PENDAHULUAN
1
usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrom koma hiperglikemik
hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena kemiripannya dan perbedaannya dari
ketoasidosis diabetic berat dan merupakan diagnosa banding serta perbedaan dalam
penatalaksanaan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Ketoasidosis diabetikum1
Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah kondisi dekompensasi
metabolik akibat defisiensi insulin absolute atau relatif dan merupakan
komplikasi akut diabetes mellitus yang serius. Gambaran klinis utama
KAD adalah hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik. Faktor
pencetus : infeksi, infark miokard akut, pancreatitis akut, penggunaan
obat golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin.
2.1.2 Hipoglikemia1
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60
mg/dL, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis.
Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
Kelebihan obat/dosis obat : terutama insulin atau obat
hipoglikemik oral
Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun :
gagal ginjal kronik, pasca persalinan
Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu
makan tidak tepat
Kegiatan jasmani berlebihan
2.1.3 Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Koma hiperosmolar non ketotik (KHONK) adalah nomenklatur
yang direkomendasikan oleh American Diabetes Association (ADA)
untuk menekankan bahwa terdapat perubahan tingkat kesadaran.
Diagnostik dari KHIONK meliputi :
1. Glukosa plasma 600 mg/dL atau lebih
2. Osmolalitas serum 320 mOsm/kg atau lebih
3. Dehidrasi berat (biasanya 8 -12 L) dengan peningkatan
BUN
4. Ketonuria minimal, tidak ada ketonemia
3
5. Bikarbonat > 15 mEq/L
6. Perubahan dalam kesadaran
2.2 Patofisiologi
2.2.1 Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum2
Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah suatu keadaan dimana
terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormone
kontra regulator (glucagon, katekolamin, kortisol dan hormone
pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati
meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil
akhir hiperglikemia (Gambar 2).
Diantara hormone-hormon kontraregulator, glucagon yang paling
berperan dalam pathogenesis KAD. Glucagon mengambat glikolisis dan
menghambat pembentukan malonyl coA yang merupakan penghambat
creatinine acyl transferase yang bekerja pada transfer asam lemak bebas
ke dalam mitokondria. Peningkatan glucagon akan merangsang oksidasi
beta asam lemak dan ketogenesis.
2.2.2 Patofisiologi Koma Hiperosmolar Non Ketotik2
4
Gambar 2. Patogenesis KAD dan KHONK. KAD : Ketoasidosis diabetikum,
KHONK : Koma hiperosmolar non ketotik
5
oleh sel otot dan sel lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa pada
sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan naiknya kadar glukosa
darah.
Adanya hiperglikemia juga mengakibatkan timbulnya diuresis
osmotik, dan mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam
ruang vaskuler, dimana glukoneogenesis dan masukan makanan terus
menerus menambah glukosa, kehilangan cairan akan semkain
mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya volume sirkulasi.
Hiperglikemia dan peningkatan konsentrasi protein plasma mengikuti
hilangnya cairan intravaskuler menyebabkan kedaan hiperosmolar.
2.3 Diagnosis
2.3.1 Ketoasidosis diabetikum
Tiga gejala utama dari ketoasidosis diabetikum adalah
hiperglikemia, ketosis dan asidosis.
Klinis:
pH : < 7,35
6
HCO3- : Rendah
Klinis :
Pemeriksaan fisik :
7
keseimbangan cairan, pancreatitis, koma hepatic dan
operasi.
2.3.3 Hipoglikemia
Stadium parasimpatis
Stadium simpatik
Klasifikasi hipoglikemia
Ringan Sedang Berat
8
Simptomatik Simptomatik Tidak selalu simptomatik
Dapat diatasi sendiri Dapat diatasi sendiri Gangguan kognitif
Tidak ada gangguan Ada gangguan aktivitas Tidak dapat mengatasi
aktifitas sendiri
Terapi parenteral
Disertai koma atu kejang
Diagnosis
2.5 Penataksanaan1,2
9
2.5.1 Ketoasidosis diabetikum
I. Cairan :
NaCl 0,9% diberikan ± 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu ± 1 L pada jam
kedua, lalu ± 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan ± 0,25 L pada jam
kelima dan kleenam, selanjutnya sesuai kebutuhan
Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L
Jika Na+ > 155 mEq/L ganti cairan dengan NaCl 0,45%
Jika GD mencapai 250 mg/dL ganti cairan dengan D5%
II. Insulin regular
Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
IV (0,1 U/Kg) atau IM (0,4 U/Kg), kemudian 0,1 unit/kg per jam dengan
IV drip; naikkan 2-10x lipat jika tidak ada respon dalam 2-4 jam. Jika
kadar serum kalium awal <3,3 mmol/L(3,3 mEq/l) Jangan berikan
insulin hingga kalium terkoreksi hingga > 3,3 mEq/L.
III. Kalium
Jika K serum < 3,3 mEq/L, jangan berikan insulin dan berikan 40 mEq/L
K/jam (2/3 KCl dan 1/3 KPO4 ) sampai K ≥ 3,3 mEq/L
Jika K ≥ 5 mEq/L, jangan berikan K tetapi cek K tiap 2 jam
Jika K serum ≥ 3,3 tapi < 5 mEq/L berikan 20-30 mEq K dalam tiap
cairan IV (2/3 KCl dan 1/3 KPO4)
IV. Natrium bikarbonat
Drip 100 mmol dalam 400 ml H 2O infuse dalam 200 ml/jam bila pH
<6,9ulangi pemberian tiap 2 jam sampai pH > 7,0
Drip 50 mmol dalam 200 ml H2O infuse dalam 200 ml/jam bila pH 6,9-
7,0ulangi pemberian tiap 2 jam sampai pH > 7,0
pH > 7,0 tidak diberikan
V. Tatalaksana umum
oksigen bila PO2 < 80 mmHg
antibiotika adekuat
pantau TD, frekuensi nadi,nafas,suhu, status mental, balans cairan tiap 1-
4 jam
10
keadaan hidrasi tiap jam
cairan infuse yang masuk tiap jam
11
dan terapi kalium pengganti lebih sedikit dibandingkan KAD.
Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan
kekurangan kalium harus segera diberikan.
2.5.3 Hipoglikemia
Penatalaksanaan
12
1. Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50
mL) bolus intra vena.
13
diatas. Bila GDs > 200 mg/dL – pertimbangkan
mengganti infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 %.
<200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20
14
2.6 Komplikasi
2.6.3 Hipoglikemia
2.7 Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
15
3. 3783274827348234923482787987
16