Anda di halaman 1dari 20

PERILAKU KEORGANISASIAN ( KELAS B2 )

SAP 2

KERAGAMAN DALAM ORGANISASI

Kelompok 1 :

Ni Made Sari Pirdayanti ( 1707521044 )

Desak Made Putriasih ( 1707521048 )

Harly Kabul Bastian Ginting ( 1707521052 )

Adinda Hana Salsabila ( 1707521055 )

Ni Made Sarini Kartika Putri ( 1707521057 )

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia Nya-lah
sehingga paper ini mampu penulis laksanakan sebagaimana mestinya. Tak lupa pula
penulis haturkan kepada semua pihak yang telah mendukung dan memberikan
bantuan baik materi maupun semangat selama penulisan ini dilaksanakan.

Penulisan makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Perilaku


Keorganisasian pada Program Studi Manajemen S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana. Sebagai manusia, tentunya penulis menyadari bahwa makalah
ini masih memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis
akan sangat mengapresiasi bila ada kritik, saran dan masukan konstruktif dari pihak
manapun.

Denpasar, 13 Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada Perkembangan yang terjadi saat ini, perilaku organisasi
merupakan suatu aspek yang sangat penting di dalam pembentukan SDM
yang berkualitas dan handal dalam mengerjakan tugasnya maupun dalam hal
lainnya.
Perilaku keorganisasian adalah suatu konsep perbuatan atau
kebudayaan yang dilakukan dalam setiap organisasi apapun itu, mengerjakan
suatu tugas pekerjaan dengan dua orang atau lebih yang saling bekerja sama
untuk mencapai suatu tujuan bersama
Jika berbicara mengenai perilaku organisasi maka akan muncul
permasalahan yaitu apakah seorang individu dapat ditempatkan di sebuah
organisasi yang cocok dengan sifat dan karakteristiknya? Oleh karena itu
kami akan membahas apa saja keragaman di dalam sebuah organisasi
sehingga individu dapat ditempatkan di posisi yang pas sesuai dengan
kemampuannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan karakteristik biografis?
2. Apa saja yang dapat digunakan untuk menganalisi karakteristik biografis ?
3. Apa yang dimaksud dengan kemampuan?
4. Apa yang dimaksud dengan kepribadian?
5. Bagaimana pengaruh kepribadian terhadap perilaku organisasi?
6. Apa saja bagian dari teori pembelajaran?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang karakteristik biografis
2. Untuk memahami tentang kemampuan dalam perilaku organisasi
3. Untuk mengetahui mengenai kepribadian
4. Untuk mengetahui mengenai teori pembelajaran
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Biografis

Karakteristik yang nyata adalah usia, gender, ras, dan masa jabatan seseorang
dalam perusahaan. Untungnya, terdapat sejumlah besar penelitian yang telah secara
spesifik menganalisis karakteristik-karakteristik biografis (biographical
characteristics) tersebut.

1. Usia
Hubungan antara manusia dan kinerja pekerja kemungkinan akan menjadi
masalah yang lebih penting selama decade mendatang. Sejumlah kualitas positif
yang dibawa pekerja dengan umur yang lebih tua: khususnya pengalaman,
penilaian, etika kerja yang kuat dan komitmen terhadap kualitas. Tetapi para
pekerja lebih tua juga dipandang kurang memiliki fleksibilitas dan sering menolak
teknologi baru. Seiring berjalannya waktu, organisasi secara aktif mencari
individu yang dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan terbuka terhadap
perubahan, dan sifat-sifat negative terkait usia secara nyata menghalangi perekrutan
awal atas para pekerja yang lebih tua serta meningkatkan kemungkinan bahwa
mereka akan dilepaskan selama masa pengurangan karyawan.

Semakin tua, semakin kecil kemungkinannya bagi anda untuk keluar dari
pekerjaan anda. Kesimpulan tersebut didasarkan pada penelitian atas hubungan
antara usia-perputaran karyawan. Selain itu, para pekerja yang lebih tua
berkemungkinan lebih rendah untuk mengundurkan diri dibandingkan para pekerja
yang lebih muda karena masa pengabdian mereka yang panjang cenderung
memberi merka tingkat gaji yang lebih tinggi, tunjangan liburan yang lebih
panjang, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik. Terdapat kepercayaan luas
bahwa produktivitas menurun seiring bertambahnya usia. Sering diasumsikan
bahwa keterampilan seorang individu khususnya kecepatan, kelincahan, kekuatan,
dan koordinasi berkurang seiring waktu dan bahwa kebosanan secara
berkepanjangan dan kurangnya stimulasi intelektual terhadap pekerjaan
berkontribusi pada produktivitas yang menurun

2. Gender
Bukti menunjukan bahwa tempat terbaik untuk memulai adalah dengan
pengakuan bahwa hanya terdapat sedikit, jika ada, perbedaan penting antara pria
dan wanita yang memengaruhi kinerja mereka. Misalnya, tidak terdapat
perbedaan yang konsisten antara pria-wanita dalam kemampuan memecahkan
masalah, menganalisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau
kemampuan belajar.

Satu permasalahan yang tampaknya memang berbeda dalam hal gender,


khusunya saat karyawan memiliki anak-anak berusia pra-sekolah adalah
preferensi terhadap jadwal kerja. Ibu yang bekerja kemungkinan lebih memilih
kerja paruh waktu yang fleksibel dan telecomuniting sebagai cara untuk
mengakomodasi tanggung jawab keluarga mereka. Penelitian terhadap
ketidakhadiran secara konsisten menunujukan bahwa para wanita memiliki
tingkat ketidakhadiran yang lebih tinggi dibandingkan pria. Penjelasan yang
paling logis terhadap temuan ini adalah bahwa penelitan tersebut dilakukan di
Amerika Utara, dan kultur negara ini telah secara historis menempatkan tanggung
jawab rumah tangga dan keluarga pada wanita.

3. Ras
Ras adalah sebuah isu yang kontroversial. Isu ini dapat dengan mudah
menimbulkan perdebatan sehingga membuat individu lebih suka menghindari
topic ini. Ras telah dipelajari sedikit banyak dalam PO, khusunya dalam
hubungannya terhadap hasil-hasil pekerjaan seperti keputusan pemilihan
personel, evaluasi kinerja, dan diskriminasi di tempat kerja. Disini tidak
dimungkinkan untuk melakukan keadilan terhadap semua penelitian ini, jadi mari
kita rangkum beberapa pokok.

Pertama, dalam situasi pekerjaan, terdapat sebuah kecenderungan bagi


individu untuk lebih menyukai rekan-rekan dari ras mereka sendiri dalam
evaluasi kinerja, keputusan promosi, dan kenaikan gaji. Kedua, terdapat sikap-
sikap yang berbeda secara substansial terhadap tindakan afirmatif. Ketiga,
dengan contoh orang-orang Amerika Afrika biasanya mengalami perlakuan lebih
buruk dibandingkan orang-orang kulit putih dalam keputusan-keputusan
pekerjaan

4. Masa Jabatan
Karakteristik biografis terakhir yang akan kita lihat adalah masa jabatan.
Tinjauan ekstensif mengenai hubungan senioritas-produktivitas telah dilakukan.
Jika mendefinisikan senioritas sebagai waktu pada suatu pekerjaan, maka kita
dapat berkata bahwa bukti terbaru menunjukan adanya hubungan positif antara
senioritas dan produktivitas pekerjaan. Masa jabatan, bila dinyatakan sebagai
penghalaman kerja, tampaknya menjadi sebuah dasar perkiraan yang baik atas
produktivitas karyawan.

Penelitian yang mengaitkan masa jabatan pada ketidakhadiran cukup jelas.


Penelitian secara konsisten menunjukan bahwa senioritas berkaitan secara
negative terhadap ketidakhadiran. Bahkan dalam hubungannya baik dengan
frekuensi absensi dan total hari kerja yang hilang, masa jabatan merupakan
variable tunggal paling penting yang berpengaruh.

Masa jabatan juga adalah sebuah variable yang kuat dalam menjelaskan
perputaran karyawan. Semakin lama seseorang berada dalam satu pekerjaan,
lebih kecil kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Lagipula, konsisten
dengan penelitian yang menyatakan bahwa perilaku di masa lalu adalah dasar
perkiraan paling baik dari perilaku di masa depan, bukti yang ada menunjukan
bahwa masa jabatan sebelumnya dari seorang karyawan adalah sebuah dasar
perkiraan yang sangat kuat terhadap perputaran karyawan tersebut di masa
mendatang
2.2 Kemampuan

Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam


tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa
yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas
apa yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan keseluruhan seorang individu pada
dasarnya terdiri atas: dua kelompok factor: intelektual dan fisik

1. Kemampuan Intelektual
Kemampuan Intelektual adalah kemampuan yang dibutuhakn untuk
melakukan berbagai aktivitas mental-berpikir, menalar, dan memecahkan
masalah. Individu dalam sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan,
dan untuk alasan yang tepat, pada nilai yang tinggi. Individu cerdas biasanya
mendapatkan lebih banyak uang dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Individu yang cerdas juga lebih mungkin menjadi pemimpin dalam suatu
kelompok.

Terdapat perbedaan tuntutan kerja bagi karyawan ketika menggunakan


kemampuan intelektual mereka. Semakin kompleks suatu pekerjaan dalam hal
tuntutan pemrosesan informasi, semakin banyak kemampuan kecerdasan umum
dan verbal yang akan dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan
berhasil. Individu cerdas mempelajari pekerjaan dengan lebih cepat, lebih mampu
beradaptasi dalam keadaan yang beruba, dan lebihbaik dalam menemukan solusi
untuk meningkatkan kinerja. Dengan kata lain, kecerdasan adalah salah satu alat
ukut yang lebih baik atas kinerja seluruh jenis pekerjaan

Sejumlah peneliti yakin bahwa kecerdasan dapat dipahami secara lebih baik
dengan membaginya ke dalam empat subbagia: kognitif, social, emosional, dan
kultural. Kecerdasan kognitif meliputi kecerdasan yang telah lama diliput oleh
tes-tes kecerdasan tradisional. Kecerdasan social adalah kemampuan seseorang
untuk berhubungan secara efektif dengan individu lain. Kecerdasan emosional
adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, dan mengelola emosi.
Terakhir, kecerdasan kultural adalah kesadaran akan perbedaan-perbedaan
lintaskultural.
2. Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik tertentu bermakna penting bagi keberhasilan
pekerjaan yang kurang membutuhkan keterampilan dan lebih terstandar.
Misalnya, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut stamina, ketangkasan fisik,
kekuatan kaki, atau bakat-bakat serupa yang membutuhkan manajemen untuk
mengidentifikasi kemampuan fisik seorang karyawan.
Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang dibutuhkan dalam ratusan
pekerjaan telah mengidentifikasi Sembilan kemampuan dasar tersebut
dideskripsikan dalam Tabel 1. setiap individu memiliki kemampuan fisik
dasar tersebut yang berbeda-beda. Tidak mengherankan jika hanya terdapat
sedikit hubungan di antara mereka: nilai tinggi pada seseorang bukanlah
jaminan nilai tinggi pada yang lain. Kinerja tinggi karyawan lebih mungkin
dicapai ketika manajemen telah mamastikan tingkat sejauh mana sebuah
pekerjaan membutuhkan masing-masing dari kesembilan kemampuan dan
memastikan bahwa karyawan dalam pekerjaan tersebut memiliki kemampuan
yang dibutuhkan.

Tabel 1. Sembilan Kemampuan Fisik Dasar


Faktor Kekuatan
1. Kekuatan Dinamis Kemampuan menggunakan kekuatan otot secara
berulang atau terus-menerus
2. Kekuatan Tubuh Kemampuan memanfaatkan kekuatan otot
menggunakan otot tubuh (khususnya otot perut)
3. Kekuatan Statis Kemampuan menggunakan kekuatan terhadap
objek eksternal
4. Kekuatan Eskplosif Kemampuan mengeluarkan energy maksimum
dalam satu atau serangkaian tindakan eksplosif
Faktor Fleksibilitas
5. Fleksibilitas Luas Kemampuan menggerakan tubuh dan otot
punggung sejauh mungkin
6. Fleksibilitas Dinamis Kemampuan membuat gerakan-gerakan lentur
yang cepat dan berulang-ulang
Faktor Lainnya
7. Koordinasi Tubuh Kemampuan mengoordinasikan tinakan secara
bersamaan dari bagian-bagian tubuh yang
berbeda
8. Keseimbangan Kemampuan mempertahankan keseimbangan
meskipun terdapat gaya yang menggangu
keseimbangan
9. Stamina Kemampuan mengerahkan upaya maksimum
yang membutuhkan usaha berkelanjutan

Kesesuaian Kemampuan Pekerjaan

Fokus kita adalah menjelaskan dan memprediksi perilaku individu di


tempat kerjaa. Kita telah mengtetahui bahwa pekerjaan menentukan hal yang
berbeda-beda dari setiap individu dan juga setiap individu tersebut memiliki
kemampuan yang berbeda beda. Dengan demikian, kinerja karyawan akan
meningkat bila terdapat kesesuaian kemampuan pekerjaan yang tinggi.
Kemampuan intelektual atau fisik tertentu yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan dengan memadai bergantung pada persyaratan
kemampuan dari pekerjaan tersebut. Contohnya pilot pesawat terbang
membutuhkan kemampuan visualisasi spasial yang kuat. Petugas penjaga
pantai membutuhkan kemampuan visualisasi spasial yang kuat dan
koordinasi tubuh yang baik. Bila karyawan kekurangan kemampuan yang
dibutuhkan, mereka kemungkinan akan gagal. Jika anda dipekerjakan sebagai
seorang pemroses kata dan tidak dapat memenuhi persyaratan dasar mengetik
dengan keyboard, kinerja anda akan buruk meskipun anda bersikap pofitif
atau memiliki motivasi yang tinggi. Ketika kemampuan pekerjaan tidak
sesuai karena karyawan memiliki keterampilan yang jauh melebihi
persyaratan untuk pekerjaan tersebut, prediksi kita akan sangat berbeda.
Kinerja pekerjaan kemungkinan akan memadai, tetapi akan terdapat ketidak
efisienan dan penurunan tingkat kepuasan karyawan. Dengan anggapan
bahwa bayaran cenderung mencerminkan tingkat keterampilan tertinggi yang
dimiliki karyawan, bila kemampuan seseorang jauh melampaui yang
dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut, manajemen akan membayar
lebih daripada yang harus dibayar.

2.3 Kepribadian

Kepribadian (personality) adalah Jumlah total cara-cara dimana seorang individu


beraksi atas dan berintersaksi dengan orang lain. Mengukur kepribadian sangatlah
penting dilakukan oleh seorang manajer karena kegunaan uji kepribadian dalam
keputusan perekrutan dan membantu manajer memprediksi siapa yang terbaik untuk
sebuah pekerjaan.

 Pembeda Kepribadian

Hereditas (heredity) merupakan faktor-faktor yang ditentukan saat konsepsi;


biologis, fisi, dan pembentukan psiklogis inheren. Para peneliti menemukan bahwa
hereditas memengaruhi sekitar 50% dari kesamaan kepribadian antara anggota dan
lebih dari 30% kesamaan dalam minat kerja dan hiburan. Para peneliti melakukan
studi dengan memisahkan sepasang kembar selama 39 tahun, dan menariknya
mereka didapati mengendarai mobil dengan model dan warna yang sama, memiliki
anjing dengan nama yang sama, mengisap rokok dengan merek yang sama. Dari
studi ini dapat dilihat bahwa factor orang tua banyak mengintervesi kepribadian
anak. Pekerjaan awal dalam kepribadian mencoba untu mengidentifikasi dan melabel
karakteristik bertahan yang menjelaskan perilaku seseorang, termasuk rasa malu,
agresif, penyerahan diri, malas, ambisius, setia, dan takut. Ketika seseorang
menampilkan karakteristik ini dalam jumlah besar kita menyebutnya karakteristik-
karakteristik kepribadian orang tersebut.

 Indikator Tipe Myes-Briggs

Indikator tipe Myers-Briggs (Myers-Briggs Type Indicator [MBTI]) adalah sebuah


tes kepribadian yang mengelompokkan empat karakteristik dan mengklasifikasikan
orang dalam 1 dari 16 tipe kepribadian. Adapun klasifikasi dari MTBI :
a. Ekstrover (ektrovered−E) versus Introver (intraverted−I). Individu-indivdu
ekstrover ramah, pandai bersosialisasi, dan percaya diri sedangkan introvert
tenang dan pemalu.
b. Perasa (sensing-S) versus Intuitif (Intuitive−N). Tipe perasa praktis serta
memilih rutin dan urutan. Mereka focus pada detail, sedangkan intuitif
bergantung pada proses tidak sadar dan melihat pada “gambaran materi”
c. Memikirkan (thinking− T) versus Merasakan (feeling− F). Tipe yang
memikirkan biasanya menggunakan penalaran dan logika untuk menangani
masalah. Tipe yang merasakan berpegang pada nilai-nilai dan emosi pribadi
mereka.
d. Menilai (judging−J) versus Menerima (perceiving−P). Tipe yang menilai
menginginkan kendali dan memilih urutan dan struktur. Tipe yang menerima,
fleksibel, dan spontan.

 Model Kepribadian Lima Besar

Merupakan sebuah penilaian kepribadian yang mencakup lima dimensi dasar, skor
tes dari karakteristik-karakteristik ini sangat baik dalam memprediksi bagaimana
orang berperilaku dalam berbagai situasi kehidupan nyata. Inilah di factor-factor lima
besar :

a. Ekstraversi, menampilkan level kenyamanan kita didalam hubungan.


Ekstrover cenderung ekspresif, percaya diri, dan mampu bersosialisasi.
Introvert cenderung pemalu, penakut, dan tenang.
b. Keramahan, merujuk pada kecenderungan seseorang individu untuk
memahami orang lain. Orang yang ramah kooperatif, hangat, dan
mempercayai. Orang yang berskor rendah dingin, tidak ramah, dan antagonis.
c. Kehati-hatian, sebuah ukuran reabilitas. Orang yang sangat hati-hati
bertanggung jawab, teratur, dapat diandalkan dan persisten. Mereka yang ber
skor rendah pada dimensi ini mudah dialihkan, tidak teratur, dan tidak dapat
diandalkan.
d. Stabilitas Emosional, sering dilabeli dengan kebalikannya, uring-uringan,
menunjukkan kemampuan seseorang untuk menghadapi stress. Orang dengan
stabilitas emosional positif tinggi cenderung tenang, percaya diri, dan aman.
Mereka dengan skor negative tinggi cenderung gugup, cemas, depresi, dan
tidak aman.
e. Keterbukaan pada pengalaman, mencakup dalam kisaran minat dan
ketertarikan atas inovasi. Orang yang sangat terbka, kreatif, ingin tahu, dan
secara artistic sensitive. Sebaliknya mereka yang ada diujung lainnya dari
kategori ini konvensional dan merasa nyaman dalam keadaan nyaman yang
dikenal.

 Sifat-Sifat Lima Besar Memprediksi Perilaku Di Tempat Kerja


a. Pekerja dengan skor kehati-hatian yang tinggi mengembangkan level
pengetahuan kerja yang lebih tinggi. Indivdu yang hati-hati lebih tertarik
dalam belajar dibandingkan hanya menampilkan pekerjaan juga sangat baik
dalam menjaga kinerja saat dihadapkan dengan umpan balik yang negative.
b. Stabilitas emosional paling kuat hubungannya dengan kepuasan hidup,
kepuasaan kerja, dan tingkat stress yang rendah. Skor tinggi lebih mungkin
menjadi positif dan optimis, serta lebih bahagia. Skor rendah cenderung
terlalu waspada.
c. Ekstrover cenderung lebih bahagia dalam pekerjaan dan hidupnya. Mereka
mengalami lebih banyak emosi-emosi positif dibandingkan instrovert dan
mereka mengungkapkan perasaan-perasaan ini. Ekstrover juga cenderung
berkinerja lebih baik dalam pekerjaan dengan interaksi interpersonal
signifikan; mereka biasanya memiliki lebih banyak keahlian social dan
teman.
d. Ekstraversi adalah predictor yang relative kuat atas timbulnya kepemimpinan
dalam kelompok, lebih dominan secara social, bertanggung jawab, biasanya
lebih percaya diri dari introvert.

GAMBAR

Dark triad

Terdapat tiga fitur yang tidak diinginkan secara social, yang kita punyai dalam
tingkatan yang beragam dan relevan terhadap prilaku organisasi. Merujuk pada sifat
negatifnya para peneliti telah melebel ketiganya sebagai dark triad, adapun bagian
dari dark triad ;

a. Machiavellianisme dinamai sesua nama niccolo Machiavelli yang menulis


pada abad ke 16 bagaimana memperoleh dan menggunakan kekuasaan.
Seorang individu yang dominan mach memanipulasi lebih banyak, menang
lebih banyak, dipengaruhi lebih sedikit, serta mempengaruhi orang lain lebih
banyak. Mereka cenderung berprilaku agresif dan terikat dengan perilaku
kerja konterproduktif. Mach juga memanipulasi orang lain demi
menguntungkan diri, menang dalam jangka pendek dan mereka kehilangan
kemenangan dalam jangka panjang karena mereka tidak disukai
b. Narsisme merupakan kecendrungan untuk sombong, memiliki rasa berlebihan
akan pentingnya diri, membutuhkan kekaguman yang berlebihan, memiliki
rasa kelayakan dan angkuh. Baik pemimpin maupun manajer cenderung
memiliki scor tinggi dalam narsisme.
c. Psikopat merupakan bagian dari dark triad, tetapi dalam prilaku organisasi
tidak merujuk pada kegilaan. Dalam konteks prilaku organisasi psikopat
adalah kecendrungan sedikitnya kepedulian atas orang lain dan kurangnya
rasa bersalah atau menyesal saat tindakannya menyebabkan bahaya.
Organisasi yang ingin menilai psikopat atau sifat abnormal lainnya perlu
melakukan dengan hati-hati. Seperti di amerika terdapat undang-undang
penyandang cacat amerika (ada) yang melarang diskriminasi terhadap
individu dengan keterbelakangan fisik atau mental.

Pendekatan – Penghindaran

Kerangka kerja pendekatan – penghindaran merupakan kerangka kerja


dimana individu beraksi pada rangsangan ; motivasi pendekatan adalah ketertarikan
kita pada rangsangan positif dan motivasi penghindaran adalah respon kita pada
rangsangan negative.

Kerangka kerja pendekatan – penghindaran mengorganisasikan sifat-sifat dan


bisa membantu menjelaskan bagaimana mereka memprediksi prilaku kerja. Satu
studi menunjukan bahwa motivasi pendekatan dan penghindaran dapat menjelasakan
bagaimana evaluasi diri inti mempengaruhi kepuasan kerja.
Sifat Kepribadian Lainnya yang Relevan dengan Prilaku Keorganisasi

Evaluasi inti diri (core self evaluation) merupakan kesimpulan akhir yang
dimiliki individu tentang kemampuan, kompetensi, dan nilai mereka sebagai
individu. Orang yang memiliki evaluasi inti diri positf menyukai diri nya dan
memandang dirinya efektif, mampu, dan dalam kendali atas lingkungannya.
Sedangkan mereka dengan evaluasi diri negative cenderung tidak menyukai dirinya,
mempertanyakan kemampuan nya, dan memandang dirinya tak berdaya atas
lingkungan nya.

Pengawasan Diri (self monitoring) merupakan sikap kepribadian yang mengukur


kemampuan seorang individu untuk menyesuaikan perilaku nya dengan factor
situasional eksternal. Pengawasan diri yang tinggi menunjukan adaptabilitas yang
cukup dalam menyesuailan perilakunya dan dapat berpeliku berbeda dalam situasi
yang beragam. Pengawasan diri yang tinggi memperoleh peringkat kinerja yang lebih
baik, mungkin lebih tampil sebagai pemimpin, dan menunjukan komitmenyang
kurang dalam organisasi

Kepribadian proaktif (proactive personality) orang dengan kepribadian proaktif


mengidentifikasi peluang, menunjukan inisiatif, mengambil tindakan, dan bertahan
sampai perubahan yang berarti terjadi. Mereka juga memiliki level kinerja dan
kesuksesan karir yang lebih baik namun sebuah studi terbaru atas 231 pengangguran
dimana Flemish mendapati bahwa kepribadian proaktif berhubungan negatif dengan
persistensi dalam pencarian kerja bagaimana pun proaktif mencakup mengetahui
kapan harus mundur dan mempertimbangkan ulang alternative dalam menghadapi
kegagalan.

Kepribadian dan Situasi

Kekuatan situasi, teori kekuatan situasi mengusulkan bahwa cara kepribadian


bertranslasi kedalam perilaku tergantung kepada kekuatan situasi. Situasi yang kuat
menekan kita menampilkan perilaku yang benar, dan menunjukan perilaku apa dan
melarang perilaku yang salah. Para peneliti telah menganalisis kekuatan situasi
dalam keorganisasi dalam segi 4 elemen :

I. Kejelasan, atau tingkat di mana petunjuk petunjuk mengenai kewajiban dan


tanggung jawab kerja tersedia dan jelas, Pekerjaan yang jelas menghasilkan situasi
yang kuat karena individu dapat segera menentukan apa yang akan dilakukan,
sehingga meningkatkan peluang bahwa setiap orang berperilaku sama. Misalnya,
pekerjaan petugas kebersihan mungkin memberikan kejelasan yang lebih tinggi
tentang apa yang perlu dilakukan dibandingkan pekerjaan pengasuh

2. Konsistensi, atau tingkat di mana petunjuk-petunjuk tentang kewajiban tanggung


jawab kerja cocok satu sama lain. Pekerjaan dengan konsistensi tinggi mewakili
situasi yang kuat karena semua petunjuk mengarah pada perilaku sama yang
diinginkan. Pekerjaan perawat di unit perawatan akut misalnya memiliki konsistensi
lebih tinggi dibandingkan pekerjaan manajer

3. Batasan, atau tingkat di mana kebebasan individu untuk memutuskan atau


bertindak dibatasi oleh kekuatan-kekuatan di luar kendalinya. Pekerjaan dengan
banyak batasan mewakili situasi yang kuat karena seorang individu memiliki
kebijakan individu yang terbatas. Pemeriksa bank, misalnya, mungkin merupakan
pekerjaan dengan batasan yang lebih kuat dibandingkan polisi hutan.

4. Konsekuensi, atau tingkat di mana keputusan atau tindakan memiliki implikasi


penting bagi organisasi atau anggotanya, klien, pasokan, dan seterusnya. Pekerjaan
dengan konsekuensi penting mewakili situasi yang kuat karena lingkungan mungkin
lebih terstruktur untuk menghindari kesalahan. Pekerjaan ahli bedah, misalnya
memiliki konsekuensi yang lebih tinggi dibandingkan guru bahasa asing

Teori Aktivasi Sifat

Kerangka kerja teoritis lainnya yang digunakan untuk memahami aktivator


situasional bagi kepribadian disebut teori aktivasi sifat (trait activation theory) teori
ini memprediksi bahwa beberapa situasi, peristiwa atau intervensi, mengaktivasikan
sebuah sifat lebih dari yang lainnya.Misalnya, rencana kompensasi berbasis komisi
akan mungkin mengaktivasi perbedaan perbedaan individu dalam ekstraversi karena
ekstraversi lebih sensitif pada imbalan dibandingkan, katakanlah, keterbukaan
Sebaliknya dalam pekerjaan yang mengizinkan ekspresi kreativitas individu,
perbedaan-perbedaan individu dalam keterbukaan bisa lebih baik dalam memprediksi
perilaku kreatif daripada perbedaan- perbedaan individu dalam ekstraversi.

Sebuah studi menemukan bahwa orang-orang yang belajar online memiliki


respons berbeda ketika perilaku mereka dimonitor secara elektronik. Mereka yang
memiliki ketakutan besar terhadap kegagalan memiliki kecemasan evaluasi yang
lebih tinggi dibandingkan yang lain dan kurang belajar secara signifikan. Dalam
kasus ini satu karakteristik dari lingkungan (pengawasan elektronik)
mengaktivasikan sebuah sifat (takut gagal) dan kombinasi dari keduanya berarti
berkurangnya kinerja. TAT juga dapat bekerja dengan cara positif. Sebuah studi
terbaru yang menerapkan TAT menemukan bahwa perbedaan-perbedaan individu
dalam kecenderungan untuk berperilaku sosial lebih terlihat ketika rekan kerja tidak
suportif. Dengan kata lain, dalam sebuah lingkungan yang suportif, setiap orang
berperilaku sosial, tetapi dalan lingkungan yang tidak terlalu menyenangkan,
individu yang memiliki kepribadian untuk berperilaku sosial memiliki sebuah
perbedaan besar.

Bersama-sama, teori kekuatan situasi dan aktivasi sifat menunjukkan bahwa


debat mengenai sifat alami versus sifat yang dipelihara mungkin lebih baik dibingkai
sebagai sifat alami dan sifat yang dipelihara. Tidak hanya memengaruhi satu sama
lain, tetapi mereka juga berinteraksi satu sama lain. Dengan kata lain, kepribadian
memengaruhi perilaku kerja dan situasi memengaruhi perilaku kerja, tetapi ketika
situasinya tepat, kekuatan kepribadian untuk memprediksi perilaku bahkan lebih
tinggi.

2.4 Pembelajaran

Apakah pembelajaran itu? Definisi seorang psikolog jiauh lebih luas


dibandingkan pandangan orang awam bahwa "pembelajaran adalah apa yang dari
pengalaman kita lakukan ketika sekolah". Faktanya, masing-masing dari kita tidak
berhenti "pergi ke sekolah". Pembelajaran terjadi setiap waktu. Oleh karena itu,
definisi pembelajaran yang secara umum dapat diterima adalah setiap perubahan
perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Ironisnya kita
dapat mengatakan bahwa perubahan perilaku menunjukkan bahwa Setiap perubahan
perilaku yang pembelajaran telah terjadi dan pembelajaran adalah perubahan
perilaku.

Definsi sebelumnya menyatakan bahwa kita dapat melihat perubahan terjadi


tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan
demikian tidak secara langsung dapat diobservasi.

Anda telah melihat individu menjalani pembelajaran, melihat individu


berperilaku dalam cara tertentu sebagai hasil dari pembelajaran, dan beberapa dari
Anda (bahkan, saya rasa mayoritas dari Anda) telah "belajar" dalam suatu tahap di
hidup Anda. Dengan perkataan lain, kita dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran
telah terjadi ketika seorang individu berperilaku, bereaksi, dan merespons sebagai
hasil dari pengalaman dengan satu cara yang berbeda dari caranya berperilaku
sebelumnya.

Teori Pembelajaran

Terdapat tiga teori yang ditawarkan untuk menjelaskan proses darimana kita
mendapatkan pembelajaran antara lain:

1. Pengondisian Klasik

Sebagai contoh, pada sebuah pabrik, setiap pemimpin puncak dari kantor
pusat dijadwalkan berkunjung, manajemen pabrik tersebut akan merapikan kantor
administratif dan membersihkan jendela. Hal ini telah berlangsung selama bertahun-
tahun. Akhirnya, para karyawan akan memperlihatkan perilaku terbaik mereka serta
berpenampilan formal dan rapi setiap kali jendela dibersihkan-bahkan pada saat-saat
tertentu di mana pembersihan tidak dibarengi dengan kunjungan dari pemimpin
puncak. Karyawan telah belajar untuk mengasosiasikan pembersihan jendela dengan
kunjungan dari kantor pusat.

Dengan konsep-konsep tersebut, kita dapat merangkum pengondisian klasik


Pada dasarnya, mempelajari sebuah respons berkondisi mencakup pembangunarn
hubungan antara cangsangan berkondisi dan rangsangan tidak berkondisi. Ketika
kan, rangsangan yang netral menjadi sebuah rangsangan berkondisi; dan dengan
rangsangan tersebut, yang satu menggoda dan yang lainnya netral, dipasang
demikian mengambil sifat-sifat dari rangsangan tidak berkondisi tersebut.

Pengondisian klasik dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa lagu- lagu


Natal sering kali membawa ingatan menyenangkan di masa kecil; lagu-lagu tersebut
diasosiasikan dengan semangat hari libur dan suasana pesta serta memicu ingatan
kasih sayang dan perasaan bahagia. Dalam situasi suatu organisasi, kita juga dapat
melihat pengondisian klasik beroperasi. Pengondisian klasik bersifat pasif. Sesuatu
telah terjadi sehingga membuat kita bereaksi baik itu secara reflex maupun disengaja.

2. Pengondisian Operant

Menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari setiap konsekuensinya.


Individu belajar melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang diinginkan maupun
menghindari apa yang tidak diinginkannya. Pengondisian ini berarti individu secara
sukarela belajar, tidak seperti pengondisian klasik yang terjadi secara refleks maupun
tidak dipelajari. Individu akan melakukan perilaku seperti ini secara terus meneus
bila terdapat suatu ketegasan yang menyenangkan terhadap suatu konsekuensi.
Contohnya mendapat teguran bila salah dan mendapat hadiah jika benar. Sehingga
individu akan beajar agar mendapat nilai yang baik dan menghindari nilai yang
buruk. Contoh lainnya yaitu pemberian kompensasi tambahan dari pimpinan kepada
karyawan yang kinerjanya melebihi target. Tetapi bila pimpinan tidak memberikan
bonus, maka individu tersebut hanya akan bekerja sesuai target saja.

3. Pembelajaran Sosial

Seseorang dapat juga belajar dengan mengamati apa yang terjadi terhadap
individu lain dan dengan hanya diberitahu mengenai sesuatu, seperti belajar dari
pengalaman orang lain. Contohnya kita banyak belajar dari role-model kita seperti
orang tua, artis, guru, teman. Pembelajaran seperti itulah yang disebut dengan
pembelajan social.

Terdapat empat proses yang ditemukan untuk melihan pengaruh model


terhadap individu yaitu:

a. Proses Perhatian. Kita tentu seringterpengaruh oleh model yang sangat


menarik, penting, cocok maupun yang mirip dengan kita
b. Proses Penyimpanan. Pengaruh model bergantung pada seberapa baik
individu mengingat tindakan modelnya
c. Proses Reproduksi Motor. Seseorang melihat sebuah tindakan baru yang
diperankan oleh sang model, maka ia akan menirunya.
d. Proses Penegasan. Individu akan bersedia melakukan apa yang dicontohan
bila ada penghargaanya.

Anda mungkin juga menyukai