Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga

lansia. Setiap masa yang dilalui merupakan tahap – tahap yang saling

berkaitan dan tidak di ulang kembali. Tiap – tiap apa saja yang di lakukan

pada masa awal perkembangan akan memberikan pengaruh terhadap tahap

perkembangan selanjutnya. Salah satu tahap yang akan di lalui adalah

masa lanjut usia atau lansia. Usia lanjut atau lansia adalah periode terakhir

dalam masa kehidupan seseorang. Pada usia tua, kemampuan tubuh untuk

melakukan proses metabolisme tubuh semakin menurun, imunitas lemah,

dan terjadi degenerasi sel. Akibatnya tubuh semakin rentan terkena

berbagai penyakit. Penyakit yang terjadi pada lansia salah satunya adalah

penyakit stroke. Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan

darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel

otak mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan

atau pecahnya pembuluh darah otak. Stroke ada dua yaitu stroke non

hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada

pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak, terjadi

mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam atau lebih

(Mardjono, 2016). Dan yang kedua adalah stroke hemoragik, yang

merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi

apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi

1
2

perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan

otak. (Pirma Siburian, 2016).

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah

penyakit jantung koroner dan kanker, baik di negara maju maupun negara

berkembang. Menurut data World Health Organization setiap tahun 15

juta orang di seluruh dunia mengalami stroke. Sekitar lima juta menderita

kelumpuhan permanen. Di kawasan Asia tenggara terdapat 4,4 juta orang

mengalami stroke. Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta orang akan

meninggal dikarenakan penyakit stroke ini (WHO, 2017).

Di Indonesia berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh

Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), masalah stroke semakin penting dan

mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia adalah

terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia. Jumlah kematian yang

disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun

dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun (Yastroki, 2016). Prevalensi

stroke berdasarkan terdiagnosis NAKES (Tenaga Kesehatan) dan gejala

tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%),

Sulawesi Tengah (16,6%), di ikuti Jawa Timur sebesar (16%) (Riskesdas,

2016).

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi yang

terdiagnosis, berdasarkan jumlah lansia yang mengalami penyakit stroke

pada tahun 2014 sebanyak 390 jiwa, tahun 2015 sebanyak 1.200 jiwa, dan

pada tahun 2016 sebanyak 2.297 jiwa dari tiap tahunnya mengalami

peningkatan. Sedangkan data dari puskesmas Sobo Banyuwangi lansia


3

yang mengalami stroke juga mengalami peningkatan dari tahun 2016

sampai tahun 2017 yaitu dari 150 jiwa menjadi 206 jiwa. Terlihat

peningkatan sebanyak 10% dari jumlah lansia yang mengalami stroke

(Puskesmas Sobo, 2018).

Faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke ada dua diantaranya

faktor yang tidak dapat dimodifikasi, meliputi: usia, jenis kelamin,

herediter, ras/etnik. Dan faktor yang dapat dimodifikasi, meliputi: riwayat

stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, Transient Ischemic

Attack (TIA), hiperkolesterol, obesitas, merokok, alkoholik, hiperurisemia,

peninggian hematokrit (Mansjoer, 2015). Secara umum jika salah satu

faktor tersebut menyerang secara terus - menerus maka akan

mengakibatkan aliran darah ke jaringan otak terputus ssehingga terjadi

infark atau kematian jaringan dan mengakibatkan kondisi stroke. Jika

kondisi ini dibiarkan atau tidak di obati secara baik maka akan

menyebabkan masalah – masalah atau komplikasi yang lebih buruk yaitu

penurunan fungsi dan kinerja dari otak itu sendiri, otak memiliki 2 fungsi

yaitu sensorik dan motorik, dan yang menjadi tanda awal stroke adalah

gangguan motorik, psikologis atau perilaku dimana gejala yang paling

khas adalah hemipiresis kontralateral. Kesulitan yang mungkin muncul

pertama kali tentu saja kelemahan ekstremitas sesisi, hilang sensasi wajah,

kesulitan bicara dan kehilangan penglihatan sesisi, dimana hal tersebut

merupakan gangguan mobilitas fisik atau ketidakmampuan melakukan

aktivitas (Misbach & Soertidewi, 2016).


4

Seseorang yang mengalami gangguan gerak atau gangguan pada

kekuatan ototnya akan berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Setelah

stroke, banyak orang sering mengalami perubahan secara emosional dan

perilaku. Hal ini dikarenakan stroke mempengaruhi otak, yang mana

mengendalikan perilaku dan emosi. Pengalaman stroke setiap orang

berbeda, tapi bagi banyak pasien merasa jika mereka seperti telah

kehilangan sebagian hidupnya. Siapa pun yang mengalami stroke pasti

akan mengalami berbagai gejolak perasaan dan perilaku saat mereka

mencoba menyesuaikan dan menerima keadaan setelah stroke. Timbulnya

perasaan syok, penolakan, marah, sedih dan rasa bersalah adalah hal

normal saat Anda menghadapi perubahan besar dalam hidup. Tidak jarang,

banyak orang yang merasa sangat sulit untuk mengendalikan perubahan

emosi dan perilakunya setelah mengalami stroke. Terlebih jika pasien

tidak mengetahui bagaimana cara mengatasinya, perubahan tersebut tentu

bisa menjadi luar biasa dan menimbulkan masalah baru (Mubarak, 2016).

Terapi pengobatan yang dapat di lakukan pada penderita stroke ada

dua macam yaitu secara farmakologis dan non farmakologis. Untuk terapi

farmakologis dengan antiplatelet / antikoagulan. Sedangkan untuk terapi

nonfarmakologis yaitu dengan perawatan bagi pasien dalam upaya

pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen salah satunya dengan

proses rehabilitasi / fisioterapi yang di nilai cukup efektif sebagai terapi

pendukung farmakologis yaitu sebagai bentuk pelayanan kesehatan yang

ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan,

memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur


5

kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan

gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi dan

komunikasi (Menkes, 2016). Pada pasien stroke yaitu dengan latihan

Range Of Motion (ROM) aktif atau pasif, ajarkan pasien tentang teknik

ambulasi , dan latih pasien dalam pemenuhan ADLs secara mandiri sesuai

kemampuan. Semakin dini proses rehabilitasi di mulai maka kemungkinan

pasien mengalami hambatan mobilitas fisik akan semakin kecil (National

Stroke Association, 2015).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan studi

kasus dengan judul “ Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Yang

Mengalami Stroke Dengan Hambatan Mobilitas Fisik Di Lingkungan

Kerja Puskesmas Sobo Banyuwangi Tahun 2018 ”

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini di batasi pada Asuhan Keperawatan

Gerontik pada klien yang mengalami stroke dengan hambatan mobilitas

fisik di lingkungan kerja puskesmas sobo banyuwangi tahun 2018.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Gerontik pada klien yang

mengalami stroke dengan hambatan mobilitas fisik di lingkungan kerja

puskesmas sobo banyuwangi tahun 2018 ?


6

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Melakukan Asuhan Keperawatan Gerontik pada klien yang

mengalami stroke dengan hambatan mobilitas fisik di lingkungan

kerja puskesmas sobo banyuwangi tahun 2018.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian Keperawatan Gerontik pada klien

yang mengalami stroke dengan hambatan mobilitas fisik di

lingkungan kerja puskesmas sobo banyuwangi tahun 2018.

2. Menetapkan diagnosis Keperawatan Gerontik pada klien

yang mengalami stroke dengan hambatan mobilitas fisik di

lingkungan kerja puskesmas sobo banyuwangi tahun 2018.

3. Menyusun perencanaan Keperawatan Gerontik pada klien

yang mengalami stroke dengan hambatan mobilitas fisik di

lingkungan kerja puskesmas sobo banyuwangi tahun 2018.

4. Melaksanakan tindakan Keperawatan Gerontik pada klien

yang mengalami stroke dengan hambatan mobilitas fisik di

lingkungan kerja puskesmas sobo banyuwangi tahun 2018.

5. Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami stroke

dengan hambatan mobilitas fisik di lingkungan kerja

puskesmas sobo banyuwangi tahun 2018.


7

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat teoritis

Studi kasus di harapkan dapat memberikan informasi tentang

Asuhan Keperawatan Gerontik pada klien yang mengalami stroke

dengan hambatan mobilitas fisik, sehingga bisa di kembangkan dan

di jadikan dasar dalam ilmu keperawatan.

1.5.2 Manfaat praktis

1. Bagi Perawat

Studi kasus ini di harapkan dapat memberikan masukan

bagi tenaga kesehatan dalam rangka upaya meningkatkan

pemeberian Asuhan Keperawatan Gerontik pada klien yang

mengalami stroke dengan hambatan mobilitas fisik.

2. Bagi Puskesmas

Dengan adanya studi kasus ini dapat memberikan

pelayanan dan pencegahan mengenai Asuhan Keperawatan

Gerontik pada klien yang mengalami stroke dengan

hambatan mobilitas fisik.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi untuk meningkatkan mutu dan kualitas

proses belajar mengenai Asuhan Keperawatan Gerontik

pada klien yang mengalami stroke dengan hambatan

mobilitas fisik.
8

4. Bagi Klien

Studi kasus ini di harapkan klien mendapatkan Asuhan

Keperawatan yang profesional agar lansia dengan stroke

dapat melakukan aktifitas sehari – hari tanpa terlalu banyak

memberikan beban pada keluarga dan menambah

pengetahuan lansia dalam pemahaman tentang stroke.

Anda mungkin juga menyukai