KOLELITIASIS
Oleh :
Sapiah Salampessy
2) Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor predisposisi
terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu
yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam
kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu
empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut. Gangguan kontraksi
kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor
hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan
pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus
meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding
panyebab terbentuknya batu.
3) Klasifikasi
Ada 3 tipe batu Empedu, yaitu:
a. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih
bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam
kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin
atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei. Batu Kolesterol
terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari
kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi,
pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah
pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih
adanya sisa -sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu
sehingga terjadi pengendapan.
Gambar Batu Kolesterol
5) Patofisiologi
a. Batu Pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini adalah
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal
akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim
glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau
tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak
terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan
terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu
tapi ini jarang terjadi.
b. Batu Kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam
pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol
sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).
6) Pathway
Faktor presdiposisi
Kolelitiasis
Tidak larut dalam air Pigmen yang tidak terkonjugasi Kolesterol dan pigmen yang
tidak terkonjugasi
2. Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan
batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang
karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat
kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan
lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan
ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi
kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut
lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru
dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30%
dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
5. Litotripsi Intrakorporeal.
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau doktus
koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound, laser
berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan
langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan dengan cara
irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan kandung
empedu melalui luka insisi atau laparoskopi. Jika kandung empedu tidak di angkat,
sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.
b. Pembedahan
1. Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau
pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif.
Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy :
a) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.
b) Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis
c) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan
dilakukan pada post operasi.
Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy
a) Posisi semi Fowler
b) Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya
c) Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri
2. Kolesistektomi
Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus
diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus kolesistis akut dan
kronis. Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan
menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus
dan getah empedu ke dalam kasa absorben.
3. Minikolesistektomi
Merupakan rposedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik), dilakukan lewat luka
insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilicus. Pada
prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbon
dioksida (pneumoperitoneum) umtuk membantu pemasangan endoskop dan
menolong dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah endoskop serat optic
dipasang melalui luka insisi umbilicus yang kecil. Beberapa luka tusukan atau
insisi kecil tambahan dibuat pada dinding abdomen untuk memasukkan instrumen
bedah lainnya ke dalam bidang operasi.
4. Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke
dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda. Keteter
ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga
mengandung batu, dan umumnya koledokostomi dilakukan bersama-sama
kolesistektomi.
8) Komplikasi
a. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat
oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
b. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran - saluran dari usus kecil setelah saluran- sa luran menjadi
terhalang oleh sebuah batu empedu.
c. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.
Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan
dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga
tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi
bersifat kuratif.
d. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan
jiwa dan membutuhkan kole sistektomi darurat segera.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
a. Identitas Pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, diagnose medis, nomor rumah sakit, dan
tanggal masuk rumah sakit.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pada saat pengkajian biasanya pasien merasakan nyeri padaabdomen kuadran
kanan atas, dan menyebar ke punggung, kolik epigastrium tengah, mual /muntah,
anereksia.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nyeri pada abdomen bagian atas dan dapat menyebar ke punggung / bahu kanan,
nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya muncak dalam 30 menit, dapat mual, muntah.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien pernah menderita kolelitiasis dan sering mengalami serangan kolik
bilier atau kolesis titis akut. Dan dipengaruhi oleh penyakit diabetes, sirosis hati,
pankreatitris, reksi ileum, DM, obesitas.
4. Riwayat Kesahatan Keluarga
Adanya riwayat kehamilan / melahirkan dengan riwayat DM, penyakit informasi
usus, diskrasias darah.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum pasien : biasanya pasien tampak cemas, cepat lelah, otot melemah.
Kesadaran : composmetis
Tanda-tanda vital :
a) Tekanan darah (120/80 mmHg) : Menurun
b) Pernafasan (15-24x/mnt) : Meningkat
c) Nadi (60-100x/mnt) : Meningkat
d) Suhu (36-37oC) : Meningkat
2. Head To Toe
a) Kepala : Kulit kepala bersih, bulat sempurna, tidak ada benjolan atau lesi.
b) Kulit : tidak danya perubahan warna kulit. Kulit dalam keadaan baik.
c) Mata : penglihatan normal.
d) Hidung : adanya pernafasan cuping hidung
e) Mulut : Mukosa bibir kering, lidah dan mulut tampak bersih, tidak ada
perdarahan pada mukosa dan gusi, tidak ada kotoran yang menempel pada sela-
sela gigi.
f) Telinga : simetris antara kanan dan kiri, lubang telinga bersih dan tidak ada
cairan yang keluar, serta pendengaran baik/ tidak tuli.
g) Leher : tidak adanya JVP (Jugularis Vena Pressure)
h) Pemeriksaan paru :
Inspeksi : adanya otot bantu pernafasan (sternokloidomasteodeus dan
trapezius)
Palpasi : ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
Perkusi : hipersonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas wheezing (-), ronki (+)
i) Pemeriksaan jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Denyut apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel.
Perkusi : bunyi jantung redup
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 normal, tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada
murmur.
j) Pemeriksaan abdomen :
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Bising usus normal (5-12x/menit untuk dewasa, 5-30x/menit untuk
anak-anak)
Palpasi : Adanya nyeri tekan pada kuadran kanan atas.
Perkusi : Normal (timpani)
k) Pemeriksaan Genetalia : Terjadi perubahan warna urine dan feses dengan tanda
urine gelap, pekat dan feses warna tanah liat.
l) Pemeriksaan integument : Tampak bersih, tidak terdapat lesi, teraba hangat.
Pemeriksaan Ekstermitas : turgor kulit buruk ( kembali > 2 dtk), kekuatan otot
lemah.
3. Pengkajian pola Gordon
a) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan
perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
b) Pola nutrisi dan metabolic
Adanya penurunan nafsu makan yang akan mempengaruhi asupan nutrisi pada
tubuh yang berakibat adanya penurunan BB dan penurunan massa otot.
c) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan warna urine ataupun
gangguan pada kebiasaan BAB dan BAK.
d) Pola aktivitas dan latihan
Pada Pola aktivitas klien dengan kolelitiasis mengalami kelemahan otot, dan
rasa cepat lelah.
e) Pola istirahat tidur
Gangguan yang terjadi pada pasien salah satunya adalah gangguan pola tidur,
pasien diharuskan untuk istirahat karena untuk mengurangi aktivitas yang
berlebih.
f) Pola persepsi sensori dan kognitif
Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk
mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi (Body Image,
identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).
g) Pola Reproduksi dan Seksual
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan
mengalami perubahan.
h) Pola Mekanisme Koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang
intensif. Tidak percaya diri, menarik diri.
i) Pola nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru
yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu
kebiasaan ibadahnya.
j) Pola Peran dan Hubungan
k) asien bertingkah laku biasa / normal dengan keluarganya sebelum sakit. Saat
sakit pasien terlihat sensitive dan dan pasif.
l) Hubungan dengan masyarakat
Hubungan pasien dengan masyarakat akan terganggu, karena pasien merasa
minder atau menarik diri dari masyarakat.
d. Pemeriksaan penunjang
1. DL : leukositosis sedang (akut)
2. Bilirubin dan aminase serum : meningkat
3. SGOT, SGPT, LDH agak meningkat, alkalin fosfat dan 5 – nuleotidase, ditandai
peningkatan obstruksi bilier.
4. Kadar protombin : menurun
5. Kolesistogram : memgetahui seberapa besar batu pada sistem empedu.
6. Foto polos abdomen : Mengetahui letak batu dan perkiraan besarnya batu.
c. Diagnoasa Keperawatan
a. Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya obstruksi/sumbatan, proses inflamasi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan cepat lelah kelemahan fisik dari anemia
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denganasupan
makanan yang tidak adekuat ; anorexia
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prognosis
pembedahan, tindakan invasif diagnostik.
b. Intra Operasi
Resiko cidera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan trauma prosedur
pembedahan.
c. Post operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan proses pembedahan.
3. Resiko integritas kulit berhubungan dengan posisi baring yang lama
d. Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
Dx. 1
Nyeri akut berhubungan dengan adanya obstruksi/sumbatan, proses inflamasi
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan dalam waktu 2 x 24 jam.
KH :
1. Skala nyeri berkurang 0-3
2. Pasien lebih tenang dan merasa nyaman
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Suhu : 36.5oC - 37.5oC
Nadi : 60-100 x/menit
Respirasi : 16-24x/menit
Tekanan darah : 110/70 - 120/80 mmHg
Intervensi :
1. Lakukan pendekatan kepada klien dan keluarga.
Rasional: Dengan komunikasi yang baik diharapkan klien dan keluarganya akan
lebih kooperatif dalam tindakan perawatan.
2. Jelaskan pada klien tentang sebab akibat terjadinya nyeri dan cara mengatasi nyeri.
Rasional: Diharakan klien mengerti tentang nyeri yang dialaminya dan bagaimana
mengatasinya.
3. Observasi dan catat lokasi nyeri dan karakter nyeri.
Rasional: Dengan mengetahui kualitas dan kuantitas akan dapat mempermudah
dalam melakukan tindakan selanjutnya.
4. Tingkatkan mobilisasi biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional: Mobilisasi pada posisi fowler rendah menurunkanntekanan intra
Abdomen pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah
5. Berikan kompres hangat didaerah nyeri.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri
6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi.
Rasional: Diharapkan dapat menghindari kesalahan dalam pemberian terapi
obat/infus.
Dx II
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan cepat lelah kelemahan fisik dari anemia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien optimal
sesuai tingkat toleransi individu
KH :
1. kebutuhan sehari-hari pasien terpenuhui.
2. Pasien mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan intoleransi
aktivitas
3. Pasien mampu mengidentifikasi metode untuk menurunkan intoleransi aktivitas
4. Tidak terjadi komplikasi sekunder, seperti peningkatan frekuensi pernapasan dan
kelelahan berat setelah 3 menit pasien melakukan aktivita
Intervensi :
1. Kaji perubahan pada sistem saraf pusat dan status kardiorespirasi
Rasional: Identifikasi terhadap kondisi penurunan tingkat kesadaran
2. Pantau respons individu terhadap aktivitas
Rasional: Beberapa pasien kanker rektum lebih banyak berhubungan dengan
kondisi penurunan metabolisme akibat anemia kondisi ini dipertimbangkan dalam
memenuhui aktivitas pasien sehari-hari
3. Tingkat aktivitas secara bertahan
Rasional: Intervensi ini memudahkan pemulihan pada pasien kanker rektum,
pascabedah dan pasien mempunyai toleransi yang membaik
4. Ajarkan pasien mengenai metode penghematan energi untuk aktivitas
Rasional: Metode penghematan energi dapat mengurangi kebutuhan metabolisme
pada pasien kanker rektum dengan anemia
5. Berikan bantuan sesuai tingkat toleransi ( makan, minum, mandi, berpakaian, dan
eleminasi )
Rasional: Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi
6. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas yang pasien
padang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi
Rasional: Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri dan
rasa terkontrol
Dx III
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan
yang tidak adekuat ; anorexia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi
KH :
1. Berat badan klien kembali normal
2. Albumin normal
3. Klien tidak mual/muntah,pucat dan lemas
4. Porsi makan yang diberikan habis
Intervensi
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan
makanan klien.
Rasional: mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan konsumsi
makanan.
2. Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat.
Rasional: Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah
periode anoreksia
3. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.
Rasional: Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
4. Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.
Rasional: Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ control
5. Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional: Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ.
6. Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi.
Rasional: Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
Dx IV
Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang prognosis pembedahan, tindakan invasif
diagnostik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan meningkat
Kriteria Hasil :
1. Klien menyatakan pemahaman mengenai pengobatan.
2. Klien akan berpartisipasi dengan program pengobatan.
Intervensi :
1. Jelaskan tentang proses penatalaksanaan penyakit pasien.
Rasional : menambah pengetahuan klien mengenai penatalaksanaannya
2. Berikan informasi tentang efek dari pembedahan
Rasional : menambah pengetahuan klien mengenai keadaan yang dialaminya
3. Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang masalahnya.
Rasional : untuk menentukan tindakan lebih lanjut
4. Berikan informasi lebih lanjut pada klien dan keluarga mengenai keadaan dirinya.
Rasional : mencegah kecemasan pada klien.
5. Dorong klien untuk menanyakan kedokter selama di rawat di rumah sakit.
Rasional : Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada
penjelasan yang spesifik.
b. Intra Operatif
Resiko cidera b/d pengaturan posisi bedah dan trauma prosedur pembedahan.
Tujuan utama keperawatan intraoperatif adalah menurunkan resiko cedera dan
optimalisasi hasil pembedahan.
Intervensi :
1. Kaji ulang identitas pasien.
Rasional: memeriksa kembali identitas dan kardeks pasien. Lihat kembali lembar
persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai
hasil pemeriksaan diagnostik. Pastikan bahwa alat protase dan barang berharga
telah dilepas dan periksa kembali rencana perawatan praoperatif yang berkaitan
dengan dengan rencana perawatan intraopertif.
2. Siapkan sarana pendukung pembedahan.
Rasional: sarana pendukung seperti kateter urine lengkap, alat penghisap (suction)
lengkap, dan spons dalam kondisi siap pakai dan dapat terhubung dengan alat
endourologi.
3. Siapkan sarana scrub
Rasional: sarana scrub, meliputi cairan antiseptik cuci tangan pada tempatnya,
gaun (terdiri dari daun kedap air dan baju bedah steril), duk penutup, duk
berlubang dalam kondisi lengkap siap pakai.
4. Siapkan instrumen cholesistectomy
Rasional: manajemen instrumen dilakukan perawat instrumen sebelum
pembedahan. Perawat instrumen bertanggung jawab terhadap kelengkapan
instrumen bedah spina dan sebagi antisipasi diperlukan instrumen cadangan dalam
suatu tromol steril yang akan memudahkan pengambilan apabila diperlukan
tambahan instrumen.
5. Siapkan alat hemostatis dan alat cadangan dalam kondisi siap pakai.
Rasional: alat hemostatis merupakan fondasi dari tindakan operasi untuk mencegah
terjadinya perdarahan serius akibat kerusakan pembuluh darah arteri. Perawat
memeriksa kemampuan alat tersebut siap pakai untuk menghindari cedera akibat
perdarahan intraoperasi.
6. Siapkan alat-alat intubasi endrotrakeal.
Rasional: intubasi endotrakeal di gunakan untuk menjaga kepatenan jalan nafas
intraoperatif. Penata anastesi memeriksa kondisi lampu pada laringoskop. Kondisi
selang endotrakeal harus berfungsi optimal sebelum pemasangan dilakukan.
7. Lakukan persiapan meja bedah dan sarana pendukung.
Rasional: meja bedah disesuaikan dengan posisi bedah yang akan dilakukan.
Perawat sirkulasi melakukan pengujian setiap fungsi dari kemampuan meja bedah,
dan mempersiapkan kelengkapan seperti sabuk.
8. Lakukan pemberian induksi anestesi secara intravena.
Rasional: pemberian anestesi intravena biasanya dilakukan oleh penata anestesi
dengan sepengetahuan ahli anestesi. Pemberian induksi dilakukan sebagai suatu
obat intravena pertama dengan tujuan untuk menghambat saraf dan menyebabkan
paralisis sementara pada pita suara pernafasan selama selang endotrakeal
terpasang.
9. Lakukan pemasangan kateter urine
Rasional: kateter foley harus dipasang sebelum pasien diberi posisi. Gunakan
teknik aseptik untuk memasang kateter. Cegah terjadinya tekukan pada kateter
selama proses pemindahan terseut. Periksa kepatenan sistem drainase setelah
pemberian posisi. Catat keluaran urine dan pemasangan kateter.
10. Bantu ahli anastesi dalam pemasangan selang endotrakeal.
Rasional: penata anestesi akan membantu melakukan penekanan pada tulang rawan
krikoid dan menahan konektor saat perasat intubasi endotrakeal dilakukan oleh ahli
bedah
11. Atur posisi endoktrakeal dengan fiksasi opmal
Rasional: untuk menjaga kepatenan jalan nafas selama pengaturan posisi dan saat
intraoperatif.
12. Monitor integritas jalan nafas endotrakeal setelah pengaturan posisi. Pastikan
kondisi endotrakeal dan posisi leher tetap terjaga.
Rasional: peran penata anestesi dalam memonitoring kondisi status respirasi
dengan tetap menjaga kepatenan jalan nafas. Kondisi endotrakeal akan
menentukan status respirasi dan posisi leher yang tetap sejajar dengan kontur
tulang belakang bertujuan untuk menghindari trauma kompresi pada servikal.
13. Lakukan manajemen asepsis intraoperatif
Rasional: manajemen asepsis intraoperti merupakan tanggung jawab perawat
instrumen dengan mempertahankan integritas lapang steril selama pembedahan
dan bertanggung jawab untuk mngkomunikasikan kepada tim bedah setiap
pelanggaran teknik aseptik atau kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
14. Bantu ahli bedah dalam melakukan scrub
Rasional: penatalaksanaan endourologi dilakukan oleh ahli bedah urologi dalam
kondisi scrub. Peran perawat sangat penting untuk menurunkan resiko infeksi
intraoperasi dengan menjaga kesterilan perlengkapan scrub. Perawat sirkulasi
membantu ahli bedah dalam mengenakan gaun, sedangkan perawat asisten
membantu dalam mengenakan sarung tangan.
15. Bantu ahli bedah dalam melakukan insisi
Rasional : Insisi bedah memerlukan penjepit (skapel) dan pisu bedah yang sesuai
dengan area yang akan dilakukan insisi. Perawat instrumen bertanggung jawab
menyerahkan alat insisi dan mempersiapkan kauser listrik yang akan diperlukan
dalam tindakan hemostatis. Asisten pertama berperan membantu menyerap darah
yang keluar saat menjepit pembuluh darah akibat karusakan vesikuler pada area
insisi dengan menggunakan spons dan klem arteri.
16. Rapikan seluruh alat endourologi setelah selesai intervensi
Rasional: perawat merapikan, membersihkan, dan melakukan manajemen alat agar
dapat dengan mudah digunaknan kembali.
17. Rapikan pasien dan lakukan dokumentasi intraoperasi
Rasional: sebelum pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar perawat kamar operasi
merapikan dan membersihkan kondisi pasien. Pencatatan dokumentasi intraoperasi
dilakukan perawat sirkulasi tentang proses yang terjadi selama pembedahan.
c. Post operasi
Dx I
Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
skala nyeri berkurang
KH :
1. Skala nyeri berkurang 0 – 3
2. TTV normal :
Suhu : 36.5oC – 37.5oC
Nadi : 60-100 x/menit
Respirasi : 16-24 x/menit
Tekanan darah : 110/70 - 120/80 mmHg
3. Dapat melaporkan tentang rasa nyeri
4. Pasien nampak rileks
Intervensi
1) Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan rasa nyaman pada
abdomen.
Rasional: Mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi hati. Berikan
antipasmodik dan sedatif seperti yang diresepkan.
2) Kurangi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.
Rasional: Mengurangi iritabilitas traktus gastrointestinal dan nyeri serta gangguan
rasa nyaman pada abdomen.
3) Mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi hati.
Rasional: Memberikan dasar untuk mendeteksi lebih lanjut kemunduran keadaan
pasien dan untuk mengevaluasi intervensi..
Dx II
Resiko infeksi berhubungan dengan proses pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 2x24 jam diharapakan
klien tidak mengalami infeksi.
KH :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Leukosit dalam batas normal
3. Memperlihatkan higene personal yang adekuat
Intervensi:
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
Rasional: mencegah terjadi infeksi nosokomial.
2. Tingkatkan intake nutrisi.
Rasional: Nutrisi yang baik dapat meningkatkan imun
3. Observasi tanda dan gejala infeksi.
Rasional: mengidentifikasi dini infeksi dan mencegah infeksi berlanjut
4. Monitor nilai leukosit.
Rasional: nilai leukosit merupakan indicator adanya infeeksi.
5. Berikan perawatan pada area luka.
Rasional: membantu penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
6. Ajarkan klien dan keluarga cara menghindar infeksi.
Rasional: agar klien dan keluarga dapat secara mandiri menghindari infeksi tanpa
bantuan perawat
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic bila perlu.
Rasional: untuk mencegah terjadi infeksi.
Dx IV
Resiko integritas kulit berhubungan dengan posisi barimg yang lama
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi kerusakan integritas kulit selama perawatan
KH :
1. Tidak ada kemerahan
2. Tugor kulit normal (< 2 detik )
Intervensi :
1. Beri penguat pada balutan awal/pengganti sesuai indikasi dan gunakan teknik
asetik
Rasional: Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi dan mencegah
akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskorasi
2. Tekan areal/insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal selama
batuk/bergerak.
Rasional: Menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan resiko terjadinya
ruptur/dehisens
3. Ingatkan pasien untuk menyentuh, daerah luka
Rasional: Mencegah kontaminasi luka
3. Biarkan terjadi kontak antaraluka denga udara, sesegera mungkin atau tutup
dengan kain kas tipis/bantalan telfa sesuai kebutuhan
Rasional: Membantu mengeringkan luka dan memfasilitasi proses penyembuhan
luka.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah volume 2 edisi 8. Jakarta: EGC
Marilynne, Doengoes dkk. 2000. Rencana Asuhan keperawatan edisi 3.Jakarta: EGC
Price A. Sylvia, lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC
http://agungprasetya140494.blogspot.com/2014/04/askep-pencernaan-kolelitiasis.html