasan
Pengupasan dan pencucian ketela dilakukan oleh manusia dengan menggunakan pisau
pengupas kusus ketela, setelah dikupas kemudian dicuci untuk menghilangkan kotoran yang
menempel. Setelah dikupas ketela diparut, pada proses ini kulit yang terbuang 10 % dari berat.
2. Pemarutan
Pemarutan ini dimaksudkan untuk memecah sel-sel umbi ketela sehingga butir-butir pati
akan terlepas. Kandungan pati yang dihasilkan tergantung dari proses pemarutan. Semakin kecil
ukurannya, hasil parutan kandungannya semakin tinggi karena yang pati yang terekstrak semakin
banyak.
3. Pengambilan pati
Pengambilan pati dari ketela yang telah diparut dilakukan dengan cara ektraksi
menggunakan air. Ketela parutan diletakkan diatas saringan kasar yang berbentuk empat persgi
panjang. Pati yang tersuspensi dalam air akan lolos dari saringan dan tepung ditampung dalam
bak. Proses penyaringan dilakukan bila air yang lewat saringan agak jernih dan diperkirakan pati
sudah tersuspensi semua. Kebutuhan air untuk proses ini diperkirakan 3-8 m3 per ton ketela.
4. Pemisahan pati
Pemisahan pati dari air dilakukan dengan cara pengendapan. Pengeringan pati Setelah
waktu pengendapan, cairan diatas endapan dibuang dengan cara pembukaan papan penutup bak
dibuka satu demi satu dengan cara perlahan lahan agar pati di sisi akhir tidak ikut hanyut dalam
air. Endapan pati diambil kemudian di jemur dibawah terik matahari. Penggilingan dan
Penyaringan Pati Terakhir yang sudah kering digiling dan diayak, penggilingan menjadi tepung
halus, dan hanya dilakukan oleh industri menengah / besar.
Fermentasi enzim amilase pada dasarnya adalah suatu cara produksi enzim amilase
menggunakan bantuan aktivitas mikroorganisme. Enzim amilase merupakan enzim ekstra selulas
yang diproduksi, jika dalam media terdapat induser atau substrat pati. Mikroorganisme yang
berperan dalam fermentasi enzim amilase dpat berupa kelompok bakteri kapang dan khamir.
6
Namun yang umu digunakan sebagai mikroba penghasil enzim amilase adalah kelompok kapang
(Mappiratu dkk, 2013).
Pada percobaan ini akan dicoba dilakukan produksi enzim amilase menggunakan inokulum
kapang oncom merah atau Neurospora sitophila. Media yang digunakan adalah limbah cair
tapioka. Limbah cair tapioka mengandung pati terlarut dan beberapa mineral maupun vitamin yang
larut air (Mappiratu dkk, 2013).
7
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
Neraca analitik
Parutan kelapa
Pisau
Baskom
Kain saring
Erlenmeyer 300 mL
Shaker
Sterilisator
3.2 Bahan
Ubi kayu
Kapas
Air
8
dengan kain saring. Filtrat yang diperoleh tampung dalam baskom, sedangkan ampasnya
dibuang.
3. Mendiamkan filtrat yang dihasilkan selama 1 jam, kemudian endapan yang terbentuk
pisahkan dari cairan. Cairan ini merupakan limbah tapioka.
4. Mengambil limbah tapioka sebanyak 100 mL dan memasukkannya ke dalam erlenmeyer
300 mL kemudian menambahkan kapas sebanyak 1 gram. Kemudian menutup erlenmeyer
dengan kapas.
5. Mensterilkan campuran dengan alat sterilisator suhu 120 oC selama 15 menit dan
mendinginkannya.
6. Mulut erlenmeyer disterilkan dengan menggunakan api bunsen. Kemudian menambahkan
inokulum kapang oncom merah bentuk bubuk sebanyak 0,1 % (1 gram untuk 1 liter
media). Kemudian menginkubasi pada inkubator bergoyang agitasi 200 rpm pada suhu
ruang selama 7 hari.
7. Memisahkan cairan dari masa sel, kemudian mengukur volume cairan yang diperoleh.
9
BAB IV
PEMBAHASAN
Fermentasi enzim amilase pada dasarnya adalah suatu cara produksi enzim amilase
menggunakan bantuan aktivitas mikrooeganisme. Enzim amilase merupakan enzim ekstra selulas
yang diproduksi, jika dalam media terdapat induser atau substrat pati.
Dalam percobaan ini akan dibuat enzim amilase melalui proses fermentasi dengan
menggunakan limbah cair tapioka sebagai substrat dan inokulum kapang oncom merah sebagai
fermentor. Limbah cair tapioka ini mengandung pati yang larut yaitu amilosa. Sehingga dapat
digunakan sebagai substrat. Dan yang digunakan sebagai fermentor adalah kapang oncom merah,
karena kapang oncom merah dapat mendegradasi pati dalam limbah sehingga dapat dihasilkan
enzim amilase.
Tahap pertama dalam proses fermentasi adalah proses penyiapan bahan substrat dengan
cara mengambil ubi kayu sebanyak 2 Kg. Digunakan ubi kayu karena dari ubi kayu ini akan
diperolehlah limbah cair tapioka. Kemudian mengupas kulitnya dan memarut dengan parutan
kelapa. Kulitnya dibersihkan karena hanya dibutuhkan dagung ubinya saja dan diparut untuk
memperkecil volumenya sehingga nantinya dapat diambil filtratnya dalam proses pengendapan.
Kemudian memasukkan ubi kayu yang telah diparut kedalam baskom, kemudian mencampurkan
dengan air sebanyak 2,5 liter air, selanjutnya mengaduk-aduknya dan menyaringnya dengan kain
saring. Tujuan dicampurkan air adalah untuk mealurkan ubi kayu tadi yang telah diparut. Dan
diaduk untuk mempercepat laju reaksi sehingga tumbukan antara partikel akan lebih sering terjadi.
Dalam proses pengadukan ini amilosa akan larut dengan air sedangkan amilopektin tidak larut oleh
karenanya yang hanya diambil filtratnya maka dilakukan penyaringan untuk memisahkan
amilopektin yang tidak larut air. Filtrat yang diperoleh ditampung dalam baskom, sedangkan
ampasnya dibuang. Langkah Mendiamkan filtrat yang dihasilkan selama 1 jam, kemudian endapan
yang terbentuk pisahkan dari cairan. Endapan yang terbentuk dipisahkan lagi dari cairan, dan
endapan ini merupakan amilopektin yang lolos dari proses penyaringn. Cairan atau filtrat ini
merupakan limbah tapioka yang merupaka medium fermentasi.
Langkah selanjutnya adalah proses penyiapan medium fermentasi dan dilakukan dengan
cara mengambil limbah tapioka sebanyak 100 mL dan memasukkannya ke dalam erlenmeyer 300
10
mL kemudian menambahkan kapas sebanyak 1 gram. Kemudian menutup erlenmeyer dengan
kapas. Diguanakan kapas adalah karena kapas mengandung serat selulosa yang dapat mengikat
kapang sehingga pada proses pemisahan antara enzim amialse dengan kapang akan lebih mudah
dilakukan. Kapas juga berfungsi sebagai media tumbuh dari kapang nantinya. Ditutup kapas pada
mulut erlenmeyer karena akan dilakukan sterilisasi sehingga uap ketika dilakukan sterilisasi tidak
masuk ke dalam erlenmeyer tersebut.
Langkah selanjutnya adalah proses sterilisasi dengan cara mensterilkan campuran dengan
alat sterilisator suhu 120 o C selama 15 menit dan mendinginkannya. Sterilisasi adalah suatu proses
untuk membunuh semua jasad renik, kuman-kuman atau bakteri yang terdapat pada suatu medium
atau alat, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat
berkembang biak. Sterilisator yang diguanakan adalah Sterilisator basah dengan menggunakan
elemen basah. Sterilisator tipe ini memiliki elemen basah dimana elemen tersebut harus selalu
terkena air, sehingga peletakan komponen elemen tersebut berada di dalam sterilisator. Elemen
basah tersebut akan terendam air dan kemudian terjadilah proses pemanasan air yang akan
menghasilkan uap air.
Langkah selanjutnya adalah proses inokulasi dilakukan dengan cara mensterilkan mulut
erlenmeyer dengan menggunakan api bunsen. Diharapkan agar mikroba tidak dapat masuk.
Kemudian menambahkan inokulum kapang oncom merah bentuk bubuk sebanyak 0,1 % (1 gram
untuk 1 liter media). Kemudian menginkubasi pada inkubator bergoyang agitasi 200 rpm pada
suhu ruang selama 7 hari. Diguanakan pengocokan agar kapang dan substrat dapat bercampur
dengan baik. Selama 7 hari kapang akan berkembang biak dang mengubah substrat sehingga dapat
dihasilkan enzim amilase.
Langkah selanjutnya yaitu hasil fermentasi dipisahkan, dengan cara memisahkan cairan
dari masa sel. Dilakukan pemisahan agar yang diperoleh enzim amilase saja bukan dengan adanya
kapas dan kapang tersebut. Kemudian mengukur volume cairan yang diperoleh dan siperoleh
volumenya sekitar 52 mL.
Kemudian dilakukan uji aktivitas yaitu dengan mencampurkan enzim amilase, pati dan
iodium untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya enzim amilase. Yang ditandai terjadi
perubahan warna larutan yaitu dari ungu menjadi bening dalam hal ini pati dihidrolisis oleh enzim
11
amilase. Namun tidak terjadi perubahan warna setelah satu jam yang diakibatkan karena enzim
yang dihasilkan hanya sedikit sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk proses hidrolisis
terjadi.
12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Fermentasi enzim amilase dapat dilakukan menggunakan limbah cair tapioka dan
dengan menggunakan inokulum kapang oncom merah.
2. Limbah cair tapioka berfungsi sebagai substrat sedangkan inokulum kapang oncom
merah berfungsi sebagai fermentor.
3. Proses fermentasi terdapat 5 tahap yaitu:
· Tahap sterilisasi
· Tahap inokulasi
· Tahap inkubasi
5.2 Saran
Diharapkan agar dalam praktikum pelaksanaan uji aktivitas enzim amilase dapat
dilakukan, agar diketahui seberapa banyak enzim amilase yang terbentuk.
13
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno, H. T. 2008. Pemisahan Padatan Tersuspensi Limbah Cair Tapioka dengan Teknologi
Membran Sebagai Upaya Pemanfaatan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Mappiratu, dan Bakhri, S. 2013. Penuntuk Praktikum Bioteknologi. Jurusan Kimia Fakultas
MIPA Universitas Tadulako. Palu.
Sutrisno, Aji. 2015. Enzim Amilase Pemecah Pati dari Mikroba. FTP Universitas Brawijaya.
Malang.
Kenyamu, Mardalena. 2014. Kajian Waktu Simpan Karoten Kapang Oncom Merah (Neurospora
sp) yang Diproduksi pada Media Tongkol Jagung. FMIPA Universitas Tadulako. Palu.
14