Anda di halaman 1dari 15

Refarat Divisi

Endokrinologi Kepada yth:

Diabetes mellitus tipe I pada anak dan Remaja

1. Pendahuluan
Di perkirakan sekitar 171 juta penderita diabetes mellitus (DM) diseluruh dunia dan
jumlahnya terus meningkat. 1 DM merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan
adanya peningkatan kadar gula darah akibat gangguan produksi insulin, kerja insulin
atau keduanya. Penyakit ini tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga dapat
terjadi pada anak-anak.1,2 Klasifikasi DM telah berubah dari suatu sistem penyakit
ynag dibedakan berdasarkan kebutuhan terhadap terapi insulin ke penyakit
berdasarkan pathogenesis. Berdasarkan penyebabnya, DM dikelompokkan menjadi 4
yaitu DM tipe I, DM tipe 2, diabetes tipe lain dan diabetes pada kehamilan.
Klasifikasi yang tepat sangat penting karena berbedanya pilihan terapi untuk
pengobatan sesuai tipe diabetes. Di seluruh dunia, Insiden DM tipe I terus meningkat
dan sering pada anak dengan obesitas seiring meningkatnya prevalensi obesitas pada
remaja.2
DM tipe-1 merupakan salah satu penyakit kronis yang sampai saat ini belum
dapat disembuhkan. Walaupun demikian berkat kemajuan teknologi kedokteran
kualitas hidup penderita DM tipe-1 tetap dapat sepadan dengan anak-anak normal
lainnya jika mendapat tata laksana yang adekuat. Sebagian besar penderita DM pada
anak termasuk dalam DM tipe-1, namun akhir-akhir ini prevelensi DM tipe-2 pada
anak juga meningkat. Berdasarkan data dari rumah sakit terdapat 2 puncak insidens
DM tipe-1 pada anak yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun namun lebih dari 50 %
penderita baru DM tipe-1 berusia > 20 tahun. Faktor genetik dan lingkungan sangat
berperan dalam terjadinya DM tipe-1. Walaupun hampir 80 % penderita DM tipe-1
baru tidak mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit serupa, namun faktor
genetik diakui berperan dalam patogenesis DM tipe-1.3

Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk menjelaskan secara


ringkas mengenai Diabetes Mellitus tipe I pada anak dan remaja

2. Definisi
1
DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa
yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan
sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idioptaik Sehingga produksi
insulin berkurang bahkan terhenti.3

3. Epidemiologi
Insidens DM tipe-1 sangat bervariasi baik antar negara maupun di dalam suatu
negara. Insidens tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000 dan insidens yang
rendah di Jepang yaitu 1,5-2/100.000 untuk usia kurang 15 tahun. Insidens DM tipe-
1 lebih tinggi pada ras kaukasia dibandingkan ras-ras lainnya.3 Secara global DMT1
ditemukan pada 90% dari seluruh diabetes pada anak dan remaja. Di Indonesia
insidens tercatat semakin meningkat dari tahun ke-tahun, terutama dalam 5 tahun
terakhir. Jumlah penderita baru meningkat dari 23 orang per tahun di tahun 2005
menjadi 48 orang per tahun di tahun 2009. 4

4. Etiologi dan faktor resiko


Ada beberapa penyebab timbulnya DM tipe 1
1. Proses autimunitas dimediasi se-T yang menghancurkan sel pancreas sehingga
terjadi defisiensi insulin absolute. Proses ini lebih sering terjadi pada orang yang
memiliki predisposisi secara genetik. Lokus genetik yang berkaitan erat adalah
alel human leukocyte antigen (HLA)-DR dan HLA-DQ dari major
histocompatibility complex (MHC) kelas II akan tetapi pada lebih dari setengah
kembar monozigot dari pasien DM (orang dengan genotip spesifik seperti di atas)
tidak terkena DM tipe 1. Hal ini menunjukkan adanya peranan penting faktor
lingkungan. Sebagian besar pasien ( 85%) tidak memiliki riwayat keluarga
dengan kelainan yang sama, tetapi memiliki riwayat penyakit autoimun lainnya
seperti anemia pernisiosa, penyakit Addison, penyakit selika dll.
2. Infeksi virus seperti mumps, rubella, coxsackie, sitomegalovirus, retrovirus dan
Epstein-barr. Secara umum, infeksi virus akan secara langsung menyerang sel
pancreas sehungga bisa memicu timbulnya proses autoimunitas.
3. Faktor diet. Komsumsi glukosa tidak berpengaruh terhadap terjadinya DM tipe 1.
Protein pada susu sapi yang diberikan pada neonatus meningkatkan resiko
timbulnya DM tipe 1. Nitrosamine dengan dosis yang berlebihan menghasilkan
radikal bebas merusak sel pancreas. 5

2
5. Klasifikasi
International Society of pediatric and adolescence diabetes dan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi ( tabel I). (6)
Tabel 1 Klasifikasi etiologi diabetes (5)

6. Kriteria Diagnostik
Diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala
( polidipsi, poliuri, polifagi ), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah

3
dapat menegakkan diagnosis DM. sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan
paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu berbeda.
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah
 Kadar gula darah sewaktu > 200 mg /dl atau
 Kadar gula darah puasa > 126 mg/dl atau
 Kadar gula darah 2 jam postprandial > 200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe I, maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang, yaitu C-peptide < 0,85 ng/dl. C-peptide ini merupakan salah satu
penanda banyaknya sel β pancreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain adanya
autoantibody, yaitu islet cell autoantibodies ( ICA ), glutamic acid decarboxylase
autoanibodies ( 65K GAD ), IA2 ( dikenal sebagai 512 atau tyrosine posphatase ),
autoantibodies dan insulin autoantobodies ( IAA ). Adanya autoantibody
mengkonfrmasi DM tipe I kaena proses autoimun namun pemeriksaan antoantibodi
ini relative mahal. 6

7. Tes Toleransi Glukosa


TTG pada anak adalah pada kasus-kasus yang meragukan yaitu ditemukan gejala-
gejala klinis yang khas untuk DM, namun pemeriksaan kadar glukosa darah tidak
menyakinkan. Dosis glukosa yang digunakan pada TTG adalah 1,75 g/kgBB
(maksimum 75 g). Glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam 200- 250 ml air)
dalam jangka waktu 5 menit. Tes toleransi glukosa dilakukan setelah anak mendapat
diet tinggi karbohidrat (150-200 g per hari) selama tiga hari berturut-turut dan anak
puasa semalam menjelang TTG dilakukan. Selama tiga hari sebelum TTG dilakukan,
aktifitas fi sik anak tidak dibatasi. Anak dapat melakukan kegiatan rutin seharihari.
Sampel glukosa darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa oral), 60
dan 120. 4,5,6

8. Penilaian hasil tes toleransi glukosa


1. Anak menderita DM apabila: Kadar glukosa darah puasa ≥140 mg/dL (7,8
mmol/L) atau Kadar glukosa darah pada jam ke 2 ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
2. Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila: Kadar glukosa darah
puasa <140 mg/dL (7,8 mmol/L) dan Kadar glukosa darah pada jam ke 2: 140-199
mg/dL (7,8-11 mmol/L)

4
3. Anak dikatakan normal apabila : Kadar glukosa darah puasa (plasma) <110 mg/dL
(6,7 mmol/L) Dan Kadar glukosa darah pada jam ke 2: <140 mg/dL (7,8-11
mmol/L).3

9. Gambaran Klinis
Sebagian besar penderita DM tipe-1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut.
Biasanya gejala-gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan yang cepat
menurun terjadi antara 1 sampai 2 minggu sebelum diagnosis ditegakkan.. Apabila
gejala-gejala klinis ini disertai dengan hiperglikemia maka diagnosis DM tidak
diragukan lagi.3,6
Gejala lain berupa kesemutan, anak sering merasa lemas, luka yang sulit
sembuh atau pandangan kabur.2 Infeksi kulit bernanah dan vaginitis sering monilia
pada gadis umut belasan tahun kadang timbul pada waktu diagnosis diabetes.
Ketoasidosis menyebabkan tanda awal pada sekitar 25 % anak dengan diabetes.
Manifestasi awal mungkin relatif ringan dan terdiri atas muntah, poliuria dan
dehidrasi. Pada kasus yang lama dan berat dijumpai pernafasn kussmaul dan bau
aseton pada pernafasannya. Nyeri perut dapat ditemukan dan menyerupai apendisitis
atau pancreatitis.7

10. Perjalanan penyakit


Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode yaitu:
 Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada
proses destruksi sel β pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan
terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai
dengan mulai berkurangnya sel β pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide
mulai menurun. Pada periode ini autoantibodi mulai ditemukan apabila
dilakukan pemeriksaan laboratorium.
 Periode manifestasi klinis diabetes
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah
terjadi sekitar 90% kerusakan sel β pankreas. Karena sekresi insulin sangat
kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah
yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin

5
(poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake ke
dalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan
semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar
gula darah di-uptake ke dalam sel.
 Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini
sisa-sisa sel β pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi
insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar
tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun
periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun
bulan, sehingga perlu adanya edukasi pada orang tua bahwa periode ini bukan
lah fase remisi yang menetap.
 Periode ketergantungan insulin yang menetap
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini
penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur
hidupnya.6,8

11. Pitfall dalam diagnosis


Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya tidak terlalu
khas dan mirip dengan gejala penyakit lain. Di samping kemiripan gejala dengan
penyakit lain, terkadang tenaga medis juga tidak menyadari kemungkinan penyakit
ini karena jarangnya kejadian DM tipe 1 yang ditemui ataupun belum pernah
menemui kasus DM tipe 1 pada anak. Beberapa gejala yang sering menjadi pitfall
dalam diagnosis DM tipe 1 pada anak di antaranya adalah:
1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih atau
terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah adanya enuresis
(mengompol) setelah sebelumnya anak tidak pernah enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik: kemungkinan diagnosis adalah asupan
nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini disebabkan karena
masih tingginya kejadian malnutrisi di negara kita. Sering pula dianggap sebagai
salah satu gejala tuberkulosis pada anak.
3. Sesak nafas: kemungkinan diagnosisya adalah bronkopnemonia. Apabila disertai
gejala lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria. Padahal gejala sesak nafasnya
apabila diamati pola nafasnya adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan dalam) yang

6
sangat berbeda dengan tipe nafas pada bronkopnemonia. Nafas Kusmaull adalah
tanda dari ketoasidosis.
4. Nyeri perut: seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada penderita
DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.
5. Tidak sadar: keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan diagnosis
seperti malaria serebral, meningitis, ensefalitis, ataupun cedera kepala.9

12. Indikasi rawat inap


 Penderita baru (terutama <2 tahun) yang memulai terapi insulin
 Ketoasidosis diabetikum (KAD)
 Dehidrasi sedang sampai berat
 Penderita dalam persiapan operasi dengan anestesi umum
 Hipoglikemia berat (kesalahan pemberian dosis insulin atau dalam keadaan
sakit berat)
 Keluarga penderita yang tidak siap melakukan rawat jalan (memerlukan
edukasi perawatan mandiri).4

13. Pengelolaan DM tipe I


Hal pertama yang harus dipahami oleh semua pihak adalah bahwa DM tipe-1 tidak
dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal
mungkin dengan kontrol metabolik yang baik. Yang dimaksud kontrol metabolik
yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau
mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia. Walaupun masih
dianggap ada kelemahan, parameter HbA1c merupakan parameter kontrol metabolik
standar pada DM. Nilai HbA1c < 7% berarti kontrol metabolik baik; HbA1c < 8%
cukup dan HbA1c > 8% dianggap buruk. Kriteria ini pada anak perlu disesuaikan
dengan usia karena semakin rendah HbA1c semakin tinggi risiko terjadinya
hipoglikemia.
Sasaran dan tujuan pengobatan pada DM tipe-1 perlu dijelaskan oleh tim
pelaksana dan dimengerti oleh penderita maupun keluarga.3,6

(Tabel 2).

7
14. Tata Laksana DM tipe I
Diabetes mellitus tipe 1 memerlukan pengobatan seumur hidup. Kepatuhan dan
keteraturan pengobatan merupakan kunci keberhasilan. Penyuluhan pada pasien dan
keluarga harus terus menerus dilakukan. Penatalaksanaan dibagi menjadi:
 Pemberian insulin
 Pengaturan makan
 Olahraga
 Edukasi
 Home monitoring (pemantuan mandiri).4

a. Pemberian Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM tipe 1.
Dalam pemberian insulin harus diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen
yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
a. Jenis insulin : Kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat, kerja
pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran (campuran kerja
cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung
regimen yang digunakan.
b. Dosis Insulin : Dosis total harian pada anak berkisar antara 0,7-1 Unit/KgBB pada
awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan
faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun pada penderitanya.
c. Regimen : Kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional, serta
regimen intensif. Regimen konvensional/mix split regimen dapat berupa pemberian
dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa
pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin
yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.

8
d. Cara menyuntik : Terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal
absorpsinya yaitu di daerah abdomen, lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak
dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuain Dosis : Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal,
seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia, kondisi stress maupun
saat sakit.3,4,10

.
b. Pengaturan makan
Pengaturan makanan pada penderita DM tipe-1 bertujuan untuk mencapai kontrol
metabolik yang baik tanpa mengabaikan kalori yang dibutuhkan untuk metabolisme
basal, pertumbuhan, pubertas, maupun aktivitas sehari hari. Dengan pengaturan
makanan ini diharapkan anak tidak menjadi obes dan dapat dicegah timbulnya
hipoglikemia. Jumlah kalori per hari yang dibutuhkan dihitung berdasarkan berat
badan ideal. Penghitungan kalori ini memerlukan data umur, jenis kelamin, tinggi
badan dan berat badan saat penghitungan, serta data kecukupan kalori yang
dianjurkan. Jumlah kalori yang dibutuhkan: [1000 + (usia (tahun) x 100)] kalori per
hari. Komposisi kalori yang dianjurkan adalah 60-65% berasal dari karbohidrat, 25%
berasal dari protein dan sumber energi dari lemak <30%. Jadwal makanan; 3 kali
makan utama dan 3 kali makanan kecil. Tidak ada pengaturan makan khusus yang
dianjurkan pada anak, tetapi pemberian makanan yang mengandung banyak serat
seperti buah, sayuran, dan sereal akan membantu mencegah lonjakan kadar glukosa
darah.3,4

9
c. Olahraga
Olahraga tidak memperbaiki kontrol metabolik, akan tetapi membantu meningkatkan
jatidiri anak, mempertahankan berat badan ideal, meningkatkan kapasitas kerja
jantung, mengurangi terjadinya komplikasi jangka panjang, membantu kerja
metabolisme tubuh sehingga dapat mengurangi kebutuhan insulin. Yang perlu
diperhatikan dalam berolahraga adalah pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
hipoglikemia atau hiperglikemia saat atau pasca olahraga, sehingga mungkin
memerlukan penyesuaian dosis insulin. Jenis olahraga disesuaikan dengan minat
anak. Pada umumnya terdiri dari pemanasan selama 10 menit, dilanjutkan 20 menit
untuk latihan aerobik seperti berjalan atau bersepeda. Olahraga harus dilakukan
paling sedikit 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan pada waktu yang sama untuk
memudahkan pemberian insulin dan pengaturan makan. Lama dan intensitas
olahraga disesuaikan dengan toleransi anak. Asupan cairan perlu ditingkatkan
sebelum, setelah, dan saat olahraga.4

d. Edukasi
Penyuluhan dan tata laksana merupakan bagian integral terapi. Diabetes mellitus tipe
1 merupakan suatu life long disease. Keberhasilan untuk mencapai normoglikemia
sangat bergantung dari cara dan gaya hidup penderita/keluarga atau dinamika
keluarga sehingga pengendalian utama metabolik yang ideal tergantung pada
penderita sendiri. Kegiatan edukasi harus terus dilakukan oleh semua pihak, meliputi
pemahaman dan pengertian mengenai penyakit dan komplikasinya serta memotivasi
penderita dan keluarganya agar patuh berobat.
Edukasi pertama dilakukan selama perawatan di rumah sakit yang meliputi:
pengetahuan dasar mengenai DM tipe 1 (terutama perbedaan mendasar dengan DM
tipe lainnya mengenai kebutuhan insulin), pengaturan makan, insulin (jenis, dosis,
cara penyuntikan, penyimpanan, efek samping, dan pertolongan pertama pada
kedaruratan medik akibat DM tipe 1 (hipoglikemia, pemberian insulin pada saat
sakit). Edukasi selanjutnya berlangsung selama konsultasi di poliklinik. Selain itu
penderita dan keluarganya diperkenalkan dengan sumber informasi yang banyak
terdapat di perpustakaan, media massa maupun internet.4
15. Pemantauan mandiri
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah
baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup

10
pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan
memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi
yang terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau.6,7

16. Komplikasi
Komplikasi DM tipe-1 dapat digolongkan sebagai komplikasi akut dan komplikasi
kronik baik reversibel maupun ireversibel. Sebagian besar komplikasi akut bersifat
reversibel sedangkan yang kronik bersifat ireversibel tetapi perjalanan penyakitnya
dapat diperlambat melalui intervensi. Komplikasi jangka pendek yang sering terjadi
adalah hipoglikemia dan ketoasidosis diabetikum. Komplikasi jangka panjang
diabetes mellitus terjadi akibat perubahanperubahan mikrovaskuler (retinopati,
nefropati, dan neuropati) dan makrovaskular. komplikasi kronik pada penderita DM
tipe 1 dapat dihambat secara bermakna dengan kontrol metabolik yang baik.
Perbedaan HbA1c sebesar 1% sudah mengurangi risiko komplikasi sebanyak 25-
50%.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Padoa CJ. The epidemiology and pathogenesis of type 1 diabetes mellitus in


Africa. JEMDSA. 2011;16:130-136.

11
2. Palungan, aman B. Diabetes pada anak dan remaja. Dalam: Dimyati Y, Mayasari
Lubis S,Wijaya H,Ali M. Penyunting. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana
endokrinologi anak dan masalah kesehatan remaja. Medan : USU press. 2014.
3. Triadjaja, B. Konsensus Nasional Pengendalian DM Tipe 1. Jakarta: UKK
endokrinologi Anak & Remaja-IDA. 2009
4. Pudjiadi AH, Hegar B,Handryastuti S, Salamia N. Diabetes melitus tipe I.
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jakarta : IDAI,
2009.hal.51-57
5. Craig ME, Jefferies C, Dabelea D, Balde N, Seth A, Donaghue KC. Definition,
epidemiology, classification of diabetes in children and adolescents. Pediatric
Diabetes. 2014;15:4-17.
6. Jose RI, Tridjaja BB, Pulungan Aman B. Diabetes Mellitus. Dalam: Subardja D,
Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N Rustama DS. Buku Ajar
Endokrinologi Anak-IDAI. Jakarta : Sagung Seto.2010.hal 124-161.
7. Sperling MA. Diabetes mellitus tipe I. Dalam: kliegman, arvin,
behrman.Penyuntung. Nelson text book pediatric. Pennsylvania : Saounders
company.2000.
8. ISPAD. Phases of type 1 diabetes. Dalam: Global IDF/ISPAD guideline for
diabetes in chilhood and adolescence. International Diabetes federation. 2011.
16-20.
9. Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil. Diabetes in children and adolescents,
basic training manual for healthcare professionals in developing countries.
Argentina : ISPAD. 2010. 20-21.
10. Wherrett D, Celine Huot, Beth Mitchell, Daniele Pacaud. Type 1 Diabetes in
Children and Adolescents. Can J Diabetes. 2013;37:153-62

12
Works Cited
1. The epidemiology and pathogenesis of type 1 diabetes mellitus in Africa. Padoa CJ, PhD.
3, s.l. : JEMDSA, 2011, Vol. 16. 130-136.

2. Palungan, aman B. Diabetes pada anak dan remaja. [pengar. buku] Yazid Dimyati, Siska
Mayasari Lubis, Hendri Wijaya Muhammda Ali. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana
endokrinologi anak dan masalah kesehatan remaja. Medan : USU press, 2014, Vol. 15.

3. REMAJA, UKK ENDOKRINOLOGI ANAK DAN. KONSENSUS NASIONAL PENGELOLAAN


DIABETES MELLITUS TIPE 1. Galveston : UKK ENDOKRINOLOGI ANAK DAN REMAJA, IKATAN
DOKTER ANAK INDONESIA WORLD DIABETES FOUNDATION, 2009.

4. Antonius H. Pudjiadi, Badriul Hegar,Setyo Handryastuti, Nikmah Salamia. Diabetes


melitus tipe I Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jakarta : IDAI, 2009.
Vol. 12. 51-57.

5. Definition, epidemiology, classification of diabetes in children and adolescents. Craig ME,


Jefferies C, Dabelea D, Balde N, Seth A, Donaghue KC. 20, s.l. : Pediatric Diabetes, 2014,
Vol. 15. 4-17.

6. Jose RI, batubara bambang Tridjaja AAP, Aman B Pulungan. Diabetes Mellitus. [pengar.
buku] Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N Rustama DS. Buku Ajar
Endokrinologi anak IDAI. Jakarta : Sagung Seto 124-161, 201O, Vol. 21.

7. MA, Sperling. diabetes mellitus tipe I. [pengar. buku] kliegman,arvin behrman. Nelson
text book pediatric. pennsylvania : Saounders company. hal 20010-1, 2000.

8. ISPAD. Phases of type 1 diabetes. Global IDF/ISPAD guideline for diabetes in chilhood and
adolescence. s.l. : International Diabetes federation. 16-20, 2011.

9. Bri Diabetes in children and adolescents, basic training manual for healthcare
professionals in developing countries. Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil. Argentina :
ISPAD, 2010. 20-21.

10. robert S baltimore, Hal B jenson. normal microbiotal normal.

11. Definition, epiemiology and classification of diabetes in childten and adolescents. Craig
ME.

Bibliography
1. The epidemiology and pathogenesis of type 1 diabetes mellitus in Africa. Padoa CJ, PhD.
3, s.l. : JEMDSA, 2011, Vol. 16. 130-136.

13
2. Palungan, aman B. Diabetes pada anak dan remaja. [pengar. buku] Yazid Dimyati, Siska
Mayasari Lubis, Hendri Wijaya Muhammda Ali. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana
endokrinologi anak dan masalah kesehatan remaja. Medan : USU press, 2014, Vol. 15.

3. REMAJA, UKK ENDOKRINOLOGI ANAK DAN. KONSENSUS NASIONAL PENGELOLAAN


DIABETES MELLITUS TIPE 1. Galveston : UKK ENDOKRINOLOGI ANAK DAN REMAJA, IKATAN
DOKTER ANAK INDONESIA WORLD DIABETES FOUNDATION, 2009.

4. Antonius H. Pudjiadi, Badriul Hegar,Setyo Handryastuti, Nikmah Salamia. Diabetes


melitus tipe I Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jakarta : IDAI, 2009.
Vol. 12. 51-57.

5. Definition, epidemiology, classification of diabetes in children and adolescents. Craig ME,


Jefferies C, Dabelea D, Balde N, Seth A, Donaghue KC. 20, s.l. : Pediatric Diabetes, 2014,
Vol. 15. 4-17.

6. Jose RI, batubara bambang Tridjaja AAP, Aman B Pulungan. Diabetes Mellitus. [pengar.
buku] Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N Rustama DS. Buku Ajar
Endokrinologi anak IDAI. Jakarta : Sagung Seto 124-161, 201O, Vol. 21.

7. MA, Sperling. diabetes mellitus tipe I. [pengar. buku] kliegman,arvin behrman. Nelson
text book pediatric. pennsylvania : Saounders company. hal 20010-1, 2000.

8. ISPAD. Phases of type 1 diabetes. Global IDF/ISPAD guideline for diabetes in chilhood and
adolescence. s.l. : International Diabetes federation. 16-20, 2011.

9. Bri Diabetes in children and adolescents, basic training manual for healthcare
professionals in developing countries. Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil. Argentina :
ISPAD, 2010. 20-21.

10. robert S baltimore, Hal B jenson. normal microbiotal normal.

11. Definition, epiemiology and classification of diabetes in childten and adolescents. Craig
ME.

DAFTAR PUSTAKA

11. Normal flora of human. National Institute of Open Schooling Diakses [ 10


November 2015 ] Tersedia di :
www.nios.ac.in/media/document/dmlt/microbiology.lesson 7.pdf
12. Brooks GF, Carroll KC, Butel MJ, Morse SA. Normal microbial flora of human
body Dalam: Jawetz, Melnick, & Adelberg's Medical Microbiology. edisi 24.
Sanfransisco. 2007.h.1-7

14
13. Pudjiadi antonius H, Hegar badriul, handryastuti setyoi, idris nikmah salamia,
gandaputra Ellen, harmoniat. Kolestasis. Pedoman Pelayanan medis ikatan
dookter anak Indonesia Jakarta : Idai, 2009. H 170-73
14. Talachian E, Bidari Ali, Mehrazma M, Nick-khah Nahid. Biopsy-driven
diagnosis in infant with cholestasis joundic in Iran. World journal of
gastroenterology. 2014;20(4):1048-53
15. Mclin Valerie, Balistreri William F. Approach to neoantal cholestasiss. Dalam:
Olivier Goulet, Philip M. Sherman, Benjamin L. Shneider,Ronald E. Kleinman,
Ian R. Sanderson W. Allan Walker.peyunting. Pediatric gastriintestinal disease.
Hamilton-USA, BC Decker Inc, .2004.h 1079-87
16. Balistreri, william F. Neonatal cholestasis. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF,
Schor NF, Geme JW, Behrman RE,penyunting. Nelson textbook of pediatrics.
Elsever Saunders. 2011.h.1381-88
17. Suchy frederick J. Approach to neoantal cholestasis. Dalam: Ronald J. Sokol,
Balistreri, William, Suchy Frederick J. liver disease in children. cambrige :
Cambridge University Press.2007.h 179-87
18. Radhika Krishna , Nadera Sultana, Ramani Malleboyina, Narendra Kumar A,
Ramesh Reddy, Bhuwaneshwar NR. Efficacy of the seven feature, fifteen point
histological scoring system and CD56 in interpretation of liver biopsies in
persistent neonatal cholestasisa five years study . Indian J Pathol Microbiol
2014;57:196-200.
19. Nadia Ovchinsky, Roger K. Moreira, Jay H. Lefkowitch,Joel E . The Liver
Biopsy in Modern Clinical Practice: A Pediatric Point of-view. Adv Anat Pathol,
2012;19:250-62.
20. Pietrobattista A., Alterio A., Natali G, Fruhwirth R,Comparcola D, Sartorelli M.
et al. Needle Biopsy in Children With Liver Diseases. Liver Biopsy in Modern
Medicine.2011.h 253-64
21. Way Seah Lee, Lai Meng Looi. Usefulness of a scoring system in the
interpretation of histology in neonatal cholestasis. World J Gastroenterol, 2009;
15:5326-33
22. Antal Dezsofi, Ulrich Baumann, Anil Dhawan, Ozlem Durmaz, Bjorn
Fischler,Nedim Hadzic et al. Liver Biopsy in Children: Position Paper of the
ESPGHAN Hepatology Committee. JPGN.2015;60(3):408–20.
23. Alam J, Mobarak R, Arefin S, Sarker NR, Tayab A, Tahera A et al . liver biopsy
in children in dhaka shishu hospital a study of 30 cases. Bangladesh J Child
Health. 2010

15

Anda mungkin juga menyukai